Tega ya. Lama nggak nongol, begitu muncul, tau-tau ngasih yang beginian...

Okelah. Tanpa basa-basi! Ini dia!

Disclaimer : Tenipuri hanya milik TakeKon, ngimpi aja kali kalo saya bisa menguasainya!


RIKKAIDAI GONE BAD


Kira-kira satu jam sudah mereka terkungkung dalam ruangan kepala sekolah.

"Benar-benar KETERLALUAN!"

Mereka menunduk, mengkerutt pada kursi masing-masing.

"Kali ini kalian sudah TAK BISA DIMAAFKAN!"

Dan... BRAK! Hantaman keras di atas meja yang menyusul kemudian, otomatis membuat mereka terlonjak. Niou melirik Yagyuu, Yagyuu melirik Kuwahara, Kuwahara melirik Marui, Marui melirik Kirihara, Kirihara melirik Yanagi, Yanagi melirik Yukimura, Yukimura melirik Sanada, dan Sanada melirik lantai. Oh, ada bangkai kecoak disitu...

Suasana hening tak mengenakkan. untuk sejenak, Yoshizawa Tsutomu mengedarkan pandangan prihatin kepada delapan siswa yang ada di depannya. Kemudian, seperti kebanyakan orang yang bingung bagaimana harus memberi nasihat kepada delapan anak yang sukar diatur, Yoshizawa mulai jalan mondar-mandir layaknya setrika.

"Kalian itu harusnya sadar diri! Jaga sikap! Ingatlah, kalian itu sudah kelas tiga!"

"Maaf pak!" tiba-tiba Kirihara menyela, "Saya masih kelas dua lho,"

"Yah... tahun depan kan kamu kelas tiga! Itupun kalau kamu naik..." Yoshizawa tetap bersikeras dengan "kelas tiga"-nya.

"Maksain deh pak..." gumam Kirihara lirih. Ternyata Yoshizawa mendengarnya, kemudian beliau mengambil sesuatu dari dalam lemari arsip : daftar nilai siswa.

"Lihat ini!" Yoshizawa menyodorkan lembaran tersebut ke arah siswanya, "Lihat!"

"Ehm... Apa yang harus kami liat, pak?" tanya Sanada, tampak bingung.

"Ya ini! Daftar nilai kalian!"

"Tapi pak... Di sini kok tulisannya ada cabe sekilo, bawang putih setengah ons, gula, garam, sabun cuci..."

Yoshizawa memperhatikan lagi lembaran yang diambilnya.

"Oh... oh, ya. Maaf, salah ambil..."

Sementara Yoshizawa mencari daftar nilai betulan, anak-anak pada cengengesan di belakangnya. Lalu mereka kembali memasang topeng ekspresi bersalah tatkala sang kepsek lagi-lagi menyorongkan buklet yang lain. kali ini benar-benar daftar nilai siswa.

"Nah kan?" komentar beliau, "Gimana?"

"Bagus, pak," ujar Yukimura. Yoshizawa mengerutkan dahi.

"Apanya yang bagus?"

"Itu lho pak... sampul bukunya. Bunga-bunga pink. Lucu banget. Ehehe… "

Yoshizawa mengehela nafas.

"Maksudnya tuh nilai kalian! Nilai! Saya heran, bagaimana bisa kalian bertahan di sekolah ini, dengan nilai macam begini?"

Kembali beliau berjalan hilir-mudik.

"Benar-benar tak habis pikir aku! tidakkah kalian mengerti? Kalau semua yang telah kalian lakukan itu merusak imej sekolah, hah? Apalagi kalau melihat nilai-nilai semesteran kalian yang terjun bebas!"

Hal yang disinggung oleh kepsek, tak lain ialah mengenai tingkah-polah mereka berdelapan yang sering jadi pembicaraan seantero sekolah.

Kedelapan murid yang saat ini tengah dihujat habis oleh kepsek, dikenal sebagai siswa berprestasi... di lapangan. Pasalnya, mereka termasuk dalam jajaran reguler klub tennis Rikkai Daigaku Fuzoku yang bergengsi dan disegani. Tentunya, predikat tersebut membanggakan bagi masing-masing pihak. Sayang seribu sayang, entah gara-gara salah asuhan atau karena gejolak masa remaja, akhir-akhir ini mereka senang bikin ulah di belantara sekolah. Semua anggota sekolah, mulai dari tukang kebun hingga murid bahkan dewan guru sekalipun, pasti kena getahnya. Salah seorang siswa pernah mereka kunci di toilet dari pagi sampai ke pagi lagi, tanpa alasan, dan tak terhitung berapa kali mereka berhasil mengelabui pak satpam yang lagi berjaga-jaga mengawasi murid yang mangkir. Tak ketinggalan, ruangan-ruangan dalam sekolah pun sering mereka jarah secara tak manusiawi. Pernah beberapa kali mereka kepergok guru, sedang membunyikan bel pulang sekolah satu jam lebih awal. Acapkali juga mereka memprakarsai acara pembantaian di kantin, sehingga bakal dipastikan acara makan siang yang santai berubah jadi perang-makanan besar-besaran. Pokoknya, tiap kali ada laporan menyoal kaki meja yang buntung, kudeta sekolah, atau Viagra yang ada di dalam laci meja guru pria, pastilah mereka yang dicari karena memang mereka-lah pelakunya. Namun, dasar bocah tengik licik dan cerdik, mereka selalu lolos dari pencarian dan pengejaran yang dilakukan para guru.

Yoshizawa menarik nafas lagi, memperhatikan delapan siswa-nya satu-persatu. Sanada Genichiro, tak tahu habis kesurupan setan macam mana, yang pasti setan tersebut telah sukses mengambil alih jiwa asli wakil kapten klub tennis itu, yang serius-nya sudah tingkat dunia. Yukimura Seiichi... Ini juga sama. Luarnya saja dia terlihat seperti pemuda yang memenuhi semua syarat Dasa Dharma pramuka, tapi sebenarnya dialah pimpinan gerombolan bromocorah itu. Gembongnya. Fedengkotnya. Biang kerok dari semua masalah. Di sebelahnya, duduklah si Tukang Informasi geng, Yanagi Renji. Tanya saja seputar jalan rahasia menuju ke luar sekolah, hingga titik kelemahan semua guru, pasti dia tahu, entah darimana. Kirihara Akaya di sampingnya, yang paling muda sekaligus paling biadab. Jika Sanada seolah kerasukan setan, maka Kirihara adalah setan yang sesungguhnya. Saat kenakalannya sudah tak terkendali, "Devil Akaya", begitulah julukan yang ia sandang. Sama imutnya dengan Kirihara, Marui Bunta tampak gelisah, sepertinya kelaparan. Diantara anggota geng, Marui memang selalu yang paling kelaparan. Terhitung sudah 873 kali dia makan di kantin tanpa bayar. Sedangkan Kuwahara Jackal, siswa blasteran Jepang-Brazil itu, bertindak seolah dia kacung Marui saja. Dari 873 kasus makan-gratis yang dilakukan Bunta, 719-nya telah dibayar secara kredit dengan uang hasil curian dompet ibunya, sehingga kerugian kantin dapat tertutupi untuk sementara. Sebenarnya, Kuwahara anak yang baik, mungkin gara-gara terseret oleh Marui, dia jadi ikut-ikutan hancur. Di sebelah, seorang pemuda berambut coklat tengah mengelap kacamatanya. Inilah yang membuat Yoshizawa hilang akal. Mengapa dan bagaimana bisa, Yagyuu Hiroshi, sang bintang sekolah, juara satu, siswa akademis, harapan bangsa, bisa terbawa gelombang kelompok laknat itu? Sungguh dahsyat pengaruh pergaulan! Sementara itu, Niou Masaharu memasang tampang bosan. Pemuda urakan yang satu ini tak kalah parahnya dari Kirihara. Hampir semua kelakuan sensaional mereka adalah hasil rancangannya. Yang bikin heran, Yagyuu betah-betah saja bersahabat dengannya.

Kondang dengan kenakalannya, geng ini jadi sangat ditakuti oleh para siswa. Coba saja berani melawan mereka, esok harinya mereka akan dilempari telur busuk begitu sampai di depan gerbang, belum lagi dengan gencetan-gencetan yang akan mereka lancarkan. Dewan guru pun dibuat kewalahan oleh mereka. Seminggu yang lalu, salah satu guru BP yang bertugas menangani mereka, mengundurkan diri secara sukarela. Kabar yang beredar, beliau telah melarikan diri dari Jepang, mengganti nama, menggunduli rambutnya, dan melakukan operasi plastik lantaran Niou mengancam untuk membunuhnya gara-gara salah menulis nama di buku kesiswaan. Ancaman itu hanya sebuah pepesan kosong, tentu saja. Tapi ditangggapi serius ternyata...

Jadi, sebagai kepala sekolah, Yoshizawa merasa wajib turun tangan dalam usaha pelurusan sikap dan budi pekerti kedelapan siswa yang bandelnya amit-amit ini, biarpun menjadi wasit moral dalam geng berandal tidaklah mudah. Lebih-lebih setelah mengetahui bahwa nilai-nilai semesteran mereka jauh di bawah standar ketetapan sekolah.

"Dengan nilai yang seperti itu," kembali sang kepsek angkat bicara, "dijamin takkan sudi SMA manapun mau menerima kalian! Bahkan di universitas! Mau jadi apa kalian?"

"Jadi dosen, pak!" spontan Yagyuu menjawab. Yoshizawa menoleh, namun tak menanggapi. Raut wajahnya terlihat kecewa dengan kelakuan murid unggulan itu. Pupus sudah segala harapan yang ia gantungkan pada Yagyuu.

"Pernahkah kalian merasa... malu, kalau rapot kalian yang semerah darah itu dilihat orang lain? Tak adakah sedikitpun rasa bersalah, menyaksikan wajah kecewa orangtua kalian? Kalian-kalian ini, yang belum bisa membahagiakan ortu, bisa disebut anak durhaka, tahu?"

Mendengar kepsek membawa-bawa ortu, Yukimura menunduk makin dalam.

"Belum lagi perihal kelakuan kalian! Belatung di perpus, kodok di kolam renang, silet di loker-loker murid! mau kuadukan itu pada orangtua kalian?"

"Jangan, pak!" airmata Yukimura merebak di sela pekikannya. Semua anggota geng tahu, Sang Leader hendak menunjukkan kepiawaiannya berakting dalam semacam airmata bombay. Rupanya Yoshizawa tidak sepintar yang lain. Beliau percaya akan airmata imitasi itu.

"Lalu bagaimana? Sudah seringkali guru-guru menyuruh kalian membuat surat pernyataan perjanjian kelakuan baik. Tapi apa hasilnya? Nihil! Hanya lewat saja surat itu!"

Yukimura terisak-isak, sementara Yanagi menepuk-nepuk bahunya. Kirihara dan Niou malah cekikikan. Marui melahap roti buaya-nya diam-diam.

"Terutama kau, Yagyuu! Terus terang, saya kecewa denganmu. Calon peserta olimpiade IPA, sekarang berubah menjadi garong!"

Yagyuu tercekat. Dirinya sering mencuri kunci jawaban soal tes semesteran dari ruang guru, atas perintah Yukimura tentunya.

"Sanada! Selama ini tak pernah kau macam-macam... Kenapa kau ini?"

"Eng... kena... kena seleksi alam, pak," Sanada menjawab ragu-ragu.

"Aku kenal baik ayahmu! Pasti tiada ampun bagimu kalau gosip buruk tentangmu bisa sampai ke telinganya!"

Sanada tak bergeming memikirkan reaksi ayahnya jika mendengar kisah putra bungsu-nya yang pernah kedapatan terlibat aksi anarkis dengan preman terminal.

"Niou! Sudah berapa kali kubilang! Dilarang mengecat rambut! Apalagi dengan warna norak seperti i..."

"Warna rambut saya asli, pak," sanggah Niou, memegangi rambut blonde-nya yang jabrik seperti kulit duren.

"Apanya yang warna asli? Tak mungkin orang Jepang punya rambut macam itu!" semprot kepsek, "Kecuali kalau kau mengalami penuaan dini, rambut seperti ubanan begitu..."

"Tapi pak, yang ginian kan lagi nge-tren!"

"PERSETAN DENGAN TREN!" suara kepsek menggelegar hingga keluar ruangan, dan tak lupa, BRAK! mereka terlonjak lagi.

Yoshizawa memandang tajam murid-muridnya, sebelum berjalan menuju ke jendela samping meja kerjanya. Nampaklah para siswa yang sedang olahraga di lapangan depan. Namun, pikirannya fokus ke arah kiat-kiat yang jitu untuk menangani kasus kedelapan anak reguler klub tennis itu.

"Pak, pak..." Yanagi menegur setelah enam menit dengan suasana kuburan, "Kenapa, pak? kok diem?"

"Marah ya, pak?" Kuwahara menebak.

"Sakit gigi, pak?" tanya Sanada.

"Nggak! Sariawan!" jawab Yoshizawa ngasal.

"Sariawan? Minum larutan cap kaki gajah aja, pak!" Marui mengusulkan, menyebut-nyebut obat andalan keluarga di saat muncul bengkak kecil di gusinya.

Semenit berlalu lagi dalam diam. Dua menit... tiga menit...

"Baiklah," akhirnya Yoshizawa berkata.

"Maksudnya?" kata Marui, "Bapak mau pake obat yang tadi saya anjurkan?"

"Bukan itu!" sahut Yoshizawa, "Saya cuma pingin ngasih kesempatan lagi buat kalian,"

Semuanya mendongak, merasakan ada secercah cahaya harapan yang datang dari langit.

"Dengan syarat..."

Kirihara menampakkan wajah protes akan kehadiran syarat.

"...mulai besok, ikut bimbingan kepribadian! langsung dari saya!"

Serentak, anak-anak bercuap-cuap heboh.

"Wah, nggak bisa gitu dong, pak!"

"Kita kan ada latian juga!"

"Jangan rampas hak bermain kami, pak!"

"Nggak manusiawi, pak!"

"DIAAAMMMM!" dalam sekali teriak, anak-anak spontan bungkam. Kepsek memandang mereka, tampak jengkel bukan main.

"Itulah jeleknya kalian! Belum selesai orang bicara, langsung komentar sana-sini!"

Hening lagi.

"Saya mengambil keputusan begini, bukan sembarangan. Hanya inilah jalan terbaik... kecuali kalau kalian mau saya memanggil orangtua kalian. Bagaimana?"

Semua menggelengkan kepala, terutama Sanada. Mampuslah dia kalau ketauan ayahnya...

"Benar kan?" kepsek menegaskan, "Semua dewan guru angkat tangan sudah, pun dengan staf BP. Sekarang hanya saya yang harus menghadapi kalian, mendidik kalian, dengan tangan saya sendiri,"

Hening lagi.

"Kalau dibiarkan begini terus, bisa-bisa musnah sekolah ini. Hancur reputasinya! Parah..."

Hening lagi.

"Pokoknya, keputusan tadi sudah final. tak dapat diganggu gugat!"

Baru saja Yukimura membuka mulut hendak membantah, Yoshizawa sudah mendahuluinya.

"Dan yang berani protes... maka... OUT!"

Sang Leader refleks bungkam. Ancaman kepsek ampuh juga buatnya.

"Eng... pak," tapi bukan Yukmimura namanya kalau ia gampang menyerah, "Sebentar... saya bukannya membantah sih, cuma mau... negosiasi. Boleh kan pak?"

"Nego?" ulang Yoshizawa, "Soal apa?"

"Tentang... latian tennis kita, pak. Bapak tau sendirilah kalau kita ini termasuk anggota reguler klub tenn..."

"Ya sudah! kalo gitu, kalian DILARANG main sampai sembuh dari sakit jiwa kalian,"

Sekarang Yukimura menganga. Yang lainnya bertampang mirip dengannya. Diskors maen tennis? Hah! Yang benar saja!

"Yaoloh pak, pak! Pelit amat sih!" Niou bersungut-sungut, "Itu keterlaluan namanya! Membelenggu kebebasan kita! Ayo, teman-teman! Jangan kita mau diam saja! Jita harus berani melawan birokrasi kepala sekolah yang berbelit-belit! Ayo! AYO!"

"HEH!" kepsek mendampratnya, "Tenang kamu! Ini bukan ajang demonstrasi! Ini ketetapan yang saya buat demi kebaikan kalian!"

"Apanya yang kebaikan kalo ujung-ujungnya bikin kita menderita?" Niou masih membandel juga. Sanada mendukungnya.

"Betul itu! Pak, harap mengerti! Kami semua, di sini ini, hidup demi tennis! Hanya tennis! Saking tennis-nya sampai-sampai kami nggak punya waktu buat cari pacar! Jadi bayangkan kalau tennis sampai direnggut dari kehidupan kami. Sakau kita, pak! Sakau!"

"Sudah sudah! Dasar tukang bantah, kalian berdua ini.." Yoshizawa menanggapi ketus. Dua anak ini memang berbakat jadi demonstran ulung rupanya, "Kalian tak punya pacar kan gara-gara polah kalian yang mengerikan. Lagipula, apa salahnya kalian stop dulu tennis kalian?"

"Ya salah dong, pak! Salah besar!" pekik Niou.

"Maka dari itu! Tadi kan saya bilang sampe kalian insaf dengan perbuatan kalian! Kalau kalian lebih cepat mengikuti bimbingan kepribadian, kalian bakal cepat sembuh, cepat waras, barulah kalian boleh main tennis lagi!"

"Kelamaan pak!"

"Itu akan mengharuskan kalian bersungguh-sungguh menjalani bimbingan! Mengerti? Jangan dibantah lagi!" ujar Yoshizawa lebih keras, "Saya berbaik hati mau memberi kalian kesempatan... tapi malah disalah artikan! Menurut kalian saya harus berbuat apa? Memecat kalian dari jajaran reguler dan memberhentikan tennis kalian selamanya?"

Tak ada yang menjawab. Bahkan Niou tamat kalimat. Kepala sekolah tidak main-main dengan ancamannya. Soal berhenti tennis sih tak masalah, toh mereka bisa main di luar. Tapi kalau sampai mereka keluar dari reguler... Amit-amit! Mau ditaruh di mana muka mereka?

"Yah, itu keputusan saya yang benar-benar final. Kalau berani membantah lagi, hengkang saja dari sekolah ini," Yoshizawa melanjutkan, nada bicaranya lebih tenang, "Nah, silakan keluar. Jam keempat sudah dimulai, saya rasa,"

Merasa kalah, satu persatu, mereka pergi meninggalkan ruang sekolah dengan hampa. Karir mereka sebagai pembangkang guru, hancur dalam beberapa menit saja...

Yoshizawa benar. pelajaran jam keempat tengah berlangsung. Tapi dasar badung, bukannya duduk manis di kelas, mereka malah berdiskusi di toilet, tempat nongkrong favorit mereka setelah ruang klub.

"Anjrit!" Niou memaki-maki begitu sampai di dalam, "Guru brengsek! Mati aja luh!"

"Hei, Niou-kun!" tegur Yagyuu, "Jangan mengumpat begitu dong. Nggak baik,"

"Abis gimana? Itu orang emang keparatnya gak nguatin!"

"Emang keparat... tapi ya... jangan keras-keras ngomongnya,"

"Puri.." Niou nyengir, kirain sohib kentalnya itu membela Yoshizawa.

"Mati deh kita... dilarang maen tennis di sekolah..." keluh Yanagi, "Seiichi, kenapa kamu nggak akting lagi tadi? Pura-pura kesurupan kek atau apa gitu biar bisa ngerayu Yoshizawa,"

"Yah... maunya sih gitu," Yukimura manyun, "tapi tiba-tiba aja aku ngerasa kasian sama dia. Menurutku dia udah baik, mau menghadapi kita secara langsung,"

"Kok kesannya kamu kayak ngebelain dia sih?"

"Daripada kita out dari sekolah?" Yukimura bertanya balik. Yanagi menghela nafas.

"Tapi tenang..."

Semuanya berbarengan menoleh ke arah Leader.

"Tentu saja, aku NGGAK AKAN ngebiarin semua rencana Yoshizawa berjalan dengan lancar,"

"Artinya, kamu bakal mengacaukannya," Sanada menarik kesimpulan, "Iya, kan?"

Senyum puas mengembang di bibir Yukimura.

"So pasti!" katanya, "dan dengarkan rencanaku..."

Sampai bel pulang sekolah, tak seorangpun guru-guru menjumpai mereka di dalam kelas.


Khu khu khu... Badboys of Rikkaidai, huh? Akankah mereka berhasil mempertaruhkan siasat jahanam mereka?


Nah. Itu tadi. Hehehe… Ini FF sebenernya repost dari blog saya lho… Mungkin ada yang nyadar? Maaf ya. Abisnya saya pengen ngepost sesuatu di mari, kan kangen… Udah lama nggak cerita-cerita (?) Sebenernya sih saya ada FF baru buat di post, tapi berhubung belom jadi ya… Saya post yang ini aja Oh ya, tentang nama kepsek-nya, saya dapet infonya dari website… Tapi lupa website mana. Jadi, saya nggak ngarang-ngarang namanya sendiri ^^

Trus... Oh ya, tentang judulnya. Karena bahasa Inggris saya jelek, saya pengen tahu apakah judulnya sudah tepat. Kalo ada yang bisa ngasih jawaban, feel free aja buat ngasih masukan :)

Terimakasih banyak buat yang mau baca sampe sini, dan mohon maaf kalo ada kesalahan tulis, OOC yang sungguh terlalu, dsb :D Komentar, pertanyaan, saran, dan hujatan, diterima dengan lapang dada (halah). Ayo ayo, mumpung gratis… Hehehe XDD (apa deh)