Disclaimer © Yamaha corp.
Tittle: Love Scandal
Len x OC Fanfic!
Genre: Drama, Romance
Rate: T
Warning: OOC, EYD berantakan, Typo(s), Monoton, membosankan, ide pasaran, nggak nyambung, dan rekan-rekan mereka yang lain.
Summary: "K-kalau begitu aku tidak jadi ikut!"/ "A-ah! Yu-Yuuki! Maafkan aku/ "Tapi aku harus memastikannya terlebih dahulu,"/ "Aku sudah menyukai gadis lain. Jadi aku tidak bisa menerimamu,"/ "Aku mencintaimu. Sangat, sangat mencintaimu,"
Happy Reading ^^
I Hope You Like it!
.
.
.
"Apa? Jadi ayah dan ibu akan pergi ke Korea?" Kagamine Len bertanya dengan mata yang membelalak. Kabar yang didengarnya pagi ini terasa begitu mendadak baginya. Ia pun melirik Kagamine Rin selaku saudara kembarnya. Gadis itu kelihatan senyum-senyum sambil melahap sarapannya. "Jadi Rin sudah tahu?"
Kagamine Ryuu, sang ayah mengangguk. "Ayah dan ibu baru memberitahunya tadi malam."
"Kenapa tidak meneleponku?" Len melahap sarapannya sambil memberengut.
"Aku sudah meneleponmu tadi malam," Rin menghela nafas. "Tapi kau tidak mengangkat teleponku," Lanjutnya. "Apa kerja kelompokmu dengan Yuuki-chan begitu menyenangkan sampai-sampai kau mematikan ponselmu, hm?" Kemudian ia tersenyum jahil.
Len merasa wajahnya memanas. "A-aku tidak mematikan ponselku."
"Aku tidak tuli adikku." Rin mengetuk piringnya menggunakan sendok. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkuan silahkan-"
"Kau menang," Len memotong ucapan rin.
Rin tertawa.
Kedua orang tuanya hanya menghela nafas melihat perdebatan dua orang anaknya.
"Lalu, apa kami juga akan ikut ke Korea?" Tanya Rin setelah mereka berempat selesai sarapan.
"Itu semua terserah kalian," Jawab Kagamine Kaori selaku ibu Rin dan Len.
"Kalau begitu aku memilih tinggal," Rin pun berdiri sambil membereskan piring kotor yang ada di meja.
"Apa kau yakin?" Ryuu bertanya sambil mengerutkan kening.
Rin mengangguk mantap. "Ini tahun keduaku di sekolah menengah atas. Ujian akhir semester pun sudah dekat. Dan mungkin aku akan susah beradaptasi dengan lingkungan yang baru."
"Baiklah. Kalau itu maumu," Ryuu menghela nafas. Tak mau berdebat lebih lanjut dengan Rin karena ia tahu Rin tidak akan mengubah keputusannya. "Len bagaimana?" Ia beralih menatap Len.
"Aku ikut kalian," Len menjawab cepat. "Aku tidak akan pernah mau tinggal bersama nenek cerewet macam dia, " Len menunjuk Rin menggunakan dagunya.
"Aku bukan nenek cerewet kakek pemalas," Rin membalas ejekkan Len.
"Kalian lihat? Kalau aku dan dia tinggal berdua, pasti kalian akan tahu bagaimana jadinya rumah ini."
Kaori menghela nafas. "Jadi kau memilih untuk ikut?" Tanya Kaori pada Len.
Len mengangguk. "Ibu dan ayah pasti tidak mau kalau rumah ini menjadi hancur karena perkelahian kami berdua kan?"
"Baiklah kalau itu—"
"Yuuki-chan! Bagaimana dengan Yuuki-chan? Bukankah kalian bilang orang tuanya akan ke Korea bersama kalian?" Rin memotong ucapan ayahnya. Walaupun ia dan Len sering berdebat hanya karena masalah kecil, ia tetap tak mau jika Len jauh darinya. Mungkin karena ia dan Len kembar, jadi Rin merasa kalau ia dan adik kembarnya itu harus selalu bersama -setidaknya untuk saat ini.
Len memicingkan telinganya begitu nama Yuuki disebut.
"Kalau tidak salah kedua orang tuanya bilang kalau Yuuki juga memilih untuk tinggal," Ryuu tersenyum. "Mungkin kau dan Yuuki bisa tinggal berdua."
Rin tersenyum sambil melirik Len. Ia yakin, lelaki itu akan membatalkan niatnya untuk ikut. Karena Rin tahu, kalau adiknya itu sangat menyukai Yuuki.
"Apa Rin akan benar-benar tinggal dengan Yuuki?" Tanya Len. Nada bicara dan wajahnya terlihat panik.
"Ayah akan mencoba menelepon kedua orang tuanya," Ryuu bangkit dan meninggalkan ketiga anggota keluarganya didapur.
"Sepertinya akan ada yang kesepian di Korea nanti," Sindir Rin sambil berjalan ke meja makan. Tugas mencuci piringnya sudah selesai rupanya.
"Jangan senang dulu Rin," Len menjentikkan jarinya. "Ayah belum bilang bahwa-"
"Yuuki dan orang tuanya setuju," Ryuu berjalan santai menuju dapur. "Kalian bisa tinggal berdua mulai lusa. Kedua orang tua Yuuki sudah mendapatkan kamar apartemen untuk kalian berdua," Lanjutnya.
"Aku menang lagi," Rin berbisik di telinga Len.
"K-kalau begitu aku tidak jadi ikut!" Len berdiri dari kursinya.
Ryuu mengerutkan kening. Sementara Kaori hanya tersenyum melihat tingkah Len.
"M-maksudku aku bisa menjaga mereka. Ayah dan ibu tahu kan kalau Rin dan Yuuki itu perempuan. Kalau mereka tinggal berdua saja, takutnya terjadi sesuatu pada mereka berdua," Len berusaha menjelaskan.
"Ralat. Takutnya terjadi sesuatu pada Yuuki-chan," Rin melipat tangannya didada. "Mungkin itu maksud Len."
Ryuu tertawa. "Ah, anak ayah sudah dewasa ternyata ya. Waktu berlalu begitu cepat."
Len merasa wajahnya kembali memanas sekarang. "Rin! Jangan coba mengubah kata-kataku!" Ia mulai merengek.
"Kalau begitu tidak masalahkan bagimu untuk ikut?" Sungguh, Rin menyukai ekspresi Len ketika adiknya itu mulai kehabisan kata-kata. Membuatnya ingin menggoda Len lebih lama.
"Aku ingin tinggal saja," Len memberengut.
Ryuu menghela nafas. "Baiklah. Kalian berdua boleh tinggal," Ucap Ryuu sambil menghela nafas. "Kalian berdua akan tinggal bersama Yuuki."
Kaori tersenyum sambil mengangguk. "Bertiga akan terasa lebih ramai."
Len menoleh ke arah Rin. "Aku menang," ia bergumam didepan wajah Rin sambil duduk dikursi
Rin pura-pura memasang tampang kesal. Namun tanpa sepengetahuan Len, Rin tersenyum. 'Aku kaget orang cerdas sepertimu tidak menyadari maksudku.' Batinnya.
.
.
.
"Jadi ini kamar apartemen kita?" Rin bertanya pada Len sambil menatap pintu bercat cokelat didepannya.
"Kau ketuk saja," Suruh Len tanpa memperhatikan Rin. Lelaki itu kini tengah sibuk mengamati area disekitar apartemennya yang baru.
Rin memutar shappire-nya. "Kau benar. Kita tidak akan tahu jika tidak mengetuk," Kemudian gadis berambut pirang itu pun mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu itu.
Tok... tok...
"Apa benar ini kamar apartemen kita?" Rin kembali bertanya dengan nada ragu setelah beberapa menit tidak ada yang menyahut."Jangan-jangan ibu memberi alamat yang salah."
Len menoleh ke arah Rin lalu tertawa. "Walau dengan umur setua itu, ingatan ibu masih bagus," Ia mengepalkan tangan, lalu mengangkat tangannya. "Giliranku." Ia pun mengetuk pintu bercat coklat itu.
Tok... tok—
"A-aw!"
Seruan dari arah depannya membuat Len berhenti mengetuk. Ia pun menoleh ke sumber suara. Dan irisnya membulat seketika begitu mengetahui dari siapa suara itu berasal.
Dari seorang gadis bersurai perak yang sebagian rambutnya diikat kesamping menggunakan pita berbentuk ceri. Bermata heterokrom emerald-shappire yang kini tengah memegangi dahinya . Gadis itu bernama Kim Yuuki, gadis yang akan tinggal bersama mereka berdua dan gadis yang disukai Len tentu saja.
"A-ah! Yu-Yuuki! Maafkan aku," Len melepas kopernya dan menghampiri gadis itu. "Apa kau tidak apa-apa?" Langsung saja Len menurunkan tangan Yuuki dan mengusap-ngusap dahi gadis itu menggunakan tangannya.
"Makanya, kalau mengetuk pintu itu lihat kedepan," Nasihat Yuuki sambil mengarahkan emerald-shappirenya ke atas. Menatap wajah Len yang beberapa senti lebih tinggi darinya.
Rin menghela nafas melihat kelakuan dua orang didepannya. "Ehem," Ia berdehem. "Bukan bermaksud mengangguk momen romantis kalian. Tapi bisakah kita masuk sekarang? Koper ini lumayan berat," Ucapan Rin membuat keduanya menoleh ke arahnya.
"Kau bisa berhenti mengusap-ngusap dahiku," Yuuki tersenyum sambil menurunkan tangan Len. "Aku akan membantumu membawa barang Rin-chan!" Yuuki berseru sambil menghampiri Rin. Meninggalkan Len yang masih mematung dengan wajah yang merah padam.
"Aku... Baru saja... Memegang dahinya," Len bergumam sambil memandangi tangannya yang baru saja menyentuh dahi Yuuki.
"Len-kun, kenapa wajahmu memerah?" Rin bertanya dengan suara manis yang dibuat-dibuat.
Len mengalihkan pandangannya kearah Rin. "Berhenti menggodaku Rin!" Len berseru pelan. Takut kalau Yuuki yang sudah masuk kedalam mendengar percakapan mereka berdua.
"Ah, aku merasa iri dengan Yuuki-chan," Rin memasang wajah sedih yang dibuat-dibuat. "Dia selalu saja mendapat perhatianmu, sedangkan aku kakakmu sendiri harus—" Dan kata-kata Rin terhenti begitu saja begitu ia melihat Len meninggalkannya begitu saja.
Gadis itu tertawa.
"Mungkin ibu benar," Ia memandangi punggung Len yang menjauh. "Bertiga akan terasa lebih ramai," Kemudian ia menyeret kopernya masuk kedalam kamar apartemen.
.
.
.
"Aku lapar," Rin berucap sambil memegangi perutnya. Kemudian ia menoleh ke arah Yuuki dan Len yang sama-sama menatapnya. "Apa? Sejak tadi kita memang belum makan kan?"
"Rin-chan benar," Yuuki mengangguk. Kemudian ia berdiri. "Aku akan periksa kulkas—"
"Kita kan belum sempat membeli bahan," Len mengalihkan pandangannya ke arah Yuuki.
"Ayah dan ibuku sudah membeli bahan untuk beberapa hari kedepan," Yuuki tersenyum.
"Wah beruntung sekali kita hari ini," Rin menjilati bibirnya sendiri. Membuat Len bergidik jijik dan Yuuki hanya tertawa.
"Kalau begitu, aku akan memasakkan sesuatu untuk kita," Yuuki berjalan menuju dapur.
"Oi," Rin memanggil Len pelan sambil mencolek bahu adik kembarnya begitu Yuuki sudah menghilang dibalik pintu dapur. Membuat Len menoleh kearahnya. "Sebaiknya kau bantu Yuuki-chan di dapur," Suruh Rin sambil menunjuk dapur menggunakan dagunya.
Len mengerutkan kening. "Tumben sekali kau—"
"Ini kesempatanmu," Rin berdiri sambil menarik tangan Len.
"Tapi aku—"
"Argh!" Rin menggeram. "Kau terlalu banyak berfikir," Ia membalik tubuh Len dan mendorong punggung Len cukup keras. Membuat lelaki itu hampir saja terjatuh jika ia tak bisa menyeimbangkan kakinya.
Len menghela nafas dan mulai berjalan menuju dapur. Malas berdebat dengan Rin. Toh kakaknya menyuruh ia membantu Yuuki untuk kebaikan dirinya juga. "Awas saja kalau sampai dia mengangguku lagi," Len melirik Rin yang tengah duduk sambil menonton televisi untuk beberapa detik. Dan begitu ia sampai dipintu dapur, shappire-nya berganti memandangi sosok Yuuki yang tengah memotong daun bawang.
Len memandangi Yuuki untuk beberapa menit lamanya. Dan wajahnya sontak menjadi merah padam begitu heterokrom shappire-emerald itu menatap shappire-nya heran.
"Len-kun?"
"Sial," Len mengalihkan wajahnya sambil bergumam. Tak mau Yuuki melihat wajahnya yang sudah merah padam akibat tertangkap basah memandangi Yuuki tanpa izin.
"Kenapa kau berdiri disitu?" Tanya Yuuki dengan nada polos. "Kau perlu sesuatu?"
Len berdehem pelan kemudian menghampiri Yuuki. "Rin mengganti saluran televisinya dengan acara kesukaannya. Jadi aku kesini saja," Dusta Len. Oh ayolah, itu hal yang wajar untuk orang yang sedang melakukan pendekatan kan?
Yuuki mengangkat kedua alisnya tanda mengerti. "Apa kalian berdua memang selalu seperti itu?" Tanya Yuuki sambil kembali fokus pada daun bawangnya.
Len melipat tangannya dibelakang kepala. "Kadang bisa lebih parah," Jawabnya.
Yuuki tertawa. "Benarkah?" Yuuki bertanya lagi. Terselip nada antusias dikalimatnya.
Len mengangguk sambil memperhatikan Yuuki. "Aku dan Rin sering bertengkar hanya karena hal sepele. Ayah dan ibu kadang sampai— Ah, cara memotongnya bukan seperti itu."
Yuuki menghentikan kegiatan memotongnya. "Eh? Ibuku selalu melakukannya seperti ini. Jadi kupikir—" Dan kata-kata Yuuki sukses terhenti begitu tangan Len berada diatas tangannya dan lelaki itu kini berada dibelakangnya. Saking dekatnya mereka, Yuuki bahkan bisa merasakan nafas Len berhembus mengenai leher dan telinganya.
"Aku akan mengajarimu cara memotong yang lebih mudah," Len tersenyum kala Yuuki menolehkan kepalanya ke arahnya. Nampaknya lelaki ini tak sadar atas apa yang ia lakukan sekarang.
Yuuki membalas senyuman Len kemudian mengangguk.
Len mulai mengerakkan tangan Yuuki. Pelan-pelan ia arahkan tangan Yuuki untuk memotong daun bawang itu hingga menjadi potongan-potongan kecil.
"Wow, ini mudah sekali. Aku tak menyangka kau ternyata pintar memasak," Puji Yuuki.
"Aku dan ibuku kadang bergantian memasak. Jadi begitulah."
Yuuki manggut-manggut. "Lalu bagaimana dengan Rin-chan?"
"Ah dia. Jangankan memasak, menyalakan kompor saja tidak bisa," Len berujar sambil menghela nafas, mengingat peristiwa kala Rin terus-terusan meneleponnya karena tak bisa menyalakan kompor. Ketika itu, orang tua mereka sedang bepergian dan Len masih berada di sekolah dikarenakan ada ekskul. Jadi, hanya ada Rin dirumah. Lalu ketika Len sampai dirumah, semua bahan dikulkas habis dan ia hanya mendapatkan sebuah omelet gosong buatan Rin. Jadilah, Len pergi ke supermarket terdekat untuk membeli makanan instan.
Dan ketika tak sengaja dada bidangnya membentur punggung Yuuki, Len langsung saja melepas tangan Yuuki dan menjauh beberapa langkah dari Yuuki. Dengan wajah yang memerah tentu saja.
"Kau kenapa?" Tanya Yuuki heran. Tiba-tiba saja Len melepas tangannya dan menjauh beberapa langkah darinya dengan wajah yang memerah. Apa ia melakukan suatu kesalahan?
"Se-sekarang kau coba lakukan apa yang baru saja ku ajarkan," Suruh Len. Jantungnya berpacu lebih, lebih, lebih, dan lebih cepat dari sebelumnya. Ia pun membalik badannya."Apa yang baru saja kulakukan?" Ia bergumam sangat pelan.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Yuuki sambil menghampiri Len.
"Ah ya. Aku— waa!" Len terlonjak kaget begitu ia membalik badannya.
Yuuki sudah ada didepannya. Menatapnya dengan tatapan polos. "Kau tidak apa-apa?" Yuuki bertanya ulang.
Len menggeleng cepat, lalu kembali membalik badannya. "A-ah ya! Aku baru ingat! Pekerjaan rumah yang diberikan Luka-sensei belum kuselesaikan. Padahal besok sudah harus dikumpul,kan?" Tanyanya pada Yuuki. "Aku akan ke kamarku dan menyelesaikannya," ia berjalan keluar dapur meninggalkan Yuuki yang masih mematung ditempat.
Sesudah Len meninggalkan dapur. Yuuki membalik badannya dengan perasaan heran. "Bukankah pekerjaan rumah yang diberikan Luka-sensei sudah dikumpul minggu lalu?" Yuuki bertanya entah pada siapa. Kemudian, setelah beberapa saat dipenuhi rasa heran. Gadis itu mengangkat bahunya. "Mungkin Len-kun hanya kelelahan."
.
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Tapi Kagamine Len masih belum bisa memejamkan matanya dikarenakan suasana kamarnya -yang menurut Len- sangat mengerikan.
Gorden kamarnya bergerak-gerak tak jelas, lalu suara aneh yang berasal dari atas atap, belum lagi suara gemerisik dedaunan akibat tertiup angin.
Len merapatkan selimutnya. Shappire miliknya bergerak kesana kemari dengan gelisah. Suara-suara yang didengarnya terasa begitu mencekam. Jika boleh jujur, Len merasa seperti berada disebuah apartemen berhantu seperti di film-film horor yang pernah ditonton oleh Rin. Oke, cukup Len. Parnomu berlebihan.
"Huwaaa! Rin tolong aku!" Ia merengek pelan. Tak ingin membangunkan Yuuki dan Rin yang mungkin sudah terlelap dikamar sebelah. "Ini semua salah—"
Sreek... sreek..
Suara yang berasal dari jendelanya membuat Len melompat dari kasurnya. "Siapa?!" Ia bertanya sambil menatap lekat jendela kamarnya.
Tak ada jawaban.
Len menyipitkan matanya. Dan ia menghembuskan nafas lega ketika mengetahui kalau bunyi itu berasal dari ranting pohon yang tak sengaja menggesek jendelanya akibat angin.
"Jadi hanya ranting," Ia mengelus dadanya. Dan kembali menaikki ranjangnya. Namun baru saja satu kakinya naik keranjang, ia mendengar suara berdecit yang cukup keras yang berasal dari ranjangnya.
"Kyaaa! Rin! Tolong aku!"
Segera, sambil berteriak Len berlari menuju kamar Rin dan Yuuki. Tanpa mengetuk kamar itu terlebih dahulu, ia langsung saja membuka pintu kamar yang kebetulan tidak dikunci. Dan ia bisa melihat seseorang tengah tidur membelakanginya. Len tidak bisa melihat dengan jelas sosok itu siapa dikarenakan lampu kamar yang dimatikan dan kepala orang itu yang berada didalam selimut.
"Rin, ijinkan aku tidur disini untuk malam ini ya," Len mendekati orang itu dan berbaring disampingnya. "Di kamarku banyak suara-suara aneh," Ia menggeser badannya agar lebih dekat dengan orang itu dan ia pun ikut masuk kedalam selimut milik orang itu. Salahkan suara-suara aneh di kamar Len yang membuatnya lupa membawa selimutnya. Kemudian ia pun memejamkan matanya.
Sementara itu...
"Aahhh, leganya," Kagamine Rin bergumam sambil meregangkan badannya. Ia baru saja masuk kedalam kamar setelah pergi ke toilet untuk buang air kecil.
"He?" Ia mengerjapkan matanya tiga kali tatkala ia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Yuuki yang tengah terlelap. "Perasaanku saja, atau badan Yuuki-chan sekarang terlihat dua kali lebih besar ya?" Ia mengerutkan keningnya. Namun sedetik kemudian ia mengangkat bahunya. "Mungkin itu hanya selimutnya," Dan ia pun melangkah naik ke sisi lain ranjang kemudian memejamkan matanya tanpa sedikit pun ada rasa curiga.
.
.
.
Rin membuka matanya yang terasa berat ketika ia mendengar suara jam weker berdering. Lalu ia bangun dari tidurnya dan menggerakkan badannya untuk menggapai jam weker yang berada dimeja sebelah Yuuki. Namun, alisnya sukses berkerut ketika ia melihat helaian pirang seperti rambutnya menyembul dari dalam selimut Yuuki. Dan ia pun memegang rambutnya sendiri.
"Bukan rambutku," Gumamnya sambil memegangi helaian pirang miliknya. Ia diam sejenak, berusaha mengingat siapa saja yang mempunyai helaian pirang selain dirinya, ayahnya, beberapa teman kelasnya...
"Jangan-jangan..." Rin membelalakkan matanya sambil membuka selimut yang dipakai Yuuki. Dan irisnya membulat sempurna begitu melihat adegan didepannya...
...Kagamine Len berada satu selimut dengan Kim Yuuki. Parahnya lagi, lelaki itu kini tengah memeluk tubuh Yuuki dari belakang.
Rin menjerit.
"Rin, hentikan teriakanmu. Kau bisa menganggu penghuni apartemen lain," Bukannya bangun dan melepaskan pelukannya, Len justru semakin memejamkan matanya sambil mengeratkan pelukannya pada Yuuki.
"Apa yang kau lakukan pada Yuuki-chan?! Hentai!" Rin berseru sambil berusaha memisahkan keduanya.
Len membuka matanya dan menatap Rin heran. "Kau ini kenapa?" Tanyanya dengan suara parau khas orang baru bangun tidur.
"Baka! Cepat lepaskan pelukanmu itu!" Rin berseru sambil mengguncang tubuh keduanya -yang anehnya, itu sama sekali tak membuat Yuuki tetbangun dari tidurnya
"Ha?" Len mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?" Tanyanya. Rupanya lelaki ini masih belum sadar kalau ia sekarang sedang memeluk Yuuki.
"Lihat apa yang kau lakukan pada Yuuki-chan, baka!" Rin berseru lebih keras. Berusaha membuat otak cerdas Len bekerja.
"Aku tak—"
"Jangan melihatku! Lihat tanganmu itu berada dimana!"
Len mendecak karena kesal sedari tadi Rin berseru padanya. Dengan malas, ia menuruti apa yang diperintahkan Rin. "Rambut perak..." Ia bergumam lirih. Kemudian ia pun melirik ke arah tangannya yang kini tengah melingkari pinggang seseorang. "Ini... ini..."
Langsung saja, Len melompat dari ranjang dengan tangan yang bergetar gugup dan jantung yang berdetak jauh lebih cepat.
"Jadi, kau sudah sadar eh?" Tanya Rin. Ia berdiri di ranjangnya kemudian berjalan mendekati Len dengan wajah garang.
"A-aku tidak me-melakukan apa-apa pada Yuuki," Len berucap sambil berjalan mundur.
"Aku tidak percaya," Rin semakin berjalan mendekati Len.
"A-a-aku bersumpah!" Len berseru.
"Lalu kenapa kau bisa ada dikamar ini?"
"Waktu itu.." Len menggantung kalimatnya. Ia tak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya. Pasti Rin akan mengatakan kalau itu konyol.
"Kenapa kau diam, adikku?"
"Anu... itu... aku—"
"Len-kun? Kenapa kau bisa ada dikamar ini?"
Pertanyaan dari Yuuki yang baru saja terbangun membuat langkah Rin terhenti. Kemudian dengan cepat gadis bersurai pirang itu berbalik dan menghampiri Yuuki. "Kau tidak apa-apa? Apa Len menyakitimu atau semacamnya?" Tanya Rin. Nada bicaranya terdengar sangat panik.
Yuuki menggeleng. "Aku baik-baik saja."
"Benar kau tidak apa-apa?"
"Aku baik-baik saja Rin-chan," Lalu Yuuki menatap Rin polos. "Memangnya ada apa?" Tanyanya.
Rin menghela nafas lega. "Sudahlah. Lupakan," Ia pun berdiri dan kembali menghampiri Len. "Len," Ia menepuk bahu adik kembarnya. "Maaf sudah memarahimu. Aku tadi sangat panik," Kemudian gadis itu tersenyum. Dan mendekatkan mulutnya ketelinga Len.
"Bagaimana rasanya memeluk Yuuki-chan, hm?" Rin menjauhkan mulutnya dari telinga Len dan berlalu begitu saja. Meninggalkan Len dengan wajah yang sudah sangat memerah akibat pertanyaan Rin barusan.
"Len-kun? Kau baik-baik saja?" Tanya Yuuki.
"A-a-a-aku baik-baik sa-saja," Jawab Len sambil membalik badannya. "Aku ke-keluar," Ucapnya sambil meninggalkan Yuuki sendiri didalam kamar.
"Mereka berdua itu kenapa?" Yuuki bertanya entah pada siapa begitu Len menghilang dibalik pintu kamarnya. "Dan kenapa wajah Len-kun memerah seperti itu?"
.
.
.
Shion Kaito, selaku wali kelas 2-2 berjalan menuju kelasnya. Dibelakangnya, ada seorang lelaki dan seorang gadis sedang berjalan mengikutinya. Lalu sepasang iris shappire Kaito melirik kearah keduanya. Dan terlihat olehnya sang gadis sedang berceloteh sambil sesekali memekik senang, sedangkan sang lelaki hanya diam tanpa berniat menanggapi celotehan sang gadis.
Kaito menggeser pintu kelasnya cukup kuat. Membuat bunyi derit pintu terdengar ke seluruh penjuru kelas. Dan Kaito bisa melihat semua murid yang ada dikelasnya kini tengah sibuk berebut mencari jalan menuju tempat duduk masing-masing.
Kaito menghela nafas. Kemudian berjalan masuk sambil membetulkan letak kacamata berbingkai hitamnya. "Selamat pagi," Suara baritonenya menggema memenuhi kelas 2-2.
"Selamat pagi sensei," Sahut murid kelas 2-2 serempak sambil memperhatikan kedua murid yang ikut masuk bersama Kaito.
"Hari ini kelas kita kedatangan murid baru," Kaito melihat kedua murid barunya. "Silahkan perkenalkan diri kalian," Suruhnya sambil berjalan ke kursinya.
Salah satu murid baru itu tersenyum ramah memandagi seluruh teman kelasnya. "Namaku Kagami Lenka," Ia membungkukkan badannya. Membuat rambut ikal panjangnya bergerak. "Salam kenal dan mohon bantuannya," Gadis itu kembali tersenyum. Namun kali ini, shappire-nya ia arahkan ke arah lelaki berambut pirang yang tengah menopang dagu sambil menatap seorang gadis berambut perak dengan wajah yang merona.
"Kagami Rinto," Seorang lelaki disebelah Lenka memperkenalkan diri. Membuat beberapa gadis menjerit pelan akibat melihat ketampanan yang terukir jelas diwajah datar lelaki bersurai pirang itu.
"Onii-chan, kau harusnya—"
"Urusai," Rinto memotong ucapan Lenka sambil memutar bola matanya.
Lenka menghela nafas. Kemudian menolehkan kepalanya kearah Kaito.
Kaito yang menyadari kode dari Lenka berdiri. "Baiklah. Kalian boleh duduk," Iris shappire Kaito berkeliling mencari tempat duduk yang kosong. "Disebelah kiri Kagamine dan Didepan Kim-san ada kursi kosong. Kalian bisa pilih ingin duduk dimana," Kaito membetulkan letak kacamatanya dan kembali duduk setelah kedua muridnya itu berjalan menuju tempat duduk mereka.
"Onii-chan, aku ingin duduk disini," Lenka menarik-narik lengan baju Rinto. Bermaksud menyuruh Rinto untuk pindah dari tempat duduk disebelah kiri si lelaki berambut pirang yang tadi sempat diperhatikan Lenka.
"Kau bisa duduk disana," Rinto mengarahkan dagunya kearah tempat duduk kosong didepan seorang gadis berambut perak.
Lenka menggembungkan pipinya kesal. "Pokoknya aku mau duduk disini."
"Kagami-san kenapa kau belum duduk?" Suara Kaito membuat perhatian keduanya beralih. "Pelajaran akan segera dimulai."
Rinto menghela nafas. Lalu berdiri dan menggendong tasnya. "Duduklah," Ia menepuk-nepuk pelan puncak kepala Lenka. Membuat gadis itu tersenyum.
"Terimakasih Onii-chan."
Rinto mengangguk dan melangkah menuju tempat duduk kosong lainnya. Dan mendudukinya.
"Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini," Suara Kaito menggema diseluruh kelas. Dan hanya dibalas oleh anggukan beberapa murid.
"Namamu Kagami Rinto kan?"
Sebuah suara beserta tepukan pelan dipunggungnya membuat Rinto menoleh kebelakang. Dan terlihat olehnya seorang gadis berambut perak tengah tersenyum kepadanya. "Ya. Ada apa?"
"Namaku Kim Yuuki," Gadis itu memperkenalkan dirinya. "Kau bisa memanggilku Yuu, atau Yuuki."
Rinto memutar bola matanya. "Yuu. Aku akan memanggilmu Yuu," Balas Rinto . Sesudah itu, ia pun hendak membalik badannya. Namun Yuuki mencegahnya. Membuatnya membatalkan niatnya.
"Kau dan Lenka-chan saudara kembar?" Tanya Yuuki. Terselip keantusiasan dari nada bicaranya.
Rinto mengangguk. "Aku lahir lima menit lebih awal dari Lenka," Jelas Rinto.
Yuuki manggut-manggut. "Kau pasti sangat menyayangi Lenka-chan," Komentarnya. "Kalian terlihat sangat dekat sekali."
Rinto mendengus geli. "Itu tidak seperti kelihatannya. Aku dan Lenka itu sering berdebat hanya karena hal kecil."
Yuuki tertawa pelan. "Kalian mirip seperti kenalanku," Ucapnya.
"Benarkah?" Rinto mengerutkan keningnya samar. "Kukira hanya—"
"Kim-san, Kagami. Bisakah kalian berhenti bicara?"
Teguran dari Kaito didepan membuat keduanya menghentikan obrolan mereka.
"Kita lanjutkan nanti ya, Kagami-kun," Yuuki tersenyum kemudian terkekeh.
"Panggil saja aku Rinto," Sahut Rinto sambil membalikkan badannya.
.
.
.
"Kau sepertinya sangat akrab dengan murid baru itu," Komentar Len saat ia dan Yuuki sedang memakan bekal mereka dikelas siang itu.
"Rinto-kun maksudmu?" Tanya Yuuki. Ia melahap sebuah sosis berbentuk cumi-cumi dan mengunyahnya.
"Lihat. Bahkan kau memanggilnya dengan nama kecilnya," Len mendecak.
Yuuki tertawa. "Rinto-kun yang memintaku untuk memanggilnya dengan nama kecilnya," Jawab Yuuki.
"Benarkah?" Len membelalakkan matanya.
Yuuki mengangguk antusias. "Aku juga mememintanya memangilku dengan sebutan Yuu," Gadis itu tersenyum senang.
"Kau yang memintanya?" Len bertanya sambil mengerutkan kening. Ada nada tak suka dari cara bicaranya.
Yuuki mengangguk sambil melahap tomat yang ada dikotak makannya.
Len mendengus kesal. Bagaimana seorang lelaki yang baru masuk sebagai murid baru bisa dengan mudahnya mendapat perhatian Yuuki?
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Yuuki yang melihat Len makan dengan wajah kesal.
Len menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja."
"Apa masakanku tidak enak?" Tanya Yuuki dengan nada kecewa.
"Bu-bukan... bukan begitu. Masakanmu enak seperti—"
"Kau yang bernama Kagamine Len-kun kan?"
Pertanyaan dari arah belakang Len membuat obrolan mereka terhenti. Len pun menoleh ke belakang. Dan ia mendapati Lenka tengah tersenyum kearahnya. "Ya. Aku Kagamine Len. Ada apa?" Tanya Len.
Lenka lalu mengambil tempat disamping Len. "Kau memang benar-benar manis ya," Pujinya sambil memperhatikan wajah Len lekat.
"Ha?" Len mengerutkan keningnya. Terkejut dengan ucapan Lenka barusan.
Masih dengan senyum yang terukir diwajahnya, Lenka menempelkan jari telunjuknya dipipi Len. "Kau manis," Ulangnya.
Len merasakan wajahnya menghangat ketika mendengar ucapan Lenka. Belum lagi jari Lenka yang terasa lembut ketika mengenai pipinya.
"Lihat. Wajahmu memerah," Lenka terkekeh sambil menjauhkan jari telunjuknya dari wajah Len. Lalu mengarahkan shappirenya kearah Yuuki. "Kau Kim Yuuki-san?" Tanyanya.
Yuuki mengangguk. "Panggil saja aku Yuu," Entah kenapa, kali ini rasanya susah sekali menggerakkan bibirnya untuk tersenyum. Pujian Lenka terhadap Len barusan membuat sesuatu didalam dadanya terasa sesak. Belum lagi melihat wajah Len yang merona ketika Lenka menyentuh wajah lelaki itu.
"Kalian sepertinya sangat akrab," Komentar Lenka.
"Kami sudah mengenal sejak kecil," Sahut Len sambil menatap tempura yang ia ambil menggunakan sumpitnya kemudian melahap tempura tersebut.
"Pantas saja kalian sangat akrab."
Emerald-shappire Yuuki menatap Lenka. Ia bisa melihat jelas kalau Lenka kini tengah memperhatikan Len sedang sedang melahap makanannya.
"Ne, Len-chan," Panggil Lenka.
Len menoleh ke arah Lenka sambil mengerutkan kening. "Len-chan?"
"Apa aku tidak boleh memanggilmu seperti itu?" Tanya Lenka. Ia langsung memasang ekspresi sedih.
Len mengusap tengkuknya sambil tertawa canggung. "Y-yah, terserah kau saja. Selama kau tidak memanggilku dengan sebutan yang aneh, kurasa tidak apa-apa."
Wajah sedih Lenka berubah menjadi senang. Dan ia langsung memeluk Len. "Waah, terimakasih Len-chan."
Len langsung membelalakkan matanya begitu Lenka memeluknya. Wajahnya kembali terasa menghangat. "A-ah ya," Len berucap gugup. "Bi-bisakah kau—"
Brak!
Yuuki tanpa sadar menggebrak mejanya dengan wajah yang memerah akibat menahan marah. Entah kenapa, Yuuki selalu merasa tak suka jika ada seorang gadis yang mendekati Len -kecuali Rin- terlebih lagi sampai memeluk Len mesra seperti itu. Jujur, sekarang dadanya terasa sesak luar biasa ketika melihat Lenka dengan mudahnya langsung memeluk Len seperti itu.
"Yuu-san, kau baik-baik saja?" Tanya Lenka. Ia masih belum melepas pelukannya pada Len.
"He?" Yuuki mengerjap-ngerjapkan matanya ketika ia sadar bahwa seluruh orang yang ada dikelas sedang memperhatikannya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Len.
Mendengar pertanyaan Len, Yuuki hanya bisa menjawabmya dengan tawa yang hambar. Sungguh, ia merasa seperti orang konyol sekarang. Menggebrak meja hanya karena ia melihat Lenka memeluk Len? Yang benar saja. Itu bukan Yuuki sama sekali.
"Yuuki?" Len memanggil Yuuki. "Kau baik-baik sa—"
"Aku ke toilet dulu," Potong Yuuki sambil berlari meninggalkan kelas. Dan tak sengaja, ia berpapasan dengan Rin yang kebetulan ingin mendatangi mereka berdua
"Yuuki-chan kau mau ke—"
Rin mengerutkan kening dalam begitu melihat Yuuki berlalu begitu saja dari hadapannya. "Yuuki-chan kenapa?" Tanyanya entah pada siapa. "Tumben sekali," Ia pun berajalan memasukki kelas Len dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Len kini tengah dipeluk mesra oleh seorang gadis berambut pirang ikal. Lalu Rin membalik badannya dan pergi dari kelas 2-2 menuju kelas 2-5, dimana kelasnya berada.
Ia pun tahu apa penyebab Yuuki yang berlari tanpa mempedulikannya tadi. "Aku harus selalu mengawasi gadis itu," Gumamnya . "Ini demi kelancaran hubungan Len dan Yuuki,-chan," Ia menjetikkan jarinya. "Tapi..." ia menjeda kalimatnya. "...Kenapa Yuuki-chan berlari dengan mata berkaca-kaca ya?" Tanyanya. Cukup lama ia terdiam hingga—
— iris shappirenya berkilat senang.
"Tapi aku harus memastikannya terlebih dahulu," Gumam Rin sambil memasukki ruang kelasnya.
.
.
.
"Tadaima!" Rin berseru sambil membuka pintu apartemennya. Namun, sampai ia masuk tak ada jawaban dari Len maupun Yuuki. "Kemana mereka?" Rin bergumam sambil menaruh sepatunya dirak yang memang terletak disamping pintu masuk. "Tadaima!" Ia kembali berseru. Berharap Len atau Yuuki menyadari kedatangannya dan menyambutnya. Rin menghela nafas. "Tada—"
"Okaeri Rin-chan,"
Kemunculan Yuuki dari balik pintu dapur membuat Rin menghentikan seruannya.
"Aku tadi di dapur. Jadi tidak mendengarmu," Yuuki menghampiri Rin sambil mengusap tangannya ke celemek yang ia pakai. "Maaf."
"Harusnya aku yang minta maaf karena telah mengganggumu," Rin masuk kedalam apartemen. "Mana anak itu?" Tanya Rin sambil menolehkan kepalanya kesana kemari.
"Len-kun maksudmu?" Tanya Yuuki sambil mengikuti Rin masuk kedalam.
Rin melirik Yuuki dari balik bahunya. "Siapa lagi kalau bukan dia," Rin menoleh ke sofa didepan televisi. "Tumben sekali dia tidak menonton televisi."
Yuuki menghembuskan nafas berat. Membuat Rin berhenti melangkah dan membalik badannya dengan cepat."Len kemana?" Rin langsung saja bertanya tanpa mempedulikan Yuuki yang berusaha menghentikan langkahnya akibat Rin yang berhenti secara tiba-tiba.
"Len-kun..." Yuuki menggantung kalimatnya.
"Kemana Len?" Rin kembali bertanya. Kali ini ia menatap Yuuki tajam. Berharap Yuuki mau menjawab pertanyaannya
Yuuki terdiam sejenak, lalu ia kembali meghela nafas. Berusaha membuang sesak yang perlahan memenuhi dadanya. "Len-kun tadi pergi bersama Lenka-chan," Jawab Yuuki pelan. Namun masih bisa didengar oleh Rin.
"Ha?" Rin mengerutkan kening dalam. "Lenka? Maksudmu sikembar Kagami itu?"
Yuuki mengangguk pelan. Kemudian menoleh kearah jam dinding. "Kira-kira dua setengah jam yang lalu."
"Lalu ia meninggalkanmu dirumah sendirian?" Tanya Rin lagi.
Yuuki kembali mengangguk.
Rin mendecak pelan. "Baka," Gumamnya. "Aku akan menyuruhnya untuk pulang," Rin mengambil ponsel dari tasnya dan mencari nama Len dikontaknya
"Ri-Rin-chan jangan," Cegah Yuuki sambil memegangi tangan Rin.
"Kenapa? Ini sudah jam setengah tujuh malam," Rin memegang tangan Yuuki dan berusaha melepas tangan Yuuki.
"Tapi Len-kun kelihatannya senang sekali saat Lenka-chan mengajaknya jalan-jalan," Ucap Yuuki. Ia menundukkan kepalanya. Sudah bisa ditebak, rasa sesak didadanya makin menjadi-jadi saat ia mengingat wajah Len yang menampakkan ekspresi senang saat Lenka menjemputnya tadi.
"Tapi ini—"
Tok.. tok..
Suara dari pintu depan membuat kata-kata Rin kembali terhenti.
"Itu pasti Len-kun," Yuuki mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Aku akan membukakan pintunya," Gadis itu berjalan menuju pintu depan. Meninggalkan Rin yang memasang tampang kesal sekaligus marah.
"Apa yang sebenarnya Len pikirkan?"
.
.
.
"Ya. Tunggu sebentar," Ucap Yuuki sambil mempercepat langkahnya begitu ketukan dipintunya makin keras. "Ah, Rinto-kun," Yuuki terlihat kecewa setelah mengetahui yang mengetuk pintunya bukanlah Len melainkan Kagami Rinto.
"Yo," Rinto mengangkat kedua alisnya sebagai respon
"Masuklah dulu," Yuuki membuka lebar pintu apartemennya. Menyuruh Rinto untuk masuk.
"Terimakasih. Tapi aku kesini hanya ingin menjemput Lenka saja. Apa ia ada?" Tanya Rinto.
"Adikmu masih pergi bersama Len," Sahut suara dari dalam. Membuat Yuuki dan Rinto menoleh ke sumber suara.
"Rin-chan?" Yuuki mengerutkan kening.
"Sambil menunggu adikmu kembali, kau bisa menunggu didalam," Suruh Rin.
"Rin-chan benar," Yuuki mengangguk.
"Tapi aku hanya—"
"Kami tidak mungkin membiarkanmu menunggu diluar," Rin melipat tangannya didada.
"Kau tamu kami Rinto-kun."
Rinto memutar bola matanya. "Baiklah. Hanya sampai Lenka datang."
"Aku akan membuatkan kalian minum. Rin-chan, kau temani Rinto-kun dulu ya," Yuuki berlari menuju dapur. Meninggalkan Rinto dan Rin yang sedang berjalan memasukki apartemen.
"Kau bisa duduk disana," Rin mengarahkan dagunya ke sofa yang berada disampingnya. Aku ingin bicara banyak dengamu," Rin menolehkan kepalanya kearah pintu dapur. "Setidaknya sampai Yuuki keluar dari dapur."
Rinto menghela nafas lalu mendudukki sofa disebelah Rin. "Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Ini tentang adikmu," Jawab Rin.
"Lenka? Ada apa dengan Lenka?" Rinto mengerutkan keningnya heran.
Rin menghela nafas. "Apa kau tahu sesuatu tentang hubungan Len dan adikmu sebulan belakangan ini?"
"Ha?" Rinto tercengang. "Maksudmu?"
"Jawab saja," Rin kembali menghela nafas. "Aku tak ada waktu untuk mendengarkan setiap pertanyaanmu. Cukup jawab saja pertanyaanku."
"Hei, jangan seenaknya menyuruhku untuk menjawab setiap-"
"Apa kau tahu sesuatu tentang hubungan Len dan adikmu satu bulan belakangan ini?" Tanpa menunggu Rinto menyelesaikan kalimatnya, Rin memotong ucapan lelaki itu.
Rinto mendecak. Ia mulai tahu kemana arah pembicaraan Rin.
"Kenapa diam Kagami? Jawab aku. Apa kau—"
"Aku tidak tahu," Potong Rinto dengan sengaja."Dan panggil saja aku Rinto." Lanjutnya
Rin mendegus. "Baiklah Rinto. Jadi kau benar-benar tidak tahu?"
Rinto mengangguk. "Aku memang tidak tahu," Lalu Rinto menatap Rin lekat. "Memangnya ada apa dengan adikku?"
"Sebaiknya kau jaga adikmu itu agar tidak menjadi perusak hubungan orang lain." Rin menyilangkan kakinya. "Len itu hanya menyukai Yuuki dan menurutku Yuuki juga menyukai Len. Jadi—"
Rinto membelalakkan matanya sambil bangkit dari duduknya. "Apa maksudmu, ha?! Jangan sembarangan menjelek-jelekkan Lenka didepanku!" Ia berseru cukup keras.
"Rin-chan, Rinto-kun apa kalian baik-baik saja?" Yuuki keluar dari dapur setelah mendengar seruan Rinto. Dan ia bisa melihat Rinto tengah menatap Rin sengit dengan wajah yang memerah. "Ada apa ini?"
Rinto mendengus. "Yuu, suruhlah temanmu ini untuk—"
"Tadaima!"
Seruan dari luar membuat perhatian Rin, Yuuki dan Rinto beralih. Bersamaan dengan itu, muncullah Len yang sedang menggendong Lenka dipunggungnya. Satu tangan Len digunakan untuk memegang tubuh Lenka dan satunya lagi digunakan untuk memegang sebuah sepatu highells dengan tinggi antara 5-7cm.
"Lenka!" Rinto langsung saja menghampiri Lenka dan Len. Wajahnya terlihat sangat panik.
"O-onii-chan?"
"Len, ada apa dengan Lenka?" Rin ikut berdiri lalu mengampiri Lenka dan Len. Sementara Yuuki, ia hanya diam mematung. Sesak didadanya kembali datang.
"Apa yang kau lakukan pada adikku?" Rinto menatap Len sengit.
"De-dengarkan aku dulu..." Len menatap Rin dan Rinto secara bergantian. Kemudian ia menghela nafas dan membetulkan posisi Lenka yang masih ia gendong. "Tadi sewaktu kami jalan-jalan Lenka terpeleset dan itu membuat kakinya terkilir. Karena dia tak bisa berjalan, jadi kuputuskan untuk menggendongnya," Jelas Len.
"Dasar bodoh!" Rinto menggeram sambil mencengkram kerah baju Len. "Seharusnya aku tak membiarkan Lenka pergi bersamamu."
"O-onii-chan hentikan!" Lenka berseru. "Ini bukan salah Len-chan. Aku yang kurang berhati-hati," Lenka yang masih digendong oleh Len memegangi tangan Rinto. Berusaha melepaskan pegangan Rinto dari kerah kemeja Len.
"Tapi—"
"Onii-chan kumohon hentikan," Lenka menatap Rinto dengan tatapan memohon.
Rinto menghela nafas kasar, lalu melepas cengkramannya pada kerah baju Len. "Ini karena Lenka yang memintanya," Ia mendengus. "Aku memaafkanmu kali ini."
"Tapi ini memang bukan salah Len. Adikmu saja yang kurang berhati-hati. Lagipula untuk apa memakai higheels sepert itu? Pakai flatshoes saja pasti sudah cukup," Rin mencibir sambil melipat tangannya didada.
"Jaga bicaramu!" Rinto berseru. Sepertinya emosinya kembali naik akibat ia mendengar ucapan Rin barusan.
"Memang itu kenyataannya kan?" Rin bertanya sambil menatap Rinto.
Rinto menghela nafas. Rin benar. Ini bukan sepenuhnya salah Len. "Sebaiknya aku dan Lenka pulang."
"Tapi Lenka masih belum bisa berjalan," Ucap Len.
"Aku akan menggendongnya."
Len melirik Lenka dari balik bahunya. Menatap gadis itu dengan tatapan yang bisa diartikan sebagai apa-kau-yakin.
Lenka mengangguk sambil terkekeh. "Tenang saja. Onii-chan itu lebih kuat dibanding kelihatannya."
Len mengangguk lalu menurunkan Lenka. Sedangkan Rinto memegangi tangan Lenka agar gadis itu bisa menyeimbangkan badannya.
"Kau yakin?" Len bertanya sambil menatap pergelangan kaki Lenka yang sedikit membengkak.
Rinto memutar bola matanya. "Jangan meremehkanku. Aku lebih sering menggendong Lenka daripada kau."
Lenka tertawa pelan. "Sudah kubilang, kan?"
"Ayo cepat naik," Suruh Rinto yang sudah membungkukkan badannya.
Lenka mengangguk. Dan dengan perlahan ia menaikki punggung Rinto.
"Kalau begitu kami pulang dulu," Rinto pun melangkah meninggalkan ketiga orang itu.
"Oi, kau melupakan sepatu adikmu," Rin berseru pelan. Membuat langkah Rinto terhenti.
Rinto berbalik. "Hn," Jawabnya sambil mengambil sepatu high heels Lenka dari tangan Len.
"Kau tidak perlu berterimakasih padaku," Ucap Rin begitu melihat Rinto membuka mulutnya.
"Aku sama sekali tidak berniat mengucapkan terimakasih padamu," Balas Rinto sambil berbalik.
Baru saja Rin hendak membalas ucapan Rinto, tapi niatnya terhenti begitu Yuuki menarik ujung bajunya pelan.
"Cukup Rin-chan," Ucap Yuuki. Kemudian emerald-shappirenya berganti menatap Rinto dan Lenka. "Aku akan mengantar kalian sampai pintu," Tawarnya. Dan ketiganya mulai melangkah menuju pintu keluar.
"Aku juga," Len membalik badannya dan melirik Rin dari balik bahunya. "Bagaimana denganmu?" Tanyanya.
Rin menggeleng. "Aku disini saja."
"Baiklah," Dan Len pun berlari kecil menyusul ketiganya.
"Kalau begitu, aku dan Lenka pulang dulu," Pamit Rinto.
Yuuki mengangguk lalu tersenyum. "Hati-hati dijalan," Ia melambai singkat.
"Len-chan, terimakasih untuk hari ini," Lenka tersenyum.
Len membalas senyuman Lenka. "Tak masalah."
"Lain kali kita jalan-jalan lagi ya."
"Tentu saja."
Rinto melirik kearah Yuuki. Ia bisa melihat mata Yuuki sedikit berkaca-kaca sekarang. "Mungkin yang dikatakan Kagamine Rin benar," Gumamnya sambil membalik badannya.
"Kami pulang dulu," Lenka melambai.
Len mengangguk. Sementara Yuuki, ia hanya diam. Dan gadis itu membalik badannya begitu Lenka dan Rinto sudah meninggalkan apartemen mereka.
Len menutup pintu apartemen mereka. Dan shappire-nya menatap helaian perak Yuuki yang kini tengah membelakanginya. "Aku harap Lenka cepat sembuh," Len berujar sambil melipat tangannya dibelakang kepalanya.
Yuuki tak menanggapi ucapan Len. Ia kini tengah sibuk mengontrol rasa sesak dan nyeri yang makin menjadi-jadi. "Aku kenapa?" Ia bergumam sambil memegangi dada kirinya. Dan ia bisa merasakan jantungnya berdetak cepat sekarang. Dan itu terasa nyeri sekali. Apalagi ketika ia mengingat perhatian yang Len tunjukkan pada Lenka tadi.
"Yu-Yuuki, kau menangis?"
Pertanyaan Len yang sudah berada didepannya membuat Yuuki tersadar. Kemudian ia meraba pipinya, dan ia bisa merasakan ada setetes air mata yang membasahi pipinya. "He?" Ia membelalakkan matanya. "Aku ini kenapa?" Ia kembali bergumam.
"Hei, kau baik-baik saja?" Tanya Len. Ada nada panik yang kentara dari cara bicaranya.
"Aku..."Yuuki menjeda kalimatnya. Entah kenapa, rasanya susah sekali untuk mengeluarkan suaranya. Bahkan untuk menghirup oksigen Yuuki harus berusaha mati-matian. Dadanya terlalu sesak sehingga ia serasa tak mampu untuk berbicara maupun bernafas.
"Yuuki? Yuuki? Jawab—"
Tanpa menunggu Len menyelesaikan kata-katanya, Yuuki langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan Len yang masih mematung ditempatnya.
"Yu-yuuki," Ia memanggil Yuuki sambil mengejar gadis itu. Tapi terlambat, gadis bersurai perak itu sudah memasukki kamarnya. Dan Len hanya menemukan sosok Rin yang sedang meliriknya sinis
"A-aku tidak melakukan apa-apa," Len mengangkat bahunya sambil menggelengkan kepalanya.
Rin menghela nafas. Lalu berdiri dari sofa. "Kenapa sekarang situasinya jadi terbalik seperti ini?!" Rin berteriak frustasi lalu meninggalkan Len yang masih heran.
"Terbalik?" Len mengerutkan kening cukup lama. Membiarkan otak cerdasnya mencerna kata-kata Rin barusan. Cukup lama hingga—
Lelaki itu membelalakkan mata sekaligus memasang ekspresi terkejut. "Ap-apa itu berarti Yuuki..."
Dan tanpa sadar, ia tersenyum. Lalu melangkah memasukki kamarnya.
Sementara itu...
Rinto dan Lenka kini sedang berada disebuah stasiun. Kini keduanya sedang menunggu kereta dengan jurusan rumah mereka. Rinto duduk disebelah Lenka sambil menautkan kesepuluh jarinya. Sedangkan Lenka, gadis itu kini tengah bersandar dibahu Rinto sambil memejamkan matanya.
"Ne, Onii-chan," Panggil Lenka dengan mata terpejam.
"Hm?" Rinto mengalihkan pandangannya kearah helaian pirang Lenka.
"Apa Onii-chan pernah jatuh cinta?" Tanyanya.
Rinto terdiam sejenak. "Tidak pernah," Ia menggelengkan kepalanya. "Aku terlalu sibuk untuk menjagamu. Jadi tidak ada waktu untuk memikirkan urusan cinta," Lelaki itu terkekeh pelan. Membuat Lenka membuka matanya lalu menatap Rinto sambil menggembungkan pipinya.
"Aku tidak pernah meminta Onii-chan untuk menjagaku."
Rinto tersenyum kecil sambil mengelus rambut Lenka. "Itu sudah kewajiban seorang kakak untuk menjaga adiknya," Ia menurunkan tangannya dari kepala Lenka. "Memangnya kenapa?"
Lenka tersenyum sambil mengalihkan pandangannya. Menatap rel kereta didepannya. "sepertinya aku jatuh cinta pada seseorang."
Senyum Rinto pudar. Ia memandangi Lenka dengan tatapan nanar.
"Apa Onii-chan mau tahu nama lelaki yang aku sukai?" Tanya Lenka. Ia kembali menatap Rinto.
Rinto memaksakan diri untuk terlihat senang. Tentu ia tahu siapa lelaki yang dimaksud oleh Lenka. "Tentu saja."
Lenka mengangguk antusias. Kemudian mendekatkan mulutnya ketelinga Rinto. "Len-chan," Bisiknya. Kemudian ia menjauhkan mulutnya dari telinga Rinto.
Rinto terdiam. Dugannya tepat. Terlalu tepat malah.
"Onii-chan?"
Rinto kembali mengelus puncak kepala Lenka. "Kalau begitu berusahalah."
Lenka mengangguk semangat. "Aku pasti akan berusaha agar Len-chan menyukaiku," Kemudian ia memeluk Rinto. "Terimakasih Onii-chan."
"Ya," Ucap Rinto sambil menurunkan tanganmya kemudian mencium puncak kepala adiknya singkat. Lalu ia mendongakkan kepalanya. Menatap langit-langit stasiun. "Meskipun itu tidak akan mungkin," Ia bergumam sambil melingkarkan sebelah tangannya kepinggang Lenka yang telah tertidur disampingnya.
.
.
.
Kagamine Len berjalan menuju kelasnya dengan langkah tergesa. Sembari berjalan, ia menatap langit sore yang mulai berwarna kejingaan. Lalu ia mengalihkan sepasang shappire-nya ke arloji hitam dipergelangan tangannya.
Pukul 5 sore.
Len mendecak kesal. Jika bukan karena rapat klub yang diadakan mendadak sore itu, Len pasti sudah pulang daritadi bersama Yuuki. "Pasti Yuuki sudah pulang," Ia bergumam sambil mempercepat langkahnya. Dan ucapan Rin beberapa bulan lalu kembali terngiang ditelinganya.
Membuat Len tanpa sadar Len tersenyum. "Aku harus segera menyatakan perasaanku padanya," Ia bergumam sambil menggeser pintu kelasnya. Dan ia menyipitkan kedua matanya ketika shappire itu menemukan siluet seorang gadis yang duduk dengan menopang dagu sambil melihat kearah jendela. "Lenka? Kaukah itu?" Tanyanya sambil menghampiri sosok itu.
Dan sosok itu menolehkan kepalanya kearah Len. "Len-chan!" Ia berdiri dan tersenyum. "Akhirnya kau datang juga."
"Mana Rinto?" Tanya Len. Ia sudah berada dihadapan Lenka sekarang.
"Onii-chan sudah pulang," Jawab Lenka.
"Lalu kenapa kau belum pulang?" Tanya Len.
"Aku sedang menunggu seseorang."
Kening Len berkerut. "Menunggu siapa?" Tanyanya.
"Kau," Jawab Lenka. Masih dengan senyum diwajahnya.
"Aku?" Len menunjuk dirinya sendiri. Dan gadis didepannya hanya membalasnya dengan anggukan. "Memangnya ada apa?"
Lenka terdiam sambil menempelkan telunjuknya didagu. Pura-pura memasang ekspresi berfikir. "Mungkin karena aku ingin mengatakan sesuatu padamu,"
"Ha?" Kening Len kembali berkerut. "Kau ingin—"
"Aku menyukaimu," Lenka memotong ucapan Len.
Len tercengang untuk waktu yang lama. Ia sedang berusaha mencerna kata-kata Lenka yang didengarnya barusan.
"Len-chan, kau baik-baik saja?" Lenka mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Len.
"Maaf Lenka. maaf," Len berujar sambil membungkukkan badannya dalam. "Aku sudah menyukai gadis lain. Jadi aku tidak bisa menerimamu," Len kembali ke posisinya sesaat. Memberanikan diri untuk menatap Lenka. "Aku sungguh-sungguh minta maaf," Lelaki itu kembali membungkukkan badannya lebih dalam. Merasa tak tega karena telah menolak Lenka. Tetapi ia harus melakukannya. Ia tak ingin menyakiti perasaan Lenka lebih dari ini.
Lenka terdiam mematung mendengar jawaban Len. "Ap-apa ya-yang..." Lenka menggantung kalimatnya dan menghirup nafas sedalam yang ia bisa. Tiba-tiba saja setelah mendengar jawaban Len, gadis itu merasa udara disekitarnya menipis. "Apa gadis yang kau maksud itu Yuu-san?"
"Ya," Len mengangguk pelan. Lalu mengalihkan pandangannya. "Sekali lagi aku minta maaf."
Lenka merasa matanya memanas. Dan ia membalik badannya ketika setetes air mata jatuh mengaliri pipinya. "Aku mengerti," Ia berujar dengan suara parau.
"Maaf—"
"Berhentilah meminta maaf Len-chan," Lenka mengusap pipinya yang basah perlahan. Tak ingin Len mengetahui kalau ia tengah menangis. "Kau tak perlu merasa tak enak karena telah menolakku," Ia tertawa lalu membalik badannya sehingga ia kembali berdiri berhadapan dengan Len. "Sebaiknya kau segera menyatakan perasaanmu pada Yuu-san."
Dan wajah Len langsung saja terasa memanas ketika mendengar kalimat yang diucapkan Lenka. "A-aku... aku—"
"Mou! Apa kau tak takut kalau Yuu-san akhirnya menjadi milik orang lain karena kau terlambat menyatakan perasaanmu?" Lenka bertanya sambil berkacak pinggang.
"Te-tentu saja aku tidak mau!" Len berseru cukup keras dengan wajah yang memerah.
"Kalau begitu..." Lenka memegang kedua bahu Len dan membalik tubuh lelaki itu. "...Kau harus segera menyatakan perasaanmu padanya," Gadis itu berusaha mendorong tubuh Len menuju pintu kelas dengan sekuat tenaga.
"Ta-tapi aku— Len-Lenka..." Len berusaha menahan dorongan Lenka. Namun, tenaga gadis itu jauh lebih kuat dari perkiraannya.
"Mo... Mou! Jangan terlalu banyak berfikir! Sekali-kali gunakan perasaanmu. Jangan hanya gunakan otakmu saja," Lenka akhirnya berhasil mendorong Len mencapai pintu kelasnya. "Cepat katakan perasaanmu pada Yuu-san. Ia pasti juga sudah menunggu pernyataan cinta darimu," Lenka pun mendorong Len keluar kelas dengan dorongan yang cukup Len hampir terjatuh kedepan jika ia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Lalu gadis itu dengan segera menutup pintu kelasnya. Dan menahan pintu itu agar Len tidak bisa masuk
"He-hei Lenka! Buka pintunya!" Len berseru sambil berusaha menggeser pintu kelasnya. Namun sekali lagi, tenaga Lenka terlalu kuat untuknya.
"Aku... tadi... melihat Yuu-san... berjalan kearah... taman..." Lenka berujar dengan nada yang terputus-putus, ia hampir kehabisan tenaga akibat Len yang terus-terusan mencoba menggeser pintu kelasnya dari luar.
"Taman sekolah?"
Pertanyaan Len dari luar disertai tarikan pintu yang berhenti membuat Lenka melepas tangannya dari pintu. Dan gadis itu berdiri membelakangi pintu kelasnya kemudian menyenderkan punggung dipintu kelasnya. "Sebaiknya kau datangi dia dan segera nyatakan perasaanmu padanya," Ucap Lenka.
Dan setelah Lenka selesai berucap seperti itu, suara Len tak terdengar lagi. Lenka menghela nafas berat dan memberingsutkan badannya. Lalu ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Ia menangis.
Itu adalah satu-satunya cara yang ada dipikiran Lenka untuk mengeluarkan semua sesak yang ada didadanya. Ia sudah tak peduli jika Rinto menanyainya dengan berbagai macam pertanyaan saat ia sampai di rumah nanti. Ia hanya ingin menghilangkan sesak dan rasa nyeri yang memenuhi dadanya. Itu saja.
"Lenka, buka pintunya."
Suara yang berasal dari depan pintu kelasnya membuat Lenka menghela nafas. "Sudah kubilang untuk—"
"Ini aku Rinto."
Lenka langsung saja berdiri tanpa menghapus air matanya. Dengan kasar, ia geser pintu kelasnya dan langsung menerjang tubuh Rinto. Membuat keduanya jatuh terduduk akibat Rinto yang tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya karena terjangan Lenka yang tiba-tiba. "Onii... hiks... chan!" Ia terisak sambil meremas seragam Rinto menggunakan kedua tangannya.
Rinto memandangi helaian ikal Lenka dengan nanar. Hatinya serasa mencelos keluar melihat Lenka seperti ini. Tapi ia juga tidak bisa menyakahkan Len. Lelaki itu juga berhak memilih seseorang yang dicintainya. "Hei,hei tenang. Aku disini. Sudah jangan menangis," Ucap Rinto sambil membalas pelukan Lenka dan menyandarkan dagunya dikepala Lenka. Berusaha memberikan rasa nyaman pada Lenka yang keadaannya sedang kacau seperti ini.
Rinto menghela nafas ketika ia merasakan seragamnya sedikit basah akibat air mata Lenka. "Mungkin seperti ini lebih baik," Ia bergumam sangat pelan sambil mengelus surai pirang Lenka.
.
.
.
Len berusaha mengatur nafasnya mati-matian ketika ia sampai di taman sekolahnya dan mendapati siluet seseotang yang tengah duduk membelakanginya sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya.
"Len-kun?"
Sebuah suara yang familiar bagi Len dari arah depan membuat Len mengangkat kepalanya yang tertunduk akibat kegiatan mengatur nafasnya. "Yuu... Ki.." Ia menampilkan deretan giginya begitu melihat siluet itu menolehkan kepalanya kebelakang. "Ku kira... kau... sudah pulang," Ia pun menegakkan badannya ketika merasa oksigen dalam paru-parunya sudah terisi cukup.
"Mana mungkin aku meninggalkamu," Yuuki berdiri dan berjalan menghampiri Len. "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku ada disini?"
Len terdiam sesaat. "Ah... ya.. itu.. Naluri lelaki," Ia mengusap tengkuknya gugup. Sedikit merasa tak enak karena telah membohongi Yuuki. Hei, ia sedang berusaha menjadi keren didepan Yuuki. Jadi tak ada salahnya kan?
Yuuki terkekeh sebentar. Lalu ia memasukkan sebelah tangannya kedalam tasnya. Mencari sebuah saputangan yang biasa ia bawa. "Pakai ini untuk mengusap keringatmu," Yuuki menjulurkan tangannya kearah Len. Bermaksud menyerahkan saputangan berwarna red rose itu pada Len.
Namun, sebuah gerakan yang tak terduga terjadi. Len menarik lengan Yuuki dan dengan cepat mengecup bibir Yuuki singkat. Membuat Yuuki membelalakkan matanya. Terkejut atas apa yang dilakukan Len padanya.
"L-Le-Len-kun apa yang kau—"
"Aku mencintaimu Yuuki," Len memotong perkataan Yuuki sambil melepas lengan Yuuki dan mengalihkan wajahnya yang sudah terasa panas. "Jadilah kekasihku," Ucap Len.
Yuuki terdiam sesaat dan kemudian tertawa. "Apa kau benar-benar Len-kun?" Tanya Yuuki. "Len-kun yang ku kenal adalah orang yang-"
"J-jawab saja," Len kembali memotong ucapan Yuuki. Ia tiba-tiba saja menjadi gugup ketika ia menyadari perbuatannya barusan. Hei, seorang Kagamine Len dengan berani mencium dan menyatakan perasaannya pada seorang gadis? Oh ayolah, itu sangat bukan Len sekali kan?
Yuuki terdiam untuk waktu yang cukup lama sampai akhirnya gadis bermahkotakan helaian perak itu mengangguk mantap. "Aku juga mencintaimu Len-kun," Ia tersenyum.
Mendengar jawaban Yuuki, Len langsung saja memeluk Yuuki dan mencium pipi Yuuki singkat. "Aku mencintaimu. Sangat, sangat mencintaimu," Dan ia pun mengeratkan pelukannya sambil menyandarkan dagunya dikepala Yuuki.
Mereka tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengamati kegiatan mereka dari balik pohon yang tak jauh dari tempat Len dan Yuuki berdiri.
"Dasar bodoh," Rin bergumam sambil gadis itu menaikkan sebelah bibirnya sebagai tanda ia merasa senang karena usahanya membuat Len untuk tak ikut ayah dan ibunya tinggal di Korea tak sia-sia. "Sepertinya mulai malam ini aku harus menyiapkan diri jika sewaktu-waktu mereka mengabaikanku," Ucapnya sambil menghela nafas lalu melangkah pergi meninggalkan Yuuki dan Len.
.
.
.
.
End
A/N : Yohoo! Saya balik lagi :3 kali ini dengan ff Len x OC :D Oke, saya tahu kalau ff ini kepanjangan. Tapi ff ini adalah request dari SHIROI TWINS atau Yuuki dan bisa juga disebut sebagai OC dari ff ini /Plak/ sebagian ide dalam ff ini dari pemikirannya. Lalu bagaimana dengan aku? Yah, aku hanya tinggal menjabarkan idenya menjadi sebuah kalimat-kalimat gaje /dilempar Len/ dan hebatnya, kalimat-kalimat gaje milikku bisa jadi sepanjang ini xD ahahaha =D Aku sangat berterimakasih sama Yuuki atas ide-idenya. Yuuki! Ini ff requestmu sudah jadi dan udah dipublish /teriak pake toa/ Buat para readers dan juga Yuuki aku minta maaf kalau lagi-lagi ff buatan aku nggak memuaskan dan ceritanya gaje juga kepanjangan. Hontou ni Gomennasai /Ojigi/ Reviewnya boleh? Kritik? Monggo. Tapi jangan pedas-pedas ya ;3 hehehe. Terakhir, hontou ni arigatou gozaimasu! Jaa! Sampai bertemu di ffku selanjutnya ;3
