Hari itu langit menjatuhan bulir-bulir air ke bumi. Seolah memberitahu keadaan hati sesosok pria bertubuh tinggi yang tengah memandang tepat pada nisan baru di atas tanah itu. Air matanya melebur menjadi satu dengan tetesan air yang membasahinya, tidak ada isak tangis kepedihan. Hanya tentang bagaimana air mata itu mengalir dari mata bulat indahnya.
"Sudah waktunya pergi, Tuan." Seseorang lainnya memberitahu sang Tuan untuk pergi. Sudah cukup lama ia berdiam diri disana, hari semakin malam dan tidak menutup kemungkinan jika pemuda itu akan terserang demam dimalam harinya.
Pemuda itu mengangguk setuju, berjalan pergi dari gundukan tanah yang menjadi rumah terakhir sang ayah tercinta.
"Selamat tinggal, Ayah.."
Tangan besarnya menggenggam erat sebuah kalung dengan kunci sebagai liontinnya.
Sebuah kehidupan baru menanti di depan sana, siap atau tidak siap.
xx
.
.
The First of All
.
.
Happy Reading
.
.
Chanyeol sudah berganti pakaian basahnya dengan pakaian rumahan yang nyaman dan hangat. Hatinya masih berduka tapi ia memilih untuk menjalani hidup dengan sukacita. Dirinya pikir jika kesusahan hanyalah sehari, besok adalah hari yang baru dan ia ingin menjadi sosoknya yang seperti biasa.
Sejenak ia ingin menutup mata bulatnya, mengistirahatkan diri setelah berlarut-larut dalam tangisan perpisahan dengan sang ayah sore tadi. Tapi tanpa sengaja tangannya menyentuh sebuah liotin yang mengalung pada lehernya. Ia tersenyum penuh arti melihat itu.
Kalung pemberian ayahnya sebagai hadiah ulangtahunnya yang ke-10. Ingat saat itu sang ayah berpesan jika suatu hari ia dapat membuka sebuah pintu yang selalu terkunci yang berada disalah satu sudut rumahnya.
Teringat akan hal itu, rasa lelah Chanyeol berubah menjadi rasa ingin tahu yang besar. Dulu ia menganggap hal itu adalah bualan agar kalung itu menjadi sebuah yang berharga baginya. Dan kali ini ia ingin membuktikan, seberapa berharga kalung yang sudah ia jaga selama 17 tahun terakhir dalam hidupnya.
Perlahan Chanyeol mulai mengelilingi rumah besar yang sudah ia tinggali sejak lahir itu. Chanyeol tahu setiap sudut rumahnya, hapal diluar kepala dan sekarang ini berpikir bagian mana yang belum dirinya ketahui.
Kaki jenjangnya terus mengitari seluruh sudut rumah, tak satupun ia lewatkan. Rumahnya sepi, para maid akan datang saat pagi dan pulang setelah semua pekerjaan mereka selesai, tapi hari ini semua pekerja rumah tangga ia liburkan. Beralasan ingin sendiri untuk beberapa waktu.
Kesendirian membuat Chanyeol dapat mendengar langkah kakinya sendiri. Fisiknya lelah setelah seharian meratapi kepergian sang ayah, berjalan memeriksa setiap sudut rumah menjadi amat melelahkan baginya. Hingga Chanyeol memutuskan untuk duduk di salah satu sofa maroon di ruang tengah.
Lagi-lagi ia memejamkan matanya, sejenak kekecawaan melanda hatinya. Berpikir jika hal yang dikatakan sang ayah 10 tahun lalu adalah sungguhan sebuah bualan semata. Tapi tidak saat didetik-detik terakhir otaknya berkerja lebih keras untuk mengingat setiap detail apa yang ayah'nya katakan dulu.
Mata bulatnya terbuka, berusaha fokus pada apa yang otaknya ingin cari. Butuh setengah menit untuk sadar jika apa yang ia cari tepat berada di depan matanya.
Sebuah ornamen hiasan rumah yang menempel pada dinding, ornamen itu terbuat dari kayu oak berpola tidak teratur, namun jika dilihat lebih detail akan membentuk sepasang sayap indah. Tidak mencolok tapi Chanyeol yakin jika yang ia cari adalah itu.
Ia membawa tubuhnya bangkit dari sofa, berjalan selangkah demi selangkah menuju ornamen kayu tersebut. Tangan besarnya mengambang di udara ingin menyentuh, tapi perasaan ragu tiba-tiba menelusup kedalam hatinya. Benarkah ini ??
Tidak tahu adalah yang menjadi jawaban, mencoba atau tidak sama sekali. Dan menekan ornamen itu adalah yang menjadi pilihannya, ingin mencoba walau ada rasa ragu yang menyelimuti.
Suara jalannya organ mesin terdengar, menyentakan Chanyeol hingga menarik tangannya kembali. Kaki nya perlahan mundur, meningkatkan kewaspadaan walau dahinya mengerenyit penasaran.
Tidak lama setelahnya dinding putih yang menjadi tempat ornamen tersebut terpasang berubah menjadi sebuah lorong remang-remang dengan sebuah pintu kayu dengan pola rumit diujungnya.
Chanyeol berpikir kapan ayahnya membuat sebuah ruangan rahasia dirumah ini?? untuk apa ?? ada apa didalam sana?? dan masih banyak jenis pertanyaan didalam otaknya tentang mengapa dan apa.
Namun juga sudah telat untuk bertanya.. pada siapa ia harus bertanya jika hanya ayahnyalah yang tau mengenai hal ini?
Dengan dahi mengerut, Chanyeol berjalan penuh kewaspadaan sepanjang lorong yang tidak terlalu panjang itu. Ia pikir jika semua lorong rahasia akan berbau apak dan menyesakan dada, tapi lorong ini tidak. Jauh dari bayangannya karena harum menenangkan yang menguar dan semakin kuat saat mendekati pintu berpola rumit itu. Lagi-lagi tangannya mengambang diatas udara karena keraguan, Ia takut jika hal buruk yang berada didalam sana, mengabaikan aroma harum yang sejak tadi ia hirup.
Seperti ada seseorang yang menyuruhnya masuk, tak lama tangannya memegang tuas pintu itu agar terbuka. Dan sepertinya tidak semudah itu jika pintu ini berada diruangan rahasia milik ayahnya. Berulang kali ia ingin membuka namun nihil, tak membuahkan hasil apapun.
Chanyeol menunduk putus asa, rasanya sangat lelah tapi ia sungguh penasaran hingga keubun-ubunnya. Dan lagi tak sengaja mata itu melihat liontin kalungnya. Berulang kali ia melihat liotin tersebut dan lubang kunci itu bergantian. Benarkah??
Ingin mencoba, Chanyeol memasukan kunci itu pada lubang kunci pada pintu di hadapannya. Seperti kunci itu hanya dibuat untuk pintu itu, mereka menyatu dengan baik dan kunci tersebut terhisap kedalamnya. Pintu besar berpola itu tertarik keatas, memberi sebuah pemandangan terindah yang pernah ia lihat seumur 27 tahun hidupnya.
Otaknya masih berpikir keras tentang mengapa lorong dan ruangan rahasia seperti ini dibuat di rumahnya, juga tentang kapan ruangan ini dibuat, dan ditambah bagaimana bisa hal seindah ini berada diruangan yang bahkan orang banyakpun tak terpikirkan.
Aroma harum yang sejak tadi ia hirup semakin menyerbak harumnya setelah pintu itu terbuka. Ruangan yang ia kira akan sama remangnya dengan lorong tadi sekarang hancur lenyap, karena ruangan ini benar-benar terang dan membuat jantung pemuda tinggi itu berdentum kencang ketika kaki jenjangnya
melangkah semakin jauh, menebak adakah hal lain yang akan ia lihat setelah ruangan super luas yang penuh dengan tanaman serta bunga-bunga cantik itu.
Berbagai macam bunga dan tanaman yang belum pernah ia lihat sepanjang hidupnya terbentang di sana sini, bahkan bunga Eldeweis yang hanya bisa tumbuh di puncak gunung tertinggi pun ada di dalam ruangan ini. Dan mulut Chanyeol semakin menganga terpukau saat melihat setumpuk tanaman mawar hitam yang keberadannya hanyalah sebuah mitos bagi orang-orang.
Sekarang ia paham kenapa saat orang bertamu kerumahnya akan berkata jika rumahnya sangatlah harum dan segar, ternyata sumber wawangian itu berasal dari tempat ini.
Matanya terpaku pada mawar hitam itu, cantik dan memikat. Hingga tangannya terulur ingin memetik salah satu dari mereka. Na'as, seolah lupa tentang duri yang selalu menjadi alasan mengapa bunga mawar harus diwaspadai. Jari Chanyeol berdarah, tapi ia tidak mengaduh seperti anak perempuan saat tertusuk duri.
Chanyeol mencoba menghentikan darahnya yang keluar dengan mengulum jari telunjuknya dengan mulut. Badannya berputar ingin melihat lebih jauh apa yang ada diruangan ini, hingga matanya terpaku lagi seperti sebelumnya.
Jantungnya bertalu-talu semakin kencang, kakinya semakin mendekat pada objek tersebut. Sebuah kotak besar transparant berisi air, persis seperti aquarium besar lengkap dengan aliran oksigen didalamnya.
Bukan, bukan besarnya aquarium itu yang menjadi titik paku matanya. Tapi sosok yang ada di dalam aquarium itu.
Matanya terpejam, bibirnya yang berwarna pink merona terkatup rapat, kulitnya yang putih seperti porselen sangat pas dilihat, rambutnya berwarna putih seputih salju pertama dimusim dingin. Dan sepasang sayap berwarna putih yang membentang indah.
Sosok itu sungguhan berada didalam air dengan oksigen yang terus bersikulasi tanpa henti. Rambut putihnya mengambang indah, telapak tangannya menyentuh dinding aquarium tersebut dan Chanyeol sadar betapa indah jemari mungil tersebut.
Jantungnya tak pernah melambatkan detakannya sejak ia menginjakan kaki di dalam ruangan ini, dan terus semakin kencang saat telapak tangannya menapak sejajar dengan milik sosok yang berada di aquarium itu. Seperti ada sebuah aliran listrik yang menyetrumnya saat keduanya saling bersentuhan melalui kaca tebal transparant tersebut.
Tak lama setelah rasa kesetrum itu Chanyeol rasakan, kelopak mata yang tadi terpejam itu terbuka, menampilkan iris berwarna ungu muda yang cantik dan memukau... Dan Chanyeol merasa jika jantungnya berhenti berdetak saat irisnya bersibobrok dengan si surai putih.
Chanyeol tahu, jika sejak mata mereka bertemu detik itu, hari esok akan menjadi awal yang baru bagi nya...
xx
17 tahun lalu..
"Chanyeol... ini hadiah ulang tahunmu yang ke-10." Ucap Park Changmin pada putra'nya Park Chanyeol.
Chanyeol senang mendapat hadiah dari ayahnya, ia berucap terimakasih sambil mengecup kedua pipi ayahnya.
"Aku akan menjaganya dengan baik, Ayah!" Chanyeol berseru menjanjikan dan saat ia membuka kotak beludru itu, alisnya tertaut bingung "Apa ini sebuah kunci?" Tanya Chanyeol sambil menatap sang ayah.
Changmin tersenyum penuh arti menatap sang putra dan ia mengangguk "Iya, itu sebuah kunci. Kunci yang akan mengubah hidup-mu saat kau merasa berada di titik terbawah dalam kehidupan."
"Bagaimana cara aku menggunakannya?" Tanya Chanyeol lagi masih dengan kebingungannya.
"Tidak ada, hanya seperti sayap yang indah milik malaikat yang mampu membuatmu bangkit dari hari terpurukmu." Jelas Changmin sambil mengusap lembut surai hitam legam milik Chanyeol.
Sedang Chanyeol terus menatap kunci itu bingung "Aku tak mengerti, ayah.."
Yang lebih tua terkekeh karenanya, "Mungkin sekarang tidak, nanti jika kau sudah dewasa, kau akan mengerti Chanyeol-ah..."
"Berjanji untuk menjaganya?"
"Ya.. walaupun aku tidak mengerti, tapi aku akan mengajaganya untuk ayah!!"
Changmin tertawa renyah mendengar seruan Chanyeol yang polos "Kau yang terbaik, nak..."
"Tapi ayah... apa ini seperti kunci sebuah pintu?" Seperti anak-anak pada umumnya yang memiliki kadar penasaran yang tinggi, Chanyeol juga seperti itu.
"Ya seperti itu. Pintunya ada disalah satu sudut rumah ini, bagaimana jika saat kau mengerti dari apa yang ayah bicarakan tadi, kau mencari pintu tersebut? hmm??"
"Sungguh aku tidak mengerti, tapi ... ya, baiklah." Anak-anak memang selalu ingin tahu dan berakhir dengan tidak mengerti. Dan Chanyeol sama seperti mereka pada umumnya.
xx
.
.
To Be Continue
.
.
Hai-hai...
RnR(?)
