Author Note: okay, aku tahu YOL masih belum selesai, tapi biarkan aku mempublikasi fic ini sebagai pengingat semangatku akan menulis :D
enjoy!
The Half Blood 2: Confilct Against Slayer
Prologue
Di sebuah jalan, di kota Hollow Bastion, terlihat begitu banyak mayat tergeletak tidak karuan. Seorang pemuda berambut silver terlihat berjalan melewati mayat-mayat tersebut sambil menghela napas. Pemuda tersebut mengetahui siapa pelaku yang membunuh mereka semua, slayer.
Slayer adalah kelompok pembasmi vampire.
Pemuda silver tersebut meninggalkan tempat tersebut, meninggalkan mayat-mayat yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Mayat-mayat tersebut bukanlah vampire, melainkan setengah vampire dan juga setengah manusia normal.
Belakangan, sering terjadi penyerangan terhadap setengah vampire. Bagi slayer, setengah vampire sama saja seperti vampire utuh, masih meminum darah meski tidak sebanyak vampire utuh.
Beberapa kelompok berusaha menghentikan perbuatan slayer yang tidak manusiawi. Tidak semua setengah vampire jahat, sehingga masih mempunyai hak untuk hidup normal, sebagai manusia normal. Kelompok tersebut tergabung antara hunter, werewolf, dan juga vampire yang berusaha melindungi kaumnya sendiri.
Bagi slayer, siapa pun yang berusaha melindungi vampire, mahluk penghisap darah yang membahayakan kaum manusia, maka mereka akan dimusnahkan.
Maka pertarungan antara slayer dan beberapa kelompok yang melindungi vampire pun terjadi. Kelompok slayer merasa selalu benar, sehingga tidak akan mengalah meski nyawa mereka menjadi taruhannya.
Kelompok hunter, yang terdiri dari manusia normal dan juga setengah werewolf mau pun vampire, berusaha bernegosiasi dengan kelompok slayer, mencari jalan tengah. Sayangnya, pemimpin dari seluruh slayer tetap bersikeras atas pendiriannya. Vampire adalah mahluk yang seharusnya tidak pernah ada, karena mereka adalah mayat hidup berjalan dan mayat seharusnya musnah, bukannya tetap hidup.
Hingga kini, konflik masih terus terjadi tanpa ada penyelesaian…
Chapter 1
Seorang pemuda berambut brunette terlihat berlari tergesa-gesa. Dia terlihat seperti dikejar oleh sesuatu, karena sang pemuda terus menoleh ke belakang beberapa kali ketika dia berlari. Jantungnya berdebar sangat kencang. Keringat dingin membasahi dahinya. Jantungnya berdetak sangat kencang.
Dia berbelok ke sebuah tikungan dan sialnya, menemukan jalan buntu. Dia tidak memiliki jalan lari lagi. Dia menoleh kebelakang, melihat orang yang mengejarnya sudah berada tepat di belakangnya. Seorang lelaki jangkung yang memiliki rambut hitam. Dia memegang sebuah pisau kecil. Seorang slayer.
Sang pemuda melangkah mundur dengan ekspresi ketakutan hingga tubuhnya menyentuh dinding. Dia terdesak.
"Ku-kumohon…" sang pemuda memohon dengan nada ketakutan.
"Kau tidak bisa lari lagi, vampire." Lelaki tersebut tersenyum sinis, melihat mangsanya tidak berdaya ketika dia terdesak. Dia tahu, bahwa pemuda tersebut bukanlah vampire utuh, melainkan setengah vampire. Tapi dia tidak perduli. Baginya, setengah vampire atau vampire utuh, mereka sama-sama vampire.
"Ku-kumohon menjauhlah," pinta sang pemuda dengan badan gemetaran.
"Bermimpilah yang indah!" teriak lelaki tersebut. Dia hendak menusuk pemuda tersebut.
Tubuh sang pemuda yang tadinya gemetaran, berhenti bergetar. Ekspresi ketakutan berubah menjadi ekspresi santai. Dia menghindari tusukan lelaki tersebut dan membuatnya terkejut. Lelaki tersebut tidak menyangka bahwa pemuda tersebut akan menghindari serangannya dengan mudah. Dia mengira, pemuda itu hanya bocah ingusan yang tidak dapat berbuat apa-apa. Sayangnya, dia salah.
"Aku sudah memintamu menjauh, tapi kau tidak mau mendengarkanku." Kening pemuda tersebut berkerut saat dia mengatakannya. Dia terlihat sedih. "Menghilanglah."
Sebuah petir mendadak menyambar, mengenai lelaki tersebut. Lelaki tersebut menjerit kesakitan. Beberapa saat kemudian, tubuh lelaki tersebut berubah menjadi hitam legam. Tidak dapat dikenali.
"Sudah selesai, Sora?"
Mendadak seorang pemuda berambut blond muncul di sampingnya. Padahal, beberapa detik yang lalu tidak terdapat siapa pun di samping pemuda brunette bernama Sora. Pemuda blond tersebut bukanlah seorang manusia biasa, melainkan vampire.
"Oh, hey Roxas, kau sudah selesai juga?" Sora bertanya balik pada pemuda blond tersebut.
"Yap. Riku menunggumu di tempat kita diserang tadi," balas Roxas, sang pemuda blond.
"Hum…apakah aku sudah membuatnya menunggu cukup lama?" tanya Sora dengan cemas. Dia mengeluarkan HP-nya dari sakunya dan melihat jam. "Astaga, aku menghabiskan waktu tigapuluh menit lebih." Dahi Sora mengkerut.
"Yeah. Tapi kurasa dia akan menunggumu selama apa pun kau pergi."
Dahi Sora mengkerut kembali. "Sudah pasti, karena aku sering membuatnya menungguku yang selalu terlambat karena berbagai hal. Mulai dari diserang slayer hingga lupa waktu akibat berbelanja. Dia tidak pernah mengeluh sekali pun jika aku terlambat!" keluh Sora sambil menghela napas. "Padahal aku sering mengeluh padanya terhadap beberapa hal yang dilakukannya, tapi dia tidak pernah mempermasalahkan diriku yang selalu terlambat." Sora terlihat sedih.
"Well, dia menerimamu apa adanya." Roxas tertawa melihat tingkah Sora. "Sudahlah. Sebaiknya kita segera menemuinya dan tidak membuatnya menunggu lebih lama."
Sora mengangguk. Keduanya berjalan, menuju ke tempat dimana orang bernama Riku menunggu mereka berdua.
Seorang pemuda berambut silver menghela napas sambil menatapi jam di HP-nya. Dia menghela napas bukan karena lelah menunggu, melainkan merasa cemas karena kedua temannya tidak menunjukkan batang hidungnya sejak tadi. Dia tahu keduanya baik-baik saja, hanya saja rasa cemas tersebut tidak akan pergi jika dia belum melihat dengan matanya sendiri.
Ketika melihat sosok Sora dan Roxas, rasa cemas langsung pergi meninggalkan pemuda tersebut. Pemuda tersebut adalah Riku, teman Sora dan Roxas. Dia seorang werewolf.
"Maaf lama, Riku!" seru Sora ketika berada di dekatnya. "Tadi aku diserang slayer!" jelasnya sambil menunduk dalam-dalam begitu di depan temannya.
'Lagi?' begitulah yang dipikirkan Riku. Dia menghela napas lagi mengingat betapa seringnya slayer menyerang temannya ini. "Kau tidak apa-apa, Sora? Berapa banyak slayer yang menyerangmu?"
"Sekitar… tiga. Roxas mengalahkan dua slayer—" Sora menatap Roxas "—dan aku mengalahkan satu. Tadinya aku tidak ingin membunuhnya, tapi slayer itu tidak mau melepaskanku," jelasnya sambil menatap Riku.
Riku menghela napas lagi. Dia sangat mencemaskan serangan slayer yang sangat sering belakangan ini. Bukan hanya Riku saja yang cemas, Roxas merasakan hal yang sama karena dia seorang vampire murni.
Sora menatapi kedua temannya yang mendadak melamun. Dia mengangkat bahunya dan menutup matanya. Sora memiliki kemampuan untuk melihat masa depan dan saat ini dia ingin melihat ke masa depan, melihat apakah yang akan mereka lakukan.
Sora melihat, mereka menuju ke sebuah bar bernama Castle Oblivion, sebuah bar dimana berbagai ras berkumpul. Ras vampire, werewolf, setengah werewolf, setengah vampire, dan manusia normal. Tapi bar tersebut lebih banyak di kunjungi hunters yang rata-rata setengah werewolf dan setengah vampire.
Begitu membuka matanya, Sora melihat Riku menatapinya dengan kening berkerut, begitu juga Roxas.
"Kau seharusnya tidak perlu melihat masa depan untuk sesuatu yang tidak penting, Sora," tegur Riku.
Sora hanya terkekeh sambil memegangi belakang kepalanya.
Roxas terlihat menghela napas. "Jangan habiskan magic power-mu untuk hal yang tidak penting. Kau tahu kan kalau ketika kau kehabisan magic power, maka kau akan pingsan dan tidak akan sadar hingga seluruh magic power-mu pulih," katanya mengingatkan.
"Iya, aku ingat," balas Sora dengan cengiran. "Hanya saja, aku merasa magic power-ku masih banyak. Jadi, tidak masalah jika aku hanya menggunakannya sebentar."
"Ya, tidak masalah bagimu, tapi masalah bagi kami." Roxas menghela napas lagi. "Kami akan sangat panik jika kau pingsan…mendadak. Lebih parah lagi kami akan super panik jika kau pingsan ketika diserang slayer," kata Roxas dengan tatapan tajam.
Sora melangkah mundur beberapa langkah, menjauhi Roxas yang menatapnya dengan tajam. "Maaf…"
"Kami tidak ingin kehilangan kau lagi, Sora," jelas Riku dengan tatapan sedih.
Dulu, Riku dan Roxas merasa sangat kehilangan ketika Sora menghilang, kehabisan waktu akibat ketidak sempurnaan dirinya saat tercipta. Sora kehilangan tubuhnya. Tapi beberapa tahun kemudian, sekitar sepuluh tahun setelah tubuhnya menghilang, Sora bangkit kembali, tetapi tanpa memori masa lalunya.
Sesungguhnya, Sora adalah seorang replika—tiruan—seseorang. Sora adalah replika Vanitas yang sengaja Vanitas ciptakan karena suatu hal. Vanitas merupakan keturunan vampire dan witch, sehingga dia terlahir sebagai setengah vampire dan witch. Dan yang membangkitkan Sora kembali adalah Vanitas juga.
Bagi Sora, Vanitas sudah seperti keluarganya sendiri karena Vanitas adalah satu-satunya orang yang diketahuinya saat dia tercipta. Setelah itu, dia baru mengenal Riku dan Roxas. Saat ini, keberadaan Vanitas tidak diketahui karena dia menghilang. Sora pernah mencari keberadaan Vanitas di masa depan. Meski berhasil menemukannya keberadaannya, ketika Sora menuju ke tempat dimana dia berada, dia tidak akan menemukannya. Vanitas dapat melihat masa depan juga, sehingga dapat mengubah masa depan yang Sora lihat.
Sora tersenyum. "Aku tidak akan menghilang lagi, Riku."
Sora tidak ingat bagaimana dia bisa menghilang sepuluh tahun lalu. Karena Sora merupakan replika kedua, dan replika kedua tidak memiliki memori replika pertama. Tapi dia merasa sangat yakin bahwa dia tidak akan pernah menghilang lagi.
Roxas mengeluarkan HP-nya dari kantong celananya, hendak melihat jam. Pukul delapan malam.
"Axel pasti menunggu kita. Banyak misi yang ingin dia serahkan untuk kita. Ayo," ajak Roxas sambil berjalan pergi.
"Ah! Tunggu, Roxas!" panggil Sora sambil berlari mengikutinya.
Riku pun menyusul setelah menghela napas pelan, tersenyum kecil.
To Be Continued…
Author Note: hehehehehe… jangan berharap aku akan sering2 mengupdate yg satu ini, focusku tetap ada di YOL. Aku harus menyelesaikan YOL dulu, baru boleh focus 100 persen ke fic ini :D
