Kita adalah Venus dan Mars. Kita seperti bintang yang berbeda. Tapi kau adalah harmoni dari setiap lagu yang aku nyanyikan. Dan aku tak bisa merubahnya.

Credit song: Wouldn't Change A Thing by Demi Lovato and Joe Jonas

.

.

.

AuroRain

Present

.

.

EXO Songfic Collection Chapter 1

Unchanged

2013

.

.

.

It's like he doesn't hear a word I say
His mind is somewhere far away
And I don't know how to get there

"Kalau kau kemari hanya ingin melamun, sebaiknya pergi saja."

"Ha?" Jongdae tersentak. Mengerjap dengan mulut menganga. "Pergi?" Tanyanya bingung.

Minseok memutar bola matanya malas, kemudian kembali sibuk dengan buku-buku tebal di atas mejanya.

"Kau benar-benar tidak mau pergi?" Minseok terlihat kesal ketika laki-laki yang duduk berhadapan dengannya mengulang kegiatan melamunnya. Yang ditanya hanya memasang tampang bodoh.

Minseok mendengus sekali, agak keras, sebelum menjejakkan kakinya keluar perpustakaan. Meninggalkan tugas kelompoknya dengan Jongdae. Juga pacarnya yang terlihat tidak peduli itu.


It's like all he wants is to chill out
He makes me wanna pull all my hair out
Like he doesn't even care

"Kau tahu ini jam berapa?" Geram Minseok pada Jongdae yang baru datang.

Laki-laki berambut coklat itu mengecek arlojinya. "Jam delapan," gumamnya dengan wajah datar.

"Kau buang kemana otak jeniusmu itu, Kim Jongdae?" Cecar Minseok sinis. " Apa yang kau pikirkan sampai melupakan janji yang kau buat sendiri?!" Emosinya sudah di ubun-ubun.

Jongdae mendelik tidak suka pada perempuan yang baru saja meneriakinya. "Aku hanya terlambat tiga jam. Jangan dilebih-lebihkan."

"Tiga jam kau bilang hanya?!" Minseok benar-benar meledak kali ini. Tangannya mengepal kuat-kuat. "Kau-"

"Sudahlah. Batalkan saja kencan hari ini. Ocehanmu merusak moodku." Jongdae buru-buru memotong, segera berbalik meninggalkan Minseok yang menggeram dan menggigil di saat bersamaan.

Manik bening gadis itu menatap benci punggung Jongdae yang mengabur di tengah hujan salju dengan sudut-sudut yang berarir.

Jongdae tak pernah bersikap seburuk ini.

Apakah dua tahun menyebabkan hubungan kita menjadi hambar?

Saat sadar, Minseok menemukan dirinya sudah bersimbah air mata. Tapi Jongdae tidak melihatnya. Laki-laki itu sudah menghilang di ujung jalan.


She's serious
She's always in a rush and interrupted
Like she doesn't even care

"Jie, tahu tidak-"

"Kim Jongdae, kembali ke bangkumu. Se-ka-rang." Jongdae mendecih pelan ketika nada dingin dari bibir Minseok menyapa telinganya sebelum kembali memfokuskan mata pada satu halaman buku sastra di tangannya.

"Memang kenapa?"

"Mengganggu."

"Bilang saja kau cemburu."

Minseok tertawa meremehkan, menutup bukunya sejenak. "Sayangnya tidak. Kau mau mengobrol dengan Luhan? Bawa saja dia ke bangkumu."

Luhan mengernyit heran menyaksikan perang mulut dua sahabatnya untuk yang kesekian kalinya selama beberapa hari ini.

Apa hubungan mereka bertambah buruk?

Belum sempat ia bertanya, Jongdae sudah menyeretnya untuk bergabung bersama Suho, Yixing, dan Kris di deretan bangku belakang sambil mengomel.

Minseok?

Dengan cuek, melanjutkan acara membacanya. Dia tak lagi mau peduli.


When I'm yes
She's no

"Hey, lihat! T-shirt ini bagus."

"Yang ini jauh lebih cocok untukmu."

"Aku mau kopi."

"Tidak Jongdae. Kita akan memesan coklat."

"Ke taman bermain?"

"Ide yang buruk. Di sana terlalu ramai. Aku tidak suka."

"Aku mau membolos."

"Kau harus tetap di sini sampai pelajaran selesai."

Jongdae baru sadar. Ia dan Minseok tak pernah sependapat.


When I hold on
He just let go

"Kita akhiri saja."

Tubuh Minseok membatu di samping Jongdae yang berkata dengan wajah datar. Ia tahu ini akan terjadi. Tapi tetap tidak siap.

"Kau pasti mengerti, kita benar-benar tidak cocok."

Tidak bisakah kau bertahan? Minseok ingin bertanya. Setidaknya agar ia yakin ia juga suaranya hanya berupa bisikan, berlalu begitu saja. Teredam deru ngina yang berbaur dengan detakan sepatu Jongdae yang semakin menjauh.


We're perfectly imperfect
But I wouldn't change a thing

Wajah dingin mereka runtuh begitu saling memunggungi.

Minseok yang tertawa miris sambil menangis, dan Jongdae yang meremas kuat kemejanya di bagian dada.

Mereka sama-sama merasakannya. Tapi tak ias mengubah lubang bernama kehilangan menjadi bentuk lain hingga menciptakan senyuman.

Detik itu telah tertinggal. Karena mereka tak mengerti bahwa semua masih ias diperbaiki.


She' always trying to save the day
Just wanna let my music play
She's all or nothing
But my feeling never change

Angka pada layar jam tangan digital Jogdae masih terus berganti. Begitu pula dengan hidupnya yang terus berjalan.

Meski tanpa Minseok.

Posisi mereka tak ubahnya dua kutub magnet yang sama. Akan terus saling menjauh. Sama seperti saat ini.

Minseok tampak frustasi berhadapan dengan matematika dan Kris. Meskipun sudah berulang kali menjabarkan rumus dengan metode paling mudah, namun Kris tetap saja menggeleng tanda tak mengerti. Membuatnya mengurut pelipis, pening. Berusaha menyelamatkan Kris dari nilai terjun bebas tidaklah mudah.

Dan Jongdae akan menempatkan diri di sisi lain ruangan itu. Melakukan kegiatan random. Apapun. Asal perhatiannya teralihkan dari kedekatan dua makhluk di ujung sana.

Tapi seperti kemarin-kemarin, Jongdae selalu gagal. Pada akhirnya, dengan earphone yang menyumbat telinga, ekor matanya selalu kembali focus di titik itu.

Minseok.

Sekonstan aktivitas mereka pasca perpisahan, perasaan Jongdae masih belum berubah. Dan bolehkah ia merasa…menyesal?


Why does he try to read my mind?
It's not good to psychoanalyze
That's what all of my friend say

"Unnie tidak merasa kesepian setelah putus dari Jongdae?"

Minseok meletakkan pensilnya lalu menelisik air muka Baekhyun cermat. Kesepian? Mungkin. Namun gadis itu tak ingin orang lain tahu. Apalagi perempuan mungil di hadapannya ini. Karena ia tahu, seorang laki-laki di sudut ruangan sana sedang menunggu apapun yang akan keluar dari mulutnya. Karena ini bukan yang pertama kali dalam dua minggu terakhir.

Belahan bibir Minseok meloloskan desahan. Jongdae dan beberapa temannya memandang kemari harap-harap cemas.

Untuk apa bertanya? Dia yang mencampakkan aku.

"Aku tidak tahu apa yang Jongdae berikan padamu, Kyungsoo, atau Luhan. Tapi tolong katakan padanya, aku tak pernah merasa sebaik ini sebelumnya."

Dan memutuskan untuk berhenti merasa. Baginya cerita mereka sudah berakhir semenjak Jongdae mengambil langkah pertama setelah memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Tak ada yang lebih menyakitinya selain serentetan kalimat nista itu.

Kita akhiri saja? Kau pasti mengerti, kita benar-benar tidak cocok? Yang benar saja.

Baekhyun tersenyum canggung sebelum pamit pergi.

"Di suruh Jongdae lagi?" Tegur Xian Hua yang baru iasa. Menghempaskan pantatnya di bangku kosong sebelah Minseok.

Minseok mendengung sekilas lantas melanjutkan membuat coretan-coretan di buku tulisnya yang sempat di interupsi oleh kedatangan adik kelasnya tadi.

Xian Hua yang biasa disapa Henry menyisir wajah-wajah di area kantin yang padat. Tersenyum kecil mendapati Jongdae, Baekhyun, Yixing, Tao, dan Chanyeol duduk mengelompok di sudut lain. "Mungkin anak itu akan mengirim Yixing atau Tao selanjutnya," ujarnya geli.

Minseok mengikuti arah pandang seniornya.

"Ku harap tingkah Jongdae yang satu itu tidak membuatmu gila." Gurau Henry ketika Tao melangkah ragu iasah mereka.

"Oh, tidak." Desis Minseok sembari memberesi barang-barangnya di atas meja. "Sunbae, aku permisi," kemudian melesat pergi sebelum si mata panda menginterogasinya.

Henry benar, Minseok ias gila kalau Jongdae tidak berhenti mencoba mengorek isi pikirannya.


I try to read her mind
She tries to pick a fight to get attention
That's what all of my friend say

"Minseok-jie kabur." Lapor Tao takut-takut. Membuat sebuah lenguhan panjang lolos dari bibir Jongdae. Memaksa perempuan itu mengatakan perasaanya tidaklah mudah.

"Berhenti bertingkah konyol, Hyung." Kai mendengus malas. Bosan melihat Jongdae yang akhir-akhir ini selalu bertanya tentang Minseok, Minseok, dan Minseok. Bukannya mereka sudah putus?

"Minseok noona itu hanya anak perempuan yang suka mencari perhatian," Timpal Sehun sambil mengibaskan sebelah tangannya. "Apa sih yang Hyung harapkan darinya?"

Apa yang Jongdae harapkan?

Hanya sebuah kesempatan untuk menghapuskan penyesalannya. Kabar buruknya, Minseok sudah menutup kesempatan itu.


You, me
We're face to face
But we don't see eye to eye

Ini sudah biasa.

Saling mengacuhkan setiap berpapasan. Di koridor, kelas, kantin, di manapun. Minseok dan Jongdae berusaha untuk tidak saling peduli. Atau lebih tepatnya Minseok yang mencoba untuk tidak peduli, dan Jongdae yang mengikuti permainannya.

Tapi Jongdae juga akan jadi yang pertama menoleh jika jarak yang terbentang cukup jauh. Menahan langkahnya beberapa jenak. Dan baru kembali berjalan dengan senyum pedih ketika punggung yang ia tatap tak kunjung berbalik.

Seandainya laki-laki itu mau bersabar barang beberapa detik saja. Ya, hanya beberapa detik. Ia akan melihat orang yang ia harapkan menoleh perlahan. Lalu kau ias menguak satu rahasia.

Minseok masih mengharapkan Jongdae. Dan akan tetap seperti itu.


Like fire and rain
You can drive me insane
But I can't stay mad at you for anything

Kaku dan terlalu serius.

Harus Jongdae akui, Minseok memang menyebalkan. Apalagi naluri diktatornya yang selalu sukses membuat Jongdae kesal setengah mati. Tapi iasda yang membuat Jongdae benar-benar marah pada gadis berpipi chubby itu.

Separah apapun pertengkaran mereka. Sepedas apapun kata-kata yang Minseok lontarkan. Sedingin apapun sikap Minseok belakangan ini. Dan sekecil apapun celah untuk kembali. Jongdae tak pernah benar-benar marah, karena dia memang tidak ias benar-benar marah.

Dia terlalu menyayangi Minseok.


We're Venus and Mars
We're like different stars
But you're the harmony to every song I sing

Jongdae adalah bintang di kelas menyanyi, dan Minseok ahli dalam bidang dance.

Jongdae tidak pernah menyentuh buku-buku sastra, tapi Minseok tak bisa tak menyentuh benda itu dalam sehari.

Jongdae bisa menghabiskan sepanjang hari hanya untuk bermain game, sedangkan Minseok lebih memilih belajar untuk membunuh waktu.

Jongdae dikenal sebagai anak badung, berbeda dengan Minseok yang dinobatkan menjadi siswi teladan.

Tapi hanya dengan keberadaan Jongdae di sampingnya, Minseok bisa merasa lengkap.


And I wouldn't change a thing

Jongdae melangkah perlahan dari ujung lorong. Di ujung yang lain Minseok tampak sama.

Iris bening mereka bertubrukan. Hanya sesaat. Sampai Minseok membuang muka, mencari sesuatu yang menarik di antara putih dinding memanjang di sebelah kanannya.

Jongdae mengehela napas pelan pada langkah kedua setelah mereka saling melewati dalam diam di tengah lorong.

Kali ini Minseok yang pertama menoleh. Menahan langkahnya sejenak demi menyaksikan punggung lebar Jongdae yang tampak semakin mengecil dari tempatnya berdiri.

Satu.

Dua.

Tiga.

Hitungan Minseok terus bertambah, namun pria itu tak kunjung berbalik. Dan kini telah menghilang di salah satu tikungan.

Dia melupakan…ku? Mata Minseok mulai berkabut. Tapi ia tak ingin menangis. Tidak lagi.

Detik berikutnya, decitan sepatu Minseok kembali terdengar. Dan suara decitan yang lain.

"Seokie-ya."

Mata Minseok melebar. Sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Lalu memaksanya berbalik. Mereka saling menatap. Perih, sampai Minseok tidak bisa mengontrol air matanya.

"Dia menyakitimu lagi? Tolong maafkan dia." Satu sentakan memaksa Minseok terkungkung dalam dekapan sosok itu. "Maafkan Kim Jongdae. Dia hanya tidak mengerti bagaimana cara mencintaimu."

Sosok itu mengelus punggung Minseok yang semakin bergetar. "Anak itu sadar, perpisahan tidak mengubah perasaannya."

Isakan Minseok agak mereda ketika sebuah bisikan melesak ke dalam telinganya. "Dia mencintaimu." Perasaannya menghangat. "Aku mencintaimu."

Masing-masing dari mereka tersenyum bersamaan dengan pelukan yang terlepas.

"Aku juga 'masih' mencintaimu. Jongdae-ya." Minseok sedikit berjinjit, mengecup pipi Jongdae-sosok itu-agak lama.

Jongdae terkekeh pelan. Laki-laki itu mulai merunduk. Menempelkan bibirnya pada bibir tipis Minseok tanda dimulainya kisah baru.

.

.

.

END


Waktu kepikiran pingin bikin songfic, nggak tau kenapa saya langsung kepikiran 'Wouldn't Change A Thing-nya Demi Lovato sama Joe Jonas. Bagi yang belum tau, lagu ini jadi soundtrack di Disney Movie 'Camp Rock'. Dan nggak tau kenapa juga tiba-tiba jadi kepikiran ChenMin buat dijadiin cast pertama. Couple lain akan muncul di chap-chap selanjutnya. Just wait and see.

Saya tunggu review-nya ^^


THANKS FOR READING