Summary : Namaku Lucy Heartfilia, berumur 13 tahun, seorang yang anti sosial dan merupakan murid super biasa banget. Hingga kakak-ku yang bernama Ultear menyeretku ke sebuah website bernama fanfiction. Dari situlah aku mulai menjalin pertemanan yang perlahan-lahan merubah pandanganku tentang teman.

A/N : Di cerita ini Lucy agak OOC, maaf ya minna, jujur aja Lucy tuh g cocok jadi seorang kuper ataupun pendendam, tetapi namanya juga cerita hehehe...RnR please?

Namaku Lucy Heartfilia, sekarang berumur tiga belas tahun dan bersekolah di SMP Fairy Tail. Aku bukanlah seorang murid yang memiliki prestasi luar biasa sampai jenjang internasional, antar daerah pun belum tentu bisa kumenangkan. Semenjak kelas enam SD aku memiliki sebuah motto "Teman hanyalah sampah yang sering memanfaatkanmu" Ya motto itu muncul seiring dengan berjalannya waktu dan semua ini terjadi sekitar setahun lalu.

Setahun lalu ketika ujian sekolah dimulai...

Meskipun termasuk murid super duper biasa, aku tetaplah memperhatikan prestasi dalam bidang akademik dan bisa dibilang cukup pantas bersaing dengan lima besar. Ujian sekolah untuk kelas enam dimulai dari tanggal satu hingga enam Juni, persiapanku sudah sangat matang agar bisa lulus dan mencapai nilai terbaik. Hari pertama dimulai dengan IPA dan Bahasa Jepang, dengan cepat aku dapat mengerjakan seluruh soal tanpa perlu memikirkan jawabannya, seakan sudah hafal di luar kepala. Lalu tiba-tiba teman belakangku, sebut saja "J" meminta jawaban soal nomor lima.

"Hey, jawaban nomor lima apa?" dan tanpa pikir panjang aku memberikan dia jawaban

"Jawabannya A" ucapku pelan supaya tidak diketahui oleh pengawas

"Terima kasih, Lucy"

Entah mengapa muncul perasaan senang di dalam hatiku waktu itu, padahal hal yang kulakukan ini adalah kecurangan dan melanggar peraturan. Begitu seterusnya hingga hari terakhir ujian sekolah. Ketika pengumuman rangking, aku berhasil menempati peringkat empat bahkan nyaris mengalahkan rangking tiga! Tetapi ada satu hal yang membuatku mengernyitkan dahi, "J" menempati peringkat lima mengalahkan juara bertahan, padahal biasanya dia hanya menempati peringat sepuluh atau sembilan.

"Terima kasih, karenamu aku menjadi rangking lima" J berterima kasih padaku, tetapi bukannya membalas aku malah terdiam penuh penyesalan

"Sialan, seharusnya J tetap berada di bawah, kalau begini terus dia bisa mengalahkanku!" teriakku dalam hati merasa kesal, memang aku bodoh mau saja membantunya

"Ayolah jangan memasang ekspresi seperti itu, kamu mau kami tinggalkan, sendirian ketika jam istirahat, tidak mendapatkan kelompok ketika harus kerja kelompok?" bisik J pelan, langsung membuatku tersadar akan perjanjian yang pernah kami buat

Benar juga, ketika awal tahun ajaran aku sempat membuat perjanjian dengan "J" dan kawan-kawannya, di mana aku harus membantu ketika ulangan berlangsung dan sebagai balasan mereka akan menjadi temanku, mengajakku bekerja kelompok ketika harus membentuk kelompok, dan lain sebagainya. Tetapi perlahan-lahan aku mulai sadar, mereka hanya memanfaatkanku. Si "J" sialan itu sudah memperhatikanku sejak kelas lima SD dan ketika ada kesempatan untuk sekelas dia langsung menggunakannya demi kepentingan pribadi.

Dalam lingkungan sekolah aku dikenal sebagai seorang murid yang kuper alias kurang pergaulan, ketika jam istirahat tiba aku hanya diam di kelas sambil memakan bekal seorang diri. Saat kerja kelompok pun aku cenderung menjadi sisa dan dikucilkan selama proses pengerjaan berlangsung, kalau tidak mereka menyuruhku untuk mengerjakan semuanya tanpa sedikitpun mengambil bagian untuk membantu.

Sesudah ujian sekolah berakhir, kelas enam dibebaskan dari pelajaran dan ini merupakan kesempatan bagi kami untuk bersantai. "J" bersama dengan "L" dan beberapa teman lain sedang mengobrol riang tanpa mempedulikan keberadaanku, merasa mereka telah melanggar perjanjian aku pun bangkit berdiri dan mengajukan protes.

"Kalian berkata akan menjadi temanku, tetapi kenapa kalian tidak mengajakku mengobrol ataupun melakukan sebuah kegiatan bersama-sama?"

"Baiklah, bergabunglah dengan kami untuk membicarakan liburan kenaikan kelas" ajak "J" dengan riang, seperti menutupi sebuah rahasia supaya aku tidak mengetahuinya

Benar saja dugaanku, mereka asyik mengobrol sedangkan aku hanya menjadi 'pemain figuran' yang sekedar ikut tertawa, memperhatikan pembicaraan tanpa sedikitpun memiliki kesempatan untuk ikut ke dalam lingkaran tersebut.

"Oh iya Lucy"

"H'ai? Apa 'J' ingin meminta pendapatku soal rencana liburan kenaikan kelas atau apa? A-aku bersedia untuk membantu!" ucapku bersemangat sekaligus merasa kenang, karena "J" akhirnya mengajakku mengobrol

"Siapa juga yang membutuhkan saran darimu, aku hanya ingin mengatakan kalau perjanjian kita berakhir sampai di sini, jadi kamu bukan lagi teman kami"

"Hahahaha...kau benar-benar mudah ditipu, dasar kuper!" ledek "L" sambil tertawa riang, diikuti oleh yang lain

"Dengarlah perkataan Lisanna tadi, kau tidak selevel dengan kami semua. Jangan pernah dekati kami lagi kuper"

Mendengar hinaan dari "J" dan "L" langsung membuatku naik darah, namun aku memutuskan untuk tetap diam dan pergi dari kelas, pulang ke rumah sambil berteriak dalam hati, mengutuk diri sendiri karena mau saja dibodohi oleh mereka. Mulai saat itu aku bertekad untuk tidak pernah memiliki "sampah" yang orang-orang sebut sebagai teman. Teman apanya, semua orang di dunia ini hanyalah iblis tanpa hati nurani! Sialan, sialan! Aku tidak membutuhkan teman sejati ataupun pacar, cukup mengandalkan diri sendiri untuk menjalani hidup ini.

End flashback...

Setiap kali mengingat masa lalu perasaan kesal langsung mengerogoti hatiku dalam sekejap. Apalagi ketika menginjak bangku kelas satu SMP aku harus sekelas lagi dengan "J" dan kawan-kawan, dan julukan "nona kuper" semakin meluas, hampir semua orang memanggilku dengan istilah tersebut. Mereka pikir aku tidak punya nama apa?! Kalian memang pantas untuk mati, begitulah setiap hari hatiku berteriak tidak karuan.

Hari ini adalah hari Senin, ketika bel istirahat berbunyi kuputuskan untuk berdiri dekat jendela, tengah menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus pelan mengenai kulit pipiku lembut. Hingga seseorang menepuk bahuku keras sampai rasanya dunia sunyi mau runtuh saat itu juga. Siapa orang bodoh yang mau berbicara denganku si nona kuper?

"Sendirian saja, tidak bersama dengan teman-temanmu?" tanyanya sekedar basa-basi, langsung membuatku memasang muka cemberut merasa tidak suka dengan sifatnya yang sok kenal sok dekat

"Pergilah dan menjauh, aku sama sekali tidak mengenalmu!"

"Apa maksudmu berkata seperti itu pada kakakmu sendiri, Lucy?!"

Lawan bicaraku saat ini adalah Ultear, tidak lain adalah kakak kandungku sendiri. Kami berbeda satu tahun bahkan dalam kehidupan sosial sekalipun dia jauh lebih unggul! Menjadi anggota OSIS yang mengurus bidang humas, begitu cantik dan terkenal dan pintar dalam segala hal baik akademik maupun non akademik, kebangaan sekolah dalam lomba MIPA dan melukis, semua guru menganggapnya sebagai murid kesayangan dan membicarakan kelebihan Ultear-nee langsung membuat bulu kudukku merinding, dia terlalu perfect!

"Seharusnya kamu bersyukur karena aku berpura-pura tidak kenal, jika semua orang mengenalku sebagai adikmu itu akan menghancurkan reputasi baik selama ini!" saat memperingatkan Ultear-nee entah kenapa aku sangat bersemangat, sampai-sampai di sekitarku api berkobar tanpa ampun

"Eh, lalu kenapa? Kita ini memang bersaudara dan kamu tidak boleh berpura-pura seperti itu Lucy"

"Orang macam apa dia ini? Jangan bersandiwara di depanku Ultear-nee!"

"Bukankah reputasimu akan hancur jika mengobrol dengan si nona kuper? Jangan dekat-dekat, aku tidak suka!"

"Kau ini...baiklah kita bicarakan hal tersebut di rumah nanti, entah kamu tertarik atau tidak" balas Ultear-nee beranjak pergi menuju kantin, sedangkan aku hanya memasang wajah cemberut kembali

Sudah menjadi kebiasaan untuk selalu cemberut, bahkan aku hampir lupa caranya tersenyum. Ya..itu lebih baik, dengan begitu semua orang akan menjauhi dan aku tidak perlu masuk ke dalam lingkaran pertemanan yang membuat waktu berhargaku terbuang begitu saja. Bel usai istirahat pun berbunyi, ketika Laki-sensei menyuruh kami untuk membuat kelompok dalam rangka bedah katak, seketika perutku langsung bergejolak mulas yang berarti kita harus MENCARI TEMAN, terkutuk kau sensei sialan!

"Anak-anak, sensei ingin kalian membentuk kelompok beranggotakan empat orang, kita akan membedah katak hari ini bukankah menyenangkan? Kalian harus merasakan sensasi luar biasa itu!" seperti biasa, guru yang satu ini menjadi gila ketika menyuruh murid-muridnya untuk melakukan pembedahan makhluk hidup

"Maaf sensei, perut saya sakit boleh pergi ke UKS?" ucapku meminta izin yang langsung dibalas dengan death glare

"Lucy, setiap kali kita akan melakukan kerja kelompok kau selalu izin pergi ke UKS. Sensei tidak akan tertipu oleh alasan mainstream semacam itu!"

"Tetapi perutku benar-benar sakit, sensei"

"Mungkin sensei harus membedah perutmu supaya lebih baikan" lagi-lagi ancaman gila itu kembali ia ucapkan, hampir seluruh murid yang diancam seperti itu langsung ketakutan dan tidak berani lagi. Sayang sekali, jangan harap kau bisa menakutiku sensei terkutuk!

"Menurut peraturan sekolah nomor lima, murid yang sakit diizinkan pergi ke UKS dalam keadaan apapun dan sensei harus menyetujuinya kalau tidak...sensei akan dihukum dan tidak bisa melakukan pembedahan lagi. Kau tidak ingin muridmu ini pingsan bukan?"

"Be-beraninya kau! Baiklah silahkan pergi ke UKS"

Mudah sekali, aku bisa melihat jika Laki-sensei sangat ketakutan setelah mendengar alasan tak tergoyahkan tersebut. Apapun akan kulakukan supaya tidak terlibat dalam kerja kelompok, walau harus berbohong sekalipun. Sesampainya di UKS aku langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang, membolos satu pelajaran tidak berarti apapun, hanya dengan satu kali ulangan pun nilaiku sudah meningkat drastis, mudah sekali bukan?

Ding...dong...ding...dong...

Di ruang guru...

BLAM!

"Ada apa Laki-san? Kamu terlihat kesal" tanya seorang guru dengan ciri-ciri berbadan kekar, surai berwarna orange pendek tengah melihat data-data murid

"Murid bernama Lucy Heartfilia itu, dia...dia benar-benar membuatku tidak bisa berkutik. Apa yang harus kulakukan sekarang?"

"Lagi-lagi Lucy Heartfilia, dia juga sering membolos pelajaran olahraga setiap kali akan bermain basket atau voli"

"Dia jarang membolos dalam pelajaranku, tetapi setiap kali kerja kelompok dia akan izin pergi ke UKS atau toilet" guru yang lain ikut memberi komentar buruk terhadap Lucy, sorot matanya kala itu benar-benar terlihat kesal

"Bukankah kita harus melakukan sesuatu terhadap murid ini? Seperti membawanya ke ruang BK" usulan Laki-sensei memang masuk akal, tetapi banyak sekali alasan yang patut dipertimbangkan kembali

"Aku pernah menyuruhnya pergi ke ruang BK, tetapi dia langsung kabur dan bersembunyi entah dimana"

"Kalau begitu, apa kamu memiliki usul yang lebih baik dibandingkan konsultasi dengan guru BK, Gildarts-san?"

"Oh ayolah, aku ini guru olahraga! Bukankah lebih baik orang yang menangangi kasus ini adalah kamu, Layla-san?"

"Saya mohon maaf jika Lucy menimbulkan banyak masalah"

"Bawa saja ke psikiater, itu pilihan terbaik untuk menghilangkan trauma Lucy bukan?" kali ini Laxus-sensei, guru yang tadi memberikan komentar sinis terhadap kebiasaan Lucy yang sering izin pergi ke UKS atau toilet ikut memberi usul

"Sia-sia saja dia selalu menolak, bahkan Lucy pernah berkata..."

"Ibu ini apa-apaan?! Tidak ada yang salah denganku, justru dunia-lah yang salah! Jika ibu memaksaku pergi ke psikiater lagi akan kulaporkan pada polisi dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap anak!"

"Anak itu benar-benar berani, dia seperti malin kundang versi dua" ledek Gildarts beranjak berdiri, pergi dari kantor guru menuju kantin

Memang tidak ada yang menyangka, bahwa Lucy adalah anak dari Layla-sensei. Guru yang dikenal paling baik namun tegas dan semua murid menyukainya. Siapa sangka anak dari seorang Layla Heartfilia memiliki sifat yang berkebalikan seratus delapan puluh derajat? Sekarang pun dia masih mencari cara agar Lucy kembali seperti sedia kala, menjadi dirinya yang lama bukan sekarang ini.

Ding...dong...ding...dong

Akhirnya bel pulang yang ditunggu-tunggu berbunyi juga, selesai berbenah aku hendak pulang menuju rumah, tetapi di luar kelas Ultear-nee sedang berdiri dekat jendela dan sudah jelas dia menungguku untuk pulang bersama. Dengan cuek aku terus berjalan tanpa mempedulikan keberadaan Ultear-nee, itu semua dilakukan demi kebaikannya, jadi tidak salah bukan? Sepanjang jalan menuju rumah, semua orang terus memperhatikan kelakuan Ultear-nee yang mungkin disangka stalker.

"Aku pulang"

"Aku...pulang...berjalanlah sedikit lebih lambat, nee-san sampai kesulitan mengimbangi langkahmu"

"Memang aku peduli? Tidak sama sekali"

"Terserah kamu saja, sepertinya ibu masih berada di sekolah. Nee-san ingin mengenalkan sesuatu padamu"

"Langsung ke intinya saja, aku malas berbasa-basi"

"Sebuah website, bagaimana tertarik?"

"Website? Jangan bilang twitter, facebook, atau semacamnya. Semua itu hanyalah tempat mencari sampah yang tidak berguna, sebaiknya dimusnahkah saja!"

"Bahkan lebih dari sekedar facebook ataupun twitter. Website di mana kamu menunjukkan kemampuanmu"

"Unjuk kemampuan? Seperti acara mencari bakat saja"

"Sudahlah, lihat dulu baru boleh berkomentar, ayo" ucap Ultear-nee menarik tanganku paksa menuju kamarnya, yang terletak tidak terlalu jauh dari ruang depan

Dan mulai dari sinilah semuanya berubah, sikap hingga pribadiku...

Bersambung...

A/N : Sekali lagi, RnR please?