DISCLAIMER : Suzanne Collins
Happy Reading
*Prolog*
Aku memandang hamparan pepohonan yang menjulang tinggi di hadapanku, siulan-siulan burung Mockingjay terdengar bersahutan di telingaku, bau khas hutan menyeruak masuk ke dalam rongga hidungku, aku tak tahu aku dimana ini bukan hutan di Seam, tempat aku menghabiskan waktu untuk berburu, tempat ini sangat berbeda. Dapat kurasakan kedua tanganku menggenggam sesuatu. Kuturunkan pandanganku dan menangkap sebuah busur dan sebuah anak panah. Tapi tunggu, ini bukan busur ayahku. Ini seperti milik Capitol. Ya Capitol! Tapi bagaimana bisa? Busur dan anak panah ini tak mungkin begitu saja berada di tanganku.
Aku mulai memandang sekitar dengan perasaan cemas. Keringat sudah mulai membasahi seluruh tubuhku. Kupandangi lengan bajuku, ini baju yang sama seperti yang kupakai saat di arena Hunger Games.
"Katniss!." Teriak seorang anak perempuan dari kejauhan.
Tanpa perlu dikomando lagi, kakiku langsung berlari menghampiri sumber suara tersebut. Tak tahu seberapa jauh aku berlari, akupun tak tahu siapa seseorang itu yang pasti perasaanku mengatakan dia dalam masalah. Kuhentikan langkahku begitu melihat seorang anak perempuan berumur dua belas tahun, berkulit hitam dengan rambut coklatnya yang kriting sedang menggelepar, bagai ikan tanpa air, di dalam jaring yang mengurungnya.
"Rue." Bisikku pelan.
Rue menolehkan kepalanya ke arahku, raut wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat, "Katniss, tolong aku!." Pintanya dengan suara memohon.
Aku menghampirinya dan dengan sigap kulepas jaring-jaring yang menjebak tubuhnya. Saat aku tengah melepas jerat dari tubuh Rue, aku mendengar suara langkah kaki di belakangku. Dengan cepat kuputar tubuhku, anak panah sudah kupasangkan dengan busurnya, dan melihat seorang anak laki-laki asal distrik satu berdiri tak jauh dariku, dia sudah siap dengan tombak ditangannya. Kuarahkan panahku tepat di jantungnya. Begitu dia melemparkan tombaknya ke arahku, aku sudah melayangkan panahku yang langsung menancap tepat di jantungnya dan meriam pun berbunyi, pertanda anak ini sudah tewas. Aku tak melihat tombaknya, yang kurasakan tadi hanya hembusan angin melewati telingaku. Aku akan melanjutkan pekerjaanku yang tertunda tadi, tetapi saat aku hendak meraih jaring itu kulihat sebuah tombak berdiri tegak di hadapanku. Tombak ini tak tertancap di tanah melainkan menancap di ulu hati rue yang sudah bercucuran darah.
"Aaaaaaa!," aku berteriak histeris. Mataku terpejam, aku tak ingin melihat kejadian itu. Tinjuku melayang, memukul apapun agar bayangan itu segera pergi. Sekarang bukan pemandangan mengerikan berdarah lagi yang kulihat, pemandangan itu telah berganti menjadi gelap. Tiba-tiba sesuatu mencengkram erat tanganku, aku mencoba berontak melepaskan cengkrangman itu. Namun sayup-sayup kudengar sebuah suara memanggil namaku.
"Katniss! Katniss! Sadarlah!," Suara itu mengalun lembut di telingaku, "Tenanglah Katniss!," Tambah suara itu lagi. Aku mencoba tenang dan berhenti untuk berontak, perlahan kubuka mataku dan dalam cahaya lampu aku kembali melihat tembok-tembok yang kokoh bukan lagi pepohonan yang rimbun, "Katniss kau bermimpi buruk."
Aku memutar kepalaku dan menangkap sepasang mata biru milik Peeta, suamiku, aku langsung menyerbunya dengan pelukan, air mataku perlahan mulai turun membasahi baju tidurnya, "Aku bermimpi buruk, tentang Rue. Aku memimpikannya lagi," jawabku dengan nada histeris. Terakhir kali aku memimpikan Rue ketika Hunger Games masih menjadi bayang-bayang kehidupanku dulu.
Tangan Peeta mengelus rambutku dengan lembut membuatku sedikit lebih tenang, "Itu hanya mimpi Katniss, sekarang Rue sudah tenang di sana," Sambungnya.
Dari kejauhan aku mendengar langkah kaki berlari ke arah kamarku, mataku mengawasi dengan tajam pintu kayu yang tak jauh dari tempatku. Tubuhku menegang ketika pintu itu terbuka lebar, dan saat mataku menatap dua sosok anak remaja seketika itu pula aku kembali tenang. Peter dan Prim, anak-anakku, berdiri menatapku dengan khawatir.
"Mom, Dad kalian baik-baik saja?," Tanya Prim, anak perempuan tertuaku, sembari berjalan mendekatiku lalu memelukku, aku membalas pelukannya dengan erat. Aku memang sengaja menamainya 'Prim' seperti nama adikku yang telah tewas saat perang. Saat melihat dia lahir aku melihat sosok Prim di dalam dirinya, pendapatku ini disetujui juga oleh ibuku.
Aku melirik ke arah Peeta, aku berharap dia mengerti aku masih shock dengan mimpiku tadi, "Kami baik-baik saja."
"Tapi tadi aku mendengar mom berteriak." Ucap Peter memotong kata-kata Peeta. Peter sangat mirip dengan Peeta. Peter juga mewarisi kecakapan berbicara seperti Peeta, aku yakin saat Peter berbicara Capitol rubuh, jika saja Capitol masih berjaya saat ini.
"Hanya mimpi buruk," aku berusaha bersuara.
"Kalian dengar, kan? Lebih baik sekarang kalian kembali tidur."
Peter dan Prim dengan berat hati kembali ke kamar mereka. Sebenarnya bukan hal yang mengherankan aku mengigau, namun itu sudah lama tak terjadi. Aku masih terdiam di tempat tidurku, "Sudahlah Katniss, itu hanya mimpi saja tak usah kau pikirkan." Aku berusaha menyunggingkan senyumku. "Lebih baik sekarang kau tidur kembali, ayo!." Peeta menarikku untuk tidur dalam pelukkannya. Aku tahu aku akan tertidur lelap saat berada dalam pelukan Peeta.
