Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Wanita dengan rambut merah muda tergerai sebahu dan kacamata minusnya itu dikenal orang dengan nama Sakura. Kepribadiannya pemalu dan penyendiri. Pergaulannya hanya sebatas dengan teman baiknya saja, Yamanaka Ino.

Sakura pribadi tak pernah menganggap dirinya spesial. Dia cuma anak sastra semester lima yang pemalunya bukan main dan beraninya hanya bersembunyi di belakang Ino. Dia cuma nerd atau geek yang biasa orang-orang juluki.

Sekilas, tak ada yang menarik dalam hidup Sakura. Kecuali kenyataan bahwa Sakura bukan hanya Sakura seorang.

Terkadang dia Nana. Di lain waktu dia Sayako. Di kesempatan berikutnya dia Elena. Tetapi tentu saja, di kebanyakan waktunya dia Sakura.

Orang-orang menyebutnya terkena Dissociative Identity Disorder (DID) atau yang lebih dikenal sebagai Multiple Personality Disorder di mana si penderita memiliki lebih dari satu kepribadian dan cenderung melupakan peristiwa-peristiwa tertentu saat kepribadian lainnya mengambil ahli. Contohnya saja pagi ini ketika Sakura tanpa sengaja menyenggol senior semester tujuh yang galaknya minta ampun.

"Siapa yang memberimu izin menyenggolku?" kata Nishizaki Catherine, senior tahun ke-empat yang merupakan keturunan campuran Inggris dan Jepang.

"Maaf, aku tak sengaja." Masih dengan posisinya yang terduduk di lantai pasca kejadiannya yang buru-buru sampai menabrak Catherine, Sakura bersikeras untuk tidak bertatap muka dengan Catherine. Dia takut kalau-kalau Catherine akan terlihat lebih menakutkan lagi kalau di lihat di wajah.

"Memanggilku 'senpai' pun kau tidak. Mahasiswa tingkat berapa kau, huh? Berani sekali tidak sopan pada seniormu," protes Catherine.

Sakura gemetar tidak karuan. Dia takut. Takut pada Catherine. Takut pada senior-senior di sekeliling Catherine. Takut pada tatapan-tatapan orang-orang yang lewat dan mengira dia dibully. Sakura takut segalanya.

"Hei! Kalian apakan Sakura?"

Dan di sisi lain, Sakura bersyukur punya kawan sebaik Ino yang selalu datang ketika dia membutuhkan. Mereka seperti punya koneksi; telepati yang bisa dipakai ketika Sakura tak tahan pada tekanan yang ada.

"Kalian apakan Sakura, huh? Jangan sementang kalian banyak kalian pikir kalian bisa membully orang," kata Ino yang berdiri di depan Sakura, melindunginya dari tekanan-tekanan seniornya itu.

"Kau siapa, jalang? Berani sekali kau melawan senior-seniormu?!" Catherine meninggikan suaranya, tak mau kalah dengan Ino yang hanya seorang diri.

"Kau tanya aku siapa? Aku Yamanaka Ino, dan aku tak peduli mau kau senior atau dosen sekalipun, kalau kau berani menyentuh Sakura, saat itu kau mati." Ino mendorong-dorong jari telunjuknya ke dada Catherine, membuat senior satu tingkat di atasnya itu merasa dilecehkan yang--tentu saja--berakibatkan perkelahian antara mereka.

"Wanita jalang! Beraninya kau!" seru Catherine sambil satu tangannya menjambak rambut Ino dan tangan yang lain berusaha mencekiknya.

"Kalau aku jalang, berarti kau binal." Tentu saja, Ino tak mau kalah. Satu tangannya ikut menjambak Catherine sedang tangan yang lain menahan tangan Caherine yang sedang mencekiknya.

Ino kalah cepat. Dia tidak menyangka kalau perkataannya tadi menyulut emosi Catherine begitu dalam sampai-sampai reaksinya akan aksi seniornya itu kalah tangkas dan berakhir demikian. Lehernya mulai memerah dan dia mulai kesulitan bernapas. Belum lagi aksi senior-senior lainnya yang berpura-berpura melerai mereka padahal kenyataannya ikut menyiksa Ino dengan menjambak rambutnya dan menginjak kakinya.

Dan Sakura? Oh, dia baik. Kenyataan bahwa dia tak berhenti gemetar semenjak tadi itu benar adanya. Kenyataan bahwa dia hanya bisa melihat kawan baiknya disiksa demi membelanya itu tak salah. Dia takut. Takut perselisihan. Takut dibully. Takut disakiti. Sakura takut segalanya.

Jadi demi itu, Ino yang harus menanggung segalanya.

Sakura merasa sesak kala melihat pertikaian itu terus berlanjut.

Bagaimana kalau Ino mati?

Oh lihat, lehernya memerah dan dia terlihat sesak.

Mereka cuma berani main belakang!

Seseorang, hentikan mereka! Bantu Ino!

Sakura tidak tahu lagi berapa kali dia menjerit meminta tolong dalam hatinya. Mulutnya tak bersuara, jadi percuma. Semuanya menjadi sia-sia ketika aksi yang diberikan nol. Sakura tahu itu, tetapi tetap saja dia tak bergerak. Dia terlalu takut untuk beraksi. Dia pengecut dengan segala kepasifannya.

Makanya Sakura benci saat dia menjadi Sakura.

"Kau harusnya tahu, kau bukan siapa-siapa dibandingkan aku," ujar Catherine mempererat genggaman tangannya di leher Ino.

Detik itu juga, Ino merasa ingin pingsan. Pandangannya mulai hitam karena kehabisan oksigen. Tangan yang menahan tangan Catherine untuk mencekiknya pun perlahan melemah. Satu bantingan keras dari Catherine ke lantai akan membuat gadis pirang itu K.O. Biar Ino tahu rasa dan tidak berani macam-macam lagi dengannya. Biar ada yang mengajari Ino sopan santun untuk selalu menghormati senior-seniornya.

Tetapi tepat ketika Catherine ingin mengakhiri permainan, Sakura datang dan mencegatnya. Dipegangnya tangan Catherine erat-erat dan dihempaskannya jauh-jauh. Belum selesai di sana, Sakura--seolah menjadi sosok yang berbeda--menatap tajam-tajam senior-seniornya yang lain yang masih menjambak dan menginjak kaki Ino.

"Lepaskan." Satu kata darinya dan semuanya berhenti menjambak. Satu tatapan tajam dari Haruno Sakura dan semuanya berhenti menginjak. Bahkan memberikan jarak kurang lebih lima puluh centimeter untuk Ino bernapas.

Ino terbatuk-batuk ketika akhirnya tangan yang mencekam lehernya terlepas daripadanya. Dia tahu saat itu juga kalau wanita yang ada di hadapannya saat ini bukan Sakura yang dia kenal. Tubuhnya sama. Wajah dan suaranya juga.

Tetapi namanya bukan Sakura.

"Beraninya kau! Kau tak takut mati, huh?" ujar Catherine yang sama sekali yang terpengaruh dengan auranya.

Sakura menghela napas dalam-dalam. Dilepaskannya kacamatanya dan diserahkannya ke Ino.

"держи мои очки*" katanya.

Ino tahu kalau Sakura bukanlah Sakura sekarang ini. Tetapi untuk menyangka kalau Elena yang bakal muncul, Ino tidak. Oh Tuhan, harusnya dia tahu detik itu juga kalau dia Elena! Lihat saja tatapan matanya yang mengerikan itu.

Sakura--atau Elena, lebih tepatnya, membuka tali pinggangnya yang terikat rapi menahan rok panjangnya. Terkadang dia bersyukur sebagian dari dirinya adalah nerd yang selalu siap sedia dengan segala kerapiannya. Dilibaskannya tali pinggang kulitnya itu ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang lumayan keras.

Oh Tuhan, kali ini Ino yang takut melihat Sakura.

"Hei, jalang, kau mau apa, huh?" ujar Catherine.

Elena perlahan berjalan menuju Catherine, tetap dengan gaya mencambuk ala-ala Sadist yang biasa dipertontonkan di video-video mesum untuk para lelaki.

"Kuperingatkan kau. Kalau sampai kau berani menyentuhku.."

"Maka?" tanya Elena.

Elena memberinya waktu tiga detik untuk menjawab. Tidak kurang dan tidak lebih. Tetapi Catherine diam dengan segalanya kebisuannya. Entahlah karena dia terlalu takut atau terlalu terkejut dengan perubahan mendadaknya Sakura.

Toh mau Catherine menjawab ataupun tidak, Elena tidak berniat untuk berhenti.

Semuanya terjadi begitu cepat. Elena dengan segala kegilaannya menghantamkan tali pinggangnya bertubi-tubi ke arah Catherine. Catherine dengan tingkat suara yang maksimal berteriak kala cambukan-cambukan itu menyentuh kulit. Dan Ino dengan kewarasannya yang masih tersisa mencoba melerai Elena dari Catherine.

Senior-senior yang lainnya? Lupakan mereka. Mereka kabur detik itu juga saat Elena 'menggila'.

"Ampun! Ampuni aku!" teriak Catherine sambil terisak.

"Hentikan, Sakura! Kau gila?" Ino mencoba menenangkan Elena, walau dia tahu kalau Elena memang begitu adanya.

Di sisi lain, ada juga eksistensi lain di universitas itu yang datang cuma untuk sekadar numpang absen. Rambutnya sehitam bulu raven dan matanya onix. Banyak yang bilang kalau dia mirip dengan pangeran Noctis Lucis Caelum dari Final Fantasy XV. Namanya Uchiha Sasuke.

"Sasuke, tunggu aku. Kau tahu aku tidak pernah bisa jalan cepat," ujar wanita berambut merah yang menyusulnya dari belakang.

"Siapa suruh kau pendek?" cerca pria lainnya peduli tak peduli.

"Kau bisa diam tidak, Suigetsu keparat?!" balas Karin, wanita dengan mata dan rambut crimson yang menjadi ciri khasnya, sambil mencengkram erat-erat kera baju Suigetsu.

Ini biasa. Kawan-kawannya memang selalu ribut, jadi Sasuke tidak ambil pusing. Tetapi pemandangan asing di mana seorang junior mencambuk seniornya di depan umum tak bisa diabaikan begitu saja oleh mata Uchiha.

Lupakan soal pangeran baik hati yang akan datang dan menolong puterinya. Karena toh Sasuke bukan pangeran, mau dibilang semirip apapun dia dengan Noctis. Pemandangan itu memang tertangkap matanya dan menarik perhatian perhatiannya. Tetapi bukan berarti Sasuke sudi untuk turun tangan dan membereskan masalah yang dibuat sendiri oleh Nishizaki Catherine, senior tingkat empat yang memang terkenal gila hormat dan suka membully adik kelasnya.

Lagipula, dibandingkan Catherine dengan segala bilur-bilur di tubuhnya, Sasuke jauh lebih tertarik pada 'orang gila' yang berani main cambuk siang bolong begini. Di depan umum, apalagi.

"Sakura, hentikan, kumohon. Dia bisa mati!" Kali ini Ino bahkan memohon, menarik-narik kaki teman baiknya itu yang entah sejak kapan jadi sekuat baja. "Ayolah, Sakura! Elena! Atau siapapun kau! Dia bisa mati! Kau tak mau di penjara, 'kan?"

Elena tak merespon. Tangannya masih sibuk mengibas-ngibaskan tali pinggangnya ke arah Catherine.

"Lihat itu! Itu Catherine dari jurusan seni, 'kan?" Karin buka suara.

"Sepuluh cambukan lagi sebelum tewas," kritik Suigetsu yang kemudian tertawa mendengar leluconnya sendiri.

"Kau psycho! Sasuke, lakukan sesuatu sebelum dia kenapa-napa," ujar Karin yang takut situasinya akan memburuk kalau tidak ditangani sesegera mungkin.

"Biar aku saja." Jugo mengangkat suara dan berniat untuk turun tangan.

Percayalah, Sasuke tak pernah mau terlibat hal-hal begini. Kalau tadi itu Suigetsu yang menawarkan diri, Sasuke tak akan segan-segan membukakan jalan untuk Suigetsu maju. Tetapi beda ceritanya kalau itu Jugo. Jugo bahkan tak tahu cara mengatur emosinya yang naik-turun. Bukannya melerai, Jugo bisa jadi ikut terlibat adu tinju dengan si 'pencambuk gila' itu.

Sasuke menahan Jugo dengan tangan kanannya.

"Biar aku saja," putusnya yang kemudian melangkah maju menuju tempat kejadian perkara yang masih berlangsung.

"Maafkan aku! Aku janji tidak akan begitu lagi," rengek Catherine meminta ampun.

Bahkan Ino yang jelas-jelas hampir mati dicekik Catherine pun merasa iba padanya. Tubuhnya penuh dengan bilur bekas cambukan. Bahkan ada beberapa dari kulit tubuhnya yang mengeluarkan darah segar. Ini sudah bukan perkelahian lagi. Ini penyiksaan!

Oh, andai Sakura yang sekarang punya sesuatu yang dinamakan 'kemanusiaan'. Sayangnya dia tidak. Dia Elena Igorovna Tolstaia, umur dua puluh enam tahun dan merupakan mantan gangster Rusia yang menjadi kepribadian ketiganya Sakura.

Elena mengangkat tangannya tinggi-tinggi, hendak mencabuk sekali lagi targetnya itu tetapi gagal karena Sasuke mencegatnya. Dipegangnya tangan kanan Sakura erat-erat agar tak ada lagi cambukan-cambukan yang mengiris setiap hati yang melihat.

"Cukup. Kau boleh berhenti," kata Sasuke tenang.

Untuk beberapa detik lamanya, Sakura--Elena--bertatap mata dengan si pemilik mata onyx itu. Kemudian seolah kehilangan kesadarannya, pegangan Sakura pada tali pinggangnya melemah, begitu pula sendi-sendi kakinya. Untungnya Sasuke sigap menangkapnya ketika dia hampir terjatuh.

"Woi!" Kini giliran Sasuke yang panik karena mengira Sakura kenapa-napa. Diguncangkannya tubuh gadis itu berkali-kali hingga dia kembali sadar.

"Sakura! Kau tidak apa-apa?" tanya Ino khawatir.

Dari kejauhan, segorombolan mahasiswa-mahasiswa tingkat empat dan dosen-dosen yang sedang kosong jadwalnya berbondong-bondong datang ke tempat kejadian perkara. Mereka senior-senior yang kabur setelah melihat 'kegilaan' Haruno Sakura dan rupanya diam-diam melapor pada dosen yang ada.

"Ino? Aku kenapa?" Sakura bangun dari topangan Sasuke dan terlihat bingung dengan sekitarnya. Dia Haruno Sakura, yang penakut dan cenderung membungkukkan badan ketika berhadapan dengan orang lain. Dia sahabatnya Ino.

"Kau Sakura? Kau Sakura!" teriak Ino girang ketika akhirnya Sakura menjadi Sakura lagi dan bukannya mantan gangster Rusia yang sadisnya bukan main.

"Hei, kalian di sana! Apa yang kalian lakukan pada Catherine?!"

Sayangnya, mereka kehabisan waktu. Kalau saja Sakura sadar lebih cepat, mungkin konsekuensi ditangkap dan dihukum akan lebih sedikit. Sekarang mereka sudah tidak bisa kabur lagi.

to be continued.

*) tolong pegang kacamataku

nb : maaf sebelumnya kalau gak rapi. Saya nulis dari hp dan entah kenapa selalu error setiap kali mau ngasih space.