Ineffable © Luciana I.

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate : M

Warning : OOC maybe, AU, TYPO, ide pasaran dan segala kesalahan yang ada di sini:)

.

Don't Like Don't Read !

.

Happy Reading

.


Deru nafas tidak beraturan terdengar memenuhi gendang telinga si 'gadis'. Bulir-bulir keringat membasahi wajah manisnya.

Beberapa helaian rambut turut serta menempel. Detak jantungnya berdetak keras, membuat nafas semakin memburu.

Sorot matanya memancarkan kegelisahan luar biasa. Derap suara langkah kaki menggema di sekitar koridor sekolah yang sudah sepi beberapa jam yang lalu.

Suasana hening ditambah langit mendung sehingga membuat koridor tersebut gelap. Gadis itu sangat tidak tenang. Dia tidak peduli dengan keadaannya yang dibilang sangat kacau.

Bahkan dia tidak berani menoleh ke belakang, yang terpenting dia harus keluar dari tempat ini apa pun caranya.

Tinggal sedikit lagi, dia melihat cahaya dari pintu di depannya.

Saat ingin menambah kecepatan larinya, tiba-tiba sebuah tarikan kuat menahannya membuat si 'gadis' menjerit tertahan dan menyeretnya ke ruangan tepat di samping.

Meninggalkan suara debuman pintu yang tertutup.

~ L.I ~

'Amethyst' nya menatap refleksi bayangan dirinya di cermin dengan datar. Tidak ada ekspresi yang tersirat di wajahnya.

Pandangannya turun ke bawah, mengamati seragam yang dikenakan.

Tidak ada yang aneh dengan seragam itu.

Kemeja putih dengan dibalut jas hitam meninggalkan kesan elegan dan tidak lupa rok kotak-kotak 15 cm di atas lutut bewarna abu menambah kesan cute.

Gadis itu terdiam menatap wajahnya. Rambut indigo-nya dibiarkan terurai hingga mencapai pertengahan punggungnya dengan poninya menutupi dahi.

Banyak sekali pikiran yang menghantuinya. Entah apa yang dipikirkan gadis itu.

Drrt... Drrt...

Gadis itu tersentak, memecahkan lamunan yang sempat tercipta.

Benda di dalam saku roknya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Melihat nama yang tertera, tanpa menunggu lama ia segera mengangkatnya.

"Y-Ya?"

'Apa kau gugup? Ini adalah tahun ajaran baru.'

Dengusan keluar dari mulutnya,"Tidak sama sekali Niisan. Bagaimana kabar Otousan dan Hanabi?"

'Mereka baik-baik saja. Kau tidak menanyakan kabar Niisan mu?'

"Aku yakin niisan baik-baik saja." Ada senyuman kecil di wajahnya saat kakaknya menggoda dirinya.

'Hinata...'

"Ya?" Hinata menyerngit menangkap nada suara Neji yang berubah serius.

'Apapun alasanmu tetap tinggal di Konoha, kami tidak akan memaksamu-'

'Jadi, jangan kau hancurkan kepercayaan kami terhadapmu.'

Hinata memejamkan mata,"Aku mengerti Niisan." Lanjutnya ,"Aku tidak akan mengecewakan kalian."

Amethyst-nya menampakkan dengan wajah serius. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Sambungan itu terputus meninggalkan seorang gadis yang terdiam di kamarnya sendirian.

Ya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, pikirnya.

~ L.I ~

Konoha International High School adalah salah satu jajaran sekolah terbaik di Jepang bersaing dengan sekolah terbaik salah satunya Horikoshi Gakuen.

Bertempatkan di Tokyo, ibukota Jepang yang merupakan salah satu kota metropolitan terpadat dan termodern di dunia.

Sudah hal yang umum untuk masuk sekolah tersebut sangatlah sulit. Tidak melihat dari keekonomian siswa, justru kepintaran adalah faktor utamanya.

Fasilitas yang tersedia sangat lengkap. Sekolah tersebut juga menyediakan beasiswa namun membatasi jumlah yang masuk ke KIHS.

Peraturan yang tidak terlalu ketat terkesan bebas menjadi kontroversi masyarakat umum.

Desas desus kabar miring beredar di masyarakat tidak luput dari perhatian.

Namun tidak ada tanda-tanda masalah negatif yang menimpa sekolah tersebut. Seakan sekolah tersebut menyembunyikan fakta dibaliknya.

Maka dari itu, murid yang penasaran saling berlomba agar bisa menjadi salah satu bagian dari KIHS. Itu juga berlaku pada gadis bermata pucat, Hinata.

Salah satu alasan gadis itu untuk tetap tinggal di Konoha dan berpisah dengan keluarganya yang pindah ke Inggris.

Hinata melihat gerbang KIHS yang masih terbuka. Dia melihat jam tangannya. Dalam hati Hinata mengucap syukur karena berarti ia belum terlambat.

Beberapa orang memandang satu-satunya seorang Hyuuga di KIHS dengan pandangan yang berbeda.

Tidak ada yang mengelak Hyuuga adalah salah satu keluarga terpandang dan diakui keberadaanya mampu memberi pengaruh kuat dalam industri Jepang.

Tidak ada yang berani bermain-main dengan mereka.

"Hinata!"

Hinata tersentak dengan panggilan itu, mendengar suara familiar berintonasi tinggi dari kejauhan. Ia menolehkan kepalanya asal suara tersebut dan melihat Ino tergesa-gesa menghampirinya.

"Kau seperti dikejar hantu, Ino-chan," ujar Hinata. Sesaat Ino sudah di hadapannya.

Ino memutarkan matanya. "Aku tidak membawa mobil. Kukira sudah terlambat,"decaknya dengan raut wajah kesal.

Hinata menyerngit bingung, temannya ini hampir setiap hari membawa mobil. Sepertinya Hinata tahu penyebabnya. Ada satu kemungkinan yang bisa terjadi.

"Mobilmu di bengkel lagi?"

Ino mengangguk meng-iyakan pertanyaan Hinata.

"Oh God, apa yang terjadi lagi?" Hinata menatap Ino tidak percaya.

"Aku tidak sengaja sedikit menghancurkannya," jawab Ino dengan wajah tidak bersalah.

Hinata menghela napas, sejujurnya ia bingung dengan temannya yang satu ini. Well, driver skill Ino tidak terlalu buruk hanya saja ia terlalu ceroboh. Ino sangat mengetahui itu tetapi kata nekat sudah melekat di dalam dirinya.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Tentu saja. Jika tidak, mana mungkin aku berdiri dihadapanmu sekarang."

Hinata membenarkannya dan merutuki pertanyaan bodoh yang keluar dari mulutnya.

"Well, kau tidak membawa kendaraan?" Safir-nya menelusuri mobil yang berada di parkiran utama. Mencari keberadaan Porsche 918 White milik Hinata. Namun nihil.

Hinata menggeleng, "Tidak."

Ino yang mendengar itu protes kepada Hinata. Ya, selama ini Hinata jarang membawa mobilnya ke KIHS.

Hinata menatap Ino bosan dengan ceramah dadakannya tentang betapa pentingnya membawa kendaraan.

Justru skill Hinata dalam mengemudi sangat bagus bahkan untuk balapan sekalipun, sangat disayangkan jika tidak menunjukkan skillnya.

Tidak diragukan lagi memang potensi yang dimiliki Hinata, berlainan dengan Ino yang masih dalam tahap pembelajaran.

Hinata mengedarkan pandangannya. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Namun ia menemukan sesuatu yang aneh.

Hinata menajamkan penglihatannya karena sosok itu samar. Well, dia seorang laki-laki dengan rambut merah. Rambutnya sangat mencolok diantara murid KIHS lainnya.

Siswi yang berada di sekitar pemuda tersebut menatapnya dengan kagum dan penasaran.

Hinata tidak bisa melihat wajahnya karena laki-laki tersebut sudah masuk ke dalam gedung KIHS.

"Ino-chan, apa di sekolah ada murid pindahan?" Tanya Hinata menghentikan ceramah singkat Ino.

"Hei, kau tidak mendengarku," protes Ino lalu,"Entahlah. Benarkah?"

Hinata menggeleng,"Tidak, sepertinya aku melihat siswa dengan seragam bukan KIHS."

Ino berpikir sebentar, "Bisa jadi, mana orangnya?"

"Ia sudah masuk ke dalam tadi," ujar Hinata.

Ino langsung tersentak,"Gawat pelajaran pertama Orochimaru Sensei, kita harus cepat."

Hinata langsung tersadar dan menarik Ino berlari memasuki gedung KIHS. Mereka melupakan sejenak siapa sosok pemuda asing tersebut. Sepertinya mereka tidak berpikir dua kali untuk mencoba telat di jam pelajaran pertama. Satu dibenak mereka jangan pernah membuat marah Orochimaru Sensei.

~L.I~

Semester genap sudah dimulai dengan aktivitas kegiatan belajar mengajar. Tidak sedikit orang yang mengeluh. Terkecuali orang-orang kutu buku yang menghabiskan waktunya di perpustakaan.

Bagi mereka belajar adalah segalanya. Mungkin pepatah mengatakan buku adalah gerbang menuju ke dunia sebenarnya.

Well, dalam kasus ini Hinata tidak memusingkan hal semacam itu.

"Cukup sekian dulu, jangan lupa tugas yang saya berikan di kerjakan jika tidak kalian akan tahu akibatnya," ancam Orochimaru Sensei.

"H'ai Sensei," teriak murid kelas XI A serentak, lebih baik meng-iyakan dari pada menolak bukan.

Hinata membereskan buku catatannya, merapikan atribut yang ada di meja nya.

"Hinata mau ke kantin?" Ajak Ino di sebelah Hinata yang hampir setiap hari diucapkannya kepada Hinata.

"Gomen Ino-chan sepertinya tidak. Aku mau ke toilet," tolak Hinata dengan halus.

"Baiklah, aku ke kantin sebentar bareng Tenten kalau begitu."

Hinata mengangguk dan melihat Ino bangkit dari duduknya bersama Tenten beranjak keluar dari kelas.

Hinata menghela nafas dan bangkit dari kursinya dan berjalan ke luar kelas. Bukan apa-apa hanya saja ia terlalu malas ke kantin yang penuh dengan murid KIHS yang sedang kelaparan.

Koridor itu nampak sepi, hanya segelintir orang yang berlalu lalang. Beberapa orang yang melihat Hinata menyapa dengan ramah dan dibalas gadis itu dengan senyuman.

Hinata kadang bingung dengan sikap yang ditujukan pada dirinya seperti halnya tadi.

Mungkinkah ia populer di KIHS dengan nama Hyuuga yang melekat pada dirinya?

Atau hanya kebetulan, sekedar basa basi?

Hinata terus melangkah dan kakinya berpijak pada area loker untuk kelas XI.

Hinata menangkap seseorang yang sudah familiar. Orang itu menuju berlawanan arah dari Hinata tuju. Dilihat dari seragam asing yang dikenakannya membuktikan bahwa dia bukan berasal dari KIHS.

Mungkin benar pindahan, pikir Hinata.

Rambut nya berantakan bewarna merah menutupi wajahnya yang sedang menunduk.

Tangannya dimasukin ke kantung celana dengan santainya.

Saat mulai mendekat, tepat saat pemuda tersebut menegakkan kepalanya. Memperjelas wajah tampannya dengan mata Jade-nya yang tajam. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya.

Pesonanya tidak terbantahkan.

Waktu seakan berhenti di sekelilingnya. Dunia seakan berputar. Langkah Hinata berhenti. Ia berdiri mematung.

Bola matanya tidak lagi menatap pemuda tersebut. Hanya memandang lurus kedepan.

Jantung nya berdebar seketika seakan mau loncat.

Sepertinya pemuda tersebut baru sadar keberadaan Hinata. Ia melirik Hinata datar.

Seakan tidak peduli dengan keberadaan gadis itu. Pemuda itu tanpa beban melewati Hinata yang terdiam.

Hinata hanya menahan nafas saat itu terjadi.

Gadis itu menundukkan kepalanya hingga helaian rambutnya menutupi sebagian wajahnya.

Setelah pemuda tersebut sudah pergi jauh, Hinata membuang nafasnya dan menenangkan detak jantungnya.

Gadis tersebut tanpa sadar menggigit bibir bawahnya.

Ada apa ini, pikirnya.

Drrt... Drrt

Hinata merogoh sesuatu di dalam kantung roknya. Ternyata iPhone nya bergetar. Saat melihat ada notifications yang tertuju padanya, ia membuka pesan tersebut.

Amethyst-nya terbelalak melihat deretan tulisan yang tertera di layar iPhonenya.

Seakan tidak percaya pada tulisan tersebut. Ia mengulang kata demi kata pesan tersebut.

Namun, setelah berulang kali membacanya matanya menangkap kalau pesan tersebut tidak ada kesalahan.

Sebuah pesan yang sudah ditunggu selama bertahun-tahun. Hinata mengetahui jika ia tidak mempersiapkan yang terjadi kali ini.

Kepala terasa berat. Tangannya bergetar dan mengepal dengan kuat.

Hinata berlari sekencang mungkin, tidak ada seorang pun yang melihat ekspresi janggal gadis itu. Sekarang adalah meneruskan tujuan utamanya.

BRAKK!

Pintu itu terbuka dengan bantingan meninggalkan suara yang cukup keras.

Kamar mandi secara kebetulan kosong melompong sehingga Hinata tidak dibuat pusing oleh tatapan bertanya yang melihat sikap anehnya.

Ia menghampiri wastafel dan melihat cermin yang ada dihadapannya menatap sosok dirinya.

Entah karena apa, mood-nya langsung jelek ketika melihat dirinya sendiri. Ia menundukkan kepala sehingga tetesan demi tetesan air mata mengalir dari matanya.

Suara isakan tangis mulai terdengar pelan hingga memenuhi ruangan. Tangannya membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara agar tidak terdengar ke luar. Walau itu adalah usaha yang sia-sia belaka.

Perasaannya campur aduk juga dengan hatinya. Ia menegakkan kembali kepalanya hingga sosok bayangannya kembali tertangkap olehnya. Hinata melihat dirinya.

Mata sembab dan jejak air mata masih menempel di pipinya yang sedikit chubby. Amethyst-nya memandang benci sosok yang ada dihadapannya. Rasa amarah memenuhi perasaannya kali ini.

PRAANGGG!

Suara nyaring terdengar memecah keheningan. Deru nafas terdengar memburu.

Pelakunya tidak lain adalah Hinata.

Ya, gadis itu baru saja memukul cermin dengan kepalan tangan kanannya.

Cermin itu hancur sehingga ada beberapa pecahan-pecahan kaca itu yang jatuh ke lantai. Bahkan serpihan kaca tersebut ada yang menusuk kulit tangannya.

Darah segar tidak henti mengalir cukup deras menodai tangannya dan berakhir menetes ke lantai.

Seorang Hinata dapat melakukan itu. Apakah itu pantas disebut sebuah pertanyaan atau pernyataan?

Entahlah…

Semua orang tahu bahwa seorang Hyuuga menjunjung semua prinsipnya dengan baik. Untuk kali ini Hinata menghancurkannya. Bukan hanya itu gadis itu merasa sudah menghancurkan semua prinsip Hyuuga yang dipegangnya.

Apa pandangan orang-orang jika mengetahui ini? Sebuah cemoohan, kah? Gadis itu tidak peduli lagi tentang pendapat orang lain nanti. Baginya mereka tidak akan mengerti perasaannya.

"Ada apa ini?"

Hinata menoleh melihat orang yang mengintrupsinya. Ia tersentak kaget dan wajahnya seketika langsung pucat pasi.

Gadis itu mengenali sosok yang memandangnya dengan sorot mata interogasi, meminta penjelasan tentang apa yang sudah terjadi. Suaranya seakan hilang dari tenggorokkan.

Sosok itu memandang tidak percaya pada keadaan toilet yang berantakan. Awalnya dia tidak berniat pergi ke toilet saat melewatinya.

Namun terdengar suara cukup nyaring dari toilet menyita perhatian perempuan itu.

Emerald-nya menatap penampilan Hinata dari atas sampai bawah. Matanya terpaku pada tangan kanan gadis Hyuuga tersebut. Ia menyerngit.

Akhirnya gadis Hyuuga tersebut menemukan suaranya. "Ha- Haruno-san ?"

.

TBC


Author's Note :

Hai, kali ini saya kembali membawakan fic baru dengan username baru pula. Untuk chapter awal adalah pembukaan yang sulit menurut saya hingga pada akhirnya bisa diselesaikan juga huffft…. Chapter ini belum mengarah ke intinya. Apa alurnya terlalu lambat atau cepat? Oh iya,pasti kalian sudah menebak siapa pemuda itu hehehe.

Ini pertama kalinya juga membuat fic dengan rate M *ehem-ehem*. Untuk itu sebagai pemula, saya mohon bantuan kalian dengan saran dan kritik.

Jadi, saya harap kalian menyukainya. Sekedar pemberitahuan fic ini sudah ada gambaran seperti apa nantinya beserta endingnya yang sudah ditentukan. So, tunggu kelanjutannya XD

Well, see you next chapter XD

Luciana I.