Lima Syndrome

Summary: penculikan, pembunuhan dan usaha pelarian ternyata bisa berbuah cinta.

Rating: M

Pairing: Geduatujuh for evaaaaah \^^/

Disclaimer: KHR bukan punya saya. Fic ngaco ini punya saya.

Warning: FULL OF CRIME! OOC sudah pasti. Abal, alay, gaje, gagal, mistypo, banyak OC, tidak memenuhi kaidah bahasa Indonesia dan EYD yang benar. Kacangan, bikin bete. Jika tidak suka jangan lanjutkan baca. Membaca kelanjutan diluar tanggung jawab author.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Lembaga Permasyarakatan Regina Coeli, Roma, Italia.

Ruang interogasi Lembaga Permasyarakatan Regina Coeli terdiri dari kamar empat dinding seluas dua kali tiga meter. Ada dua buah bangku dan sebuah meja dari logam. Di kursi yang satu seorang pemuda berambut pirang dirantai disana. Wajahnya tampan, terlalu anggun untuk menjadi seorang penjahat. Tubuhnya ramping dan atletis. Ia cukup ramping untuk bisa merangkak keluar lewat gorong-gorong ventilasi. Matanya yang biru gelap seperti lautan dalam kelihatan indah, namun dirusak oleh kilat-kilat kebencian yang terbersit.

Anak muda ini bernama Giotto del Vongola. Dari kartu tanda penduduknya, dia bermukim di Palermo. Dia ditangkap di daerah Serralunga d'Alba, sedang membaca buku disebuah gerai kecil ditemani sepotong apple pie dan espresso. Ia berpikir dirinya aman, tapi CEDEF terlalu pintar untuk dibodohi.

Lal Mirch, seorang ahli kinesik berkebangsaan Peru ditugaskan CEDEF untuk menginterogasi pemuda ini. Ia ditangkap atas tuduhan pembunuhan satu keluarga keturunan Jerman di Roma. Lima orang, tikaman di kepala. Keluarga Rvell yang dibunuhnya memiliki gudang anggur didaerah selatan Jerman, memproduksi Schwartrzriesling dan Gewürztraminer. Seluruh harta berharga mereka dirampas. Yang ada dirumah, surat berharga, akte tanah dan rumah, dan seluruh uang tabungan mereka. Giotto punya keahlian membobol bank. Kejahatannya benar-benar tidak meninggalkan jejak. Ia memindahkan semua uang keluarga Rvell secara perlahan-lahan atas nama Kieren Rvell, si putra bungsu yang memang sering membuang uangnya untuk belanja di online shop.

Mirisnya, setelah delapan tahun kejadian itu, Giotto del Vongola baru tertangkap dua bulan yang lalu. Kejahatannya yang bersih tanpa terendus aparat penegak hukum dinilai merupakan penurunan prestasi, dan CEDEF dituding bertanggung jawab atas semua ini. Presiden Besar CEDEF, Alaude Nuvuola sangat murka dan mengutus Lal Mirch jauh-jauh dari Peru agar del Vongola mau mengaku.

"Selamat Siang." Sapa Lal dingin.

"Siang." Jawab anak muda itu, berikut dengan senyuman.

Biasanya, ruang interogasi di penjara manapun akan terdengar sangat berisik. Gaung teriakan para tahanan dan gemerincing rantai borgol mereka selalu terdengar bersama derit-derit kursi, hal-hal yang tidak perlu—namun sebuah usaha untuk membuktikan kalau mereka tidak bersalah. Untuk ukuran seorang pemuda berusia, eeer…..24 tahun, ia terlihat terlalu tenang.

"Giotto del Vongola, eh? Bagaimana kabarmu? Well, kelihatannya sangat baik."

"Begitulah." Jawabnya dengan sangat santai. "Giotto saja. Aku tak suka nama belakangku."

"Apa ada sesuatu yang berkaitan dengan keluargamu, Giotto?"

"Tidak ada. Hanya terlalu Italia. Aku pernah berpikir seandainya aku lahir sebagai warga negara Amerika atau Asia. Konyol, kan?"

"Apa yang kaupikirkan tentang dua tempat itu?"

Giotto merenung. "Kebudayaan? Yeah, itu. Aku suka bagaimana cara mereka merayakan festival-festival itu. Dan makanan? Italia tidak ada apa-apanya."

Lal mendeteksi kebohongan. Tidak, kebohongan dan penyangkalan. Ada kilat kebencian dimata Giotto saat Lal memanggilnya del Vongola. Dan angan-angannya itu cuma basa-basi belaka. Sampai sejauh ini dia tidak terlihat stress, dan bahasa tubuhnya tidak menyiratkan ia cemas. Angan-angannya itu sepertinya cuma bualan kosong.

Lal menggiring kembali Giotto ke garis dasar pembicaraan. Ia menanyakan tentang pembunuhan keluarga Rvell.

"Aku cuma remaja SMU yang miskin. Orangtuaku keras. Sementara hasratku sangat tinggi. Saat aku berpikir kalau uang sakuku tidak bisa menutupi kehidupan kami berempat, aku mulai mencopet. Yeah, aku pencopet yang hebat. Tapi hasil mencopetku tetap saja tidak cukup. Ibuku masuk rumah sakit. TBC, katanya. Yang aku tahu dari penyakit itu hanya batuk darah dan kau mati. Saat kelas XI, aku belajar menjadi hacker. Mudah saja, aku tidak mengambil uang anak-anak atau gaji para guru. Aku mengalihkannya sedikit, cukup untuk biaya hidupku dan ibuku di rumah sakit. Pada akhirnya, setelah aku terlanjur dosa untuk menolongnya, dia meninggal."

Mengumbar cerita sedih.

"Bagaimana kau bisa mengenal keluarga Rvell?"

"Online shop. Dari hasil mencatut uang nasabah lewat internet. Aku dan teman-temanku membuka toko dunia maya. Menjual prakarya, lukisan, pakaian….yah, banyak. Salah satu pelanggang kami. Rvell itu."

"Berapa uang yang kau dapat darinya?"

Giotto mengangkat bahu. "Aku lupa. Sekali tarik aku selalu punya 2500 Euro."

"Berapa uang yang kau ambil dari keluarga Rvell hingga menikam mereka semua sampai tewas? Dua ribu lima ratus Euro masih kurang bagimu?"

"Menikam?" Giotto tertawa geli. "Kau pikir itu cara yang bodoh untuk membunuh?"

Anak itu betul juga. Bagaimanapun, membunuh dengan menikam kepala resikonya palik kecil. Tidak ada suara tembakan, teriakan, dan semua dapat dilakukan dengan cepat. Dari sinar mata, sikap dan jawabannya, Giotto terlihat adalah seorang Machiavellian. Sangat cerdas, jawaban yang diutarakannya cepat dan masuk akal. Tidak panik. Memicu belas kasihan dengan cerita sedih kehidupan. Persis sekali dengan sosok 'Sang Pangeran' dalam buku karangan Niccollo Machiavelli.

"Tapi…." Lal mulai membuka berkasnya. "Bukti-bukti yang kami dapatkan cukup akurat. Pisau dapur yang kau gunakan untuk menikam mereka semua, ditemukan didalam panci yang berisi beef stroganoff. Kuitansi dari jasa pengiriman paket, pengirimnya adalah alamat flat sewaanmu dengan nama Marco Sabagliono. Dari Palermo. Data penarikan uang rutin dari beberapa bank di Palermo dan Cuneo. Atas nama Kieren Rvell. Ternyata kau tidak cukup pandai menyembunyikan barang bukti, ya?"

Giotto mengerutkan dahi, kelihatannya ia tidak terima pernyataan itu.

"Kalaupun itu aku, aku tidak akan setolol itu menyembunyikan pisau bekas tikaman dengan sidik jariku didalam sepanci daging setup." Jawabnya dengan alis terangkat.

Jawabannya tidak relevan. Ia mengaku mengenal Kieren Rvell, namun secara langsung tidak mengakui bahwa dia yang membunuhnya.

"Apa kau menggunakan alat lain?" Lal menatapnya tajam.

"Aku tak tahu apa yang kau bicarakan." Giotto menghela nafas. "Memangnya, kapan laporan pembunuhan itu masuk?"

"11 Agustus 2004. Kami memeriksa laptopmu. Online shop yang diakses Kieren, terbukti milikmu."

Giotto lagi-lagi menghela nafas. "Kalau aku menginginkan uang mereka, sangatlah tidak professional jika aku membunuh mereka, kan? Berani sumpah, aku tidak membunuh mereka. Aku memang berbisnis dengan Rvell muda itu. Tapi aku tidak merampok mereka. Tidak membunuh mereka juga. Memangnya ada jumlah saldo yang bertambah di rekeningku? Aku hanya punya lima, dua diantaranya tingga 5.62 Euro. Sisanya nol. Habis untuk foya-foya, kau tahulah."

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku yang terakhir melakukan penarikan. Siapa yang mau menerima pencopet atau pencuri sepertiku di kantor akutansi atau toko reparasi elektronik?"

"Bagaimana ceritanya kau ada di Serralunga?"

Giotto menaikkan alis lagi. "Apa yang salah menikmati kue dan kopi sambil baca buku? Apakah itu sekarang tindak kejahatan?"

Bagus. Saat seseorang sedang emosi, dia bisa mengungkapkan kejujuran dengan sangat mudah. Namun, Giotto benar-benar tantangan bagi Lal seumur hidupnya menjadi ahli kinesik. Ia terus bersikeras tentang saldo rekening bank-nya, dan berkata dia ada di Aosta saat pembunuhan itu terjadi. Hah, topik baru.

"Apa yang kau lakukan disana?" tanya Lal jengkel.

"Berpetualang. Memperbaiki hidup. Cari istri yang mau dengan pria brengsek sepertiku."

Giotto melirik cincin kawin di jemari Lal. Kemudian memperhatikan hal lainnya. Wajah, cantik namun sangat ketus. Tanda pengenal, lalu lekukan indah dibalik belahan jasnya. Giotto masih terlihat biasa, sampai beberapa detik kemudian ia menggigit bibirnya. Perutnya menggelegak hebat. Jarak mereka yang lumayan jauh memungkinkan tahanan muda itu melihat bawahan sang ahli kinesik. Rok span pendek. Stoking hitam dan sepatu tertutup hak tinggi. Setelan jasnya ketat. Dibalik jasnya yang terkesan terlalu panjang, Giotto melihat sabuk tempat menaruh pistol.

Aparat penegak brengsek! Kali ini mengirimkannya agen seksi agar mengaku?

Suara pembangkangan bergaung dikepalanya. Namun Giotto berusaha meredamnya. Jika tidak, suara itulah yang akan mengendalikannya,

"Tapi, yang membuatku sedikit heran….." Lal membalik kertas yang ada diatas meja. Jaraknya terlalu jauh sehingga Giotto tak mungkin akan membacanya. "Adalah kau hanya menikam Kieren Rvell satu kali, dan dia mati seketika. Begitu juga ibunya. Tetapi, berdasarkan visum, ada bekas-bekas penyiksaan sebelum kau membunuh mereka. Seperti bekas pemerkosaan di tubuh adik Kieren, Sasha Rvell. Dan lingkaran kebiruan di lehernya, sang ayah. Apa kau menikamnya sekali, lalu mencekiknya agar memastikannya mati?"

Lagi-lagi Giotto mengerutkan alisnya. "Aku tidak melakukannya. Tidakkah tindakan itu bodoh sekali?"

"Mungkin kau masih amatir dalam membunuh?" Lal tersenyum. Giotto tidak lagi melontarkan omong kosong tentang hidup dan alasannya. Emosinya mulai bergejolak. Ini adalah langkah yang sangat bagus.

Giotto menunduk, ekspresinya sangat pilu. Ia terus menerus berkata aku tidak bersalah hingga suaranya serak. Lal menghela nafas, tampaknya tahanan seperti diapun harus diberi sedikit belas kasihan.

"Kalau kau mengaku, aku akan mengantarkanmu menuju pertobatan."

Sedetik,

Sepuluh detik,

Satu menit…

Lal Mirch menjerit panik. Anak muda yang diwawancarainya melompat kearah meja. Kursi berderit dan rantai borgol bergemerincing ketika wajahnya sangat dekat dengan Lal. Matanya nyalang penuh dendam, dan nafasnya memburu.

"Dasar perempuan jalang sialan!" desisnya penuh amarah. "Perlu berapa kali kuyakinkan kalau aku tidak membunuh mereka? Oh, iya….kau punya suami, bukan? Apakah hidupmu bahagia bersamanya? Kau tahu selku dimana? Datanglah sekali-sekali kalau kau tidak puas padanya. Akan kutunjukkan padamu bagaimana cara membunuh seperti yang ada didalam kepalaku. Dan pembunuhan itu, sama. Sekali. Bukan. Aku!"

Dua petugas menyeretnya kembali kedalam sel. Giotto masih berteriak-teriak, sampai Lal mendengar suara hantaman. Ia berlari keluar, dan seorang petugas dengan sangat sigap membenturkan wajah tampan pria itu ke plang besi pegangan tangga. Dia berhenti bicara, dan matanya meredup. Dua petugas itu menatap Lal dan meminta maaf.

"Maaf, Agen Lal. Bajingan kecil ini memang suka mengamuk." Kata salah seorang petugas.

Dua petugas yang menggotong Giotto pergi. Lal bersandar di tembok, mengurut dadanya. Ia benar-benar kaget.

Dan untuk pertama kalinya, seorang Lal Mirch merasa takut pada objek investigasinya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Alaude Nuvuola, Presiden Besar CEDEF memperhatikan air muka Lal Mirch dengan seksama. Ia kelihatan muram, tidak seperti biasanya. Pria Perancis itu tidak ingin banyak bicara, ia mengumpankan laporan yang ditulis Lal Mirch kepada salah satu ahli kinesik milik badan investigasinya, Reborn di Angelo.

"Bocah pirang itu?" Reborn menaikkan alisnya ketika melihat nama Giotto del Vongola di kertas itu. Tulisan tangan Lal Mirch tidak banyak. Ia hanya menulis:

Handal dalam membobol bank.

Machiavellian.

Gila seks.

Tingkat kenekadan tinggi.

Terlalu cerdas.

Memiliki banyak relasi.

Memiliki rencana kabur.

"Apa anak itu mengancammu?" Reborn meletakkan kertas itu, memilih melepas topi fedoranya dan menyeruput kopi bercampur bubuk kayu manis favoritnya. Lal tidak ingin bohong. Ia mengangguk pasrah.

"Tidak biasanya." Mammon, sang bendahara CEDEF yang sedang pusing karena banyak sekali pengeluaran bulan ini menyeletuk.

Lal memilih menyamankan diri. Disambarnya mug kosong dan mengisinya dengan kopi panas, ditambahkannya banyak susu, dua sendok gula dan sedikit bubuk coklat. Ia menghirupnya, dan berusaha melepas beban di otaknya. Bau harum kopi panas itu, dan rasanya melunturkan rasa takutnya pelan-pelan. Mug itu hangat, namun tangan yang mencengkram mug itu gemetaran.

"Apa yang dia katakan padamu, Lal?" Reborn menghampirinya, membuat Lal Mirch menatap matanya.

"Dia…..mengancam akan memperkosaku. Membunuhku. Dan Collonelo juga."

"Kau takut?" Reborn menaikkan alisnya. Ia bisa saja tertawa, namun ekspresi Lal menunjukkan kalau itu tidak lucu. Ia juga ahli kinesik. Reborn tahu kalau Lal Mirch benar-benar ketakutan.

"Matanya…" lirih Lal. "Aku lihat kesungguhan di matanya. Belum pernah aku lihat penjahat seperti itu."

"Kalau yang kau bicarakan itu del Vongola, aku percaya." Alaude akhirnya angkat suara. Ia menghubungi bagian keamanan melalui telpon. Meneriaki bawahannya yang bernama Basil untuk memperketat keamanan seorang tahanan kelas 1 bernama Giotto del Vongola.

"Apakah ada yang pernah menjenguknya?" tanya Alaude. "Kalau dia banyak punya penggemar, besar kemungkinan dia bisa kabur."

"Tidak tahu." Lal menggeleng. "Aku baru kali ini menangani kasusnya."

"Tampaknya kau butuh bantuan, Lal." Reborn menyeringai. "Bajingan kecil itu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa."

Lal meraih tangan Reborn, merasa terhibur dan bersemangat.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dua hari setelah investigasi…..

"Ada teman yang mengunjungimu!"

Sipir penjara yang menjaga sel Giotto menyeretnya keluar dengan paksa. Bengkak besar dipipinya masih belum kempis. Saat sadar, ia merasa mulutnya sangat asin. Salah satu gigi gerahamnya lepas. Ia berkumur sepuluh kali untuk menghilangkan darah didalam mulutnya. Di ruang kunjungan Penjara Cuneo, seorang pria dengan tubuh ramping dan gaya dandanan santai menungguhnya. Pria itu memiliki rambut sewarna madu dan mata cokelat muda. Memakai kacamata besar dan membawa dua toples berisi makanan, didalam sebuah kotak yang sangat manis.

"Sho-chan…..baik sekali kau….."

BUAK!

Pria berambut amber itu menamparnya dengan buku tebal yang dibawanya. Tepat dibagian dimana Giotto disurukkan ke plang pegangan tangga oleh penjaga selnya sendiri.

"Itu titipan anak-anak." Jawabnya dengan sangat santai. "Daemon Spade bahkan bilang, kalau aku bertemu denganmu, aku harus mengebirimu dan membawa potongan itu padanya."

Giotto buru-buru melindungi selangkangannya.

"Aku tahu makanan penjara tidak ada yang enak. Nih, kubuatkan Black Forrest dan Fortune Cookies."

"Trims, Sho-chan….kau…." Giotto mengelap airmatanya.

"Muka dan kelakuanmu sama menjijikannya. Membusuk saja sana di penjara."

Giotto melongo.

"Itu dari Spanner."

"Kau datang hanya untuk membawakanku kue?" Giotto terlihat kecewa.

"Kue itu manis." Kata Irie Shouichi, pria itu. "Makanlah pelan-pelan."

Seorang sipir mengumumkan kalau waktu kunjungan habis. Giotto membawa kuenya kedalam sel, dan menaruhnya begitu saja. Ia masih meringis selama beberapa menit akibat gamparan buku dari Shouichi tadi. Itu bukan buku biasa, itu buku kuliah teknik elektro semester 4, yang kebetulan sedang dipelajari Shouichi. Pipinya terasa kebas. Giotto kembali berkumur untuk menghilangkan rasa sakitnya.

Tengah malam, Giotto tergiur ingin memakan kue Fortune Cookies itu. Ukurannya tidak biasa, besar-besar seperti kepalan tangan anak-anak. Saat memakannya, Giotto menggigit sesuatu yang terasa tidak enak. Ia mengeluarkannya. Kekhasan kue itu adalah adanya kertas berisi wejangan atau peruntungan didalamnya. Kertas itu ada didalam sebuah selongsong sedotan.

Bom dari jam, tikus dan selai kacang seperti di film Wanted. Konyol memang. Tapi aku dan Spanner sudah mencobanya. Dan kami sudah punya sudut yang tepat agar kau bisa lolos.

Untuk wejangan, ini jelas-jelas palsu. Karena tahu dirinya diawasi dengan CCTV, Giotto mengarang kalimat palsu dengan berkata 'Kalian baik sekali…' atau 'Aku juga sayang kalian….'. Ia kembali membongkar kue itu, sambil memakannya agar tidak dicurigai.

Empat kue yang sudah terbuka adalah denah Penjara Regina Coeli.

Kue keenam bertuliskan prosedur keamanan yang harus dilakukannya. Tulisannya sangat kecil. Pada kue ketujuh, ada instruksi bahwa Giotto harus menggunakan bohlam lampu berisi air didalam kotak kue itu sebagai kaca pembesar. Ia membaca instruksi yang ditulis Spanner dengan apik dan menghafal rute yang harus diambil. Kertas berisi denah Penjara Cuneo bolak-balik, atau lebih tepatnya dua kertas yang ditempel berlawanan. Sisi yang satunya adalah rute yang sudah mereka siapkan sebagai jalan pelarian Giotto.

Kue ketujuh berisi tulisan lagi. Kali ini dari Spanner. Dan sepertinya ini bagian pertamanya.

Dengar, amico. Kami sudah berencana akan mengeluarkanmu dari Regina Coeli. Jalan diplomatis sudah ditempuh, namun ternyata kau tidak bisa ditebus dengan uang. Katanya mereka akan mengadilimu. 150 jam dari hari dimana kau mendapat kue ini, kami akan datang. Bersiaplah. Jangan panik.

Kue terakhir dari Fortune Cookies itu berisi petunjuk yang sangat brilian.

Didalam kue black forrest itu ada uang sebanyak 500 Poundsterling. Tiket ke Aosta dan Volterra. Kartu telepon. Kaburlah ke bandara terdekat secepat yang kau bisa, lalu hubungi kami. Setelah itu, kaburlah ke Aosta. Kami akan mengusahakanmu lari dari Italia, dan Lembah Aosta adalah jalan tercepat dan termudah. Perhitungkan waktunya. Jangan gegabah. Tanah nafsumu dan pakai uangmu dengan bijak. Kami mengonversikannya ke Poundsterling agar lebih mudah diseludupkan. 30 jam sebelum pelarian dimulai, hancurkan semua petunjuk ini.

Kertas itu menjawab pertanyaan Giotto kenapa Black Forrest yang diberikan Shouichi ukurannya sangat lebar dan tebal.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Yeaaaaay! Lima syndrome chapter 1 kelaaaar! Banyak dari readers sekalian yang kangen dengan lawakan saya, ya? Tapi I Know What You Did Last Night masih lanjut, kok. Saya masih ngetik Four Brothers sama The Nightmare Effect. Jadi sepertinya apdet para vampire kanibal itu jadi ngalor rada lama. Kenapa? Karena belum ada bahannya lagi. Ehehe...

Yosh! Silakan review dari cast!

Alaude: norak.

Lal: idem

Giotto: SENSASIONAL! Tapi…..KENAPA GUE DISEKSA TERUS HAAAAH? w(0A0)w

Author: bawel lu, le! Jalanin aja ngapa.

Giotto: *mukasedih*

Shouichi: debut pertama….

Author: gimana rasanya, sho-kun?

Shouichi: gak tega gampar gio-kun A

Giotto: TADI ITU SAKIT, KAMPREEET!

Bagaimana review dari anda? Dinanti ya!

CIAAAAAAOOOO~ *ngilang pake asep*