Jimin menggelengkan kepalanya, kemudian menghela nafasnya. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk seperti Kim Taehyung? Lelaki dengan segala kelakuan anehnya, sifatnya yang menyebalkan, dan bodohnya Jimin mencintai lelaki aneh seperti itu.
.
.
.
.
"T-taehyung-ah.."
Yang dipanggil menoleh sebentar, kemudian pandangannya kembali fokus pada buku yang dibacanya seolah tak mengindahkan panggilan lelaki manis di hadapannya.
"Tae-
"Ada apa, Jimin?" tanyanya kemudian menutup buku di genggamannya.
Jimin mengeluarkan sepucuk surat dari kantung seragam sekolahnya, dan memberikannya pada Taehyung. "I-ini.."
"Apa ini?" Tanyanya lagi. Jimin menundukann kepalanya, tak berani menatap wajah tampan lelaki pujaan hatinya.
"Surat cinta.. Jung Yein memberikan itu padaku sepulang sekolah tadi." Jawabnya,
Taehyung mengambil surat itu, lalu membolak baliknya kemudian membuka dan membaca surat itu. wajahnya begitu datar sehingga membuat keringat terus bercucuran di pelipis Jimin.
"Datang dan temui wanita itu."
Jimin membulatkan matanya, yang benar saja? "Kau tidak marah?" Tanya Jimin hati-hati.
Taehyung menggeleng sebagai jawaban, "Untuk apa aku marah? Aku tau kau itu gay dan-
.
.
.
Kau hanya mencintaiku, Park Jimin." Bisiknya di telinga Jimin.
Sial, wajah Jimin memerah. Kemudian lengannya menyingkirkan kepala Kekasihnya dari telinganya.
"Aku tak akan marah selama yang mengajak kau berkencan adalah seorang perempuan. Jika ada lelaki yang mengajakmu berkencan-
Jimin menatap manik hitam milik kekasihnya, menunggu lelaki tampan itu melanjutkan kalimatnya.
kau akan tahu sendiri akibatnya." Sambungnya kemudian meninggalkan Jimin yang masih terpaku di tempatnya.
Jimin memejamkan matanya, mengingat memori memori yang hampir saja hilang jika ia tak mengingatnya kembali.
.
.
.
.
Flashback
"Taehyung-ah! Lihat, Yoongi sunbae mengajakku berkencan!" ucap lelaki manis seraya menyodorkan ponsel hitamnya kearah sahabatnya.
Taehyung melihat sekilas isi pesan yang dikirimkan seniornya itu. kemudian ia kembali fokus pada tugas yang belum ia selesaikan.
"Ah, pakaian apa yang harus ku kenakan nanti? Apa aku harus membawa hadiah untuk Yoongi sunbae? Ah sepertinya baju ini-
YA KIM TAEHYUNG, MENGAPA KAU TIDAK MENDENGARKANKU?!"
Taehyung tak mengacuhkan sahabatnya itu, ia tetap fokus untuk memasukkan semua bukunya ke dalam tas dan meninggalkan Jimin yang terus meracau tak jelas.
.
.
.
Sudah tiga hari setelah Yoongi dan Jimin berkencan, dan Taehyung terus tak mengacuhkan sahabatnya itu. Jimin yang awalnya tak peduli kemudian merasa ada yang kurang jika sahabatnya tak berada di sisinya. Jimin membutuhkan Taehyung.
"T-taehyung tunggu!"
Merasa terpanggil, Taehyung menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang dan melihat sahabantnya yang kedua tangannya bertumpu pada kedua lututnya dengan nafas yang terengah-engah.
"Ada apa?"
"Taehyung-ah, mengapa kau sekarang menjauhiku..apa salahku?" Tanya Jimin dengan mata yang berkaca-kaca, Taehyung menghela nafasnya. "Tidak ada." Jawabnya singkat.
"Tapi kau selalu menghindariku! Beri aku alasan Kim Taehyung!" ucapnya kemudian setetes air jatuh dari pelupuk matanya. Jimin menangis.
Taehyung mendekat ke arah Jimin kemudian menangkup pipi gembul itu dan mengusap airmata yang terus mengalir membasahi wajah sahabatnya itu.
"Pertama, jauhi Min Yoongi. Aku tak suka jika kau terus berada di dekatnya."
Jimin mengerutkan dahinya, "M-mengapa..?"
"Karena-
.
.
.
.
Aku mencintaimu, bodoh."
.
.
.
.
Wajah Jimin memerah sempurna, jantungnya bekerja seratus kali lipat. Apa ia tak salah dengar?
"Kedua, jangan menangis. Aku juga membenci itu." lanjutnya kemudian mengusap surai cokelat madu sahabatnya. "Sudah ya, aku harus pulang sekarang. Ibuku menunggu." Lalu Taehyung pergi meninggalkan Jimin yang masih setia mematung di tempatnya.
Kemudian ia memegangi dadanya tang terus berdegup dengan kencang.
"Apa aku juga mencintainya?"
.
.
.
Flashback end
.
.
.
