Title: Super Star & Super Girl
Author: Ryeoeunrim
Cast: Wanna One, Produce 101 and etc.
Rated: T
Genre: Romance, drama, humor and fantasy
Warning: BL, typo, tidak sesuai EYD dan masih banyak gangguan-gangguan lain yang pasti akan membantu anda yang anti BL, dsb.
Synopsis: Annyeonghaseyo, joneun Jimoo-gu, Jimoo-dong, Park Jihoon imnida. aku seorang pemuda manis nan imut yang memiliki julukan winky. aku seorang pengangguran-coret-pencari kerja diumur 25 tahun. umur yang seharusnya dihabiskan pemuda manis seperti bekerja dan berkencan tapi aku tidak sama sekali. kalian tahu alasannya? alasannya adalah...
...
BL! Boy x Boy!
…
Ready?
Let's go!
"YOON! JI! SUNG!"
"HA! SUNG! WOON!"
"KIM! JONG! HYUN!"
"KANG! DONG! HO!"
"ONG! SEONG! WOO!"
"KIM! JAE! HWAN!"
"JO! HAK! NYEON!"
"PARK! WOO! JIN!"
"BAE! JIN! YOUNG!"
"LAI! GUAN! LIN!"
"KIM! SAMUEL!"
Teriakan seperti itu terus menggema di setiap sudut tempat konser boyband bernama WANNA ONE berlangsung. Meskipun baru debut setahun, boy band ini sudah merebut animo para remaja-remaja labil pria mau pun wanita untuk menonton konser pertama mereka melebihi seribu orang. Termasuk dua pemuda manis yang berdiri paling depan dekat pagar pembatas. Satu pemuda dari dua pemuda itu terus berteriak menyemangati pria-pria tampan di atas sana, tapi ada satu pemuda yang hanya diam dan malas-malasan menggerakan papan nama bertuliskan WANNA ONE.
Dia bukan fans WANNA ONE. Bukan sama sekali. Dia hanya seorang pemuda biasa yang dengan sangat terpaksa mengikuti temannya ini menonton konser tunggal WANNA ONE yang pertama di Jepang. Temannya itu adalah Ahn Hyungseob, dia benar-benar tergila-gila dengan WANNA ONE seperti pemuda-pemudi lain.
"Aku ingin keluar dari sini!" gumam pemuda mungil itu bernama Park Jihoon. Dia bosan dan merasa sesak di apit ribuan orang dari arah belakang dan kanan kirinya.
Dengan susah payah dan kekuatan penuh serta waktu yang cukup lama akhirnya ia bisa mendapat tempat sedikit longgar di dekat tiang yang menopang para pria tampan itu bernyanyi. Ia menarik nafas lega, meskipun masih ramai di sekitarnya tapi tempat ini lebih baik daripada tadi.
"Aku tidak akan pernah mau lagi menemani jalang itu" gumam Jihoon sambil mengibas-ibaskan telapak tangannya, berharap dengan ini hawa dingin akan datang. Ia kembali melirik ke arah panggung. Sebenarnya dia benar-benar bukan fans WANNA ONE tapi ada satu orang di sana yang membuatnya ingin ikut menonton konser ini.
Orang yang sedang melakukan rapp yang memukau bahkan sangat keren. Matanya berbinar melihat pria itu mengusap keningnya, tangannya menyatu, jatuh dalam pesona sip ria. Dia yang menjadi alasan ia setuju menonton konser ini. Dia adalah Lai Guanlin. Tidak banyak orang tau mengenai hal ini, hanya Hyungseob yang tahu bahwa Guanlin adalah sahabat masa kecilnya bahkan mereka masih saling berkomunikasi. Mereka hanya sahabat bagi Guanlin tapi bagi Jihoon, dia adalah cinta pertama Jihoon untuk selamanya.
Lai Guanlin adalah cinta pertamanya.
"Dia tampan sekali…" gumam Jihoon sambil menyatukan kedua tangannya semakin erat dan tersenyum lebih manis-bodoh. Dia benar-benar terhanyut pada pesona Guanlin sampai-sampai ia tidak menyadari tiang yang ada di dekatnya hampir roboh.
KRIET
"KYAAA!"
Jihoon tersentak. Menoleh ke arah tiang tersebut dan sungguh terkejut melihat tiang itu hampir roboh. Semua orang berlarian kabur termasuk para member WANNA ONE. Jihoon ingin berlari namun matanya menangkap sesosok pria terjatuh di panggung dengan sebuah speker menimpa kakinya. Ia tidak bisa meninggalkan orang itu mati.
"Ck! Aku tidak punya pilahan lain!"
Dengan cepat ia menarik tiang seberat satu ton itu untuk berdiri tegak lagi. Tidak ada yang memerhatikannya termasuk si pria itu. Pria itu sepertinya sudah pingsan karena menahan rasa sakit di kakinya. Semua orang juga sibuk melarikan diri tanpa ada yang tahu tentang Jihoon melakukan ini. Melakukan hal mencengangkan dan diluar lolgika semua orang.
Termasuk pria itu. Pria itu meskipun menutup mata, samar-samar ia melihat seorang pemuda sedang memeluk tiang tersebut lalu menjatuhkannya di tempat yang lebih aman. Ia melihat pemuda bertubuh pendek itu sedikit menggerutu lalu berlari pergi. Ia ingin melihat wajah pemuda itu tapi semua menjadi gelap secara mendadak. Semua gelap dan hanya jaket berwarna merah yang tertangkap dan tertanam di otaknya.
Jaket merah.
… … …
… … …
"Hah!"
Mimpi itu lagi. Pria dengan rambut cokelat brown itu terbangun dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Ia bermimpi, mimpi yang pernah menimpanya tiga tahun lalu saat konser pertama WANNA ONE di Jepang. Konser itu benar-benar hampir membuatnya kehilangan nyawa jika saja pemuda pendek itu tidak ada.
Pemuda berjaket merah itu.
"Siapa dia?"
Super Power Boy!
Annyeonghaseyo, joneun Jimoo-gu, Jimoo-dong, Park Jihoon imnida.
Aku memiliki tubuh mungil dengan kulit berwarna putih. Aku seorang pengangguran-lebih tepatnya seorang yang sedang mencari pekerjaan- lulusan SMA dengan nila begitu pas-pasan. Alasan aku tetap menganggur meskipun aku sudah lulus SMA hampir empat tahun adalah karena rahasia ini.
Menurut sejarah, aku terlahir dari keturunan dewi-lebih tepat menurut mitos. Dewi terkuat bahkan melebihi kekuataan para dewa, tapi karena kesombongannya sang dewi di usir dari langit. Lalu sang dewi mengembara ke penjuru bumi dan bertemu dengan seorang pemuda lugu. Mereka jatuh cinta, menikah dan memiliki dua anak. Anak pertama mereka seorang perempuan dan anak kedua mereka adalah laki-laki.
Keanehan muncul di sini. Selain sang dewi di usir, dia juga mendapat sebuah kutukan jika anak keduanya kelak entah perempuan atau laki-laki akan mewarisi kekuataan super sang dewi tersebut. Kutukan itu berlanjut hingga ke genaris ibuku yang seorang pria namun anehnya bisa melahirkan dua anak kembar. Meskipun berbeda lima menit, aku terlahir menjadi anak kedua dan otomatis kutukan itu turun ke diriku. Aku terlahir sangat kuat, benar-benar kuat bahkan saat baru membuka mata aku sudah berhasil melumpuhkan seorang dokter dengan satu pukulan.
Sebenarnya kutukan ini tidak terlalu buruk. Aku cukup senang memiliki kekuataan ini karena aku bisa menolong sesama tapi aku ingin tetap memiliki hidup normal. Ibuku juga dulu memiliki kekuataan ini namun ibuku melakukan sebuah kesalahan fatal, yaitu tanpa sengaja melukai seseorang tidak bersalah saat ia sedang membantu evakuasi gempa yang pernah menimpa distrik mereka. Ibu langsung kehilangan kekuataannya, dia sedikit depresi tidak terima jika kekuataan supernya hilang. Dalam kegelapannya itu, sang ayah-Park Chanyeol datang dan terbentuklah aku dan kakak tercintaku-Bogeum Hyung.
Karena itulah aku tidak bekerja karena aku tidak bisa mengendalikan kekuatan superku. Dulu aku pernah mencoba bekerja sebagai sales namun berakhir dipecat karena terlalu sering mematahkan manikin. Aku juga pernah mencoba bekerja sebagai pekerja asuransi namun aku malah sering dimaki-maki dan berakhir dipecat karena terlampau sering merusak headphone. Aku juga pernah mencoba menjadi tukang bangunan membantu kakekku yang bekerja sebagai contractor tapi aku malah ditakuti pekerja lain karena pernah mengangkat besi-besi panjang dan besar sendirian.
Dan kisah tragisku berakhir dengan aku ingin membuat sebuah acara reality show yang menampilkan orang-orang unik seperti diriku ini. Tapi untuk itu aku harus bisa mengendalikan kekuataanku atau aku bisa menjadi pengangguran dan bujangan tua-Park Jihoon.
…
…
…
…
…
KRIIIING KRIIIING KRIIIING
Suara alarm yang memekan telinga menggema di setiap sudut kamar bernuansa cerah namun jorok itu. Bisa dilihat pemilik kamar itu sama sekali tidak merasa terganggu oleh suara alarm kamarnya. Ia tidak bergerak sama sekali. Posisi tidurnya ada di bawah dengan kaki menggantung di atas kasur dimana seorang pemuda manis terlelap di sana.
Lama kelamaan suara jam wakernya semakin melengking. Pemuda manis yang tertidur di bawah bergerak gelisah, menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, menendang sepasang kaki yang tergeletak di dekat kakinya. Pemilik kaki itu masih betah memejamkan mata meskipun posisi tidurnya tidak elit. Kakinya berada di atas tempat tidur sementara tubuhnya di bawah.
"Ya! Ireona…" ucap si pemuda dengan suara serak khas orang bangun tidur, namun pemuda yang tertidur di kasur itu tetap memajamkan mata seperti kerbau. Bibirnya mengeluarkan decakan kasar karena tidak ada jawaban sama sekali, hanya suara dengkuran yang semakin keras.
"Yak! Yak…"
Dengan segala macam emosi dan dongkol ia membuka matanya, berguling ke kanan dan kiri sambil mengeluarkan segala umpatan pada sahabatnya itu.
"Aku ini masih mengantuk!" gerutu Jihoon sambil merapihkan sedikit rambutnya. Setelah mematikan wakernya ia segera masuk ke dalam selimut lagi, memeluk gulingnya dengan sangat erat. Cuaca di luar pasti sangat dingin dan hal yang paling tepat di lakukan adalah bergelung dalam selimut sampai siang. Surga dunia!
BRAAAKKK!
"YAAKK!"
Dua pemuda yang masih tertidur pulas itu langsung terbangun dengan tergagap. Merapihkan baju tidur mereka begitu juga dengan rambut mereka. Si pelaku pendobrakan pintu itu sekaligus pemilik rumah dan ibu dari Park Jihoon, Byun Baekhyun melangkah masuk lalu berkacak pinggang.
"Wah! Kalian pasti bersenang-senang semalam, bermain game lalu menonton film atau mungkin bermain kartu. Kalian benar-benar bersenang-senang, kan?" tanya Baekhyun penuh nada sarkatis di setiap katanya. Jihoon dan temannya, Hyungseob tidak bisa berkutik mendengar Baekhyun sudah mengeluarkan kalimat pedasnya.
"Anniyo, kami sedang berdiskusi" elak Jihoon dengan sangat cepat. Baekhyun berdecih lalu menghampiri kedua pemuda yang sudah berumur matang, berpenampilan menarik tapi belum memiliki satu pekerjaan tetap selain membantu dirinya di rumah atau ikut bekerja bersama Chanyeol di toko mie mereka.
"Berdiskusi apa?" tanya Baekhyun kali ini melipat tangannya di dada.
"Mama pasti tahu, kami sedang berdiskusi mencari pekerjaan di agensi besar" jawab Hyungseob dengan senyum manisnya, menjawab dengan alasan yang paling masuk akal dan bisa di terima.
Baekhyun mengangguk paham, lalu mengambil langkah semakin dekat dengan Hyungseob. Melihat hal itu Jihoon langsung panik, pasalnya sahabat imutnya itu terlalu polos dan lugu. Dia bisa mengucapkan kejujuran apapun karena pada dasarnya dia tidak bisa berbohong dan barusan adalah satu kebohongan yang cukup baik.
"Hyungseob-ah, kau pasti sangat lelah karena diskusi itu"
"Dangyunhaji!" jawab Hyungseob masih tersenyum lebar bahkan sambil mengepalkan tangannya ke udara. Baekhyun tersenyum lembut lalu mengusak rambut sahabat dari anaknya ini.
"Kalian pasti benar-benar lelah, apa kau makan dengan kenyang semalam? Apa kalian sudah menentukan agensi mana yang akan kalian lamar?"
Jihoon semakin takut dan panik mendengar nada bicara Baekhyun begitu tenang dan kalem. Itu lebih menakutkan daripada seribu kata makian yang pernah di keluarkan Baekhyun. Ia lebih suka mendengar kata makian Baekhyun yang begitu pedas.
"Dangyunhaji!" balas Hyungseob dengan senyum lebar dan penuh kepolosan. Baekhyun tersenyum lebar lalu menatap ketiga pemuda pengangguran ini dengan kesal namun pandangan itu berubah menjadi penuh kasih sayang dan ketulusan.
"Sebutkan satu agensi yang akan kalian lamar. Kalian harus mengucapkannya bersama dalam hitungan ketiga, 1…2…3…"
"SM!"-Jihoon.
"JYP!"-Hyungseob.
Wajah Baekhyun kembali seperti semula. Penuh rasa amarah yang meledak-ledak. Kedua pemuda itu langsung menelan ludah susah payah melihat perubahan raut wajah Baekhyun yang begitu cepat.
"CEPAT BERESKAN KANDANG BABI INI!"
Hyungseob dan Jihoon bergegas membereskan seluruhnya dengan tergopoh-gopoh. Meskipun Baekhyun sudah menutup pintu dengan elitnya hingga menimbulkan debuma keras, Hyungseob dan Jihoon tetap tergopoh-gopoh membereskan kekacauan mereka semalam. Soal diskusi itu jelas hanya sebuah tipuan tapi karena kepolosan Hyungseob tipuan Jihoon gagal.
Setelah selesai mereka terduduk lemas di tengah-tengah kamar. Baru beberapa menit mengambil nafas Baekhyun kembali lalu memberikan peralatan perkakas untuk memperbaiki rumah.
"Bereskan rumah di sebelah kita itu. Akan ada pemilik baru yang akan datang dua hari lagi"
"Sejak kapan eomma menyewakan rumah itu. Bukankah rumah itu untukku?" tanya Jihoon sedikit tidak terima kalau rumah impiannya itu akan di sewakan untuk orang lain. Baekhyun berdecih sebentar lalu menghampiri Jihoon dan sahabat anaknya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
"Selama kau belum mendapat pekerjaan kau tidak akan pernah mendapat rumah itu. Jadi, mandi, sarapan lalu bereskan rumah itu. Hyungseob kau juga harus ikut mengawasi Jihoon"
Perintah mutlak dari Baekhyun sama sekali tidak bisa ditawar atau dibantah. Kedua pemuda pengangguran itu mengangguk patuh lalu secara bergantian masuk ke kamar mandi. Jihoon berada di urutan paling belakang. Ia sedang menunggu dengan melamun menatapi rumah di sebelahnya. Rumah itu memang terlihat kecil tapi di dalam begitu luas dan menyimpannya banyak kamar serta ruang rahasia bawah tanah, itu favorite nya.
Meskipun terlihat tua rumah itu benar-benar terawat karena sebulan sekali Jihoon membersihkan rumah itu. ia sudah benar-benar mengcap rumah itu adalah miliknya tapi entah kenapa Baekhyun menyewakannya secara tiba-tiba. Menyebalkan tapi itulah hak dari seorang ibu galak seperti Baekhyun.
"Cepat mandi, aku akan menungguimu"
Jihoon tersadar setelah mendengar suara Hyungseob yang baru keluar dari kamar mandi, ia melirik sebal ke arah sahabatnya itu, benar-benar mengganggu acara melamunnya. Ia benar-benar ingin rumah itu dan tidak rela rumah itu di sewakan dan di gunakan orang lain.
…
…
…
…
Sebelas pria tampan berjaket putih hitam itu berbaris rapi di depan dorm kesayangan mereka yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan. Dorm? Kalian tidak salah dengar, kedelapan pria itu adalah member dari salah satu boyband papan atas. Boyband dengan lagu-lagu yang menguasai tangga musik Korea, penjualan album dengan jumlah fantastis dan setiap membernya mempunyai bakat tersendiri.
"Annyeonghasmikka!"
Kedelapan pria itu kompak membungkukan tubuh mereka tepat setelah acara PD reality show mereka mengatakan action.
"Sekarang kita akan kemana?" tanya Samuel salah satu member WANNA ONE yang paling muda. Pria berwajah asing itu membetulkan letak topi berbulunya menatap satu persatu hyungdeul nya. Para hyung nya menatapnya lalu ke depan kamera. Mereka bingung dan tidak tahu mereka akan kemana bahkan sang leader juga.
Kalian sebentar lagi akan pindah ke dorm baru jadi kalian akan melihat-lihat beberapa rumah.
"Kita akan tinggal di sebuah rumah bukan apartement seperti ini?" tanya Jisung takjub. Sudah menjadi impian mereka sejak dulu bahwa mereka ingin memiliki dorm yang berbentuk rumah bukan sebuah apartement luas seperti di sini. Ia menerima sebuah secarik kertas berisikan macam-macam rumah yang akan mereka observasi.
Kalian akan di bagi menjadi tiga kelompok. Berarti ada dua orang yang akan pergi sendiri dan mendapat jatah observasi rumah yang paling jauh.
"Aku tidak mau pergi jauh seperti itu" keluh Jonghyun sambil memasukan tangan cokelat eksotisnya ke saku jaket. Hampir semua member tidak mau pergi sendiri karena selain boring juga tidak enak jika di kejar-kejar atau di perhatikan fans seorang diri.
"Kita buat ini mudah. Batu! Gunting! Kertas!"
Teriakan Guanlin membuat semua member dengan sigap menjulurkan tangannya dan mereka semua menang kecuali Jinyoung dan Jisung. Kedua pria dengan perbedaan tinggi mencolok itu hanya bisa tertunduk lemas menatapi tangannya yang memilih kertas seorang diri.
Berarti Jinyoung-ssi dan Jisung-ssi akan berangkat sendiri. Dan member yang lain akan dibagi menjadi dua tim.
"Hyung, gweanchana?" tanya seorang pemuda dengan rambut hitam dan suara tawa paling melengking tadi-Jaehwan sedikit usil dan menghasilkan tawa di tempat itu tidak terkecuali para cru.
CUT
Semua kembali normal kecuali para member yang masih tertawa mengejek karena Jinyoung dan Jisung hari ini benar-benar sial. Tapi pria rupawan itu hanya tersenyum lalu masuk ke mobil lalu menjulurkan kepalanya untuk terakhir kali.
"Aku bisa tidur di sini seorang diri tanpa member yang paling berisik" sindir Jinyoung melirik Guanlin dan Samuel lalu segera menutup jendela mobilnya jika tidak mau terkena imbas pukulan nyasar dari Samuel dan Guanlin. Setelah itu Jinyoung pergi lebih dulu karena letak rumah yang akan ia observasi cukup jauh dari pusat kota.
"Aku sial sekali…"
…
…
…
Jihoon mendesah memasuki rumah keduanya dengan kesal. Seharusnya rumah ini untuk dirinya bukan untuk si calon pembeli itu. Dan saat ia membuka pintu hal yang paling ia sesali selain rumah ini dijual adalah betapa kotornya rumah ini. penuh debu dimana-dimana dan sarang laba-laba menjadi hiasan di setiap sudut ruangan.
"Apa ini rumah masa depan yang sering kau bicarakan? Benar-benar bersih dan terawat sekali" ucap Hyungseob dengan nada sinis seraya mengangkat salah satu kain dengan dua jari, jijik dengan semua debu di dalam rumah ini. Jihoon melempar death glare nya ke arah Hyungseob yang benar-benar tidak merasa bersalah sama sekali.
"Kau tidak pernah kemari saat kecil. Aku benar-benar memuja dan menginginkan rumah ini untukku tinggal bersama suami dan anakku tapi semua itu pupus karena eomma" ucap Jihoon penuh cibiran dan rasa kesal terutama saat ia menyebutkan panggilan eomma.
"Rumah ini benar-benar besar dan nyaman. Rumah ini benar-benar rumah idaman" cerocos Jihoon seraya menyibak kain-kain yang menutupi prabotan di sini. Ternyata Baekhyun masih menyimpan sofa putih ini, perlahan ia tersenyum lalu dengan mudahnya seperti mengangkat secarik kertas ia mengangkat sofa itu ke luar beserta prabot-prabot yang lain.
Meskipun Hyungseob sudah sering melihat kekuataan super Jihoon, tapi ia masih tetap terpukau dan sedikit ngeri melihat Jihoon begitu mudahnya mengangkat sofa, meja, kursi dan lemari seberat itu seorang diri.
"Jihoon-ah, sepertinya kita perlu mengcat ulang rumah ini. Kau beli cet dan alat-alat lain, aku akan menutupi lantai di sini dan sedikit membersihkan perabotan itu" ucap Hyungseob sambil menyentuh salah satu dinding yang mulai memudar warnanya. Jihoon yang sedang mengangkat jam antic kesayangan Baekhyun menghentikan langkahnya, menatap Hyungseob dengan nada tidak suka dan kesal.
"Naega wae?" tanya Jihoon sengit seraya menurunkan jam dinding ke lantai begitu saja-ia benar-benar tidak sadar melakuukan. Hyungseob melotot sambil berdecak kesal seraya menghampiri lantai yang pasti menangis kesakitan karena tertimpa jam dinding sebesar itu.
"Ini alasannya" ucap Hyungseob menunjuk lantai dan jam dinding itu secara bergantian.
Awalnya Jihoon bingung namun sedetik kemudian Jihoon terperangah melihat jam dinding itu hancur dengan cara begitu dramatis dan perlahan-lahan. Oh, astaga itu jam dinding antic milik Baekhyun.
"Eottkhae?! Eomma pasti akan mencambukku karena jam ini!" teriak Jihoon histeris, segera ia berjongkok, berusaha menyatukan bagian-bagian jam dinding itu yang sudah hancur berkeping-keping. Apa yang harus ia katakan jika Baekhyun menanyakan jam dinding ini?
"Kenapa ekpresimu seperti itu? Kau sudah biasa menghancurkan prabot-prabot milik Mama"
"Ini berbeda. Kau tahu bagaimana perjuangan eomma membeli jam ini?" tanya Jihoon seraya berdiri, menatap Hyungseob. "Eomma harus terbang ke Malaysia untuk membeli jam ini dan dia menabung sejak ia lulus SMA. Inti dari cerita ini adalah eomma baru saja membeli jam dinding ini seminggu lalu"
"Mwo?!"
"Ini jam antic dan sangat mahal. Harganya saja tiga puluh juta won! Eomma akan mengamuk atau lebih parahnya dia akan mengusirku" ucap Jihoon penuh dramatisir-itu menurut Hyungseob. Tapi Jihoon benar-benar pusing bagaimana caranya mengganti jam dinding mahal ini, ia tidak punya uang sebanyak itu. Memberitahu Baekhyun sama saja mencari mati, jika tidak memberitahu pasti suatu hari Baekhyun tahu semua masalah ini semakin rumit.
"Eottkhae?"
"Hal pertama yang harus kau lakukan adalah beli cat dan selesaikan rumah ini lalu carilah pekerjaan"
Jihoon memicingkan matanya tajam mendengar saran yang diberikan Hyungseob tetap mengarah membeli cat. Hyungseob yang melihat wajah itu memukul punggung mungil itu dan mendorongnya sekuat tenaga untuk keluar.
"Belilah cat lalu cepat kembali. Kita harus menyelesaikan ini dengan cepat sebelum Mama kemari dan memeriksa semua" ucap Hyungseob bijak dan Jihoon bisa melihat bahwa di sekeliling kepala Hyungseob disinari sebuah cahaya bahkan ia bisa melihat sayap imajiner di punggung Hyungseob.
Ia mengalah. Sepertinya ia memang harus membeli cat karena hanya ia yang bisa mengangkat berkaleng-kaleng cat itu dan membawanya menggunakan sepeda. Dan lagi ia bisa berpikir bagaimana cara mendapat uang tiga puluh juta won dalam sebulan.
"Arraseo. Aku akan pergi"
…
…
"Eottkhae?"
Setelah membeli cat dengan jumlah yang lumayan banyak ia bergegas kembali sambil berpikir cara mencari jam antic itu di sini dan segera mengganti barang kesayangan Baekhyun itu. ia masih ingat dengan jelas betapa senangnya Baekhyun akhirnya bisa mendapat jam itu setelah lama menabung dan mencari. Ia tidak mungkin membiarkan hati Baekhyun hancur hanya karena kecerobohannya. Ia tidak sejahat itu.
Laju sepedanya perlahan melambat melihat sebuah mobil mini bus berhenti di tengah jalan dengan seorang pak tua di pukuli. Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali kejadian kriminalitas seperti ini? dengan decakan sebal ia menghampiri mobil mini bus hitam itu, tepatnya ke sebelah sisi lain dari tempat pak tua itu di hajar.
Beberapa menit sebelum Jihoon datang.
…
Mobil model mini bus itu melewati jalan cukup menanjak menuju tempat calon dorm barunya. Lokasinya memang cukup jauh dari gedung agensi namun begitu tenang dan asri, sepertinya tempat ini benar-benar tidak pernah di tinggali artis seperti dirinya. Jinyoung cukup senang juga melihatnya, jadi ia tidak perlu cemas jika ada stalker atau haters yang mengancam rumahnya.
Namun, baru saja ia memuji lingkungan di sekitarnya sebuah kejadian tidak mengenakan terjadi. Tepat di hadapannya sebuah truk terparkir melintang menghalangi jalannya. Ia berdecih, berniat keluar namun supir mini bus menghalanginya.
"Jinyoung-ssi tetap saja di dalam, aku akan mencari pemilik truck itu"
Jinyoung hanya mengangguk. Menatap supir mini busnya yang sudah keluar dan nampak bicara dengan seorang pria bertubuh besar dan tegap, sepertinya dia bukan orang baik-baik. Itu bisa di lihat dari sebuah tattoo ular yang menghiasi pipi kanannya. Tapi ia tidak peduli, malahan ia menutup matanya mencoba tidur.
"Yeoboseyo?"
Matanya tiba-tiba terbuka mendengar suara seorang pemuda tepat di samping kananya. Perlahan ia membuka tirai jendela mobilnya, matanya membulat melihat seorang pemuda bertubuh mungil, bermantel cokelat dan berrambut sama dengan mantelnya berdiri tepat di samping mobilnya sambil menghubungi seseorang.
"Kantor polisi. Saya ingin melaporkan sebuah kejadian di sekitar daerah Jimoo-dong, Jimoo-gu ada seorang pria tua di-"
Jinyoung lalu beralih memandang ke depan. Sang supir sudah terkapar dan masih terus di hajar oleh pria tadi. Hampir saja ia keluar berniat menolong tapi ia tidak bisa karena ia tidak membawa peralatan menyamar dan lagi sepertinya pemuda ini sudah menghubungi polisi.
Harapannya yang begitu besar tadi terkubur melihat seorang pria kurus namun bertubuh tinggi menghampiri si pemuda.
"Ah, sial!" desis Jinyoung penuh dengan kekesalan.
…
"Kantor polisi. Saya ingin melaporkan sebuah kejadian di sekitar daerah Jimoo-dong, Jimoo-gu ada seorang pria tua di-"
Jihoon berdecih melihat pria tua di hadapannya tiba-tiba muncul lalu merebut ponsel putihnya. Mata sipitnya menatap tajam ke arah si pria tua karena dengan sopannya merebut ponselnya begitu saja.
"Kembalikan ponselku"
Pria tua-Yoo Jaesuk itu tetap diam di tempat. Berusaha tidak peduli dan tidak mendengar perintah dari Jihoon. Dia malah semakin bertindak sopan dengan membuka-buka gallery foto di ponselnya, lalu tertawa lebar sambil menunjukan sebuah foto. Foto dirinya bersama Guanlin, seorang pria dan dirinya berada di tengah-tenga kedua pria tampan itu.
"Ige mwoya? Kenapa pemuda manis selalu memfoto makanan sebelum dia memakannya? Dan lagi, kau terlibat cinta segita atau semacamnya?" tanya Jaesuk dengan tawa jahat mengejek. Jihoon berusaha meredam emosinya yang mulai tersulut layaknya api tapi ia berusaha meredamnya. Ia mendekati si preman kurus itu berusaha menggapai ponselnya namun bukannya mengembalikan Jaesuk malah membanting ponselnya.
"YAK!"
"Itu akibatnya kau membawa-bawa polisi dalam masalah kecil seperti ini"
Jihoon berjongkok, memungut kepingan ponselnya yang hancur bahkan layar ponselnya benar-benar letak. Ia baru saja membeli ponsel ini setahun lalu dan memperpanjang kontraknya tiga bulan lalu. Dan sekarang ponselnya hancur menyedihkan seperti ini?
"Aku akan membiarkanmu pergi dengan aman dan tanpa luka asalkan kau tidak menghubungi polisi, satu lagi lupakan seluruh kejadian di sini. Atau kau akan bernasib sama seperti pak tua itu"
Jihoon menghembuskan nafas kesal lalu menghampiri pak tua pelaku perusakan ponselnya. Menatapnya dengan tatapan paling tajam yang pernah ia keluarkan, dirinya sudah dibuat pusing dengan jam dinding itu jadi jangan membuat kepalanya berdenyut sakit.
"Berikan kompensasi untuk ponselku. Ahjussi tahu sendiri bahwa di setiap ponsel itu memiliki privasi masing-masing"
"Mwo?"
Jaesuk tertawa hambar lalu melayangkan satu tamparan keras di pipi kiri Jihoon. Memang Jihoon tidak merasakan sakit tapi ia benar-benar tidak suka orang melakukan kekerasan pada dirinya.
"Kau berani memerintahku? Kau pikir kau siapa? Dasar pendek! Kau tidak lebih besar dari sebutir beras, arra?!"
Jihoon menarik nafas sebanyak-banyaknya. Ia kembali menatap tajam Jaesuk lalu mobil mini bus itu dan si pria tua yang sudah babak belur di hajar.
"Aku masih tidak tahu apa yang terjadi jika sampai aku menghajar orang. Tapi aku tidak peduli jika aku akan kehilangan kekuataanku atau terkena sakit menular"
Jihoon mengepalkan telapak tangannya. Menatap lekat-lekat Jaesuk yang masih saja menatap dirinya dengan pandangan menantang bahkan dia kembali memukul-mukul wajah Jihoon dan kali ini dia berani memukul bagian terlarang dari seorang Park Jihoon. Yaitu kepalanya yang di hiasi mahkota indah berwarna cokelat.
"Aku harus menghajar orang ini!"
"Mwo? Berhenti menatapku seperti itu! Kau berani menatap seseorang sepertiku adalah sebuah kejahatan besar! Berhenti menatapku pendek!"
Jinyoung sudah tidak tahan melihat semua kejadian ini, dengan cepat menghubungi polisi tapi sudah lama menunggu tidak ada yang membalas nada tunggunya.
"Meskipun besok aku akan terkena penyakit menular, diare tidak sembuh-sembuh atau bahkan mati aku tidak peduli. Yang aku pedulikan sekarang adalah, bagaimana caranya menghajar pria gurita ini!"
Sementara Jihoon, matanya benar-benar menajam melihat Jaesuk. Telapak tangannya semakin mengepal bahkan buku-buku jarinya sampai memutih. Ia tidak bisa lagi menahan perasaan marah dan kesal ini. ia benar-benar harus memberi pelajaraan pada orang seperti ini.
"Ahjussi…"
"Mwo?!" tanya Jaesuk masih dengan nada tinggi dan semakin menyulut api emosi yang sudah melingkupi tubuhnya. Dengan lembut ia menjauhkan tangan ahjussi itu dari kepalanya lalu menggenggamnya dengan lembut.
"Aku tidak suka orang menyentuh apalagi memukul kepalaku. Ahjussi harus tahu itu!"
"AKH!"
Dengan mudahnya ia memutar tangan itu hingga ia benar-benar yakin bahwa tulang itu berputar bahkan lepas dari tempatnya. Senyumnya sekarang benar-benar terlihat seperti psikopat. Belum puas melihat Jaesuk meringkuk kesakitan sambil memegangi tangannya, dengan mudah ia menarik kerah kemeja si berandal menariknya berdiri tegap lalu mendorongnya hingga masuk ke dalam area pembangunan mall dan menabrak sebuah mobil truk. Sepertinya dia pengawas pembangunan mall baru itu. ia bisa melihat kalau si berandal itu berteriak histeris karena tangannya menangkup tiga buah gigi terlepas.
Di dalam mobil itu Jinyoung tidak bisa berkata apa-apa lagi selain menganga tidak percaya, apa benar orang di hadapannya ini adalah manusia? Tenaganya benar-benar kuat bahkan melebihi seorang pegulat atau petinju professional. Bahkan ia melupakan niat awalnya untuk menghubungi polisi, pemuda itu pasti bisa menyelesaikan semua ini dengan mudah.
Tidak lama setelah Jihoon melempar Jaesuk, dua pria datang menghampirinya. Ia tertawa senang, melakukan peregangan pada leher dan kedua tangannya sebelum membuat kuda-kuda.
"Aku datang!"
Salah satu pria itu menghampirinya namun belum sempat berhasil Jihoon sudah berlari lebih dulu menghampirinya lalu melemparnya ke atas-langit dengan mudahnya. Pria yang satu lagi mendekat kali ini dia membawa sebuah balok kayu dan di arahkan padanya. Jihoon segera menepis balok kayu itu lalu menendang si pria hingga terpental sejauh tiga puluh meter.
Senyum manis Jihoon sirna menyadari satu hal. Mereka semua terluka parah dan ia adalah pelaku utama dari kasus ini, bagaimana ini. Bagaimana caranya ia membayar semua biaya korbannya ini.
"Aish, aku harus bagaimana jika mereka terluka parah? Aku tidak punya uang menanggung biaya rumah sakit mereka" ucap Jihoon sambil menghentak kakinya ke tanah. Ia baru sadar hal itu, ia harus segera pergi sebelum ada polisi datang. Namun saat ia berbalik sebuah besi panjang terlempar mengarahnya, reflke Jihoon menahan besi itu dan balik melemparnya ke tempat si pelempar. Si pelempar jatuh terduduk dengan besi tepat mengenai dada dan perutnya.
"Ah, ceosonghamnida! Aku tidak sengaja, tanganku bergerak sendiri!" ucap Jihoon membela diri. Namun sepertinya orang itu sudah ketakutan dan tidak bisa bergerak lagi. Tidak lama setelah orang itu tidak bisa bergerak datang satu orang lagi kali ini mengapit lehernya menggunakan lengan kekarnya. Karena refleknya begitu cepat, segera saja ia menarik orang itu ke depan lalu melemparnya ke tanah.
"AKH!"
Orang itu jatuh ke tanah bebarengan dengan orang yang ia lempar ke atas itu jatuh ke bawah saling tindih menindih. Jihoon meringis menghampiri mereka berusaha menolong tapi mereka malah berteriak takut sekaligus takut.
"KYAAA!"
"Aku tidak akan menghajar kalian. Aku hanya ingin membantu!" bukannya mereda teriakan mereka semakin mengeras bahkan Jihoon harus menutup kedua telinganya. "Jika tidak mau, ya sudah" Jihoon berucap final dan berniat segera pergi tapi pria yang menghajar supir mini bus itu menghampirinya.
"Yak! Nuguya? Kenapa kau berani menghajar kami seperti ini?!"
Jihoon berdecak, berniat bergi tapi melihat tangan si pria terangkat ke atas ia reflek menahan tangan pria itu lalu menekannya maju hingga terdengar suara bunyi retak dari telapak tangannya.
"AAAKKKHHH!"
"Sudah aku bilang sudah cukup aku menghajar orang hari ini!"
Si pria nampak tidak mendengarkan karena rasa sakit di telapak tangannya jauh lebih penting daripada ocehan pemuda aneh ini. Jihoon yang ia iba berusaha menolong dan menarik jari-jari itu ke posisi awal tapi bukannya mereda teriakan si pria semakin kencang dan terdengar pilu. Jihoon ikut berteriak panic, sepertinya ia malah memperparah kondisi di sini.
"Ceosonghamnida!" Jihoon membungkuk lalu segera menghampiri sepedanya namun ia kembali melihat ke belakang. Tepatnya ke truck itu, dengan helaan nafas dan gerutuan ia berjalan ke truck itu tapi ia kembali mendapat hadangan dari si pria yang sudah ia patahkan jari-jarinya. Dia berniat menendang Jihoon namun Jihoon bergerak cepat dengan melemparnya masuk ke area pembangunan, tepatnya ke arah Jaesuk.
Mereka bertabrakan dan kondisi itu semakin memperparah keadaan Jaesuk karena Jihoon yakin beberapa giginya kembali patah.
Jihoon tidak peduli, yang penting ia harus menyingkirkan truck ini. Dengan mudahnya ia mendorong truck itu ke pinggir ke tempat seharusnya truck itu terparkir. Dan tanpa Jihoon sadari Jinyoung melihat semua itu, bahkan ia sudah keluar menghampiri sang supir dan membawanya masuk ke dalam.
Matanya tidak pernah lepas dari Jihoon yang tersenyum puas melihat truck itu sudah terparkir rapi. Senyum itu sangat lebar namun saat kepalanya menoleh ke arahnya seketika dunianya berhenti. Senyum itu berubah menjadi smirk iblis yang baru saja selesai menghabisi para manusia, smirk itu juga mirip seperti seornag psycho. Jihoon berjalan dengan angkuhnya menghampiri Jinyoung, pandangan Jihoon penuh dengan kepuasaan namun juga penuh ketajaman.
Jinyoung terpana mendapat pandangan seperti itu. Selain itu saat berjalan Jinyoung bisa melihat seperti ada efek angin yang menerpa wajah pemuda bertubuh mungil itu, sehingga jaket dan rambutnya berterbangan dengan sexy nya. Jinyoung semakin terpana di tambah jarak mereka hanya tertinggal beberapa meter sehingga Jinyoung dengan jelas melihat wajah si super boy ini.
"Telfon ambulance dan urus masalah ini"
Jinyoung tidak mengangguk atau menggeleng. Ia tetap diam di tempat, menatapi penampilan pemuda ini lalu tersenyum. Senyum itu seperti smirk yang diperlihatkan Jihoon tadi.
Sementara Jihoon mati-matian menahan teriakan noraknya, tentu saja ia tahu siapa pria di hadapannya. Super Star yang memiliki nama panggung Jinyoung, salah satu vocalist dari boyband yang digilai Hyungseob, boyband itu bernama WANNA ONE. Inti dari segala penjelasan ini dia pasti mengenal Guanlin, sahabat sekaligus cinta pertamanya dan dia mengetahui rahasia terbesar miliknya, yaitu…
Kekuataan supernya.
(Super Power Girl-Every Single Day & Star and Sun-Kei Lovelyz)
To Be Continue
Ryeo note:
bodo amat besok ujian ekonomi! aku bodo amat! aku udah capek! pengen libur dan fokus ngelanjut ff! *sorry jadi curhat* pokoknya aku lagi stress berat jadi mohon maaf jika banyak typo. sebenernya ff ini awalnya castnya tu SEVENTEEN tapi berhubung aku lagi kesem-kesem sama WANNA ONE terutama Jihoon, jadinya aku rombak dan aku ganti cast jadi anak-anak Pd101s2.
Gimana menurut kalian? Memang awalnya mirip Strong Woman tapi chapter-chapter selanjutnya akan beda dari drama aslinya. Gimana kalian suka? Aku harepnya suka ya, karena ini pengalaman pertamaku bikin ff dengan cast WANNA ONE.
Jadi, aku mohon bantuannya untuk ngebimbing aku. Oke?
Kalian juga bisa menemukan cerita ini di aku wattpadku! vote dan coment di sana ya! jangan lupa di sini juga, review kalian itu membantu loh *winkalajihoon*
Ghamsahamnida!
