Title: Ini kehidupan kami.

Summary: Mello adalah anak tunggal dengan dua ayah (Papa-Seme Papa-Uke), berteman dengan Matt, anak sulung dari keluarga yang hancur. Cerita dimulai saat Mello menginginkan seorang adik. Pairing hampir ngga ada, paling-paling Light-L, family dan friendship.

"Aku mau punya adik!"

Satu kalimat sederhana dari mulut seorang anak yang berumur sembilan tahun, berambut pirang, dan mengenakan baju warna hitam dengan motif bercak darah (atau itu darah orang? Lebih baik jangan bertanya) itu sukses membuat Papa dan Ayah tercintanya menghentikan kegiatan masing-masing. (Papa membiarkan garpunya tetap di mulut, sementara Ayah masih memegang cangkir di udara bebas).

Sang Ayah menghirup kopinya kemudian menggelengkan kepala, "….dengar ya, Mello, yang namanya adik itu tidak bisa langsung keluar begitu saja ketika kamu mengatakan 'aku ingin punya adik'….lagipula…" belum sempat Ayah menyelesaikan ucapannya, sang Papa memotongnya (kata-katanya, bukan badan si ayah, maksud saya)

"Memangnya kenapa, Mello?" Tanya Papa dengan lembut (setelah mengeluarkan garpu dari mulutnya, tentu), si anak lalu menggembungkan pipinya dan meniup-niup poninya.

"Habisnya!!" katanya memulai, "hampir semua temanku punya adik! Bahkan Matt juga!!! Ini tidak adil!!!" lanjutnya kemudian memalingkan wajahnya. Ayah yang bijak lalu memijat-mijat kepalanya, menimbang-nimbang apa anak ini perlu diberi pelajaran mengenai reproduksi, kemudian berkata,

"Makanya, Mello, dengarkan Ayah dulu," jeda, sang Ayah menghela nafas dan menutup matanya, "Papamu tidak bisa memberikan adik untukmu…." Lanjutnya, kemudian membuka matanya untuk memastikan Mello mendengarkan.

"Kenapa? Matt bilang, satu minggu setelah orang tuanya ribut-ribut di kamar, dia menerima kabar kalau ibunya hamil! Kedengarannya mudah, Papa dan Ayah kan selalu ribut!" protes si anak tidak percaya. Papa yang tadinya berniat melanjutkan kegiatan awalnya (makan kue) langsung membatalkannya sebelum tersedak, kemudian memandang anaknya dengan tatapan malu campur tidak percaya. "Kenapa Pa? Aku benar kan? Setiap malam Papa selalu berteriak dengan kencang." Lanjut si anak dengan tampang tidak berdosa.

Saat itu juga, Light Yagami membuat catatan mental yang berisi: "Buat kamar jadi kedap suara".

Light Yagami menghela nafas, "tidak peduli sekeras apa pun papamu berteriak," katanya, (tidak menghiraukan L yang menggumamkan "Saya rasa tidak sekeras itu…") kemudian berkata,"….kamu tidak bisa punya adik, itu karena Papamu tidak punya v-….!" Yang langsung dipotong oleh L menggunakan bantal yang ada di dekatnya. Saat Light akan protes, dilihatnya wajah L merona sambil mengatakan 'Hush' pelan, pandangannya menjalar ke bagian selatan tubuh L (yang sedang duduk di sofa empuk dan masih dilapisi bantal super empuk dari bulu angsa) kemudian dia tersenyum.(Membuatnya ditimpuk sekali lagi oleh sang Papa, dan keduanya diprotes oleh si anak dengan teriakan : 'apa sih? Apa sih? Kasih tau dong!').

Sang Papa berdehem keras untuk mengalihkan perhatian si anak padanya (serta menghilangkan rasa malu), kemudian berkata, "Memangnya kau ingin adik yang seperti apa?"

Mata si anak berbinar, "Yay!" soraknya sambil mengangkat kedua tangannya, "Papa mau memberikan aku adik!!!" serunya lalu memeluk sang Papa, si Ayah hanya memutar kedua bola matanya.

"Kau membuatnya terdengar seperti L akan membelikan adik untukmu." Kata Sang Ayah, Mello Cuma mendengus, lalu memeluk papanya lebih erat.

"Jadi," kata L memulai, "Yang seperti apa?" lanjutnya. Yang ditanya memiringkan kepalanya sedikit (1) kemudian berkata,

"Aku tidak perlu yang macam-macam…"katanya, dan ditanggapi ayahnya dengan 'oh?' dan pandangan tidak percaya, "Yang kelihatan rapuh seperti boneka porselen,"lanjutnya, lalu menambahkan 'untuk kulindungi' dalam hati, "Tenang," lanjutnya, ditambah 'mau disuruh tanpa protes' masih di dalam hati, "dan terakhir, dia harus bisa membantuku mengerjakan peer." Katanya menyudahi sambil melepaskan pelukannya. L melirik kearah Light yang saat ini sedang memijat-mijat kepalanya yang tiba-tiba terasa berputar.

L mulai menggigiti jempolnya, lalu, "Mello," panggilnya, dan ketika diyakininya anak itu memperhatikan, dia berkata, "Papa rasa kita sedang tidak membicarakan android pembantu kan?" lanjutnya tegas, yang lalu dijawab si anak dengan tatapan polos.

"Tidaaak….." katanya. Light lalu menghembuskan nafas dan bersandar di sofa, lalu meletakkan tangan kanannya di atas sandaran sofa, L yang tiba-tiba merasa capek, langsung bersandar juga, menyadari ini, Light memindahkan tangannya ke posisi yang lebih nyaman: di atas bahu L.

"Papa dan Ayah akan membicarakan hal ini, sekarang kau tidur saja, bukankah besok masih hari sekolah?" bujuk sang Papa, yang lalu dibalas dengan anggukan dari anaknya. "Kalau begitu, tidurlah," katanya lagi, anak itu lalu berbalik dan berlari menuju tangga, menginjak anak tangga ke lima, dia berhenti lalu menengok kearah Papa dan Ayahnya (yang kayaknya udah siap mau kissu kissu) dan berkata,

"Selamat Malam" katanya pelan, lalu melanjutkan perjalanannya dengan langkah yang diperlebar (dua anak tangga sekali langkah) Papa dan Ayahnya (yang tadinya sudah hampir mengumpat karena terganggu) tersenyum dan mengucapkan "Selamat malam" bersamaan.

*_*_*_*_*_*

"Heee….. kau akan punya adik?" Tanya anak berambut merah itu, melepaskan pandangan dari gamenya sesaat untuk melirik temannya.

"Ya!" kata Mello senang, sambil meletakkan kakinya di kursi kosong disebelahnya. "Begitu aku bilang ingin punya adik, Papa bilang akan mengusahakannya, Ayah kelihatan tidak setuju sih….tapi biar saja…" lanjutnya sambil mengangkat bahu.

Matt mem-pause game-nya dan menaikkan googlenya, berpikir sebentar untuk mengingat mana yang "Papa" dan mana yang "Ayah". Bagi yang tidak tahu mungkin akan heran, tapi bagi Matt, panggilan itu lebih baik dari pada yang dulu: 'Chichi-uke' dan 'Chichi-seme' atau yang paling awal: "Uke" dan "Seme". Matt sendiri tidak bermasalah dengan keluarga Mello yang luar biasa, tapi tetap saja dia memilih untuk tetap innocent dengan tidak mengetahui 'siapa di posisi apa'.

Setelah memastikan siapa Papa siapa Ayah, Matt mulai bicara, "Hee….nanti kalau Yagami-san tidak mau ikut mengurus adikmu bagaimana?" tanyanya sambil menaruh gamenya di dalam tas sekolahnya, hemat baterai, harga sembako naik.

Mello memutar bola matanya seolah berkata 'Kau ini bagaimana sih?' dan membuka mulutnya untuk berkata, "biar saja, biar aku dan Papa yang menjaganya, lagipula kalau Ayah sih….paling-paling kalah suara sama Papa" jawabnya ringan.

Matt meletakkan kepalanya diatas tangannya yang saling bersilang di atas meja. "Tapi enak yaa….Kalau Mello, begitu minta langsung dikasih….." katanya, membuat orang lewat yang tidak sengaja mendengarnya akan berkata 'Wah, enak yaa…aku minta hape baru nggak dikasih!!' tanpa tahu kalau yang sedang dibicarakan adalah makhluk bernyawa. Yang dikomentari hanya mengeluarkan "Heh" dengan suara cukup keras dan bangga. "Memangnya kamu nggak?" Tanya Mello.

Anak berambut merah itu menghela nafas dengan keras. "Dikasih, tapi banyak persyaratannya." Katanya, partner bicaranya hanya berkata "oh?" dengan nada tertarik jadi dia melanjutkan, "aku disuruh ikut tes psikologis sama orang itu, Mama sih cuma menyuruhku berjanji tidak menjahili adikku nantinya." Katanya mengakhiri.

Matt memanggil ayahnya dengan sebutan "orang itu' karena tidak mengakuinya, orang tuanya bercerai tiga bulan yang lalu, ayahnya pergi dengan wanita lain, meninggalkan dia, adiknya dan mamanya.

……hening sesaat……

"Oh iya!" Matt mengangkat kepalanya, matanya berbinar-binar, "Mama bilang, Linda akan jadi Model untuk majalah anak, tapi sekarang ini sedang mencari satu orang partner, soalnya di agensi-nya mama ngga ada yang seumuran." Katanya, ada nada bangga di suaranya.

Mamanya Matt, Misa Amane adalah super model terkenal, tadinya mengincar Ayahnya Mello, tapi menyerah dan memilih Mikami Teru, dan berakhir tragis, sekarang ini masih menjalankan kegiatan modellingnya, masih cantik sih. (2)

Mello tersenyum lebar, senang karena sahabatnya sudah ceria lagi, juga karena dia baru mendapat ide. "Bagus! Adikku nanti pasti bisa jadi partnernya!" katanya bersemangat. Matt mengernyitkan alisnya.

"Memangnya adikmu perempuan? Bukannya belum lahir? Kalaupun iya, pasti baru satu tahun kan? Itu sih bukan seumur namanya!" protes Matt dengan argumennya yang polos namun masuk akal, dibandingkan argument yang setelah ini.

"Ck…ck…ck…." Mello berdecak tidak sabar (kayak cicak) sambil menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. "Jangan khawatir! Aku sudah pesan yang imut ke Papa," katanya, Matt membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu (sesuatu yang seperti "Memangnya bisa?") tapi tidak jadi karena keburu dipotong, "Lagipula Matt, memangnya anak bayi lahir?" tanyanya menantang. Matt mengangguk yakin, tapi keyakinannya itu lalu ditepis oleh Mello.

"Kalaupun iya, adikku itu special, jadi tidak perlu dilahirkan, Papa tinggal menghubungi kakek lalu sorenya pergi mengambil adikku, gampang kan?" kata Mello yakin. Matt hanya menggaruk-garuk kepalanya, bukan karena gatal, tapi karena gemas, sambil menggerutu dalam hati, 'Mana yang lebih bego yaa…? Aku apa Mell yaaa?'

A.N: chap 1 selesaiii….. ini niatnya mau bikin crackfic, tapi kayaknya chapter ini ngga berhasil ya.

(1) kalo ditanya kenapa kepalanya harus miring-miring, saya akan jawab: supaya darah mengalir langsung ke bagian otak yang ingin digunakan.

(2) aneh ya, kalau Misa jadi ibu? Tapi saya suka Misa sih! Ngingetin saya sama Misha yang di Pita-ten, baik, lugu, mau membantu, tapi bloon nggak ketulungan. Dan lagi saya lumayan anti character-bashing, tapi khusus Teru-teru bozu sama Takada saya emang ngga suka.

Ayoo…siapa adeknya Mello nanti?

XD