SEVENTEEN © Pledis Entertainment ® 2015

.

.

.

.

.

Kazuma House Production

proudly present…

.

.

.

Rain On Sunny Day

® 2018

.

.

.

Hari 1 : Magnet

.

.

.

"Hei, Hoshi," panggil Seokmin pada suatu siang.

Si Pria Jepang itu menoleh dari laptopnya, menghadap sang sahabat. "Kenapa?"

"Kau tidak cemburu membiarkan pacarmu pergi dengan lelaki lain?"

Hoshi menaikan alis, bingung. "Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" menjawab pertanyaan Seokmin dengan pertanyaan lain.

Bukannya menjawab, Dokyeom malah menunjuk jendela kafe. Seorang gadis pendek bersama lelaki berwajah blasteran berdiri bersama di depan pertokoan seberang jalan, menunggu hujan berhenti turun. "Itu pacarmu, kan?"

Senyum tersuling di wajah Hoshi. "Buat apa cemburu? Mereka kan hanya teman."

.

.

.

.

.

Yeah, teman. Dia dan Jihoon juga berawal dari hubungan pertemanan. Lalu apa yang membuatnya percaya Jihoon tidak akan berpaling darinya?

Jihoon mungkin terlihat tenang dan sedikit galak, tapi perlu diketahui fansnya tidak sedikit. Gadis mungil itu diam-diam punya fans hampir di seluruh penjuru kampus dari berbagai fakultas. Bagaimana tidak, ketua senat seperti Seungcheol saja pernah menjadi pacarnya meski hanya beberapa bulan. Pesona Jihoon benar-benar dahsyat.

Wajahnya bukan tipe cantik seperti Suzy atau Yoona, tapi Hoshi berani jamin Jihoon punya wajah yang menyenangkan untuk dilihat sepanjang hari. Bahkan suaranya pun membuat Hoshi enggan mematikan telefonnya.

Sedangkan Vernon Hansol Chwe, adik tingkat yang tempo hari pergi dengan Jihoon, adalah cowok paling populer di kampus. Dengan wajah unik yang lebih terlihat seperti ras kaukasoid, keberadaan Vernon seperti bunga di antara ilalang yang mirip semua.

Bukannya mereka sempurna saat bersama? Jihoon dan Vernon bisa jadi pasangan paling menghebohkan kalau mereka mau.

Nyatanya tidak. Jihoon lebih memilih mengikatkan diri bersama lelaki sipit di depannya ini sejak setahun lalu. Membuat banyak lelaki gigit jari melihat keberuntungan Hoshi yang dilihat dari segi fisik tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan mantannya Jihoon. Dan itu membuat Hoshi sering kali jadi bulan-bulanan beberapa orang resek di kampus.

"Kau kenapa? Sakit?" tanya Jihoon melihat pacarnya bertopang dagu tanpa menyentuh makanannya.

Oh sungguh, pertanyaan Seokmin berhasil membuat Hoshi tambah pusing seminggu ini. "Tidak apa-apa." Hoshi berbohong. Ia melahap pasta di depannya, tapi tidak cukup jadi bukti untuk Jihoon tidak bertanya lebih jauh.

"Kau berbohong." Jihoon meletakkan garpunya. "Cepat katakan padaku. Kau kenapa?"

"Wajahku terbaca sejelas itu ya?" Hoshi tertawa. Jihoon memilih diam, menunggu Hoshi kembali bicara. "Yaa… ada beberapa hal yang membuatku pusing belakangan ini."

"Kuliah?"

Hoshi mengangguk dan kembali makan. "Paper-ku belum selesai dan masih revisi, padahal batas pengumpulannya minggu depan. Data yang kucari dari World Bank tertanya kurang. Tadi aku baru bertemu dengannya, dia memberikankau beberapa masukan untuk sumber data paperku. Rasanya kepalaku mau pecah memikirkannya."

"Aku bisa membantu mengecek ejaan dan tata bahasamu. Kebetulan minggu ini tugasku sudah selesai semua," tawar Jihoon tahu benar selama ini Hoshi masih payah dalam bahasa Korea meskipun sudah lima tahun tinggal di negeri ini. Hoshi sebenarnya pintar, hanya saja terkendala bahasa.

Hoshi buru-buru menggeleng. "Eii… Kalau kau mengecek tugasku melulu, kapan aku bisa? Nikmati saja minggumu untuk tidur. Lihat itu, kantung matamu gelap sekali." Ia menyentuh bawah mata Jihoon yang langsung ditepis pemiliknya. "Tidur jam berapa kau semalam?"

"Empat." Jihoon selesai menyantap makan malamnya. "Tolong jangan mengeluh soal ini, aku sudah bosan mendengar Yoongi Eonnie mengeluh."

Hoshi tertawa. Rengekan Jihoon adalah yang terbaik dan tidak bisa ditolak. Segera saja ia menghabiskan spagetinya lalu membayarnya dan mengantar Jihoon pulang.

Mereka berjalan kaki karena memang apartemen Jihoon tidak begitu jauh dari tempat makan mereka. Perjalanan itu berlalu dalam diam. Musim semi terasa lembab. Di sepanjang jalan kelopak-kelopak sakura menghampar tertiup angin yang membuat Jihoon bersin-bersin. Oh, gadis itu memang punya alergi dengan serbuk bunga apalagi minggu ini puncak bunga sakura bermekaran.

"Eh?"

Jihoon melirik tangannya yang digandeng Hoshi, lalu mendongak menatap pacarnya yang menatap lurus ke jalanan. Tidak seperti biasanya. Mereka bukan tipe pasangan yang hobi mengumbar kemesraan, bergandengan tanganpun jarang. Wajar saja Jihoon kaget ketika jari-jari panjang Hoshi terselip di cela jemarinya.

"Minggu lalu kau pergi dengan Vernon, ya?" tanya Hoshi tanpa menjelaskan maksudnya.

"Um." Jihoon mengangguk. "Aku mau ke apartemen Seungkwan karena dia sakit, karena itu aku minta Vernon mengantarku. Kau tahu sendiri kalau aku buta arah."

"Kau tidak memberitahuku."

Jihoon menoleh. "Aku memberitahumu, Hoshi. Kau bilang oke waktu itu."

Dahi Hoshi mengerut, ia menatap wajah Jihoon yang terlihat datar-datar saja seolah tidak terjadi apa-apa. "Aku tidak ingat."

"Memang kenapa kalau aku pergi dengan Vernon. Biasanya kau tidak bertanya." Jihoon sadar, ada yang lain dari Hoshi hari ini. "Kau cemburu?"

"Iya," jawab Hoshi ketika mereka sampai di lobby Tower G apartemen Jihoon.

Jihoon memutar mata. "Kau hanya membuang waktu kalau cemburu dengan Vernon. Kau tahu kan, kami tidak ada apa-apa. Lagipula dia pacar sahabatku sendiri. Makan teman dong namanya."

"Tentap saja…" Hoshi meringik, masih enggan melepaskan pegangan tangannya dari Jihoon. Biar saja satpam lobby menontoni mereka. "…Ini memakan habis pikiranku, tahu."

Tangan Jihoon yang tidak digandeng Hoshi menepuk-nepuk pucuk kepala kekasihnya. Ia tersenyum manis. "Percayalah padaku. Kami tidak ada apa-apa. Sama denganmu dan Seungkwan yang sering pergi berdua, aku tidak curiga, kan."

"Tapi Ji. Kau tahu kan, aku dan Seungkwan memang memang sekutub. Sama-sama keras kepala dan berisik. Cuma asik jadi teman saja, tapi bukan pacar. Ogah punya pacar seperti Seungkwan," sanggah Hoshi. "Magnet yang sekutub tidak mungkin bersama."

"Nah itu tahu." Jihoon menarik kedua pipi Hoshi. "Aku dan Vernon juga sekutub. Jadi tenang saja, aku pasti hanya menempel pada kutubmu." Ia menepuk-nepuk pipi Hoshi.

"Apa kau baru saja bilang tidak mau berpisah dariku?" tanya Hoshi sambil mendekatkan wajahnya pada Jihoon hingga ujung hidung mereka nyaris bersentuhan.

Jihoon tetaplah Jihoon. Gadis dingin itu paling enggan diajak romantis. "Sudah sana pulang." Ia menjauhkan kepala Hoshi dengan panas merambah permukaan pipinya.

"Eiii… kau malu!" Hoshi menggodanya lagi, membuat rasa malu Jihoon berubah menjadi sebal. "Aduh!" Lelaki itu meringis kesakitan setelah Jihoon menginjak kakinya tanpa ampun dan langsung memunggunginya, menunggu lift.

"Eh, Ji." Hoshi membalik tubuh mungil Jihoon dalam satu gerakan meski kesal masih tertera di wajah imut Jihoon. "Tetap jadi magnet yang hanya menempel padaku." Lantas sebuah kecupan mendarat di pipi Jihoon, membuat gadis 20 tahun itu membeku di tempat.

Sebelum Jihoon sadar dan kembali mengomel, Hoshi sudah berlari menjauh, melihat bagaimana merah menjalar ke telinga pacarnya dari kejauhan. Perasaannya melambung tinggi seringan bulu. Kegelisahannya seketika sirna karena ia tahu, Jihoonnya akan terus bersama dia.

.

.

.

.

.

.

1.011 Words

Yey… Happy New Year 2018 meskipun ini agak telat heheheee…

Tahun baru saya bawa FF baru lagi. Ini bakal jadi kumpulan oneshoot yang diupdate kalo saya sempet. Konfliknya pun ringan-ringan aja. Jadi, yaaa… silahkan dinikmati. Rencananya saya cuma mau nulis tetang Soonhoon dan Verkwan aja di FF ini berhubung dua couple ini udah terlanjur disebut di atas.

Semoga terhibur :)

3 Januari 2018

22.57 WIB

Sign,

Kazuma B'tomat

Rain On Sunny Day © Kazuma House Production ® 2018