#Warning : rate M for Lemon Contain, anak dibawah umur, pembenci Sex, biarawati, pastur, kyai haji, ibu nyai, pak ustad diharap segera klik Back saya benar-benar g bertanggung jawab atas apa yang akan menimpa kalian bila tetap baca, Typos, Ooc, Gaje, Aneh.#
Timeline : Anggaplah bahwa ini 3 tahun setelah 'the Great Shinobi war 4' berakhir.
#Naruto milik Masashi Kishimoto#
This fic ® Q kyu
Purnama…
Bulan penuh yang mengantung di langit rendah dengan pendar cahaya kemerahan adalah salah satu hal yang selalu mengingatkan dia pada seseorang. Pendar cahaya lemah yang tak mampu melenyapkan gelap sang malam, yah, sangat identik dengan Gaara di mata Sakura.
Gadis itu menghela napas…
Angin yang berhembus masuk kedalam ruang segi empat yang menjadi kamar istirahatnya tak terasa dingin di kulitnya, hingga dia sama sekali tak merasa terganggu dengan hal itu meski tengah duduk di bingkai jendela, menatap purnama yang meninggi seiring malam yang melarut. Hitsuji no kuni yang menjadi tujuan misinya kali ini memang terletak di daerah lembah, dan lagi pepohonan di sekitar tenda –meski terbuat dari kayu dan kokoh, Sakura lebih suka menyebutnya tenda dari pada rumah atau bangunan– yang dibuat Yamato cukup rindang untuk menghalau angin yang terlalu kencang.
Sakura menunduk, menenggelamkan kepalanya di antara lututnya yang tertekuk. Rasa rindu yang menyesakkan dadanya membuatnya takut, meski begitu, tetap saja dia tak pernah bisa mencegah perasaan itu datang menyergap dirinya. Merindukan adalah hal yang wajar jika kau jarang menemui sosoknya, apalagi bila sosok itu adalah sosok yang kau cintai.
Rasa rindu, yang selalu menghadirkan rasa lebih dalam untuk cinta. Dia takut… kecewa akan cinta bukanlah hal yang bisa membuatnya terbiasa. Rasa sakit ditinggal cinta bukan hal yang bisa dikebalkan.
"Cakramu begitu lemah," Sakura hampir melonjak saat suara datar itu menyentuh indranya.
Dia mendongak dan menoleh pada sumber suara. "Gaara…," gumamnya antara terkejut, lega, rindu, dan tak sabar. Ini bukan pertama kalinya Sakura tidak merasakan cakra Gaara saat pemuda itu mengunjunginya di malam-malam misinya. Kage muda itu sangat pandai menyembunyikan chi-nya.
"Kau lelah…," gumamnya lagi.
Sakura diam, menatap pemuda berwajah datar yang berdiri di tegah ruangannya. Bukan tak ingin menjawab kalimat Gaara, dia yakin kalimat itu bukan pertanyaan, jadi dia tak menjawab. Sakura menurunkan kakinya dari bingkai jendela, menatap sosok berambut merah yang terlihat semakin gelap dalam remang cahaya purnama.
"Misinya cukup berat, para pemberontak memberi semacam doktrin yang cukup merepotkan." Sakura turun dari bingkai jendela. "Terimakasih untuk daun Yokukiku yang kau kirimkan, itu sangat membantu."
"Terimakasih untuk membuatku merasa berarti bisa membantu medic-nin andalan Gondaime Hokage." Gaara membungkuk rendah, membuat Sakura harus berusaha keras menahan tawanya agar tak terdengar sampai keluar ruangannya.
"Kau semakin pandai bersikap manis Gaara-kun," Sakura berjalan cepat dan segera membenamkan kepalanya di dada pemuda itu, menyesap aroma pasir dan musk maskulin yang selalu menyertai sosok 'Ai' itu.
"Untukmu.." gumam Gaara pelan. Tangan kekarnya segera meraup sosok itu semakin erat. Dadanya selalu menikmati debar gemuruh yang hadir tiap kali aroma gadis itu tercium indranya, hangat rasa yang menjalar dari cinta yang melebur dalam nadinya selalu menghadirkan rasa bangga karena mencintainya.
Dia mendekap semakin erat, sementara pasirnya mulai bergolak dalam gentong di punggungnya, merayap perlahan. Seakan ikut menanti kehadiran Sakura, pasir-pasir itu mulai menyentuh perlahan kulit Sakura, seolah ikut merindukannya, bergerak tenang memberi rasa nyaman untuk gadis itu, menekan titik-titik syaraf utama pengontrol cakra di tubuhnya.
"Kau curang," gumam gadis itu. "Pasirmu semakin pandai menemukannya, tapi aku tak pernah bisa mengendalikannya." Gadis itu merancau pelan, hingga kesadarannya hilang dan Gaara, menjadi satu-satunya penopang bagi kekukuhan tubuh mereka.
"Setidaknya, kau semakin pandai mengendalikanku," gumam Gaara pelan, meski dia yakin gadis itu tak mandengarnya karena dia telah terbawa arus mimpinya.
Baik Gaara maupun pasir-pasirnya selalu menikmati ini, menikmati malam-malam yang digunakan pemuda itu untuk mendatangi sang gadis, menikmati saat-saat telinganya terbuai oleh deru halus napas Sakura yang teratur, menikmati hembusan hangat napas Sakura di dadanya, addictif yang akan membuatnya merindukan hal sederhana seperti Sakura yang terlelap di dadanya sepanjang malam. Aroma jahe dan gingseng yang selalu menyertai aroma mawar tipis yang di bawa gadis itu, dia selalu menyukainya. Dan selalu menyesali fajar yang selalu mempermainkannya dengan datang lebih cepat.
#M for Mature#
Sakura terbangun saat tubuhnya tak lagi menikmati rasa hangat yang menyertai kehadiran Gaara di sisinya, keremangan fajar menjadi penyambut bagi Sakura saat gadis itu kembali membuka jendela kayu yang telah tertutup.
Sekali lagi, rasa kehilangan memenuhi rongga dadanya saat menyadari sosok itu telah melaju bersama angin. Meski tak ada rasa sakit yang menyertainya, kehilangan tetap saja kehilangan, rasa yang menyesakkan dadanya.4
"Sakura-chan, kau sudah bangun?" Seseorang mengetuk pintu kamarnya, dari cakranya Sakura mengenali sosok ini sebagai Hinata, Kunoichi pewaris tahta Hyuuga.
"Iya, aku keluar sebentar lagi Hinata," gumam Sakura gadis itu segera merapikan penampilannya yang berantakan, meski itu tak banyak memperbaiki.
Sakura dan berjalan pelan menuju ruang luas di tengah-tengah tenda, Yamato-senpai, Kiba dan Akamaru telah tampak duduk mengitari bara api yang menyala rendah, tangan-tangan mereka dengan cekatan memutar kayu yang menyodok rusa panggang yang mengantung di atas api. Aroma daging panggang segera memenuhi penciuman sakura.
"Guk…" Akamaru menyalak kearahnya.
"Ohayou Akamaru…" sapa Sakura pada anjing itu.
"Guk.. guk.." anjing berukuran ekstra besar itu kembali menyalak.
"Ohayou Kiba, Yamato-senpai…" sapanya lagi, kemudian mengambil tempat duduk di samping Akamaru dan mengusap rambut putih Akamaru yang panjang.
"Apa kau baru saja menemui seseorang, Sakura?" pertanyaan Kiba yang mendadak, membuat jantung Sakura hampir melompat.
"Tidak," jawab Sakura terlalu cepat. Sial. Dia menarik napas diam-diam untuk meredakan keterkejutannya dan berbalik bertanya, "Kenapa kau bertanya seperti itu Kiba?" meski dia sama sekali tak berniat mendengar jawaban apapun dari pemuda anjing itu. Sakura berusaha bersikap rileks.
"Ada aroma pasir di tubuhmu," jawab Kiba, pemuda itu terlihat tetap tenang menatap rusa panggang di depannya, seakan tak menyadari kegugupan dari Sakura, meski begitu Sakura tak bernapas lega karena Yamatolah yang memberinya tatapan meneliti.
Sial! Sakura lupa kalau Kiba tidak mendeteksi keberadaan seseorang dari cakra tapi dari baunya, Gaara mungkin menyembunyikan keberadaan cakranya dengan baik, tapi dia tidak menyembunyikan bau tubuhnya sama sekali. Ini pertama kalinya Sakura menjalankan misi bersama pemuda anjing itu sejak dia dan Gaara saling mengakui perasaan masing-masing setahun yang lalu.
Sakura berpikir… sejujurnya dia sama sekali tidak berniat menyembunyikan hubungan asmaranya dengan Gaara pada siapapun. Hal itu tersembunyi secara sendirinya karena Gaara dan Sakura sangat jarang terlihat bersama, tentu saja karena keduanya bersada di tempat yang berbeda sepanjang waktu, dan lagi Sakura tidak seperti Naruto yang gemar mengembar-gemborkan hubungan asmaranya pada seluruh desa atau seperti Shika-Ino yang selalu menampilkan kemesraan di depan umum dan baik Sakura maupun Gaara, sama sekali tidak berniat melakukan itu.
Tapi akan terdengar aneh kalau sekarang Sakura tiba-tiba mengatakan bahwa dia bersama Gaara sepanjang malam, bisa-bisa dia dituduh melakukan suatu perjanjian rahasia bersama sang Kazekage, dan itu bisa menyeretnya dalam hal yang lebih merepotkan semacam sidang tertutup bersama Hokage.
"A… itu mungkin karena…" Sakura terus berpikir… AH! "Daun itu," gumam Sakura bersemangat, mencoba meyakinkan dan sekejap dia sempat bangga dengan kecepatan berpikirnya.
"Daun?" gumam Yamato terdengar tak yakin.
"Huum," Sakura mengangguk mantap. "Daun yokukiku yang ku minta dari Suna, semakin mengering aromanya semakin kuat." Sakura beralasan, tentu saja itu bohong, namun gadis itu tersenyum meyakinkan.
"Memangnya tidak bisa yah kalau kita berangkat sedikit lebih siang?"
"T-tidak bi-bisa Naruto-k-kun," keributan dari kamar Naruto, mencegah pertanyaan lebih lanjut dari Yamato dan diam-diam Sakura mensyukuri ini, sekali lagi Naruto menyelamatkannya.
Pertemuan pertama Sakura dengan pemuda 'Ai' itu di hari pendaftaran ujian chuunin dibuka. Seorang remaja laki-laki dengan hawa pembunuh yang begitu kuat, membuat Sakura bergidik hanya dengan menatap mata jade penuh kematian itu. Tak ada kekaguman yang muncul meski Gaara terasa jauh lebih kelam dari Sasuke, tidak membuat Sakura beralih dari Sasuke pada Gaara.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya terjadi sepanjang ujian chuunin dan keyakinan Sakura bahwa Gaara adalah sosok yang harus dihindari semakin kuat. Mata kelam tanpa belas kasih, pemuda yang mampu meremuk redamkan manusia hingga ketulang-tulangnya dengan satu gerakan tangan yang melenyapkan nyawa. Kebencian muncul saat Sakura melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana sosok Gaara tenggelam dalam nafsu membunuh di pertarungannya melawan sasuke di final ujian chuunin.
Sakura masih ingat bagaimana dia mengejek keyakinan Naruto bahwa Gaara hanya sosok yang kesepian, hanya karena keduanya sama-sama jinchuuriki bukan berarti keduanya merasakan hal yang sama bukan? Dan Sakura masih meragukan keyakinan Naruto bahkan setelah dia mendengar Gaara dan timnya ikut membantu dalam penyelamatan Sasuke, Sakura akui saat itu pikirannya di penuhi hal-hal picik, rasa kekecewaannya, rasa sakitnya menutupi kepeduliannya. Dia tak pernah benar-benar memandang Gaara, sang mesin pembunuh.
Tapi Sakura salah dan Naruto benar. Gaara hanya sosok yang tenggelam dalam kesepian, bahwa Gaara tetaplah manusia, bahwa dalam sosok dingin penuh kegelapan itu masih terdapat cinta, Sakura mengaku kalah saat dia mendengar Gaara melindungin Suna seorang diri dari Akatsuki. Sakura salah.
Simpatinya pada pemuda itu muncul perlahan.
Sakura ingin meminta maaf, dia berharap pemuda itu masih bisa diselamatkan agar dia bisa mengucapkan kalimat penyesalannya, dia hanya bisa berusaha sebaik mungkin untuk membawa pemuda 'Ai' itu kembali dalam keadaan selamat. Dia beruntung, Gaara selamat meski karena dilakukannya jutsu terlarang oleh Chiyo-baasama.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya berlangsung datar, terjadi hanya antara medic-nin desa Konoha dan Kage dari Suna. Kerjasama antar desa, persilangan misi atau permohonan bantuan misi. Tak ada perasaan khusus di hati Sakura yang masih digelapkan oleh rasa sakit hati dari cinta yang ditinggalkan. Hingga keduanya bertemu dalam hiruk pikuk 'the Great Shinobi war 4' yang mengerikan, semuanya masih sama. Dia masih melihat Gaara sebagai Kage dari Suna.
Perubahan perasaan terjadi saat Suna dan Konoha mengadakan pertukaran medic-nin, Sakura sebagai medic-nin andalan Tsunade bertukar tempat dengan Matsuri di Suna selama dua bulan penuh, dan sejak hari itu bukan hanya ilmu pengetahuan baru yang Sakura dapat, tapi juga cinta yang baru dan… ummm… kekasih baru. Sakura dan Gaara saling mengakui perasaan masing-masing di malam bulan purnama.
Sakura masih sempat berpikir bahwa semua hal tentang Gaara saat itu hanya mimpi atau halusinasi yang muncul akibat pengaruh salah satu tanaman obat di rumah kaca milik Suna. Tapi di malam purnama selanjutnya, segala spekulasinya terpatahkan kala Gaara datang menemuinya di tengah malam di perjalanan pulangnya kembali dari misi. Gaara datang bersama angin, mengucapkan kalimat rindu tanpa kata dan mendekapnya hingga fajar dan pergi seperti pasir yang diterbangkan angin. Begitu seterusnya, hingga sekarang.
Sakura bersyukur tak ada pembahasan lebih lanjut tentang aroma pasir yang melekat di tubuhnya selama rombongan tim tujuh dan tim sepuluh kembali ke Konoha. Perjalanan mereka terbilang lancar tanpa pertarungan atau perdebatan lain, melompat dari satu pohon ke pohon lain, berlari mengikuti arus sungai hingga akhirnya tiba di gerbang besar Konoha saat matahari hampir mencapai tempat persinggahannya di ufuk barat.
Sakura memutuskan untuk berendam di onsen begitu dia menyelesaikan laporannya pada Hokage. Dengan tubuh yang terasa remuk redam, berendam di air panas merupakan satu hal penuh kenikmatan. Gadis itu bersenandung kecil, sementara langit di sekelilingnya mulai menggelap.
"JIDAT!" sebuah seruan seakan menarik Sakura dari dunia khayalan penuh kesempurnaan sore harinya.
Sakura mendengus saat melihat sosok ramping berlari pelan kearahnya, rambut pirangnya terbungkus handuk putih, persis seperti rambut pink Sakura. "Kau menganggu Pig!" seru Sakura.
"Kau menyakiti hatiku, Jidat! Oh, Kami-sama… sakit sekali…" Ino membuat suara aneh antara merintih dan geli, sementara wajahnya terlihat sendu yang di buat-buat. Gadis beiris aquamarine itu pun kemudian bergabung dengan Sakura di dalam kolam batu yang mengalirkan air panas itu.
"Dasar babi!" gerutu Sakura.
"Kau baru pulang dari misi?" Ino mengambil tempat duduk di atas batu besar tepat di samping Sakura.
"Ku dengar kau meminta bantuan Suna dalam misi kali ini," gumam gadis itu tanpa memandang Sakura sedikitpun, matanya sibuk mencari sesuatu dalam keranjang perlengkapan mandinya.
"Yah, aku membutuhkan daun yokukiku secepatnya, kalau harus dikirim dari Konoha akan memakan waktu berhari-hari," jelas Sakura, gadis itu bergerak mencari posisi nyaman untuk berbaring di dalam air.
"Bukankah kalau dikirim dari Konoha bisa lebih cepat? Memang sih, desa itu terletak di bagian Negara Angin, tapi kalau memintanya dari Suna, aku pikir harus melalui prosedur ini-itu yang bisa memakan waktu lama."
Sakura tidak menjawab, dia cukup malas untuk menimpali. Yang terpenting misinya bisa selesai dengan cepat, lagi pula selama Suna tidak keberatan, mengapa ia atau Ino harus keberatan? Tak mau mendengar pertanyaan dari sahabatnya lebih lanjut, Sakura memilih menenggelamkan kepalanya didalam air…
#M for Mesum#
Sekali lagi Sakura meruntuki sahabat pirangnya, dia benar-benar lelah tapi si Pirang itu tak melepaskannya untuk tidak menjamah ramen atau yakiniku. Badannya yang terasa harus di charge secepatnya pun hanya melangkah gontai saat keluar dari kedai yakiniku, Sakura tak memilih ramen karena yakin sepenuhnya bahwa sahabat pirangnya yang bergender cowok pun pasti berada di sana, itu akan semakin mengurangi waktu istirahat Sakura.
Sakura telah bisa membayangkan kehangatan di balik selimutnya yang nyaman, saat langkah kakinya dengan paksa berjalan menyebrangi halaman kecil rumahnya. Meski sama gontainya, langkah Sakura kini lebih cepat, rasa nyaman yang didapatkannya dari berendam di onsen telah lenyap sekarang dan dia benar-benar merindukan kasurnya, thanks god sake for Pig.
Namun tiba-tiba matanya sedikit membulat saat merasakan keberadaan cakra lain dari dalam bagunan rumahnya saat dia hendak membuka pintu. Gadis pink itu pun segera berlari cepat dan menaiki tangga menuju kamarnya.
"Gaara." Panggilnya begitu pintu terbuka, padahal dia sama sekali belum melihat sosok itu.
Sakura baru tersenyum saat emeraldnya menemukan pemuda 'Ai' yang duduk di atas tempat tidur kecilnya, sementara gentong pasirnya terduduk manis di samping meja penuh buku milik Sakura, di mana foto tim tujuh tersimpan aman di balik bingkai kacanya. Pemuda itu bangkit dan tersenyum tipis. "Hai," sapanya, lalu mengusap rambut pink Sakura pelan.
"Kau tidak bilang akan ke Kohoha kemarin," Sakura sedikit merajuk. "Ada apa? Bersama siapa kesini? Kau tidak datang diam-diamkan?" Tanya Sakura beruntun, ditatapnya lembut pemuda itu dan kembali tersenyum. "Aku merindukanmu," kemudian memeluknya.
Hey, jangan salahkan Sakura kalau dia sudah merindukan pemuda itu meski keduanya baru saja menghabiskan malam bersama kemarin, dia sedang jatuh cinta. Dan banyak hal tak rasional kalau kau sedang jatuh cinta.
"Mencari alasan agar aku bisa membawamu ke Suna, aku datang bersama Kankurou-nii dan beberapa ANBU, tak perlu khawatir, aku tidak datang mengendap-endap," jawab Gaara, tangannya mengusap punggung Sakura dan menariknya semakin mendekat. "Aku juga merindukanmu."
Sakura mengangguk di dada bidang itu, dia tersenyum lagi dan membenamkan dirinya di kehangatan tubuh Gaara, aroma pasir memang selalu melekat dengan tubuh pemuda itu, dan Sakura menyukainya.
Beberapa saat kemudian Gaara melepas pelukannya dan kembali duduk di atas tempat tidur mini size Sakura. Sakura pun duduk di sampingnya, setahun lebih menjadi kekasih pemuda 'Ai' itu tidak membuat Sakura terbiasa dengan sikap dinginnya. Gaara yang irit bicara, Gaara yang selalu terlihat begitu kelam dan dalam, Gaara yang selalu membuatnya merasa berada di dalam maze. Dia tak pernah benar-benar bisa memahami pemuda itu.
"Sakura."
"Yah?" Sakura mendongak, memandang jade pucat yang terpancang kearahnya.
Gaara meraih tangan gadis itu dan meremasnya lembut, perasaan asing yang menyentak-nyentak dadanya kembali datang, selalu datang saat gadis itu di dekatnya, namun kali ini lebih kuat. "Apa yang kau pikirkan tentang pernikahan?"
"Ha?" Sakura mengerjap ragu, 'tadi… Gaara bilang apa? Pernikahan?'
"Pernikahan," ulang Gaara.
"A-ah… pe-pernikahan," mendadak saja wajah gadis itu bersemu merah. "I-itu… mungkin, A-awal sebuah kehidupan baru…" jawab Sakura tak yakin. 'Apa Gaara tengah melamarku?'
"Bulan ini, kau Sembilan belas tahun, benar?"
Sakura mengangguk, sedikit tak mengerti arah pembicaraan pemuda itu. Saat berikutnya keheningan kembali mengisi setiap detik-detik pertemuan mereka yang tak bisa dibilang banyak. Sakura kecewa, baru saja dia berharap dan sekarang sepertinya tandas begitu saja.
"Sakura."
"Yah?"
"Aku mencintai mu."
Emerald Sakura sedikit melebar, pipinya kembali dijalari rasa panas. Ini kali ke empat pemuda itu mengatakan cinta padanya. Yah! Sakura menghitungnya, setiap kali pemuda itu mengucapkan kata cinta yang terbilang sangat sedikit mengingat hubungan mereka telah berjalan lebih dari satu tahun. Gadis itu pun tersenyum.
"Aku juga mencintaimu, Gaara…"
Gaara menariknya perlahan, kedua jade pucat itu mengunci emerald Sakura, pergerakan yang lembut dan hati-hati seakan membuai gadis pink itu, Sakura memejamkan matanya perlahan saat sentuhan lembut mulai menekan bibirnya.
Gaara mengecupnya perlahan, lembut, dan terarah. Sakura bisa merasakan napas hangat pemuda itu di pipinya, naik secara konstan. Gaara melepas bibirnya sejenak, memandang emerald itu teduh. Tangan kanannya mengusap lembut pipi Sakura, mengecupnya sekilas sebelum kembali menikmati kehangatan bibir itu.
"Aishiteru, Sakura…," bisiknya pelan.
Sakura merasakan darahnya mulai berdesir mendendangkan gairah yang meletup-letup. Dia bergidik sesaat ketika merasakan tangan kanan Gaara mulai menyusup di antara helaian lembut rambut pinknya dan menekan kepalanya pelan, memperdalam ciumannya, melumat bibir bawah Sakura, masih dengan rasa lembut yang memabukkan.
"Gaa…hmmm….," kalimat protesnya tak sanggup keluar, padahal dadanya yang mulai kehabisan napas.
"Haaaaa…..," Sakura menarik napas dalam-dalam, sedetik setelah Gaara melepas ciumannya.
Hijau pucat dan hijau cemerlang bertatapan lembut, Sakura tersenyum, entah untuk apa. Dorongan kebahagiaan yang memuncak memenuhi dirinya. Gaara kembali mendekat, melumat lembut bibir bawah Sakura, mengigit kecil dan menjilatnya hangat. Sakura mengerti, Gaara pun tak membuang waktu, menerobos masuk dengan tak sabar, membelai lidah gugup Sakura, mencari dan mengeksplorasi setiap rasa dalam kehangatan di balik bibir cherry manis Sakura.
Napas Sakura semakin memberat dan semakin sesak ketika dadanya menekan dada bidang pemuda itu, Sakura sedikit terbeliak saat menyadari posisinya yang berada di atas pemuda itu.
Sejak kapan?
"Gaah… rah…," Sakura merapalkan nama itu tanpa sebab, napasnya yang memburu dan saling berlomba dengan napas pemuda itu seakan bukan halangan baginya. "Ga- emmmh…" Sakura melenguh saat Gaara mengecup kulit lehernya, satu sensasi aneh membuatnya melenguh tanpa bisa dicegah, membuat wajah itu memerah dengan sendirinya.
'Brag…'
Sakura merasa limbung saat tiba-tiba dunianya berputar… ah… bukan, tapi mereka yang berputar, menempatkan tubuh pemuda itu tepat di atasnya… Sakura bisa merasakan wajahnya yang semakin memanas dan debar jantungnya yang semakin tak terkendali…
"Gaara…"
"Sakura…"
Keduanya saling merapalkan nama sang pujaan hati bersamaan, Sakura tersenyum lembut dan Gaara kembali mengecup bibirnya, kembali menyusuri kehangatan dan rasa manis dalam rongga mulut Sakura…
Gaara bergerak, meninggalkan bibir merah basah yang merekah, mencari titik lain. Menyusuri garis rahang Sakura dengan kecupannya, membasahi kulit putih yang membungkus jenjang leher gadis itu. Mengecupnya, menyesap, menjilat dan menggigit pelan, mencari… terus mencari…
"Ahhh…." Sakura melenguh, lagi.
Bergerak bersama, menari dalam satu desahan napas yang sama, Sakura menyerah, tak lagi perduli akan rasa takut dan sakit dari mencintai. Dunianya tak lagi berputar pada kesepian, dunianya telah berputar pada poros yang baru… Gaara…
Dalam gairah yang membucah, keringat yang bersatu, desahan dan erangan yang saling melengkapi, tak ada lagi ragu, hanya ada kepercayaan dalam kenikmatan yang sama, menyentuh dan tersentuh, bergerak bersama…
"Emmhhh… AKH!" Sakura memekik dalam desahan saat sensasi liar menjalar dari remasan lembut tangan Gaara yang telah menyusup di dadanya.
Gaara tak lagi bisa bersabar, gerola dalam dada, perut, darah dan seluruh tubuhnya begitu ingin meledak, celananya yang tak lagi longgar terasa menekan, menyakitkan. Dia mengambil jarak sedikit, menyisakan ruang bagi tangannya untuk bergerak melepas helai-helai yang semakin lama terasa semakin menganggu, menyingkirkan penghalang satu-per-satu hingga keduanya polos bersama.
Gaara kembali, merentangkan kedua kaki Sakura dan menempatkan dirinya di antara kedua paha Sakura, mengerang pelan saat kesejatiannya menyentuh hangat yang mendesirkan kenikmatan. Tangan kanannya bergerak, mengusap perut rata Sakura dan naik perlahan, memijat lembut payudara kiri Sakura yang mengeras, sementara bibirnya mengulum payudara kanan Sakura.
Sakura melenguh lagi, mengeram, tangan kanannya mencengkam sprei yang tak lagi rapi, sementara yang lain menarik helaian merah bata yang semakin basah di dadanya.
"Kami… Ka-Kami-sama… Akhh… emmhhh…"
Gaara mengerakkan tangan kanannya turun, mengusap kulit paha Sakura yang mengencang, memberi ketenangan untuk menenangkan geliat liarnya… lalu naik, mencari-cari tangan kiri Sakura, merengangkan cengkaram kuat tangan itu pada sprei malang yang semakin kusut, lalu menuntun tangan itu kebawah.
Sakura merasakan wajahnya semakin memanas saat tangan kirinya dituntun Gaara untuk menyentuh benda panjang yang terasa keras dan panas di dekat kewanitaannya, Sakura mengerti, namun ragu saat dia melingkarkan telapak tangannya di sana, dengan gugup tangannya meremas benda itu…
"Arggg…" erangan kesakitan meluncur dari bibir Gaara…
"Ma…ma-maaf…," desah Sakura. "A-apa sakit?"
Gaara mengangguk di dadanya, pemuda 'Ai' itu mengecup puncak payudaranya singkat, lalu mendongak, memandang emerald Sakura, dan tersenyum tipis, senyum yang dimaksudkan untuk menanangkan gadis itu. "Tak apa…" napas pemuda itu menderu. "Lakukan… Lagi."
Sakura mencobanya lagi, sementara Gaara kembali meraih bibir merah itu, menahan desahan yang meluncur dari bibir Sakura saat tangan kanannya perlahan turun dan membelai titik paling sensitive yang tersembunyi milik gadis itu.
"AKH!" pekik kesakitan lepas dari bibir Sakura saat satu jari Gaara menjamah lorongnya. Sakura menggeliat liar, otot-ototnya menegang, kedua tangannya mengapai-gapai mencari pegangan.
"Releks Sak-kura…" gumam Gaara tersengal, Sakura mengangguk.
Gaara menurunkan ciumannya dari dada Sakura, mengecupi garis perut Sakura dengan sesekali meninggalkan ruam kemerahan di sana, Sakura makin liar menggeliat saat bibir Gaara mengecup kewanitaannya, mendesah dan mengerang menahan ledakan gairah saat Gaara mengecup, menjilat, menggigit dan mengisap penuh-penuh lubangnya.
Desir yang semakin kuat, keinginan ragawi untuk menyentuh, hasrat rohani untuk memiliki, Gaara bergegas untuk segera menikmati apa yang terbentang menyajikan segala harapan pewujudan dari keinginannya.
"Gaara…. Gaa….rah… ak…aku…." Sakura tak tahu apa yang akan diucapkannya sesuatu mendesak keluar dari dalam dirinya, otot rahimnya terasa teremas-remas, tangan Sakura mencoba mengapai sesuatu, jari-jarinya menegang dan akhirnya mendapatkan jemari Gaara yang mencoba menuntunnya….
"ARGGHHHH…." Sakura mengerang saat klimaks pertamanya datang, cairan hangat meleleh perlahan dari kewanitaannya dan segera di lahap Gaara, Sakura ambruk seluruh tubuhnya menengang, kebas, dan lelah...
"Sakura…" Gaara memanggil lembut.
Sakura menggeliat pelan, membuka matanya yang setengah terpejam. Dia tersenyum, mengusap wajah berpeluh milik Gaara dengan punggung tangannya yang masih tertaut erat dengan tangan Gaara.
"Selanjutnya mungkin akan terasa sedikit sakit…"
Sakura mengangguk, dia tahu itu… dan dia siap, telah siap sejak awal.
"Jangan ragu, Gaara."
Gaara kembali memulai dengan mengecup lembut bibir Sakura, tangan kanannya melepaskan genggaman tangan kiri Sakura dan mulai mengusap dada kirinya, meremas lembut, memainkan putting Sakura dengan jari-jarinya. Sakura kembali mengeliat, desahannya tertahan lidah Gaara yang bermain di rongga mulutnya, tangan kirinya menyusup diantara helai-helai merah yang telah basah oleh keringat nikmat.
Gaara kembali bergerak, tangan kanannya turun perlahan, mengusap perut rata Sakura, bermain dipusar gadis itu sesaat hingga akhirnya menjamah turun. Erangan Sakura tetap tertahan lidah Gaara yang terus bermain, hanya menyisakan waktu sekian detik untuk menghirup udara sebelum kembali menawannya.
"Emmmpppphhh" desahan tertahan Sakura saat titik nikmatnya tersentuh sempurna di bawah sana. Lidah Gaara masih belum bosan dengan posisinya menyesap saliva Sakura, sementara sesuatu meremas-remas dan berputar kuat terus menekan kedua payudara Sakura. suara desir pasir yang bergerak menyusup diantara sela-sela yang tak terisi desah gadis itu.
"Akhh!" Sakura mengerang dan menggeliat liar di bawah tubuh besar Gaara, ketiga jari pemuda 'Ai' itu terus bergerak liar keluar-masuk lorongnya, menekan titik kenikmatan Sakura dengan sempurna.
Kenimatan masih jauh dari kata akhir, desahan terus mengalun bersama bersatu dengan keringat yang tercampur nikmat. Sakura tak pernah bisa diam meski dalam tekanan tubuh Gaara. Kalimat nikmatnya sesekali meluncur lepas dari kuncian Gaara. Memejamkan matanya erat-erat dan membuka paksa secara terus menerus…
"GAARA!" Sakura menjerit saat klimaksnya kembali datang dari hasil kerja ketiga jari Gaara yang bergerak liar di lorongnya, meraih sempurna kenikmatan Sakura.
Dia terengah, Gaara melepaskan ketiga jarinya, menjilat dan menikmati cairan putih kental milik Sakura yang berkilau di jari-jarinya. Gaara kembali menatapnya penuh-penuh meminta perhatian Sakura.
"Kau yakin?" gumamnya pelan.
Sakura merangkum wajah itu dalam bingkai telapak tangannya, dan tersenyum lembut. "Tak pernah seyakin ini, aku percaya padamu Gaara, aku mencintaimu."
Gaara tersenyum tipis, lalu menyusupkan kedua lengan besarnya di bawah punggung Sakura, menarik tubuh gadis itu merapat dalam pelukannya, hal yang sama dilakukan Sakura dengan melingkarkan sedua tangannya di punggung pemuda 'Ai' itu.
Sakura bisa merasakannya, sesuatu yang keras menyodok, mencari-cari dengan liar di bawah sana, dia mendesah, setiap kali sentuhan itu terasa, mengalirkan sengat listrik yang dia tak tahu dari mana datangnya. Perih. Saat lorong rahimnya terasa dipaksa menerima benda asing yang jauh lebih besar dari ketiga jari Gaara.
"Tahan, Sakura," Gaara berbisik lembut tepat di telinganya yang kemudian dilanjutkan dengan kecupan ringan di sana.
Sakura mendesah, kepalanya terangkat dan membenam di pundak Gaara. Matanya terbuka, melihat punggung terbuka Gaara hingga pinggul Gaara yang terus bergerak maju…
Jantungnya berdebar…
"ARGGHHH! KAMI… KAMI GAARAHH…."
Dia mengerang sakit, air mata pun tak bisa dicegah untuk bergulir saat rasa kelegaan yang teramat sangat menyentuh hatinya, perih yang menyayat bersatu dalam kepuasan akan penyatuan mereka. Sakura menarik gigi-giginya yang menancap di pundak Gaara, saat semuanya terasa sedikit merileks dan Gaara melakukannya… perlahan menyingkirkan perih, nikmat tak lagi bersahabat dengan kesadaran, segalanya terasa memutih di mata Sakura yang memejam erat… kepalanya terasa meringan….
Sakura mengeliat semakin liar, terlalu memabukkan, terlalu penuh kenikmatan hingga rasanya raga kecil itu tak sanggup menampung gelora nikmat yang tersaji di hadapannya. Semakin liar dalam setiap intensitas sentuhan Gaara yang meningkat.
"Ahhh…. Gaa…"
Terus meningkat, bergerak maju dan mundur secara konstan, meningkat statik.
"Saku…Erggghh"
"AKHHH! GAARAAAHHH! ARRRHHHH!"
Sakura mencapai klimaks terkuatnya, tubuhnya terasa ringan dan kebas disaat bersamaan, kepala pinknya melesak kedalam bantal yang menyangganya, dadanya terangkat, jari-jemarinya membenamkan kuku-kuku tajam di kulit putih basah punggung Gaara, bibirnya bergetar, gigi-giginya terbenam sekali lagi di kulit putih pundak Gaara yang perlahan memerah saat darah merembes pelan...
"SAK-U…. Arghh… Ahhhhhh…."
Pemuda itu ambruk sesaat setelah segala hasratnya meledak, membanjiri Sakura dengan kehangatannya. Gaara menyusupkan kepalanya di pertemuan leher dan pundak Sakura, menyesap aroma keringat kenikmatan Sakura, dada yang saling beradu mengambil napas, debar jantung yang saling terpacu, Gaara mengecup cuping telinga Sakura dan berbisik lembut… "Kau milikku, Aishiteru Sakura."
Sakura mengangguk, air matanya kembali mendesak untuk keluar, perasaan lega kembali memenuhi dirinya. Dia melepaskannya, melepaskan rasa takut akan kehilangan cinta. Melepas segala keraguan atas Gaara dan perasaannya. Sakura menyerah, benar-benar menyerah pada pemuda pengendali pasir itu.
Sakura merilekskan otot-ototnya, menyamankan diri di bawah tubuh Gaara yang -jujur saja- terasa sangat berat. Gadis itu melingkarkan lengannya di punggung Gaara, mendekap erat tubuh hangat itu meski sebenarnya itu tak perlu mengingat posisi mereka yang masih menyatu.
"Sakura…," Gaara memanggilnya lembut.
"emmm…"
"Cakramu masih teratur, jadi…" Gaara mengantungkan kalimatnya, yang dilanjutkan dengan satu gigitan kecil di lekukan leher Sakura, menambah koleksi kissmark untuk Sakura di sana.
#M for March#
TBC
Yahay! Ini fic pertama saya. *fic pertama rate M, dasar otak bejad!* meski sebenarnya saya sudah cukup lama di FFN…. Tapi tetap salam kenal Senpai-Senpai…. Mohon bimbingannya karena bigaimana juga saya masih pemula dalam menulis.
Saya sedang Strees karena tumpukan tambahan jam bimbel gara2 ujian semakin dekat, mana kemarin abis di tolak dari SMA Favorite pula… hiks! Saya mau SMA lanjut kemana? *malah curcol*
Menyalurkan uneg-uneg saya bikin Rate M. saran, kriti, dan Flame yang beralasan *ada?* diterima qo.
Beri rifyu buat Newbie gaje yang baru nyusruk ini y Senpai-Senpai…. Beritahu tanggapan Senpai tentang fic ini, kacau dan perlu di hapuskah? Atau lajutkah?
