...
CACATAN MALAM
disclaimer:
Naruto milik Masashi Kishimoto.
ditulis murni untuk hiburan dan fangirling-an, tidak mengambil keuntungan material apa pun
summary:
Sudah sejak awal ia sadar, malamnya sempurna cacat
genre:
poetry(?) & angst(?)
warning:
weird. failed. alay. kaga jelas. di-post cuma buat berbagi kesenangan sebagai INO-centric :3
untuk #16InoFicsChallenge2016
dari Kia Andrea
#5 [Ino Yamanaka, Menma Uzumaki]
.
.
.
Malam
Bolehkah aku menitip salam?
Agar angkara tak lagi geram
Menengahi rindu yang kian temaram
Akankah percikan ini berubah padam?
Bersama bintang, aku ingin menyelam
.
.
.
.
Ino tidak mengerti.
Ia tidak bisa mengerti dan tidak akan pernah bisa mengerti, mengapa pria berambut hitam dengan mata biru memesona itu tak jua menemuinya setelah lewat empat purnama. Perjumpaan terakhir mereka bahkan dilalui tanpa kata-kata.
Kenapa?
Marahkah pria itu padanya? Apa Ino telah membuat suatu kesalahan yang tak termaafkan namun tak disadarinya? Sungguh, Ino ingin sekali bertanya.
Namun kalimat tanya miliknya tak pernah terjawab. Pun rintihan rindu tak tersampaikan yang begitu menyiksanya hingga ke sumsum tulang.
.
.
.
.
Mungkinkah ia harus kupendam?
Setangkup memori yang telah abadi terekam
Kilaunya bak pesona batu pualam
Adakah masaku segera khatam?
.
.
.
.
Adalah ketakutan terbesar Ino jika pria bernetra biru itu benar-benar meninggalkannya.
Ino masih menyimpan semua ingatan tentang kisah mereka. Bukan kisah yang sempurna, tapi Ino menikmatinya. Semua tanpa terkecuali.
Ia mengingat setiap detik dan menit yang dahulu selalu dilaluinya bersama-sama. Ia juga menyesapi setiap kenangan yang pernah ada di antara mereka. Dan ia takut jika kepergian pria itu akan menjadi akhir dari kisah mereka.
Ia sungguh-sungguh takut.
.
.
.
.
Malam
Pendar kasihmu sungguh beragam
Tetes cintamu tercipta berbagai macam
Kaulah yang selalu kuidam
Tapi mengapa engkau kini begitu kejam?
.
.
.
.
Ketakutan-ketakutan itu terus menghantui hari-hari Ino. Menjelma menjadi mimpi buruk siang dan malam. Ino tidak bisa melewatinya dengan mudah. Dan ia coba membuang ketakutan itu pada baris demi baris di buku catatannya.
Ia membuang semuanya.
Sejak saat mata biru pria itu meredup dan tak lagi secerah biasanya kala memandangnya. Sejak tatapan bak langit cerah di siang hari itu menjelma menjadi pekatnya malam. Sejak perjumpaan mereka yang terakhir dan ketakutan itu semakin memerangkapinya.
Ino sadar akan posisinya sebagai yang kedua. Ia tidak pernah berharap lebih untuk jadi yang utama. Akan tetapi ia hanya menginginkan, setidaknya pria itu bersedia tetap berada di sisinya.
Atau ... mungkinkah itu hanya sebatas angan?
.
.
.
.
Apa ini hanya perasaanku belaka?
Mengapa seolah ada jurang pemisah di antara mereka?
Padahal tak pernah diharap akan tercipta
Beku ...
Kini meloloskan tulangnya satu-satu ...
.
.
.
.
Kelumpuhan menjerat batinnya untuk sesaat.
Nyata dan maya mengombang-ambingkannya sejenak.
Tidak, tidak, kebimbangan ini tak akan pernah berakhir jika bukan ia sendiri yang mengakhirinya. Tidak! Ino sudah memutuskan untuk membuang segenap isi hati dan perasaannya. Sudah berkali-kali ia menipu diri. Tetapi dusta memang hanya mampu membawanya pada kelegaan semu.
Ini akan menjadi yang terakhir. Ia tak akan lagi memaksa mengorek lebih dalam alasannya. Semua jelas-jelas percuma.
Percuma.
Sudah sejak awal ia sadar, malamnya sempurna cacat.
.
.
.
.
Kau tahu?
Sekian lama aku terkurung dalam penjara batu
Merintih dalam sendu
Tertatih dalam sayu
Tersisih ...
Memekik lirih ...
Getirkah ini?
Kenyataan yang telah kualami
Tercetakkah abadi?
Dalam rajutan tanya yang kusesali
Sebab aku tahu ...
Masa telah menelan harmoni karaktermu
Sebab aku tahu ...
Kejora yang menemaniku
Telah lama lenyap dimangsa waktu
.
.
.
.
END
.
.
.
.
Disadur dari catatan 16, 18, 27, 29, dan 30 Mei 2014 (?)
Maap alay bet (dia pun kaga paham apa yang ditulis) XD
