EDIT, 05/07/2015: Mengganti pangkat Magbaredge jadi 'Admiral' dan Inaho jadi 'Kapten'.
Slaine sudah pernah mengecap keadaan tiga penjara yang berbeda.
Penjara yang dihuninya lebih lama adalah penjara kedua. Terletak di dekat pesisir pantai pada satu wilayah di negara Jepang, berbau agak apak dengan samar aroma laut dan suara debur ombak yang terdengar. Selnya dingin, tapi bagai neraka ketika musim panas datang. Dia tinggal di sini selama kurang lebih 6 bulan, dengan pengawasan dari sipir yang berkesan sangat malas.
Tapi yang hari ini sedang dia ingat adalah penjara pertama yang dia huni.
Untuk battleship sekelas Deucalion, penjaranya sangat menyiksa. Ruangannya sempit, kalau dibandingkan membuat penjara keduanya terlihat jauh lebih nyaman. Sangat pengap, dengan dengung berisik mesin memantul di penjuru dinding. Baru karat dari jeruji besi sangat menyengat, berpadu bau oli. Dipan tempatnya berbaring hanya dialasi kain seadanya, kotor dan menjijikkan.
Entah beruntung entah tidak, dia berada di sini hanya sekian jam lamanya, sambil berbaring pada sisi tubuhnya yang tak nyeri dan berusaha bernapas senormal mungkin dengan dada nyeri. Kedua tangan di borgol, dan setidaknya dua prajurit menjaga selnya. Dia ingat dia sempat berguling sekali, berusaha menganalisis cedera pada tubuh. Dia juga ingat setidaknya tiga rusuknya patah.
Penjaranya yang ketiga, yang sedang dijalaninya sekarang lebih absurd daripada kedua penjara sebelumnya. Tanpa diragukan, jauh, jauh lebih nyaman dan lebih bersih. Berbau citrus dan menthol yang menyegarkan dan rempah-rempah—terutama kayu manis. Membuatnya merasa terlindungi, tapi juga tidak pernah membuatnya lupa bila dia dikekang.
Mata hijau membuka ketika sentuhan yang membentuk pola di punggungnya tak juga berhenti. Setengah berguling, pemiliknya menemukan sepasang mata berwarna karat menatapnya balik.
"Pagi, Slaine."
Penjara ketiganya—yang terakhir, dan mungkin akan dijalaninya seumur hidup—bernama Kaizuka Inaho.
.
.
CONFIDENTIAL
Deception
After 'Cendrillon'
.
Confidential (adj)
"Dimaksudkan untuk dirahasiakan"
Sinonim; private, personal, intimate, quiet, secret, sensitive, classified, restricted, unofficial, unrevealed, undisclosed, unpublished, hush-hush, mum, sub rosa, privy
Deception (noun)
Tindakan mengelabui seseorang.
Sinonim; deceit, trick, conjuration
.
Aldnoah Zero (c) A-1 Pictures. Troyca
cameo (c) Ichirō ŌKouchi, Sunrise
Tidak ada keuntungan yang diambil dari fanfic ini, semuanya murni untuk senang-senang dan menumpahkan delusi.
.
YvineparG: terima kasih karena sudah mereview cerita kami yang sebelumnya, 'Cendrillon'. 'Deception' ini adalah sekuel dari 'Cendrillon'. Ngomong-ngomong saya lagi yang bertanggung jawab untuk sebagian besar isi fic ini. Jadi kalau kalian melihat joke garing.. ya, kalian tahu siapa yang harus disalahkan. #berguling
cup_of_comforts: hi, it's c_o_c again. thank you so much for the support in the previous story!
this is the second installment. nothing much happened except more humour (which, is thanks to Yvine). more will be coming soon, so please enjoy this one!
and as per the title say... this story is nothing but deception. do not be fooled.
Warning; typo, yaoi/BL, humor garing, Slaine masih dinistakan, dialog ambigu.
DLDR, Enjoy.
.
.
Hubungan mereka tidak pernah bertahan terlalu lama di satu titik. Pada pertemuan pertama, mereka dapat dikatakan rekan ketika menembak jatuh Hellas. Tapi dalam sekejap pula hubungan mereka kembali lagi berubah menjadi musuh ketika Inaho menembak sky carrier Slaine. Setelahnya hubungan mereka seolah ditukar-tukar antara rival, sekedar mengenal, orang yang tidak disuka, sampai lawan berebut cinta Asseylum. Lalu untuk beberapa saat, tampaknya hubungan mereka berhenti pada status musuh, untuk berubah lagi selanjutnya menjadi tawanan perang dan penawan.
Tapi sekali lagi hubungan mereka mencapai status baru yang tidak sekalipun pernah melintas di benak mereka bisa terjadi pada Slaine dan Inaho. Suami-istri.
Secara teknis, seharusnya suami-suami. Tapi karena atas saran seseorang, mereka menikah dengan Slaine tercatat sebagai Kotori Kou, seorang perempuan. Jadi, yep, mereka suami-istri.
Bukan berarti Slaine mau dengan suka rela. Ayolah, dia masih punya harga diri sebagai lelaki. Kebetulan saja situasinya sekarang mengharuskannya berdandan dan bersolek layaknya perempuan. Ha, dia bahkan layak menerima penghargaan karena sudah bertahan menahan malu untuk tampil di muka umum dengan gaun berenda.
Setidaknya di rumah dia masih dibolehkan tampil seperti lelaki pada umumnya.
Tapi hari ini, Kaizuka Yuki, kakak dari suaminya—ahem, kakak iparnya, datang memberikan vonis mengerikan—yang diucapkan setelah menjatuhkan granat berupa ucapan ambigu.
"Buka pakaianmu. Sekarang."
.
.
Sesungguhnya Inaho tidak bermaksud keluar selama ini. Dia hanya berniat keluar sejenak, membeli keperluan rumah tangga—makanan, alat mandi, juga keperluan bulanan Yuki-nee. Heran dia kenapa kakaknya yang satu itu bisa menyuruhnya belanja hal semacam itu. Inaho tidak butuh diperhatikan dengan tatapan curiga dari kasir—lalu pulang.
...oke, rencananya mungkin jadi berubah sedikit. Tapi itu karena kebetulan tadi ada diskon besar-besaran di pertokoan ketika dia kembali dari supermarket.
Inaho sampai di apartemen yang dia tinggali sekarang ketika hari agak sore. Sejak dia masuk kemiliteran dan naik pangkat, pemasukan untuk keluarga Kaizuka bertambah, cukup banyak malah. Tak berapa lama setelah keadaan membaik, Inaho dan Yuki memutuskan patungan untuk pindah ke apartemen baru yang lebih dekat dengan tempat kerja mereka.
Dipikir-pikir lagi, keputusan mereka untuk pindah mungkin tepat juga. Karena setelahnya rumah mereka kedatangan satu penghuni lagi.
Slaine Saazbaum Troyard, manusia bumi yang kemudian tinggal di Vers. Mantan count anggota Orbital Knights kerajaan Vers. Tawanan perang yang pada publik dikatakan sudah mati—orang yang dikambinghitamkan demi perdamaian antar Vers dan Bumi. Orang yang harus diawasi Inaho—dilakukan dengan suka rela pula, ngomong-ngomong. Istri—atau suami?—Inaho.
Tidak, dia tidak bercanda. Mereka sudah menikah dan sah. Tapi... Slaine tercatat sebagai perempuan, dengan nama Kotori Kou.
Inaho berani sumpah dia tidak ada ambil bagian dalam urusan itu kecuali di bagian nama. Tentang dia dan Slaine menikah itu hanya celetukan yang dia keluarkan ketika mengurutkan semua kemungkinan agar Slaine bisa bebas dari penjara dalam rapat tertutup bersama petinggi militer dan Vers yang paham dengan apa yang sebetulnya terjadi dan berpikiran cukup terbuka. Kebetulan celetukannya itu terdengar oleh Raja Klancain. Sisanya... Ya sudah jelas.
Sebagai seseorang yang sebisa mungkin selalu mengedepankan logika dan rasionalitas dalam berpikir, Inaho sangat tidak habis pikir kenapa di antara semua keputusan justru hal itu yang dianggap Klancain sebagai cara paling baik. Dia berusaha membantah, tapi apa daya, dengan Klancain Cruhteo yang tampaknya punya bakat alami membuat orang-orang setuju dengan usulannya menjadi lawan, bantahan Inaho seakan tak ada artinya. Hanya alasan 'Slaine'kan bukan perempuan' yang membuat rapat berujung menjadi acara 'ayo-bujuk-Inaho-agar-menikah-dengan-Slaine' terhenti sejenak. Inaho juga merasa lega sejenak.
Tapi kemudian Klancain mencetuskan ide brillian—terlalu memaksakan dan absurd, menurut Inaho, tapi protesnya lagi-lagi tidak dianggap—dan berkat ide brillian itu lah dia kini menikah dengan Slaine Saazbaum Troyard alias Kotori Kou. Inaho tidak tahu mau merasa sedih, ngenes, atau apa. Seriusan.
Sekarang kembali lagi ke Inaho yang akhirnya masuk ke apartemen setelah berkutat membuka pintu dengan banyak kantung belanjaan di tangan. Mendorong pintu membuka, Inaho buru-buru masuk lalu mendorong pintu menutup dengan kakinya.
"Aku pulang."
"Selamat datang Nao-kun~!"
Suara sang kakak, Kaizuka Yuki, terdengar agak jauh di dalam. Mungkin sedang bersantai di kamar atau ruang tamu, menonton drama sambil makan keripik kentang. Nanti Inaho harus mengingatkan Yuki untuk membersihkan remahnya sendiri kalau dia benar-benar makan keripik.
"Yuki-nee—"
"Inaho-san, tolong!"
Inaho mengerjapkan mata. Loh?
"Slaine-kun, diam dong!"
"M-Mana bisa aku diam begitu saja—- Inaho-san!"
Inaho cepat-cepat meletakkan belanjaannya dan menuju kamar, tempat dia meyakini darimana suara itu berasal. Dia membuka pintu, nama Yuki sudah di ujung lidah, tapi suaranya hilang sama sekali ketika menatap pemandangan di depannya. Mata sewarna karat melebar sedikit.
Melihat Slaine bersama Yuki beberapa waktu belakangan ini bukan lagi pemandangan aneh. Walau awalnya Yuki tidak suka Slaine—biar begitu Yuki sangat sayang pada Inaho, dan kakak mana yang suka melihat adiknya sendiri jatuh dalam koma sekian bulan dan berakhir buta sebelah—tapi dia mulai bisa menerima Slaine ketika Klancain 'tanpa sengaja' membahas tentang masa lalu Slaine. Selanjutnya Inaho hanya tahu kalau Yuki jadi lebih ramah pada Slaine.
Tapi seakrabnya sang kakak dan suami—istri? Terserah deh—nya, melihat pemandangan yang ini membuat Inaho merasakan berbagai macan perasaan. Campur aduk. Nano nano. Manis, asam, asin, rame rasanya—BUKAN, OI— jumpalitan jadi satu.
Slaine setengah berbaring di ranjang, menopang tubuh dengan siku. Kedua kaki menekuk dan terbuka lebar, yang kiri tumitnya melesak dalam di ranjang sementara yang kanan menekuk dalam sampai lututnya nyaris menyentuh dada. Di antara keduanya ada Yuki. Berlutut dengan setengah badan condong pada Slaine. Kedua tangan menahan kaki Slaine, yang satu menahan agar paha Slaine tetap membuka, satunya lagi dalam posisi menyingkap atasannya. Posisi yang sungguh spektakuler dan mengundang kesalahpahaman bagi siapapun yang melihat, termasuk Inaho. Apalagi Slaine pakai pakaian longgar yang tersingkap sampai paha pucat nan mulus dan perut rata itu terlihat.
Mereka bertatapan. Wajah Yuki tampak di persilangan kesal dan tak sabar. Slaine berwajah panik, mata hijau melebar berkaca-kaca, seperti tinggal sejengkal lagi sampai dia menangis. Inaho mundur selangkah lalu menutup pintu pelan-pelan.
Ceritanya biar dramatis.
Klap
Pintu menutup. Inaho menempelkan keningnya di pintu. Tarik napas dalam dan hembuskan, lalu hitung.
"Tiga koma satu empat satu lima sembilan dua en—-"
"Nao-kun/Inaho-san, ini tidak seperti yang kamu bayangkan—!"
.
.
Dari dulu Yuki sudah tahu kalau dia dan Inaho itu bedanya seperti bumi dan langit. Yuki mewarisi sebagian besar gen papa Kaizuka, sementara Inaho dominan dari mama mereka. Sifat merekapun Yuki sebagian besar mewarisi dari papa dan Inaho dari mama, makanya jadi bertolak belakang begitu. Yang mereka dapatkan sama rata sama rasa hanya warna rambut papa.
Jadi kalau disimpulkan, Yuki itu lebih mirip papa Kaizuka, sementara Inaho mirip mama Kaizuka.
Tapi sungguh canggung sekali rasanya ketika dia dan Slaine duduk bersebelahan di sofa sementara Inaho duduk di sofa single di hadapan mereka, melipat kaki sambil memijit kening dan menghela napas layaknya ibu mendapati sang anak dan pacar anaknya dalam posisi mau melakukan sesuatu yang tidak ada inosennya sama sekali.
"Nao-kun, aku bisa menjelaskan semua ini..."
Salah langkah. Kalimat Yuki seperti keluar dari pria yang ketangkap basah bersama selingkuhannya oleh sang pacar. Sangat khas shojo manga picisan yang dulu diperlihatkan pada Rayet oleh Inko dan Nina. Suasana canggung jadi makin canggung. Slaine yang seumur-umur belum pernah menyentuh shojo manga sekalipun sadar kalau kalimat tadi tidak akan membantu menyelesaikan masalah.
"..Yuki-nee," Inaho mengucap pelan. "...Aku tahu kalau Yuki-nee agak kesal karena Marito-san tidak juga memberi kejelasan mau memilih Yuki-nee atau Admiral Magbaredge... Tapi jangan incar Slaine juga dong."
Tangan Slaine dan Yuki menghantam meja bersamaan, Slaine sudah setengah berdiri. Wajah mereka sama-sama merona merah karena asumsi Inaho yang melenceng jauh dari alasan sesungguhnya dan sediki menyentil perasaan Yuki.
"Mana mungkin begitu—!"
"Tidak begitu!"
Inaho menjawab tanpa kehilangan tempo dan masih sambil minum teh dengan tenangnya. "Terus?"
Tapi belum sempat salah satu menjawab, Inaho menatap kakaknya dengan tatapan serius.
"Ngomong-ngomong Yuki-nee..."
"Y-Ya?"
"Kutegaskan saja, Slaine jangan diapa-apakan ya. Aku saja belum sempat menyentuh di—mmmh!" maksudnya bercanda sedikit, tapi mulutnya lalu setengah ditampar oleh Slaine yang setengah melempar diri ke depan.
"YAK CUKUP SAMPAI DI SANA—-"
.
.
"Terus ada apa?"
Yuki dan Slaine tampak lebih lega ketika akhirnya pertanyaan yang seharusnya keluar dari mulut Inaho. Mereka sudah kembali ke posisi duduk masing-masing. Inaho masih sesekali mengusap sekitar mulutnya yang perih karena dibekap setengah ditampar Slaine. Tampaknya Slaine kelebihan tenaga ketika memaksa menutup mulut Inaho. Atau mungkin dia sengaja, hitung-hitung balas dendam. Inaho mengangguk-angguk kecil. Bisa jadi.
Memijit kening, Yuki akhirnya angkat bicara. "Aku hanya menyuruh Slaine-kun membuka pakaiannya supaya aku bisa mencukur bulu kakinya. Atau ketiak. Terserah deh."
Hening agak lama. Yuki menatap Inaho yang memasang wajah antara heran tapi mengernyit juga.
"Apa aman untukku untuk bertanya buat apa melakukan hal itu?"
Inaho bisa dikatakan cukup tahu kalau Yuki mencukur bulu kaki dan tangannya. Sekali-dua kali pernah melihatnya melakukan itu saat musim panas. Inaho bahkan kadang-kadang disuruh membantu menarik wax yang ditempelkan Yuki ke kakinya kalau dia melakukan waxing alih-alih mencukur biasa. Lebih sering daripada tidak prosesi ini berakhir dengan Yuki menjerit kesakitan dan Inaho mensyukuri dia mendapat jatah gen dari sang mama yang membuat rambutnya tumbuh di kepala saja—dominan di kepala setidaknya.
"Nao-kun," Yuki tampak gemas. "Slaine-kun sekarang juga berperan jadi Kou, perempuan, istrimu. Kemarin tidak ada yang memerhatikan karena dia kulitnya putih dan rambutnya pucat, juga mengenakan Stocking dan selendang. Tapi tidak ada perempuan yang punya bulu selebat ini!"
Untuk menegaskan poinnya, Yuki menunjuk kaki Slaine. Mata kedua pemuda yang lain juga ikut menatap arah yang ditunjuk Yuki. Kaki Slaine.. Biasa saja sih. Seperti kaki lelaki pada umumnya. Putih pucat dan mulus. Lututnya agak menonjol sedikit karena kurus, tapi betis dan pahanya kencang dengan otot terlatih. Dan namanya lelaki, kaki Slaine juga tidak luput dari rambut-rambut halus yang tumbuh di kakinya.
Ya apa mau dikata. Slaine masih lelaki sejati dengan hormon normal. Ini hal wajar, bahkan untuk standar Inaho sekalipun. Justru Inaho bakal heran kalau Slaine sengaja mencukur kakinya. Buat apa? Ya kali Slaine mau pamer kaki mulus, adanya dia bisa kedinginan di Vers.
"...Aku tidak mengerti, Yuki-nee," Inaho mengucap pelan, masih memerhatikan kaki Slaine. "Menurutku tidak ada masalah dengan kakinya."
"Tidak ada masalah? Lihat baik-baik Nao-kun!" untuk penekanan, Yuki sampai mengangkat kaki Slaine dan menunjukkannya pada Inaho. "Ini bulunya lebat sekali!"
"...Memang sedikit.. Lebat, tapi kurasa bukan masalah. Tidak begitu kelihatan—" iyalah, Slaine warna kulitnya pucat, warna rambutnya juga pucat. Kalau Inaho tidak memerhatikan sedekat ini—karena Yuki sampai mengangkat kaki Slaine—dia juga tidak bakal sadar.
"Aah, kalian!" Yuki melepaskan kaki Slaine. "Karena tidak kelihatan bukan berarti tidak ada! Perempuan mestinya tidak punya bulu kaki selebat itu! Apa jadinya nanti kalau Kou tampil seperti ini saat resepsi kalian?! Kamu tidak malu punya istri dengan bulu kaki lebih lebat dari kamu, Nao-kun?!"
Inaho makin mundur ketika Yuki menudingnya. "Kan bisa pakai stocking..."
"Pakai stocking juga kelihatan, Nao-kun!"
Inaho menyerah kali ini. Kalau kakaknya sudah bersikeras sampai begini, susah bagi Inaho untuk mengubah keputusannya. Satu lagi yang diwarisi mereka sama rata, kekeraskepalaan.
"Lalu saran Yuki-nee?"
"Cukur. Sekarang. Aku mau Slaine-kun sudah bersih hari ini."
Inaho berpaling pada Slaine, menatapnya balik. "Kau dengar kata Yuki-nee. Dan kenapa kau tidak protes?"
Slaine hanya bisa angkat bahu.
"...Tidak masalah... Kurasa...?"
Detik ketika Slaine melihat senyum sumringah Yuki dan pandangan mengasihani Inaho, Slaine tahu dia bakal menyesal.
.
.
Pertama sekali, Slaine disuruh membasuh kakinya lalu mengeringkannya. Oleh saran Inaho, dia disuruh duduk di lantai saja, biar lebih gampang katanya. Jadi Slaine menurut. Dia baru selesai mengeringkan kaki ketika Yuki kembali, membawa sekian lembaran wax yang sudah dipanaskan sedikit. Sekarang kedua bersaudara Kaizuka itu sama-sama duduk di lantai juga. Yuki lantas menempelkan wax di kaki Slaine dengan sistematis sampai permukaan kaki yang ditumbuhi bulu tertutup.
Inaho menonton tindakan kakaknya dengan wajah mengasihani yang sama.
Slaine hanya bisa berdoa semoga keputusannya tidak salah.
"Yak, beres," Yuki menepuk-nepuk lembaran wax yang sudah ditempel. Slaine menggoyangkan kakinya sedikit, merasa aneh karena kakinya jadi hangat karena wax. "Nao-kun mau di belakang atau di sini?"
"Belakang saja, Yuki-nee."
Slaine mengerjap bingung ketika Inaho berpindah ke belakangnya. Lebih bingung lagi ketika Inaho menarik Slaine hingga kepala Slaine bersandar ke dada Inaho. Mana lagi kedua tangan Inaho melingkari torsonya erat. Yuki sendiri setengah menduduki paha kanan Slaine, tanganya mencengkram pergelangan kaki kanan Slaine lagi.
Oke, ini awkward.
"A-anu... Inaho-san..? Yuki-san...?"
"Tangan, check. Kaki, check. All green, lanjutkan?"
"Lanjutkan dalam hitungan ketiga. Tiga."
"Dua."
"Satu."
"Nol."
SRET
"AAAAAAAAAAAAARRRGGGHHHHHH!"
.
.
Sejak pernikahan Asseylum dan Klancain kemarin, Inko, Calm, Nina, Rayet, juga pasangan pemimpin kerajaan Vers itu jadi sering—sesering yang bisa mereka lakukan, mengingat dua orang terakhir punya jabatan tinggi dan pastinya sibuk—mengobrol. Dan selama beberapa waktu ini, topik pembicaraan mereka masih juga berkutat di satu topik. Topik paling hot yang jadi sumber gosip satu UFE dan beberapa Orbital Knights; Kaizuka Inaho ternyata sudah menikah!
Awalnya tentu saja banyak yang mengangkat alis mendengar berita ini. Siapapun yang sudah bertemu dan pernah bicara dengan Kaizuka Inaho setidaknya tahu kalau sang kapten terlihat lebih cinta pekerjaan dan punya pribadi yang sangat lain dari orang lain kebanyakan. Berpacaran atau menikah mungkin tidak pernah terlintas di kepala si Kaizuka junior. Atau kalaupun terlintas, palingan hanya sekedarnya. Keburu terhapus dengan urusan pekerjaan.
Tapi kemudian datang foto-foto yang diambil di pernikahan Asseylum dan Klancain. Asseylum dan Klancain sendiri yang berbaik hati menunjukkan foto-foto dimana Inaho tampak terlihat bersama seorang gadis. Foto yang menunjukkan mereka bergandengan tangan dan Inaho merangkul pinggang si perempuan membantah semua ucapan tak percaya.
Kapten Kaizuka Inaho, fix berstatus taken.
Tapi kemudian muncul lagi pertanyaan; wanita macam mana yang membuat seorang Kaizuka Inaho yang menghargai orang dari tingkat seberapa besar dia berguna untuknya bertekuk lutut dan menikahinya?
Pertanyaan ini yang belum terjawab sampai sekarang. Mereka sama sekali tidak kenal Kotori Kou—sekarang mestinya Kaizuka Kou sih—yang notabene jadi istri Inaho sekarang. Boro-boro kenal, mereka saja baru tahu Kou itu istri Inaho di hari mereka pertama kali bertemu Inaho. Dan dari ucapan Inaho, tampaknya Inaho dan Kou sudah saling kenal bahkan sebelum rencana pembunuhan Asseylum yang pertama kali. Terdengar ada yang ganjil, tapi apa boleh buat, info lebih pastinya belum ada. Mereka hanya bisa bergantung pada kata-kata Inaho dulu.
Yah, tidak berarti mereka lantas bakal diam saja menunggu informasi sih.
.
.
Haruto Karlestein tinggal bersama suaminya di apartemen tepat di bawah keluarga Kaizuka tinggal. Mereka tinggal di sana sudah agak lama. Haruto sendiri yang datang memberikan hadiah pada keluarga Kaizuka ketika mereka pertama pindah. Interaksi mereka sejauh ini hanya sebatas bercakap-cakap sedikit, saling menyapa. Kadang-kadang Haruto membagi kudapan bila dia membuat terlalu banyak, kadang-kadang Yuki—Kaizuka paling tua dan satu-satunya perempuan—juga membagi masakan buatan sang adik padanya. Singkat kata, hubungan mereka adem ayem saja. Akrab malah.
Haruto juga tahu kalau keluarga Kaizuka terdiri atas dua kakak adik, Yuki dan Inaho. Lalu bersama mereka, ada satu orang Kaizuka lagi, Kou, istri Inaho. Yang terakhir ini, agak jarang dia lihat. Haruto lebih sering ngobrol dengan Yuki dan Inaho. Bertemu Kou juga paling kalau kedua Kaizuka yang lainnya sedang pergi. Menurut Haruto, Kou itu anak yang manis—walau dia heran kenapa Kou bisa berakhir menikah dengan Inaho yang modelnya begitu.
Tapi kemudian, dia cukup sering mendengar keributan di lantai atas mereka. Biasanya sih Yuki, berdebat dengan orang yang dia asumsikan sebagai Inaho. Tapi sekali-dua kali dia juga pernah mendengar suara lain berdebat. Kali ini dia asumsikan itu sebagai Kou dan Inaho—karena Inaho memang kalau bicara itu suaranya hanya sekedarnya saja. Kadang-kadang dia merasa tidak nyaman sih mendengar perdebatan mereka itu. Tapi Haruto belajar untuk tidak memedulikannya, seperti saran Mikhail, suaminya.
Itu keputusan tepat mungkin. Soalnya Haruto sama sekali tidak mau tahu apa yang terjadi di atas sana ketika Kou menjerit.
"AH, INAHO-SAN, YUKI-SAN, TOLONG HENTIKAN—HYAAH, SAKIT!"
Uh-oh. Headphone, mana headphone.
.
.
Slaine menganggap dirinya punya toleransi rasa sakit yang lumayan tinggi. Bukan berarti dia kebal rasa sakit, tapi setidaknya dia bisa bertahan lebih lama dari rata-rata orang ketika diberikan rasa sakit dalam waktu yang agak lama. Buktinya waktu dia diinterogasi oleh Count Cruhteo dulu, Slaine bisa bertahan sekian jam dicambuki sebelum akhirnya dia pingsan.
Tapi dicambuki dan dicabuti bulu kakinya paksa itu lain cerita. Sama sekali lain.
"AAAAAHHH!"
Slaine menjerit lagi ketika Yuki menarik wax di kakinya dengan kencang. Dia tidak bisa berkutik. Inaho di belakangnya dan Yuki menduduki pahanya menahan Slaine agar tidak bergerak-gerak. Tapi biar begitupun keduanya tampak kesusahan menahan Slaine.
"Slaine-kun, jangan bergerak-gerak dong, susah nih mencabutnya," Yuki mengucap sambil menarik lagi wax di kaki Slaine. Suara Slaine melengking seketika. "Tinggal tiga nih!"
Maksud Yuki sih menenangkan Slaine, tapi adanya Slaine malah makin membelalakkan mata. Kakinya sudah perih bukan main, lalu dia disuruh bertahan agar Yuki bisa mengulang mencabut wax tiga kali? Mas, cambuk saja aku, mas! Itu lebih elit dan lebih kinky.
"Inaho-san," Slaine setengah menoleh pada Inaho, wajahnya pucat pasi. "...Bunuh aku sekarang. Tolong."
"Tidak bisa," Inaho mengencangkan pegangannya di tubuh Slaine, kali ini sekalian menahan tangannya. Wajahnya tadi tanpa sengaja kena hajar. Sakit, mamen. "Kalau aku membunuhmu sekarang, jadinya kontraproduktif."
"Tapi aku tidak tahan—-HYAH!—lagi—!"
"Tahan saja," Inaho tahu sarannya ini sama saja seperti seorang wartawan yang menanyakan 'Bagaimana perasaan anda?' pada seorang ibu yang sedang menangis meraung-raung pada acara pemakaman anaknya, tapi hei, dia mau bilang apa lagi?
"A-aku ti—-ANGH! T-tahan...," pekikan Slaine di sini tidak terdefinisi. "...Lagi—!"
"Iya, aku tahu."
Yuki memutuskan untuk tidak berkomentar bagaimana pembicaraan Slaine dan Inaho sekarang terdengar seperti suami-istri yang sedang mesra-mesraan di ranjang. Fokus, Kaizuka Yuki! Tinggal sekali tarik sampai wax yang ini lepas.
"Nao-kun, tahan Slaine-kun ya."
"Sudah, Yuki-nee."
"Kita mulai...," Yuki memantapkan memegang wax yang sudah menggantung. Kalau sekali ini dia bisa menariknya cukup keras, harusnya bakal lepas. Sesaat sebelum Yuki menarik, Inaho membungkuk sedikit dan berbisik di telinga Slaine.
"Mengumpat membantu untuk mengalihkan rasa sakit. Cobalah."
"E-eh—?"
Yuki menarik sepenuh tenaga kali ini. "Eei!"
"% $%& &)#!"
Kalau tadi kalimat Slaine susah dipahami karena terpotong-potong, sekarang Inaho sekalipun tidak paham Slaine mengatakan apa. Tapi dia cukup tahu kalau Slaine mengumpat.
"Ugh..."
"(*^#$Q#)%Q#"
"Sedikit lagi..."
"q#$#$ )($*% )&%) !"
Dan akhirnya lepas. Inaho dan Slaine sama-sama tersungkur, Yuki juga tampak kelelahan.
"...Ini pertama kali aku melakukan kegiatan waxing yang semelelahkan ini..," Yuki mengucap, lalu menoleh pada Inaho. "Nao-kun, tukaran dong."
Inaho menatap Yuki dengan pandangan tak begitu senang. "Yuki-nee, tenagaku kalah darimu kalau tangan kosong."
"Nanti kita tukaran lagi. Aku capek nih. Dan lebih baik cepatlah."
Masih memasang wajah tak suka, Inaho dan Yuki bertukar posisi.
Slaine, di tengah-tengah kesakitannya, hanya bisa bertanya-tanya kapan dua saudara ini menyadari bertukar posisi membuatnya merasa jauh lebih canggung. Setidaknya bersandar ke dada bidang Inaho jauh lebih baik daripada bersandar ke dada Yuki, kakak iparnya sendiri berdasar surat pernikahan sialan itu.
B-bukan berarti dia suka bersandar ke dada Inaho, ya!
"Aku mulai sekarang. Yuki-nee, tahan Slaine baik-baik ya."
"Iya, iya."
Slaine hanya menarik napas tertahan lalu menutup mata.
Seseorang, tolong dia.
.
.
"..Haruto, kalau aku boleh tanya, apa tetanggamu di atas sering begini?"
Haruto Karlestein hanya bisa mengangguk dengan kalem sebagai respon pertanyaan kawannya yang mampir ke rumah—lalu disuguhi suara-suara teriakan ambigu dari tetangganya. Dia menyesap teh, tampak kalem untuk ukuran orang yang bisa mendengar jelas tetangganya—yang bisa jadi—sedang melakukan sesuatu yang mencurigakan di atas.
"Iya. Sering."
"Oh begitu..."
"..."
"ARGH— HEH BRENGSEK, KAU SENGAJA?"
"..."
"SUDAH KUBILANG SAK—-HYAH!—SAKIT, SIALAN!"
"..."
"..."
"INAHO—KAU BAJINGAN TIDAK TAHU MALU, PERHATIKAN TANGANMU KEMANA—-"
"..."
"Mau tambah teh?"
"...Tent—"
"LELAKI TERKUTUK, MENYINGKIR! LEPASKAN AK—-AAAAAARGH!"
"Haruto, aku berubah pikiran. Aku pulang saja deh."
.
.
Ketika semua wax sudah lepas dari kaki Slaine, tenaga ketiganya—dan suara Slaine—sudah habis. Yuki setengah merebah di sofa sementara Slaine bersandar lemas di kaki sofa. Inaho menghilang entah kemana, mungkin mengecek tangannya yang dicakari Slaine tadi.
Yuki berguling sedikit, menatap Slaine yang masih mengusap-usap kakinya yang merah-merah dan meringis sesekali.
"Nanti setelah dua-tiga kali lagi pasti kamu bakal terbiasa kok, Slaine-kun."
"Entah kenapa...," Slaine menarik napas. "..Aku tidak begitu senang mendengarnya, Yuki-san.." karena itu artinya kejadian ini bukan cuma sekali. Bakal berkali-kali. Nangish.
Yuki tertawa renyah, tangannya mengacak-acak rambut Slaine. "Maaf ya, tapi ini harus Slaine-kun. Habis kan minggu ini kamu dan Nao-kun harus fitting pakaian lagi untuk resepsi kalian."
"Tapi haruskah dengan cara menyakitkan begini?" Slaine tak begitu peduli kalau dia disebut merengek, tapi hei, ini sakit. Harusnya waxing ini dimasukkan saja ke salah satu metode penyiksaan tahanan. Slaine berani jamin ini pasti sukses; Slaine bisa memberikan testimoninya.
Inaho kembali lagi. Kali ini membawa botol kecil warna pink dan menyodorkannya ke Slaine.
"Pakai. Untuk kakimu."
"Aku capek. Pakaikan."
"Kau tidak mengeluarkan tenaga sama sekali. Teriak itu respon normal dan spontan."
"Terus kau pikir itu tidak bikin capek?"
"Sudah, sudah," Yuki melerai. "Nao-kun, lakukan saja."
"Yuki-nee terlalu memanjakan dia," bicaranya begitu, tapi toh Inaho duduk di sisi Slaine dan mulai melumuri kaki Slaine dengan cairan dari botol itu. Keduanya sama-sama mengernyit sedikit mencium bau cairannya. "..Bau mawar, Yuki-nee?"
"Hei, Slaine-kun semestinya menjadi Kou. Wajar aku membeli mosturizer dengan aroma yang perempuan suka... Ah iya," Yuki bangun dari sofa, lalu meriah tas plastik tempat dia mengambil wax tadi. "Aku beli ini juga. Nao-kun, setelah ini kamu yang bantu mencukur Slaine-kun lagi ya. Tapi lakukan di kamar kalian."
"Kenapa?"
"Sudah, lakukan saja. Sana ke kamar. Ingat ya, aku mau Slaine-kun sudah mulus malam ini."
"Anu, kenapa itu terdengar sa—"
"Berisik, Koumori."
"Orenji-ir—"
"Sudah, sudah, sana, masuk kamar, bereskan penampilan Slaine-kun. Aku mau nonton."
Yuki mendorong Inaho dan Slaine yang protes ke kamar, mendorong mereka masuk, lalu mengunci pintu mereka.
"Yuki-nee, kenapa dikunci?" nada suara Inaho naik sedikit.
"Kan kalian sudah dengar kataku tadi. Nao-kun, kamu lanjutkan cukur bulu Slaine. Sampai bersih. Slaine-kun juga boleh mencoba waxing Nao-kun. Tapi sepertinya rugi, habisnya Nao-kun badannya mulus seperti perempuan. Lebih mulus dariku malah."
"Yuki-nee, jangan bohong."
"Y-Yuki-san, tapi masa sampai harus mengunci kami..?"
"Akan kubuka. Tapi nanti, kalau kalian sudah selesai. Jangan coba-coba bohong ya, soalnya nanti kucek sendiri."
Nada suara Inaho mulai terdengar frustasi. "Lalu kenapa tidak Yuki-nee saja yang melakukannya?"
"Nao-kun, to-long-lah," Yuki sudah menghempaskan dirinya di sofa lagi. Bersantai sambil menggonta-ganti channel TV. "Masa kamu mau menyuruh kakak perempuanmu mencukuri tubuh istri merangkap suamimu sendiri? Katanya kamu tidak mau aku apa-apakan Slaine-kun."
Inaho mati kutu.
"Yuki-nee, sudahkah kubilang kau itu licik?"
"Terima kasih, Nao-kun~"
Setelah itu Yuki sengaja menulikan telinga dari suara-suara yang muncul dari balik pintu.
.
.
Pasangan royal kerajaan Vers saat ini berada di ruang pribadi mereka. Duduk berhadapan, menikmati istirahat sejenak mereka dari segala urusan kerajaan. Mereka bercakap-cakap santai, sesekali dijeda ketika menyesap teh atau ketika Klancain mengomentari kudapan yang Asseylum coba buat. Kalau dilihat orang lain, mungkin pasangan ini lebih tampak seperti kekasih yang sedang kencan alih-alih pasangan suami-istri. Apalagi pakai adegan suap-suapan kue.
Sayang kue Asseylum rasanya asin dan agak gosong dan keras. Kalau tidak, mungkin ini akan benar-benar terasa kencan alih-alih penyiksaan bermodus bercengkrama dengan istri bagi Klancain. Itu arang atau chocolate chips sih?
Kemudian Asseylum bertanya ketika Klancain berhasil menelan kue yang lebih terasa seperti potongan batu asin-pahit.
"Klancain, apa menurutmu kita sebaiknya mengunjungi Inaho-san dan istrinya ya? Atau kita undang mereka ke sini."
"Kenapa, kalau aku boleh tahu?"
"Aku ingin mengenal istri Inaho-san. Teman-teman kru Deucalion juga bilang mereka belum pernah melihatnya'kan? Jadi aku pikir kenapa tidak sekalian.."
"..Bukannya aku bilang itu ide yang jelek sih," Klancain meneguk teh—sial, kenapa ini kue bisa nyangkut di kerongkongan sih. "Tapi apa nanti kita tidak menggganggu? Kita bisa saja ke sana, tapi Inaho-san berencana mengadakan resepsi pernikahannya dua minggu lagi'kan?"
Klancain mengulurkan tangannya, setengah membelai rambut Asseylum. "Aku tahu kamu sangat penasaran, putri Asseylum. Tapi bersabarlah? Hanya dua minggu dan kita bisa bertemu mereka kok."
"Aah," Asseylum menghela napas. "Benar juga.. Maaf kalau aku terdengar tidak sabaran sekali, Klancain. Dan tolong panggil aku Asseylum saja? Kita sudah menikah."
"Maaf, Asseylum," Klancain tersenyum. "Tapi aku yakin, nanti pasti Inaho-san akan menjelaskan juga pada kita kok. Aku juga penasaran."
"Tidak apa-apa. Dan benar juga, Inaho-san tidak mungkin tidak memperkenalkan istrinya lebih lanjut pada kita'kan."
Klancain ingin sekali menyanggah ucapan Asseylum. Kapan Inaho bakal bongkar rahasia secara suka rela tanpa maksud tertentu? Impossibru.
Tapi dia diam saja dan tetap tersenyum charming.
"Ya, tentu."
Asseylum menoleh sedikit. Memerhatikan foto resepsi pernikahannya dan Klancain yang memuat mereka bersama rekan-rekan Deucalion juga. Inaho berdiri di sebelah Klancain, masih menggandeng Kou. Kou sendiri tampak ingin menyembunyikan diri di belakang Inaho, tapi tidak bisa karena Yuki menahannya agar tetap di samping Inaho. Wajah gadis itu malu-malu, setengah menunduk. Di sebelahnya, ekspresi Inaho malah sudah seperti orang yang ingin tersenyum, tapi ditahan.
Asseylum penasaran. Sanagat penasaran. Dia ingin tahu lebih jauh tentang perempuan yang bisa membuat Inaho jatuh cinta. Terutama karena sepanjang Asseylum mengenal Inaho, dia tampak cuek sama sekali dengan Inko yang kelihatan jelas ada rasa dengannya.
Sungguh, Asseylum sekalipun kadang heran dan agak sebal melihat Inaho yang begitu cuek.
"Kotori Kou ya...," Asseylum tersenyum sedikit. "Semoga nanti kita bisa berteman baik ya."
Andai saja Asseylum melihat Klancain saat itu, mungkin dia bakal heran melihat Klancain yang memasang cengiran di wajahnya.
.
.
.
To be Continued
.
.
OMAKE
"...Terus maksud Yuki-san itu.. Mau cukur apa lagi?"
"Entahlah. Ketiakmu mungkin?"
"Orenji-iro, walaupun kakiku seperti itu, aku bisa jamin ketiakku bersih. Aku baru mencukurnya sehari sebelum resepsi putri asseylum. Kau juga lihat sendiri."
"Ah, benar juga."
"..Lalu dimana? Kaki kan baru dicukur tadi."
"..."
"..."
"..."
"..."
"...Oh."
"Kau tahu?"
"Maksudnya Yuki-nee mungkin di sana."
"Dimana?"
"Di sana."
"Ya di sana itu dimana?"
"Tempat di bawah sana yang tidak mungkin kamu umbar di depan umum kecuali kamu mau ditangkap dengan tuduhan eksibisionisme."
"...Maksudmu pubic hair?"
"Mm."
"Oh."
"..."
"..."
"...Jadi perlu kucukur?"
"Tidak terima ka—HEI, KENAPA KAMU MALAH MENDEKAT— INAHO-SAN! HEI, INAHO! MENJAUH! MENJAUH DARIKU! APA MAKSUD PANDANGANMU ITU HAH? ORENJI-IRO, JANGAN—!"
.
.
.
OMAKE #2
Clam Craftman, Amifumi Inko, dan Nina Klein dalam misi baru.
Hari ini ceritanya mereka mau berkunjung ke apartemen Inaho. Alasannya, mau menghabiskan waktu bersama. Tujuan aslinya, mau mengorek informasi tentang istri Inaho.
Mereka sudah di depan pintu, jari Calm sudah seiinci lagi dari memencet bel ketika mereka mendengar suara itu.
"I-Inaho-san... j-jangan- ah!"
"Jangan gerak-gerak terus, susah nih."
Ketiga orang itu mengerjapkan mata. Eh? Mereka tidak salah dengar nih?"
"T-tapi—Inaho-san, jangan!"
"Sudah kubilang diam sedikit. kau paham tidak?"
"T-tapi... hyaah.. p-peganganmu itu—huaah!"
"Kau ini sengaja tidak bisa diam atau gimana? Jangan bikin kesabaranku habis."
"Kalau begitu jangan letakkan jarimu itu di sana—!"
Wajah Inko, Calm, dan Nina memucat. Tapi sedetik kemudian wajah mereka langsung memerah.
"K-kurasa kita malah mengganggu ya."
"I-iya. Kita pulang saja yuk. Ahahaha—"
Malamnya, satu gosip baru yang berkenaan dengan kapten Kaizuka Inaho dan istrinya tersebar. Isinya; kapten Kaizuka Inaho diperkirakan seorang sadis dan bakal memiliki momongan.
Sementara itu dua orang yang dijadikan bahan gosip sedang diceramahi Yuki setelah ditegur tetangga di bawah apartemen mereka karena terlalu berisik.
Pesan moral; karma itu ada. Salah paham bisa berbuah gosip. Gosip berbuah malu. Malu itu membunuh. Waspadalah, waspadalah.
.
.
