Simfoni Malam

Ketika sang surya tak menampakkan cahayanya disanalah kegelapan akan menyelimuti, sunyi, dingin menusuk setiap pori-pori kulit membawa ketakutan di dalamnya, tak seorangpun sudi menampakkan dirinya hanya orang-orang terbuang yang menjadi penghias kejamnya dunia malam.

Tak seorangkan merajuk, menangis meraung-raung menyalahkan takdir begitu kejam padanya, karena dalam hidup tidak ada yang dapat disalahkan selain dirimu.

.

.

.

"Eren."

"Mikasa?"

"Jangan melamun."

"..."

Sunyi seketika hanya deru nafas yang terdengar dari masing-masing menemani malam, salah satunya Eren Jaeger remaja laki-laki berusia 17 tahun, tinggi 170 cm rambut belah tengah senada dengan warna kayu, iris mata zamrud serta alis tebal membingkai mata yang mempertegas raut sang remaja.

"Tidak ada gunanya aku hidup."

"Eren, berhenti berkata seperti itu!"

"Untuk apa aku hidup, Mikasa, jika hanya dijadikan boneka olehnya,"

"Eren, ayah pasti tidak bermaksud seperti itu." Mikasa, saudari angkat Eren Jaeger yang memiliki nama lengkap Mikasa Ackerman paras cantik nan rupawan, rambut hitam legam panjang sebahu, kulit pucat, mata sewarna langit malam serta tak lupa gaun hitam sewarna rambutnya berhias bordiran bunga mawar merah di setiap lekuk tubuhnya.

"Itu menurutmu, Mikasa, kamu tidak akan mengerti!" Eren berjalan melewati Mikasa yang masih terdiam dengan sangat cepat menghilang di balik pintu dalam diam.

"Eren...sampai kapan?" suaranya bergetar menahan tangis serta sakit didada, tubuh Mikasa reflek jatuh terduduk terkulai lemah dalam linangan air mata.

.

.

.

"Ibu...hiks...kenapa takdir begitu kejam?" tidak ada jawaban hanya suara tangisan yang menjadi jawabannya.

Ditatapnya foto seorang ibu lekat-lekat dalam genggaman berbingkai emas berhias ukiran daun disetiap ujungnya "Kenapa? Kenapa harus ibu yang pergi? Kenapa bukan aku saja...hiks...Kenapa semuanya berubah setelah ibu pergi? Jawab aku bu!" masih tidak ada jawaban dari semua pertanyaan yang meninggalkan luka terlalu dalam, kaki penompang tubuh tak kuasa menahan semua beban menuntut untuk segera di baringkan.

Disela-sela tangisan yang semakin keras tiba-tiba terdengar suara piano mengalun dengan merdu menarik perhatian Eren untuk mencari tau asal suara tersebut "Ibu", Eren segera berlari mencari asal suara piano yang sering dimainkan ibunya.

Sangat mudah bagi Eren untuk menemukan asal suara tersebut, selain desain castle yang tidak begitu rumit castle ini juga bisa di bilang kecil berbeda dengan castle utama dimana jarang sekali orang berlalu lalang di castle ini, tempatnya juga terpencil jauh ke arah barat karena fungsinya hanya untuk melepas penat.

Eren sampai di sebuah kamar di ujung lorong castle dimana suara piano itu bersal 'Kriet' pintu terbuka perlahan menampakkan isi dari ruangan.

"Permisi" tidak ada suara Eren reflek mundur beberapa langkah sampai suara desahan wanita menghentikannya "ahhh!" Eren membeku di tempat 'itu suara apa? Seperti suara desahan wanita, tapi suaranya seperti meminta tolong?, Oh ayolah Eren kamu hanya berhalusinasi karena kebanyakan mikir' dengan berbekal keberanian serta rasa penasaran yang sangat tinggi Eren melangkahkan kakinya perlahan tanpa suara sedikitpun, "argh...ah!" Eren semakin panik mendengar suara wanita itu, dilangkahkannya kaki menuju tirai di sebelah pintu untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi didalam. Eren ingin berteriak karena kejadian di depannya saat ini adalah wanita yang sangat Eren kenali sebagai pembantu pribadi Mikasa berbaring di kasur putih king size bersimpuh darah dimana-mana dengan tubuh lemas serta gaun acak-acakan ditindih oleh pria tidak dikenal karena ruangan yang gelap selain lensa mata sewarna darah haus akan nafsu tak terhentikan. 'Petra' Eren langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan mundur perlahan hingga punggung mencium dinding 'aku bermimpi aku pasti bermimpi'.

Eren semakin panik saat tubuh yang menindih wanita bernama 'Petra Ral' turun dari tempat tidur berjalan menuju pintu mendekati tirai penutup tubuh pengintip.

'Srak'

Tirai terbuka menampakkan tubuh seorang remaja.

"Sudah selesai acara mengintipmu bocah."

"A-apa a-a-aku tidak melihat apapun," tubuh bergetar hebat dari ujung kaki hingga ujung rambut mengirim sinyal yang tak dapat dicerna oleh otak. Pria itu hanya diam memandangi Eren "Ta-tapi itu P-petra san, k-kenapa?".

"Bertanya yang benar bocah, dan apakah kau akan disana terus menunggu giliranmu seperti wanita itu?" Eren tidak bisa menjawab. Otot dalam tubuhnya serasa putus tidak dapat digerakkan sesuai perintah otak "Jika iya, aku akan sangat senang." Masih dengan suara bariton yang datar dan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Pria itu berjalan mendekat hingga berjarak 30 cm dari tempat Eren "Kau tidak takut padaku?" pria itu semakin mendekat hingga tidak ada jarak di antara mereka. Di usapnya pipi Eren yang sewarna merah tomat. Tangan menelusuri setiap postur wajah dari ujung rambut berhenti di bibir, merasakan kekenyalan daging merah menggiurkan. Di tatapnya bibir itu terus menerus membayangkan kenikmatan melumat habis daging kenyal itu.

Pria itu menempelkan bibirnya dengan bibir Eren selama beberapa detik. Merasa tidak ada perlawanan dari Eren, pria itu melakukan lebih melumat bibir bawah dan atas Eren perlahan. Tangan pria itu tidak diam saja menelusuri masuk kedalam kemeja putih yang dikenakan Eren, memijit dua tonjolan yang mulai mengeras sesekali mencubit gemas.

"Hmmmmm!" desahan Eren semakin membangkitkan libido sang pria. Digigitnya bibir bawah Eren meminta ijin untuk masuk kedalam. Eren tetap tidak mau membuka mulutnya. Didorongnya Eren. Punggung berbenturan dengan tembok.

Tangan yang tadi memijat niple lalu turun kebawah, masuk di tengah celah daging kenyal mengikuti lekuk belah bokong, memijat pelan lubang kecil di antara dua bongkahan daging kenyal. "Ahhnn..!" si pria tidak menyianyiakan kesempatan. Lidah yang semula di dalam mulut melesak masuk mulut Eren, menjilati semua yang ada di dalamnya sesekali bermain dengan lidah Eren. Saliva mereka tercampur, memberikan rasa manis bagi si pria.

Eren benar-benar syok ditempat. Otak tak dapat di ajak berpikir, dipikirannya saat ini hanya ada pria itu.

"Kau milikku, Eren."