yay! I'M BACK! setelah menggila sama soal SBMPTN+UM HAHA!

okeeee. lagi mood banget bikin ff Harry Potter setelah kemaren main-mainnya di fandom Big Time Rush.

yak,di cerita ini, latarnya tuh waktu mereka tahun ke-7 pasca Perang Hogwarts dan Voldemort udah gak ada ya. Slytherin sama Gryffindor udah akur dan gak ada yang namanya Mudblood lagi. hehehe.

ohya, disclaimer cerita ini tuh J.K. Rowling as always. Pairingnya awal-awalnya Dramione. akhirnya? kita lihat saja nanti. HAHA.

warningnya sih, agak sedikit OOC, wait... nggak agak tapi OOC banget. ah terserahlah. kalo misal ada yang typos mohon dimaklumin. hehehe.

oke, enjoyyy *winkwink*


Chapter 1

"Apa itu kurang, Draco?! Semuanya sudah jelas! Kau jelas saja mencium gadis jalang itu di belakang punggungku! Kalau kau memang masih menyukai dia, jadikanlah dia pacarmu dulu dan akhiri hubungan kita! Tidak perlu kau selingkuh seperti itu!" teriakan seorang Hermione Granger menggema di Aula Depan saat Pesta Dansa Musim Dingin berlangsung. Wajahnya merah padam dan dia sedang berusaha dengan sangat keras untuk menahan air matanya yang sudah nyaris mengalir di kedua pipinya.

Kekasihnya, Draco Malfoy, yang masih sangat shock dengan apa yang terjadi hanya bisa menganga melihat kekasihnya selama 6 bulan itu meledak-ledak dengan alasan yang memang sudah sangat jelas.

"Hermione, aku tidak-"

"Kau berusaha mengatakan kalau kau tidak berselingkuh?! Lalu tadi apa, Malfoy?! Jelas-jelas kau mencium Astoria di balik pohon natal!" teriak Hermione lagi. Draco sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara. Hermione sudah berjalan sangat cepat walaupun dia memakai high heels.

"Mione, tunggu! Aku harus menjelaskannya terlebih dahulu. Semuanya tidak seperti apa yang kau lihat! Aku tidak menciumnya! Dengarkan dulu penjelasanku, babe," kata Draco. Dia meraih tangan Hermione dan gadis berambut keriting itupun akhirnya jatuh ke pelukan Draco dan lelaki berambut pirang platinum itu menatap mata hazel Hermione lekat-lekat. Sadar dengan apa yang terjadi, Hermione langsung berontak lagi dan melepaskan sentuhan Draco.

"PERGI! KITA PUTUS!" teriak Hermione untuk terakhir kalinya. Karena saking kagetnya dengan apa yang Hermione katakan, Draco tidak sadar bahwa Hermione sudah tidak lagi berada di hadapannya. Mungkin gadis tersebut kembali ke asramanya atau ke menara astronomi atau kemanapun dia mau. Tetapi, Draco terlalu kaget untuk mengejar gadisnya. Dia hanya berdiri mematung di depan tangga dengan tatapan kosong dan tubuh yang bergetar.

Dia baru saja kehilangan gadis pujaannya selama tujuh tahun. Dia sudah kehilangan gadis yang sangat dia inginkan selama ini. Dia kehilangan gadis yang sudah dengan susah payah dia pikat hatinya. Dan dia kehilangan gadis itu hanya dalam sekejap mata. Hanya karena sebuah salah paham dan Draco tidak bisa berbuat banyak.

Akhirnya, dia menghela napas dan kedua kakinya pun menyerah. Dia terjatuh dan duduk di anak-anak tangga dan dia tidak peduli dengan teman-teman atau adik-adik kelasnya yang menatapnya dengan tatapan heran.


Hermione memasuki Ruang Rekreasi Gryffindor dengan perasaan yang campur aduk. Dia masih tidak percaya bahwa Draco dengan sangat teganya bermain hati di belakang punggungnya dengan mantannya, Astoria Greengrass. Dia tidak mengerti mengapa Draco dengan teganya melakukan hal tersebut. Dia tidak mengerti mengapa Draco dengan enaknya bercumbu dengan mantan kekasihnya di balik pohon natal yang luar biasa besar di Aula Besar.

Gadis tersebut tidak sadar kalau saat dia memasuki ruang rekreasi Gryffindor dan duduk di depan perapian, ada seseorang yang memerhatikannya. Dia hanya duduk di depan perapian dan menatap bara api yang menyala dengan enggan. Hermione hanya menatapnya dalam-dalam sampai matanya sakit karena terlalu lama menatap bara api yang menyala. Bahkan sampai dia tidak sadar bahwa ada seseorang yang duduk di sampingnya.

"Kau tidak apa-apa, Hermione?" tanya seseorang tersebut dengan nada yang sangat lembut. Hermione, tanpa menengok pun, sudah tahu pemilik suara tersebut. Dia tersenyum kecut dan menggelengkan kepalanya. Dia tidak pernah bisa berbohong dengan orang yang duduk di sampingnya ini.

"Aku bertengkar dengan Draco," jawab Hermione lirih. Dia pun meletakkan kepalanya di pundak orang tersebut dan tanpa sadar pun, air mata Hermione meleleh dan mengalir di kedua pipinya. Tetapi, Hermione membiarkannya air matanya terjatuh dan dia tidak mau mengusapnya.

"Kau bertengkar karena apa?" tanya orang tersebut sambil memegang tangan Hermione dengan lembut. Dia juga mengelusnya dengan sayang sehingga membuat Hermione merasa nyaman.

"Dia selingkuh," kata Hermione parau. Senyumnya bertambah pahit dan air matanya semakin deras mengalir di kedua pipinya.

"Bagaimana kau tahu?" tanya orang tersebut yang kini melingkarkan tangannya di bahu Hermione.

"Aku melihatnya sendiri, Harry. Dia sedang berada di balik pohon natal dan aku bisa melihat Astoria mencengkeram baju Draco dan Draco memegang pinggang Astoria. Seperti mereka sedang berada dalam make out session yang paling hot," jawab Hermione sambil menangis lagi. Orang tersebut yang bernama Harry Potter itu menghela napasnya dan mengelus pundak Hermione supaya gadis tersebut merasa tenang.

"It's okay, Mione, kau bersamaku sekarang. Keluarkan saja semuanya. Aku akan mendengarkannya, kok. Kalau perlu aku temani kau menangis," kata Harry sambil terus menenangkan Hermione. Gadis Jenius itu hanya bisa menangis sesenggukan di pundak Harry dan menggumam sesuatu yang Harry sendiri sulit untuk menangkap kata-kata Hermione. Tetapi, dia berkali-kali mengatakan "It's okay," dan menenangkan Hermione terus-menerus.

Beberapa menit kemudian, Ron dan Ginny masuk ke Ruang Rekreasi Gryffindor dengan tatapan heran tergambar dengan jelas di wajah mereka. Weasley bersaudara itu saling menatap dan memberi pandangan bertanya kepada Harry yang hanya mengedikkan bahu dan terus mengelus pundak Hermione yang sudah mulai berhenti menangisnya.

Ginny, yang tidak tega melihat Hermione yang terlihat begitu rapuh itu langsung duduk di samping Hermione dan menggenggam kedua tangan gadis Muggle tersebut. Hermione sadar bahwa ada tangan perempuan yang menggenggamnya. Hermione langsung mengangkat mukanya dan memeluk Ginny dan menangis lagi di pelukan Ginny yang terlihat bingung karena Hermione malah menangis lagi di pelukan adik Ron tersebut. Ron dan Harry yang menonton hanya menggelengkan kepala melihat kedua gadis tersebut saling berpelukan.

"Mengapa kau sudah di sini bersama Mione?" bisik Ron sambil meminum soda yang sebelumnya dia ambil secara diam-diam dari tempat pesta.

"Kau tahu, kan aku sama sekali tidak ingin pergi ke pesta tersebut apalagi kau memaksaku untuk pergi bersama Parvati Patil lagi, padahal aku sudah pernah mengajaknya saat tahun keempat dan gagal total!" kata Harry setengah berbisik dengan nada yang ogah-ogahan. Ginny yang mendengarnya dengan cukup jelas hanya tersenyum geli melihat Harry dan Ron yang mengalami hal yang sama.

"Lalu apa yang terjadi dengan dia?" tanya Ron lagi dengan berbisik sambil menunjuk Hermione yang sudah nyaris tertidur di pelukan Ginny.

"Mungkin sebaiknya kau bertanya sendiri kepadanya besok pagi. Mungkin malam ini malam yang berat untuknya. Dan, ada hubungannya dengan Malfoy," kata Harry setengah mendesis. Ron mengangguk-angguk tanda mengerti dan meminum sodanya lagi.

"Aku antar kau ke kamarmu ya, Mione?" tanya Ginny. Dia bisa merasakan Hermione mengangguk. Lalu, tanpa disuruh dua kali, Ginny izin kepada kakaknya dan mantan kekasihnya untuk membawa Hermione, yang patah hati itu ke kamar asramanya. Meninggalkan Harry dan Ron yang sedang bercerita tentang bagaimana buruknya pesta malam ini karena mereka salah memilih pasangan. Well, bukan memilih, tapi dipaksa untuk memilih.

To Be Continued


I know it's terribly short! tapi kalo banyak yang suka, di chapter depan bakal di panjangin lagi kok. hahah.

pokoknya, kalo suka, kalo nggak suka, pengen ngasih kritik, saran, segalanya deh langsung aja klik review yaaaa.

kalo misal pengen ngikutin ceritanya, di favorite sama di follow yaaa. #ngarep hahaha.

see ya next chapter~ *heartshape*

xoxo, Crazy For Kames