WEW Lhyn kembali ke KAKASAKU, tapi ini baru prolog, tuk chaps selanjutnya bakal Lhyn garap setelah 2 squel yang jadi utang lhyn selesei…..

Naruto : Masashi Kishimoto

Warning : OOC, abal, gaje, aneh, parah, typos menjamur, dll yang bikin fic inijauhdari kata sempurna. Segala saran dan kritik sangat diharapkan

Dedicated to : My lovely Sista Awan Hitam. Karna Viruss darinya lah Lhyn begitu cinta KAKASAKU!

Prolog

.

"Kenapa Kau menangis?" Gadis kecil berambut pink itu mendongak, iris emerald itu sedikit terkejut mendapati sosok lain didepannya. Dia mengerjap pelan, membiarkan emeraldnya menyisih dari butiran air mata. "Si-siapa Kau? Mau apa Kau kemari? mau mengejekku juga?" Tanyanya dalam suara jenuh penuh intimidasi yang dipaksakan.

Gadis kecil itu menggigil, dan semakin menekuk lututnya dan semakin meringkuk kaku dibawah pohon maple yang melindunginya dari cercaan-cercaan air hujan yang menyayat kulitnya, satu rasa dingin yang selalu menjadi satu-satunya teman disaat dia merasa kesepian. "Pergi!" Katanya tanpa minat, lalu kembali membungkuk menggantikan scene anak lelaki berambut perak yang tubuh basahnya menjulang tinggi didepannya dengan tanah berumput becek dibawahnya.

"Maaf, tapi aku tidak berniat mengejekmu. Namaku Kakashi, siapa namamu?" Usianya baru sekitar sepuluh tahun, usia yang terlalu kecil untuk mengartikan rasa sakit yang menganggu hatinya melihat gadis kecil itu meringkuk disana? Dua mata onyxnya mengernyit saat gadis itu tak memberi tanggapan atas pertanyaannya. Dadanya terasa sesak melihat tubuh ringkuh itu menggelung lemah disana. Kakashi melepas jaket hitam pemberian ibunya, dan memakaikannya dikepala pink gadis itu, mengerudunginya, sedikit menghalau tetesan-tetesan yang terus mencerca.

Dia mendongak, menatap penuh kebencian pada iris onyx yang menyipit didepannya. "Pergi Kau!" Tangkisnya, melempar jaket hitam yang menyampir dikepalanya. Emeraldnya berkilat penuh amarah. "Aku tahu Kau hanya ingin mengejeku. Memangnya apa salahnya kalau rambutku berwarna pink? Apa salahnya kalau jidatku lebar? Kenapa kalian selalu mengejekku?" Gadis itu berteriak keras, seolah berusaha mengalahkan deru hujan disekitarnya.

Tampak bersabar, Kakashi memungut jaketnya dari atas tanah berumput yang tergenang air, membersihkannya sedikit dan kembali mengerudungkannya diatas kepala pink gadis itu seraya berkata; "Tidak ada yang salah dengan warna pink, Aku suka warna pink, pink itu manis, lembut, indah seperti bunga Sakura, juga warna yang melambangkan cinta." Kata pria kecil berambut perak itu spontan tanpa tahu dari mana dia belajar kata-kata itu, hanya terlintas begitu saja saat mata onyxnya memandang helaian rambut pink yang jatuh kusut karena hujan. "Siapa namamu?" Dia kembali bertanya dan kali ini sambil mengulurkan tangannya didepan gadis kecil itu dan menawarkan senyum tulus yang mengembang tanpa rencana dibibirnya.

Gadis itu tampak membatu, pandangan emeraldnya tampak berusaha keras mencerna segala keadaan disekitarnya. "Sa-Sakura." Gadis kecil itu terdengar gugup, namun menyambut uluran tangan Kakashi dengan ragu. "Kau tidak akan mengejekku seperti mereka?" Tanyanya polos.

Kakashi mengangguk. Melepaskan genggaman tangannya dan menariknya dengan ragu, ada satu rasa aneh, tangan gadis itu terasa hangat meski tubuhnya tengah mengigil. Sentuhan tangan itu juga serta merta membuat dadanya bergetar dalam kehangatan yang nyaman. Dia tersenyum lebih lebar. "Aku tidak akan mengejekmu, aku janji. Memangnya siapa yang mengejekmu?"

"Semua anak-anak panti, mereka bilang rambutku aneh dan jidatku lebar, mereka membenciku, mereka tidak mau berteman denganku, mereka bil—"

"Aku mau jadi temanmu." Kata Kakashi cepat, mencegah air mata kembali mengalir dari mata emerald yang terlihat indah dimatanya.

"Be-benarkah?" Gadis itu tergagap, namun senyum bahagia segera terlukis dibibir mungilnya. Dalam usianya yang baru menginjak empat tahun, Sakura sama sekali tak mengerti arti kenyamanan yang tiba-tiba muncul saat menatap iris onyx itu, tidak mengerti rasa hangat yang memenuhi hatinya meski guyuran hujan masih menikam kulit putihnya, yang dia mengerti hanya, bahwa dia tak lagi sendirian sekarang.

Dia punya teman.

.

.

.

"SAKURA!" Kakashi berteriak keras, kaki-kaki kurusnya berlari cepat menyusuri koridor kosong rumah utara dari panti asuhan tempatnya tinggal. "SAKURA!" Dia berteriak semakin keras. Perasaan cemasnya kini berganti rasa takut. Senja mulai meninggalkan bumi dan angin dingin perlahan datang bersama butir-butir kecil pembawa beku dari langit.

" SAAKUURAA!" Dia mulai menggemakan jeritan putus asa.

Seluruh bagian hingga ke sudut tersudut dari panti ini telah dijelajahinya bersama seluruh pengurus panti lain. Tidak ada yang melihat Sakura sejak makan siang tadi, tak ada yang melihatnya sejak gadis itu bertengkar dengan Karin dan Tayuya, dan hingga sekarang gadis kecil itu belum terlihat.

Lelehan hangat mulai memenuhi sudut mata pria kecil itu. Semua ini salahnya, seharusnya dia tidak meninggalkan Sakura, tidak membiarkan mereka kembali mengejeknya, setelah tak ada yang mengejeknya lagi setahun ini, seharusnya dia terus ada disamping gadis itu, menjaganya, melindunginya dan menghajar siapapun yang berani mengejeknya, bukan meninggalkannya tanpa perlindungan seperti tadi…

"SAAKURAAAA KAU DIMANA? INI AKU… KAKASHI!" Dia berteriak putus asa.

Bahkan dibawah pohon maple tempat biasanya gadis itu termenung sendiri pun tak ada, dikolong tempat tidurnya yang sering menjadi tempat gadis itu bersembunyi juga tak ada, dikamar mandi yang biasanya menjadi tempat gadis itu menangis diam-diam saat merasa iri pada anak yang mendapat orang tua angkat pun, tidak ada.

Tidak ada.

Kakashi berhenti melangkah, rasanya sia-sia bila dia meneruskan melangkah dikoridor yang jelas-jelas kosong itu, tubuhnya mulai terasa gemetar ketakutan. Bagaimana kalau Sakura benar-benar hilang? Atau kalau gadis itu terkurung disuatu tempat dan tak bisa keluar? Bagaimana kalau Sakura—

"Kakashi!" Kakashi segera berbalik saat mendengar suara yang memanggilnya dari belakangnya. "Kakashi!" Bunda Tsunade, salah satu Bunda yang menjadi pengurus panti asuhan ini berlari kecil menghampirinya.

"Ada apa, Bunda?" Tanya Kakashi sopan, tanpa menghilangkan nada khawatir dalam getar suaranya.

"Shizune menemukan Sakura diatap diatas ruang makan, Ka—"

Belum selesai wanita berambut pirang itu bicara, Kakashi telah melesat menuju halaman samping timur panti asuhan itu. Hujan telah mengantikan rintik-rintik gerimis yang membekukan, membuat rambut peraknya yang berdiri tegak langsung luruh terkena basah dinginnya air langit.

Setibanya ditempat itu Kakashi mulai kembali mencari. Dan tanpa pemikiran yang lebih panjang, kaki-kaki kecilnya mulai memanjat pohon ash besar yang dahannya mencapai atap bangunan itu. Licin dan dingin, bahkan goresan-goresan kasar batang pohon itu mulai melukai warna putih kulitnya, namun dia tak peduli. Dia memanjat, perlahan dan semakin tinggi hingga sosok gadis kecil itu dapat dilihatnya. Duduk menekuk lutut dan memunggunginya, gemetar kecil dan meringkuk basah.

Sama sekali tak menghiraukan kemungkinan terjatuh dari ketinggian tiga meter, tergelincir atau segala hal sepele lainnya, Kakashi melompat dari dahan ash kearah atap bangunan itu.

"Mau apa Kau kesini?" Suara gemetar gadis itu terdengar begitu Kakashi menginjakkan kakinya secara mendadak diatap ruang makan panti asuhan itu.

"Ayo turun." Kata Kakashi, suaranya bergetar, bukan karena kedinginan seperti gadis itu, tapi karena rasa tak nyaman yang muncul saat melihat tubuh kecil itu kembali meringkuk menekuk lutut, kedinginan dan menenggelamkan kepala pinknya dalam lipatan tangan kecilnya, seperti dulu, dulu saat pertamakali dia melihat gadis itu.

"Kenapa Kau tidak pergi saja seperti mereka?" Sinis Sakura, masih dalam suara gemetar kedinginan.

"Aku tidak akan pergi kalau tidak bersamamu, Sak—"

"Bohong! Tadi Kau pergi, nanti juga pasti Kau akan pergi seperti tadi, Kau akan meniggalkanku saat ada yang mengadopsimu nanti, Kau akan pergi sama seperti apa yang dikatakan Karin dan Tayuya… Kau akan pergi!" Gadis itu mengisak-isak keras, berusaha mati-matian mengeluarkan suaranya.

"Maafkan aku Sakura, tadi aku harus pergi karena bunda Tsunade memintaku untuk—"

"Jadi benar Kau juga akan pergi? KAU JAHAT!" Sakura berteriak keras, kali ini dia mendongak dan berbalik memandang mata onyx yang terlihat bergetar.

"Aku tidak akan pergi! Jangan menangis lagi, aku janji padamu kalau aku tidak akan pernah pergi lagi darimu!" Kata Kakashi sedikit keras, mencoba mendekati gadis itu dan berjongkok didepannya

"KAU AKAN PERGI! ORANG TUA-ORANG TUA ANGKAT ITU PASTI AKAN MEMBAWAMU PERGI!"

"AKU TIDAK AKAN PERGI SAKURA, AKU TIDAK AKAN PERGI!" Teriak Kakashi putus asa, tanpa sadar tangannya mencengkram pundak gadis itu.

"Kau tidak akan pergi?" Tanya Sakura, mencoba memastikan kesungguhan kalimat Kakashi.

Emerald Sakura gemetar dalam ketakutan, gadis itu memang benar-benar takut, rasanya benar-benar takut saat mendengar Karin mengatakan bahwa Kakashi akan pergi meninggalkannya, rasanya benar-benar mengerikan membayangkan Kakashi hilang dari sisinya, membiarkannya kembali merasa sendirian, kembali merasakan kesepian dalam hatinya.

Tubuh Sakura gemetar semakin kencang, namun kali ini bukan karena kedinginan dan ketakutan seperti sebelumnya, melainkan karena rasa hangat yang mengalir lembut dari pelukan Kakashi yang menenangkannya. Gadis kecil itu tersenyum dan menenggelamkan wajahnya diperut Kakashi, bagian tertinggi dari tubuh Kakashi yang dapat dicapainya.

"Kau janji?"

"Iya, Sakura. Aku berjanji, jangan menangis lagi, aku berjanji."

.

.

.

"Sa-Sakura A-aku minta maaf…" Kakashi tergagap, entah bagaimana caranya dia menjelaskannya pada Sakura, gadis itu menatapnya, memandangnya dengan tatapan penuh kebencian, penuh dengan kekecewaan, dan Kakashi dapat merasakan dadanya berdenyut sakit. "Sakura." Dia mencoba melangkah maju, namun gadis itu juga bergerak mundur, mempertahankan jarak yang ada diantara mereka.

Cairan hangat dari matanya kembali meleleh, bagaimana caranya menjelaskan pada Sakura… ayahnya datang, ayahnya sendiri yang datang menjemputnya, ayah yang dia pikir tak akan pernah lagi mengingat keberadaannya dan keberadaan ibunya yang kini terbaring dibawah pualam putih. Dia datang dan meminta maaf, impian ibunya… melihat Kakashi bersama dengan ayahnya akan terwujud, tapi… bagaimana caranya menjelaskan pada Sakura?

Langit yang sebelumnya cerah, secara mendadak menggelap dan kemudian kembali mencurahkan satu pelengkap yang selalu ada disaat gadis itu menagis. Hujan merinai, membentuk tirai-tirai tipis yang seakan menjadi dinding pemisah bagi keduanya.

"Saku-"

"PERGI PEMBOHONG!"

"Dia ayahku."

"TINGGALKAN AKU!"

"Saku—"

"LUPAKAN AKU! AKU BENCI PADAMU!"

Gadis itu tidak berbohong, Kakashi tahu itu. Matanya, mata emerald yang selalu bersinar cerah kini membeku, terlihat hitam kelam penuh kebencian. Kebencian terhadapnya.

"Sakura…" dia kembali mencoba mendekat, dan gadis itu kembali mundur hingga posisinya kini terpojok diujung atap bangunan panti asuhan itu. "Jangan mundur lagi, Kau bisa jatuh, biarkan aku memelukmu." Kakashi kembali maju, dan Sakura tetap bergerak mundur…

"JANGAN HARAP!"

'Srakkk' Sebuah genteng terlepas dari rangkaiannya saat Sakura menginjak tepian atap itu. 'PRAK!' Terhempas ditanah dan pecah.

"SAKURAAAA!" Kakashi menjerit keras saat tubuh kecil itu mengikuti jejak genteng malang yang terjun bebas kebawah.

0prolog finish0

*ummm… Sakura? Tenang ajah, dia masih hidup kok, jatuh dari atap gag bakal bikin dia mati kan? *dichidori Kakashi* lagian kalo Sakura mati ceritanya gag bakal berlanjut n' Lhyn gag bakal punya kesempatan buat nyiksa Kakashi lagi *sekarang diraikiri Kakashi*…. Tapitapitapitapi….. gimana prolognya? Jadi…. Bolehkah Lhyn menulis kisahnya? Atau cukup prolog ajah yang sempat dipublis lalu dihapus?