99 Pieces of Heart
Author :Yeaaaaaaaah… Halo semuanyaaaa… Saia anak baru di fanfict naruto. Saia Cuma mau numpang coba-coba bikin fanfict naruto. Mumpung ada cerita di kepala. Jadi, kita liat aja. Wokeh? Guuuud…
Summary:Legenda berkata manusia mempunyai 99 keping kecil hati yang satu persatu hancur bila ia disakiti hatinya. Tapi, tidak pernah ada orang yang disakiti 99 kali. Benarkah? Apa yang terjadi bila ke-99 keping hati itu hancur? Yaoi. Sasunaru, sainaru.
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Chapter 1 : Little Monster
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Konon katanya, ada sebuah legenda yang mengatakan bahwa setiap hati manusia terdiri dari 99 keping yang lebih kecil. Kepingan-kepingan itu akan hancur satu persatu tiap kali manusia itu disakiti hatinya. Namun, sampai saat ini belum pernah ada orang yang disakiti hatinya sebanyak 99 kali. Maka, sampai saat ini tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada orang yang semua keping hatinya hancur.
Sekali lagi, itu hanyalah cerita bodoh…
Hanya legenda…
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Seorang anak kecil berambut pirang berjalan pelan di desa Konoha. Langkahnya pelan seakan ia tidak ingin menabrak seseorang. Kepala pirangnya menunduk serendah mungkin. Kelihatan sekali ia berusaha keras agar tak ada yang menyadari keberadaannya.
" Monster!," teriak seseorang tiba-tiba disertai dengan sebongkah batu melayang kearahnya. Batu itu melesat mengenai bahunya. Tetapi bukan karena sebongkah batu itu ia merasa sakit. Namun karena pandangan penuh kebencian yang dilayangkan orang-orang di desa saat itu.
Pandangan mata yang menusuk ke hatinya. Ia saat itu tidak mengerti. Tidak mengerti apa yang dilakukannya hingga mendapat pandangan seperti itu. Tidak mengerti apa kesalahannya hingga ia harus dilempari sepanjang jalan.
Tanpa sadar pikirannya yang masih kecil membuat satu keputusan.
' Mungkin aku pantas diperlakukan seperti ini….'
Pada saat itu ia tidak melawan saat batu-batu melayang ke arahnya. Tubuhnya kecilnya dihujani lemparan bertubi-tubi. Lama-kelamaan kakinya tidak kuat lagi menahannya berdiri. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Namun suatu mantra tetap bermain berulang-ulang di kepalanya.
' Aku pantas mendapatkan ini… Aku pantas mendapatkan ini….'
Kesadarannya perlahan-lahan mulai menghilang. Ia samar-samar menyadari tendangan-tendangan dan pukulan yang dilayangkan ke tubuhnya. Cacian dan makian untuknya bertebaran di sekitarnya.
" Monster!! Bunuh dia!!,"
" Dasar bocah sial!!,"
" Pembunuh!!,"
" Kau memang pantas diperlakukan seperti ini!!."
" Bocah sepertimu tidak pantas hidup!!,"
' Pembunuh… Monster…,' kata-kata ini setiap hari terdengar ditelinganya. Penduduk desa terus-menerus memukulinya. Yang ia rasakan saat itu hanyalah rasa sakit. Darah menetes dari sudut bibirnya disertai dengan air mata. Ia tidak menyadari ia menangis. Air matanya menetes begitu saja mendengar kata-kata para penduduk.
" Dimana orang tuamu?! Bocah tidak berguna sepertimu memang tidak pantas punya orang tua!,"
" Pantas saja orang tuanya pergi meninggalkannya!! Mereka pasti tidak tahan mempunyai anak seperti dia!!,"
" Makhluk menjijikan!!,"
' Orang tua….'
Saat itu ia menangis. Bukan menangis karena rasa sakit yang ia rasakan. Hampir setiap hari ia mengalami ini. Tetapi ia menangis karena pikiran anak kecilnya menyadari sesuatu.
Ia tidak punya orang tua. Orang tuanya pergi karena ia menjijikan.
Untuk pertama kalinya selama 5 tahun. Ia menangisi orang tuanya. Bocah kecil itu hanya berbaring lemas menerima semua rasa sakitnya.
Dan pada saat itu, sekeping kecil hatinya hancur. Lagi…
xxxxxxxxxxxxxx
" Makan siang!!," terdengar teriakan penghuni panti asuhan. Naruto memandangi anak-anak kecil berlarian ke ruang makan sembari membawa piring mereka masing-masing. Ia ingin ikut berlarian bersama anak-anak seumurnya. Tetapi ia tahu, ia hanyalah monster. Monster yang tidak pantas melakukan hal-hal yang dilakukan anak-anak biasa. Ia tahu dengan jelas karena ia setiap hari ia selalu diingatkan oleh para suster mengenai ini. Jadi, Naruto berjalan pelan dan mengantri di barisan paling akhir. Ia harap hari ini ia beruntung untuk mendapat makanan.
Satu persatu anak pergi membawa makanannya ke meja makan. Hingga akhirnya Naruto mendapati ia satu-satunya orang yang belum mendapat makanan. Naruto menatap suster di hadapannya sembari mengangkat piringnya.
" Maaf, suster… Bolehkah aku meminta makanan?," tanyanya sopan. Suster itu hanya menatapnya sembari menyeringai menyeramkan.
" Kau mau makan, monster? Kalau begitu…," suster itu mengangkat sendok nasi lalu menuangkan isinya ke lantai. Ia mengambil sesendok sup dan menuangkannya pula kelantai. Mata Naruto membelalak melihatnya.
" Makanlah…," katanya. Naruto kecil menatap sang suster sejenak sebelum senyuman nampak di bibirnya. Perlahan ia membungkuk lalu duduk dilantai. Ia lapar. Sudah dua hari ia sedang tidak beruntung hingga tidak mendapat makanan. Perutnya sudah terasa sakit karena kelaparan. Saat ia mengulurkan tangannya untuk mengambil makanannya, suster itu mencegahnya.
" Oh tidak…tidak… pakai mulutmu…," katanya. Mata Naruto sekali lagi melebar namun ia tetap tersenyum.
" Baik, suster…," katanya. Perlahan diturunkan kepalanya hingga ia tepat berada di atas makanannya. Lalu dengan mulutnya diambil dan dimakannya makanan itu.
Suara tawa terdengar jelas dibelakangnya. Para suster dan para penghuni asuhan menertawakannya. Setetes air matanya jatuh menetesi makanannya. Namun ia langsung menghapusnya dan memasang senyumannya lagi. Dalam hatinya ia diam-diam berharap ia dapat menangis sekeras-kerasnya dan tidak perlu memasang senyumannya lagi. Suara tawa terus terdengar dibelakangnya.
Dan pada saat itu, sekeping kecil hatinya hancur. Lagi…
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Hari itu Uchiha Itachi, salah satu anggota pasukan ANBU elite sedang berjalan-jalan melewati sebuah taman bermain. Dia terlalu muak mendengar ocehan ayahnya tentang seluruh prestasinya yang tentu saja dia ingat dengan jelas. Dia tidak perduli apa yang dikatakan ayahnya bila menemukannya berjalan-jalan seperti ini. Segala sesuatu yang ada disekitarnya membosankan. Ia terus berjalan dengan wajah bosan hingga ia melihat sesuatu yang janggal.
Seorang anak kecil berambut pirang hanya duduk sendiri di atas ayunan yang sudah rusak sementara teman-temannya bermain bersama. Namun yang paling janggal adalah anak itu tetap tersenyum walaupun semua temannya mengacuhkannya. Tanpa ia sadari, ia berhenti untuk memandangi anak itu.
Beberapa kali ia melihat anak itu dicaci maki oleh teman-temannya. Namun, ia tidak menangis melainkan tersenyum. Ia hanya memandangi dari jauh saat anak itu didorong hingga terjatuh dari ayunannya hingga ia terpaksa pergi dari taman itu. Ia mengikuti anak itu dalam diam sembari memperhatikan semua reaksi penduduk melihatnya. Dalam hati ia berpikir keras mengapa anak ini terlihat dijauhi.
Anak itu berjalan hingga memasuki kawasan hutan. Tiba-tiba ia berbalik dan menatap lurus ketempat persembunyiannya.
" Tuan yang disana, kau bisa keluar…," katanya lembut. Itachi nyaris mengeluarkan suara karena kaget. Kalau bukan karena control dirinya yang hebat dan jiwa Uchihanya, ia pasti sudah terjatuh. Dengan tenang ia keluar dari tempat persembunyiannya. Anak itu hanya tersenyum kepadanya.
" Jadi, kau sudah tau aku mengikutimu?," tanya Itachi.
" Ya, ANBU-sama…," jawab Naruto sopan.
" Sejak kapan?," tanyanya lagi. Tidak mungkin anak ini bisa merasakan kehadirannya. Ia sudah menyembunyikan cakranya. Lagipula ia hanya seumur Sasuke, bahkan lebih muda. Tidak mungkin anak berumur 6 tahun mampu melacak kehadirannya.
" Sejak dari taman, ANBU-sama," jawabnya lagi. Itachi semakin kaget mendengarnya. Semakin lama ia menjadi semakin penasaran dengan anak ini.
" Siapa namamu?."
" Uzumaki Naruto, salam kenal ANBU-sama," kata Naruto. Itachi mengangguk lalu mempersilahkan Naruto untuk melanjutkan apa yang ingin ia kerjakan di hutan ini. Naruto hanya tersenyum sembari mengeluarkan beberapa kunai dan shuriken dari kantungnya.
Selama hidupnya, Uchiha Itachi belum pernah menemukan sesuatu yang lebih menarik dari bocah Naruto dihadapannya ini. Beberapa kali ia kagum melihat kemampuannya dalam usia yang masih dini. Bocah ini sudah bisa menggunakan bunshin, berjalan di atas pohon dan air, melempar beberapa kunai dan shuriken sekaligus dengan tepat dan beberapa teknik lain. Sasuke adiknya saja masih tidak becus untuk melempar beberapa kunai dengan tepat. Bahkan dia, Sang Prodigy dari Uchiha belum bisa melakukan apa yang dilakukan bocah ini saat masih seumurnya. Semakin lama, ia menjadi semakin penasaran.
" Hey, Uzumaki… Siapa yang mengajarimu?," tanyanya lagi. Hari ini ia benar-benar sudah terlalu banyak berbicara.
" Tidak ada, ANBU-sama. Saya hanya melihat buku-buku di kantor Sandaime-sama…," jawabnya. Itachi menatap bocah ini tajam-tajam sebelum bicara.
" Hn… Kalau begitu… Aku yang akan mengajarimu…," katanya. Senyum di bibir Naruto tampak lebih lebar dan sinar di matanya kini lebih terang. Setidaknya ia bertingkah seperti anak kecil saat itu.
" Arigato, ANBU-sama…," kata Naruto sembari membungkuk.
' Hnn… Setidaknya ini lebih menyenangkan daripada mengajari Sasuke….'
To be Continued
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Author :Lalalallala… Satu chapter abis… Syalalallaalla… Gimana menurut kalian? Ripyu yaaa…
