Fanfic pertama saya di fandom Naruto dan situs fanfiction ini...semoga saja ada yg tertarik membaca dan meninggalkan jejaknya... RnR please... (^3^)/

Disclamer : Masashi Kishimoto

(ᶴ=᷇ᵔᴥ᷇ᵔ=)ᶴ

.

"Hosh! Hosh!" Nafas gadis itu menderu dan bergema disepanjang lorong sempit yang kini ditempatinya. Helai rambut panjang kebiruannya yang tak teratur berantakan karena berlari menutupi wajahnya sembarang. Pemandangan didepannya kini sungguh menyakiti seluruh jiwa raganya.

"Hinata! Pergi dari sini! Akh!" Teriakan pilu dari seorang lelaki paruh baya pada gadis itu membuat mata sigadis semakin membulat. Derai air mata sudah mengalir dengan deras dari kedua kelopak mata gadis berambut panjang tersebut.

"A-ayah.." bibir sigadis bergetar saat memanggil nama itu. Kedua kepalan tangannya yang tadi kuat mencengkeram ujung gaun hitam yang dipakainya kini telah gemetar. Tatapan mata dari lelaki paruh baya didepannya merenyuhkan hatinya yang terdalam.

"Per-gi-da-ri-si-ni..." lelaki itu bersuara dengan payah. Menatap tak berdaya pada gadis yang paling disayanginya tersebut. Rambut panjang lelaki itu tergeletak begitu saja diatas tanah yang tergenangi cairan merah anyir miliknya sendiri. Deru nafas lelaki itu semakin menyesakkan. Begitu sulit baginya hanya untuk sekedar memasukkan oksigen kedalam paru-parunya yang kini sudah bertemu langsung dengan udara diluarnya.

Hening.

Lelaki itu kini tak mampu lagi bernafas. Darah terus mengalir dari luka menganga diperutnya dan luka-luka lain disekujur tubuhnya.

"A-a-a—" sigadis tak mampu bersuara. Kedua matanya memerah karena air mata yang terus menerus keluar. "AYAAAHHH~!" dan raungan gadis itupun menggema diseluruh lorong sempit itu.

"Gggrrrhh!" Sepasang mata merah yang tadi sibuk dengan isi perut lelaki paruh baya itu kini berpindah arah, menatap penuh nafsu pada gadis yang masih gemetar diujung lorong tersebut.

Tatapan menusuk dari makhluk bermata merah didepannya menyadarkannya akan bahaya yang kini mengincarnya.

"Hosh! Hosh!" Sigadis berlari sekuat tenaganya. Melewati lorong-lorong sempit dan gelap dari gang tersebut, gang yang diapit dua bangunan besar ditengah kota yang ramai. Terus berlari sekuat tenaganya tanpa menoleh kebelakang, tanpa memandang tubuh tak bernyawa ayahnya yang tertinggal diujung lorong sana. Sesekali tubuh mungilnya terjatuh karena tak sengaja menendang kaleng-kaleng dan bak sampah yang ada disana.

"Grrrooaaaa~!" auman keras terdengar dibelakang gadis yang terus berlari itu disertai dengan suara hentakan kaki seseorang yang melompat. Sedikit lagi sigadis berhasil keluar dari gang sempit itu, namun sepasang mata merah sudah menunggunya tepat diujung lorong tersebut. Sigadis menghentikan langkahnya dan menatap sepasang mata itu gemetar.

"Hiks. Hiks." Isakan gadis itu semakin menjadi saat dua kaki makhluk bermata merah itu semakin dekat dengan dirinya.

Apa dia akan mati seperti ayahnya? Padahal diujung lorong sana nampak dengan jelas orang-orang yang berlalu lalang. Tak bisakah mereka sekedar menengok ke gang ini demi menyelamatkannya dari terkaman makhluk didepannya ini?

"Ja—jangan.." sigadis tak mampu bergerak dan hanya memohon dengan air mata yang terus mengalir. Kedua bibir, bukan tapi seluruh tubuhnya kini bergetar karena takut.

"Grrrooaaahhh~" sosok itu membuka lebar mulutnya, menampakkan deretan taring tajam didalamnya dan siap menerkam sigadis yang ketakutan itu kapan saja.

"Hiks. Ayah... Hinata takut..." tubuh sigadis semakin bergetar. Ditutupnya kedua kelopak matanya kuat. Dia tak ingin melihat darah dari tubuhnya menyembur dan mengotori tanah, dia tak sanggup.

"Kakak?" Tiba-tiba sebuah suara kecil terdengar diindera pendengar gadis itu.

"Eh?" Sigadis membuka matanya dan menatap tak percaya pada apa yang dilihatnya. Seorang bocah dengan rambut berwarna kuning menyala, 3 pasang goresan dikedua pipinya dan mata sebiru lautan tengah berdiri didepannya sambil menatapnya bingung. Kaos t-shirt berwarna orange yang melekat ditubuh sianak terlihat kebesaran ditubuhnya yang sangat mungil. Memperlihatkan sedikit tubuh mulus berwarna tan miliknya. Sebuah kalung kristal sewarna dengan bola mata bocah itu nampak bergoyang-goyang dilehernya. Dengan cepat sigadis meraih anak itu dalam dekapannya.

"Kemari!" Hinata mengeratkan pelukannya pada anak itu. Sepasang bola matanya menatap liar kesekeliling lorong sempit itu, memastikan keberadaan makhluk bermata merah yang sudah merenggut nyawa ayahnya tadi. Namun kini tak ada apapun disana, makhluk buas itu menghilang begitu saja.

"Ka—kakak? Ada apa?" Anak kecil itu bingung akan tingkah gadis yang kini mendekapnya erat tersebut. Gemetar tubuh gadis berambut panjang tersebut terasa ditubuh mungilnya.

"Makh—makhluk mengerikan bermata merah! Tadi ada makhluk mengerikan bermata merah yang mau membunuhku!" Racau gadis itu. Kedua bola matanya yang masih merah kembali mengalirkan cairan bening.

"Makhluk apa kak? Naru tidak lihat makhluk apa-apa disini tadi." anak itu mendongakkan kepalanya demi menatap wajah gadis yang masih terisak itu. Logat bicara anak itu sungguh menggemaskan, namun tidak bagi gadis berambut kebiruan yang sedang dilanda rasa takut tersebut.

"Dia disini... Makhluk mengerikan itu tadi disini..." sigadis masih ketakutan dan terduduk lemah. Bocah kecil berambut kuning itu hanya menatap gadis itu bingung, sebelah tangannya membelai wajah sigadis yang masih gemetar.

.

Ya...

Pertemuan pertamaku dengan bocah kecil itu sungguh diluar perkiraanku dan sama sekali tak ku duga...

Tapi...

Ada sesuatu dalam dirinya yang mampu menenangkanku...

Apa karena mata biru indahnya itu...

Mata biru bening laksana batu yang sangat ku kagumi...

Kristal Blue Saphire...

.

Sebuah cerita fantasi dari seorang gadis berambut panjang kebiruan yang menjalani masa-masa sulit dikehidupannya. Kehilangan orang tua dengan cara mengenaskan dan dijauhi oleh teman-teman sekolahnya. Tak memiliki siapapun yang percaya padanya.

Tapi semua itu belum selesai. Satu persatu kematian mulai menghantui teman-teman yang membencinya. Teman-teman yang menganggap dirinya sebagai seorang pembawa sial dan tidak pantas berbaur dengan mereka. Satu persatu nyawa mereka direnggut secara paksa. Menyisakan sebuah rasa benci dan dendam yang semakin lama semakin terpupuk.

Namun dibalik semua kematian itu, ada benang merah yang menghubungkan semua peristiwa tersebut. Tewasnya orang tuanya juga teman-temannya, penghianatan dari sepupu satu-satunya yang dipercayanya, dan munculnya orang-orang dengan kekuatan aneh yang entah kenapa mengincar dirinya serta munculnya makhluk buas dengan sepasang mata merah menyala dihadapannya.

Akankah gadis itu mampu menjalani ujian-ujian yang datang padanya kini.? Ditambah dengan adanya seorang anak bermata biru cerah yang juga muncul dikehidupannya, ditengah keputusasaannya. Seorang anak yang malah menyeretnya kedalam masalah yang tak pernah terbayangkan olehnya.

Apa makhluk gaib itu ada?

Apa werewolf itu ada?

Apa enchanter itu sungguh ada?

Apa exorcist itu memang ada?

Apa dirinya memang nyata?

Apa keberadaannya memang nyata?