CINTA TAK BERSYARAT

.

.

Chapter 1

.

.

Cast : Jongin, Sehun, Yifan, Chanyeol, and others member Exo

.

.

Rated : T

.

.

Ini GS ya, setelah dipikir-pikir ga cocok buat di jadiin yaoi. Ini remake dari novel Lorraine Heart.

.

Remake By Killa8894

.

.

.

September 1876

Wajahnya bukan wajah yang diimpikan para wanita dalam mimpi mereka. Kim Jongin menyentuh penutup mata hitamnya dengan ibu jarinya sebelum menurunkan pinggiran topinya yang sebelah kiri semakin rendah. Meskipun hari itu cuaca hangat, ia menaikkan kerah mantel panjang hitam yang dikenakannya.

Dengan perasaan jengkel, terutama pada kakaknya, Jongin bersandar pada bangunan kayu yang terkenal sebagai stasiun kereta pertama di Forth Worth dan memandang ke kejauhan yang terlihat seperti rel yang tidak berujung.

The Queen of the Prairie.

Jongin mengerang. Yifan telah menyebit wanitanya dengan nama itu, dan kakaknya bahkan belum pernah bertemu dengan wanita tersebut.

Persetan, wanita itu bisa saja seseorang yang bodoh dan Yifan tidak tahu sama sekali, tapi Yifan telah menghabiskan cukup banyak uangnya dan uang adik-adiknya untuk membangun sebuah kastil bagi wanita itu di tempat yang sangat jauh.

" Kita hanya perlu membawa seorang wanita kesini dan sisanya akan menyusul. " Ucap Yifan meyakinkan adik-adiknya waktu itu, sebuah senyum lebar penuh keyakinan tampak di wajah gelapnya yang tampan.

Hanya saja Jongin tidak mau ada wanita yang berjalan-jalan di padang rumput yang berangin. Senyum lembut dan tawa halus para wanita membuat pria mendambakan mimpi muda mereka, mimpi yang telah ia abaikan karena kejamnya kenyataan.

Jongin mengenal banyak pria yang cacat. Pria-pria yang mengambil senapan dan mengakhiri penderitaan mereka sesaat setelah bercermin untuk pertama kali setelah mereka terluka. Jika saja Jongin adalah pria pemberani, ia pasti sudah melakukan hal yang sama. Tapi jika ia memang pria pemberani, ia tidak akan mempunyai wajah yang kakaknya tidak tahan untuk melihat.

Yifan sungguh brengsek, karena telah membuat Jongin meninggalkan kuda-kudanya dan pergi ke tempat yang terkutuk bagi wanita, anak-anak, dan pria yang terlalu muda untuk terlibat dalam perang saudara. Jika saja Jongin tidak terpana dan kehilangan kata-kata ketika Yifan memerintahkannya untuk pergi ke Forth Worth untuk menjemput mempelainya, Jongin pasti sudah mematahkan kaki Yifan yang satunya. Dan ia mungkin tetap akan melakukan itu pada saat ia kembali di peternakan.

Ia mendengar suara peluit keras dari kereta yang bergemuruh. Jongin memejamkan matanya rapat-rapat dan membayangkan mematahkan kaki Yifan. Ide itu makin lama makin kuat ketika ia mendengar semakin banyak orang berdatangan, suara mereka yang tinggia membuat Jongin kesal, ia benci keramaian.

" Ku tantang kau! "

" Ku tantang kau dua kali! "

Dengan enggan Jongin membuka matanya perlahan dan menatap ke bawah. Dua anak laki-laki yang kelihatan tidak terurus dan tidak lebih tua dari enam tahun sedang menatapnya.

" Pergi. " Bentak Jongin.

" Hei, Mister, apa kau perampok kereta? " tanya salah satu anak itu. " Karena itu kau berdiri disini supaya tidak ada yang melihat? "

" Aku bilang pergi. " Tegas Jongin.

" Bagaimana kau kehilangan matamu? " tanya anak yang satunya.

Matanya? Jongin telah kehilangan jauh lebih banyak daripada matanya. Ia yakin anak-anak itu telah mengabaikan apa yang jelas terlihat. Adiknya juga begitu. Chanyeol sepertinya tidak pernah memperhatikan bahwa Jongin telah meninggalkan bagian wajahnya yang lebih bagus di medan perang terkutuk.

" Pergi dari sini. " Bentak Jongin lagi.

Anak-anak itu mengerjap, mengamati Jongin seolah-olah ia adalah orang orangan sawah dari kain lap yang berdiri di ladang jagung, sebelum akhirnya mereka berlari.

Dengan pasrah, Jongin kembali bersandar di dinding, memasukkan tangannya ke dalam celah jaketnya, dan mengelus gagang pistol Colt miliknya yang halus. Pikiran untuk mematahkan kaki Yifan tidal lagi membuatnya cukup puas. Jongin memutuskan untuk menembak kakaknya setibanya di peternakan.

.

.

.

Oh Sehun tidak pernah merasa setakut ini seumur hidupnya selama sembilan belas tahun. Khawatir kereta akan membuatnya meluncur menuju peron sebelum ia siap untuk turun, Sehun duduk sambil memegang kursinya erat-erat ketika kereta besar itu tiba-tiba berhenti. Sehun tidak pernah melihat begitu banyak orang yang berbeda-beda berdesak-desakan di satu tempat untuk turun dari kereta.

Selama perjalanan ia jarang tidur, sebagai gantinya, Sehun menghabiskan waktu dengan membaca surat yang di tulis Kim Yifan untuknya. Ia yakin kalau tulisan tangan yang tebal dan kuat itu menggambarkan pria yang telah menjawab iklan Sehun yang menyatakan bahwa Sehun berkeinginan untuk pergi ke Barat dan menjadi seorang istri. Yifan adalah seorang pahlawan, karena orang-orang Selatan bisa mengakui seorang pahlawan dari perang yang tidak mereka menangkan. Yifan telah menjadi Letnan di usia tujuh belas tahun, dan menjadi Kapten di usia sembilan belas tahun. Pria itu memiliki tanah, ternak, dan takdirnya sendiri.

Yifan telah membungkus tawaran untuk menikahi Sehun dengan mimpi-mimpi indah, mimpi untuk membangun sebuah peternakan besar dan mempunyai anak laki-laki untuk berbagi semua itu.

Dengan mimpinya yang terbayang dan jantungnya yang berdegup, Sehun menatap keluar jendela, berharap dapat belihat calon suaminya. Bangkit berdiri, Sehun kemudia melangkah ke lorong gerbong, mengangkat tasnya, dan berjalan menuju pintu yang terbuka dengan semua tekad yang bisa ia kumpulkan.

Orang orang mulai menjauh. Sehun berpikir untuk mengikuti mereka, tapi menulis di suratnya bahwa pria itu akan menemui Sehun di stasiun kereta di Forth Worth. Pelan-pelan Sehun berbalik, mencari-cari calon suaminya di antara sedikit orang yang masih tinggal di stasiun. Bagaimana jika sudah berada di sana ? bagaimana jika pria itu telah melihatnya dan menyadari kekurangannya ? mungkin pria itu berharap Sehun lebih cantik atau berpostur lebih indah. Sehun tidak tinggi, tetapi ia cantik. Jika Yifan memberinya kesempatan, ia dapat membuktikan bahwa ia tidak takut untuk bekerja dengan keras dan jujur.

Sehun menjatuhkan tasnya dan peron itu berderak. Air mata membuat matanya terasa perih. Ia hanya menginginkan hal yang sederhana. Hanya sebuah tempat yang jauh dari kenangan, tempat di mana mimpi buruk tidak bergelayut. Ia memejamkan mata rapat rapat, berusah menghilangkan kekecewaannya.

" Miss Oh? "

Mata Sehun terbuka seiring dengan datangnya suara berat yang membungkusnya seperti selimut hangat di malam musim gugur. Di sela-sela air matanya, ia melihat sosok tubuh pria tinggi memakai mantel panjang. Kehadirannya saja sudah cukup kuat untuk menghalangi sinar matahari di siang hari itu.

Sehun menyeka air matanya, kemudian ia tersenyum, bibirnya bergetar. " Mr. Kim? "

" Ya, Ma' am. " Perlahan Jongin melepas topi dari kepalanya. Bayangan itu memudar dan muncullah sosok yang tegas dan kuat. Rambut hitamnya pendek, secarik kulit terlipat di dahinya dan melingkari kepalanya.

Sehun sudah melihat banyak prajurit kembali dari perang sehingga Sehun sadar bahwa Mr. Kim memakai penutup mata. Pria itu tidak menulis dalam suratnya bahwa ia telah mengorbankan satu matanya untuk daerah selatan.

Kegelisahan pria itu menimbulkan rasasakit dalam hati Sehun. ingin segera meyakinkannya bahwa itu tidak berarti apapun, Sehun melangkah mendekati pria itu. napasnya tertahan. Ia telah menduga penutup mata itu. ia tidak siap dengan bekas luka ganjil yang membingkai penutup mata itu sampai ke pipi seperti bingkai jelek dari lilin yang meleleh karena sinar matahari. Dengan berurai air mata Sehun mengulurkan tangannya untuk menyentuh bekas luka itu. tangan kekar pria itu menangkap jemari Sehun yang bergetar, menghentikan Sehun menyentuh wajahnya.

" Maafkan aku. " Sehun berbisik sambil mencari kata-kata yang menenangkan. " Aku tidak tahu. Kau tidak menyebutkan... tapi itu tidak penting. Benar-benar tidak penting. Aku sangat bersyukur... "

"Aku bukan Yifan. " Kata Jongin lirih sambil melepaskan tangan Sehun. " Aku Jongin. Kaki Yifan patah dan tidak bisa pergi. Dia menyuruhku untuk menjemputmu. " Ia merogoh sakunya dan menarik secarik kain bordir yang Sehun kenali sebagai benda yang ia kirimkan pada Yifan. " Dia juga mengirim ini supaya kau tahu bahwa kau aman bersamaku. "

Kalau saja buku buku jari pria itu tidak memutih karena eratnya pegangannya pada kain tersebut, Sehun pasti sudah mengambil kain itu darinya. Pria itu telah mengubah posisi berdirinya, sehingga Sehun hanya bisa melihat sosoknya dari samping.

Sosok yang sempurna.

" Kalau kau sudah siap, ayo kita pergi. Di mana tas tasmu yang lain? "

" Aku hanya membawa satu tas. "

Jongin sudah siap sejak tiga jam yang lalu, berkemas dan menata semua perbekalannya sehingga tersisa tempat untuk barang-barang Sehun, hanya saja Sehun tidak punya barang. Tidak ada kotak, tidak ada koper, tidak ada tas. " Aku... aku masih harus mengambil beberapa perbekalan. " Ia memasang topi di kepalanya, berbalik dan mulai berjalan. Ia mendengar suara langkah kaki Sehun yang bergegas dan mengurangi kecepatan langkahnya.

" Maaf, Mr. Kim, tapi bagaimana tunanganku mengalami patah kaki? " Tanya Sehun.

" Dia jatuh dari kuda. "

Alis Sehun yang lembut berkerut. " Sebagai seorang peternak, pasti dia tahu bagaimana mengendarai kuda. "

" Dia bisa mengendarai kuda dengan baik. Dia mengira dia bisa menaklukkan mustang yang sangat besar itu, tapi malah mustang itu yang menaklukkannya. " Kalau saja Yifan mau mendengarkannnya, memperhatikan peringatannya, Jongin pasti masih berada di tempat tinggalnya sendiri, mencium aroma keringat kuda dan bukan aroma bunga dari seorang wanita, mendengar suara dengusan kasar kuda dan bukan suara lembut wanita.

Empat peluru. Dan saat itu Jongin bahkan tidak yakin apakah pikiran. Untuk menembak kakaknya dengan empat peluru dapat membantunya melewati neraka yang pasti akan datang besok.

.

.

.

Kedahsyatan neraka telah begitu lama mengelilingi Jongin sehingga ia tidak dapat mengingat apakah ia pernah merasakan sentuhan surga. Ia takut kalau ia tidak berhati hati, ia akan menarik Sehun ke dalam neraka dengannya.

Syukurlah, Jongin bukanlah pria yang akan menikah dengan Sehun. sepanjang pagi ia berpikir apa yang akan dikatakannya pada saat mereka bertemu. Ketika ia melihat air mata berkilauan di matah hijau Sehun, rasa malu muncul dan semua kata yang telah ia siapkan menghilang seperti debu di atas padang rumput.

Sehun sungguh cantik, seperti sinar matahari di musim semi yang menggoda bunga untuk mengembangkan kelopaknya. Jongin masih tidak dapat bernapas dengan benar setiap kali ia memandang Sehun, perutnya terasa seolah-olah baru saja ia ditendang kuda mustang liar.

Sehun tidak seperti wanita lain yang pernah Jongin duga. Ia adalah wanita yang tulus. Apapun yang dipikirkannya, apapun yang dirasakannya tergambar jelas di matanya. Mata hijau Sehun mengingatkan Jongin akan ladang semanggi yang sering ia lalui saat masih kecil.

Mata cokelat Jongin bisa menjadi tanah di mana mata hijau Sehun tumbuh.

Pikiran yang sangat bodoh ! Jongin jijik dengan pikiran itu. ayahnya pasti akan menyamak kulitnya karena satu hal yang tidak jantan itu.

Semua itu milik kakaknya.

Jongin menghentikan langkahnya di depan sebuah toko pakaian membuat Sehun yang berjalan dibelakangnya hampir menabrak punggung tegap itu.

Mengingat betapa tergesa gesanya Jongin tadi untuk segera berangkat ke peternakan, Sehun berpikir sebaiknya waktunya di pakai untuk membeli perbekalan yang ia butuhkan.

" Masuk ke dalam. " Ucap Jongin dengan suara pelan.

Sehun berjalan masuk mendahului Jongin.

" Ada yang bisa ku bantu? " tanya seorang pelayan.

" Dia butuh pakaian. " Sahut Jongin singkat.

Tercengang, Sehun menatap ke arah Jongin. " Kau tidak boleh membelikanku baju. "

" Yifan menyuruhku membelikan apa pun yang kau butuhkan sebelum kita berangkat. " Sahut Jongin.

" Ku rasa satu... "

" Dia butuh lima baju, yang dua baju yang cukup indah untuk bersenang-senang. " Tegas Jongin.

Pelayan itu tersenyum lebar. " Cepat ke sini, kita harus menunjukkan kepada pria itu baju bajunya." Pelayan itu menarik Sehun ke balik tirai dengan setumpuk pakaian di tangannya.

Tak lama kemudian Sehun muncul dari balik tirai, memakai sebuah gaun hijau denga kerut dan pita yang dijahit di gaun itu. Ia menatap Jongin dengan ragu ragu.

Jongin yakin, Yifan akan menyukai gaun itu, sangat menyukainya. Jongin menggeleng, ia melihat rasa lega memenuhi mata Sehun. " Kau sesuatu yang terlihat seperti tanah? " tanya Jongin.

Wajah pelayan itu berkerut seolah olah ia baru saja menggigit lemon. " Tanah? "

Pelayan itu menarik tangan Sehun, kemudian mereka menghilang di balik tirai. Ketika Sehun kemudian muncul, ia memakai gaun berwarna cokelat tua. Jongin membencinya.

" Aku tidak bilang kotoran. " Gerutu Jongin. " Sesuatu yang terlihat seperti tanah. Sesuatu yang seperti semanggi. "

" Kau ingin warna hijau? "

Jongin mengangguk samar, ia tidak begitu yakin dengan yang di inginkannya.

" Percaya saja pada pria yang berteka teki. Mengapa dia tidak bilang saja hijau? " Gumam sipelayan.

Pelayan mendorong Sehun yang tersenyum kembali ke balik tirai. Jongin bertanya tanya seberapa sering Sehun akan tersenyum di West Texas, ketika sinar matahari akan menyiksanya, debu terbang ke atas dan mencekiknya dan tetangga terdekatnya berjarak satu hari berkendara dengan kuda yang cepat.

Tirai itu tersibak dan Sehun keluar, memakai gaun dengan corak semanggi. Sederhana , gaun itu memeluk lekuk tubuh Sehun dengan sempurna. Dengan hati hati Sehun memperhatikan Jongin, ia berbalik perlahan. " Kau juga tidak suka ini? "

" Lumayan. " Ucap Jongin sambil memperbaiki topinya dan mengangkat tas Sehun. " Ambil itu dan yang lainnya yang kau mau. Tidak perlu buru buru. Aku akan mengambil kereta. "

Jongin mengabaikan ekspresi kecewa dari wajah Sehun dan berjalan keluar toko. Ia telah menyakiti perasaan Sehun, tapi ia tidak punya pilihan. Kalau ia tinggal di ruangan itu, ia pasti sudah akan melintasi lantai kayu itu dan jarinya akan menyusuri leher Sehun yang putih.

Hanya satu jari, satu sentuhan, hanya satu momen indah... tapi terkubur dalam-dalam di dalam nerakanya sendiri, Jongin tahu ia tidak punya hak atas moment indah apa pun, terutama dari wanita yang telah berikrar dengan kakaknya.

Sambil menarik napas berat, Jongin berhenti mendadak dan menunduk. Setelah sekian lama mendamba dan menunggu, ia akhirnya punya kesempatan untuk membuktikan dirinya sendiri. Ia hanya perlu mengantar Oh Sehun dengan selamat dan tak tersentuh sampai ke pelukan Yifan. Ia tidak pernah menyadari betapa beratnya amanat itu.

Sehun menatap pintu, menginginkan pria yang baru saja melewati pintu itu untuk kembali. Sesaat Jongin terlihat tertarik pada gaunnya, kemudian bergegas berjalan keluar seolah olah ia tidak cukup cepat untuk melarikan diri.

" Dia juga tidak suka yang ini? " tanya pelayan itu dengan suara kesal.

" Tidak, dia suka yang ini. Akulah yang dia tidak suka. " Sahut Sehun lirih.

" Omong kosong! Dia mengagumimu. " Bantah sipelayan.

Sehun kembali berjalan ke ruang belakang. " Sebenarnya aku adalah beban baginya. "

" Oh, mungil, aku rasa kau sudah berlaku tidak bijak dalam cinta. Seorang pria hanya menganggap wanita sebagai beban kalau dia merasa tidak bisa menyenangkan wanita itu. "

Satu jam kemudian, Sehun menarik napas lega yang panjang dan berjalan keluar toko dengan mengenakan bajunya sendiri. Ia akan menyimpan baju barunya sampai ia dekat dengan peternakan.

" Kau sudah dapat lima pakaian? " tanya sebuah suara berat.

Sehun membalikkan tubuhnya. Tertutup bayangan matahari, Jongin bersandar di dinding.

" Ya, kau hanya perlu membayar dan dia akan membungkus pakaian itu. " Jawab Sehun.

Jongin pergi ke dalam toko dan kembali beberapa menit kemudian dengan membawa dua bingkisan besar. Sehun melangkahkan kakinya berjalan mengikuti Jongin dari belakang. Ia berhenti saat Jongin meletakkan bungkusan itu di belakang kereta yang sudah dimuati perbekalan. Seekor kuda cokelat, tertambat ke belakang, menyenggol bahu Jongin.

" Siap? " Tanya Jongin.

Lebih dari sekedar siap, Sehun mengangguk. Jongin meletakkan tangannya yang besar di pinggang Sehun. sehun memegang bahu Jongin pada saat Jongin mengayunkannya ke atas kereta. Ia duduk dan menata roknya, berusaha untuk tidak memikirkan bagaimana kehangatan tangan Jongin telah menembus pakaiannya. Tangan Yifan pasti sehangat itu, dengan bahunya yang juga sekokoh itu.

" Well, Miss Oh, lihatlah sekelilingmu untuk terakhir kali karena kita akan menuju ke tempat di mana hanya ada tanah terbuka, sapi dan koboi. "

.

.

.

.

.

TBC

Chapter ini masih pengenalan tokoh, petualangannya baru akan di mulai chapter depan.

Ada yang ingin ini di lanjutkan ? Review lebih dari 25 bakalan dilanjut.

Novel ini yang remake Adekku Killa.