Title: Red shoes.
Author: Meonk and Deog.
Genre: Angst, Hurt/Comfort, Romance.
Rate: M.
Main pair: KyuMin.
Main cast: Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Song Ji Ahn (OC).
Disclaimer: Characters in this story isn't mine but the story is mine! And only mine!
Warning: Yaoi, Male X Male, NC, Rape scene, OC, OOC, Pedo Kyu, Kid Min, GS for Leeteuk, miss typo, typo, dll.
Summary: "Anak manis itu kembali tersenyum, menenteng sepatu putih dengan sedikit bercak merah merekah darah. Obsidiannya menangis, mengutukmu dalam segala perbuatanmu. Dan kini lullaby malam yang selalu dinyanyikan menjadi pengantar untuknya mulai beristirahat. Cho Kyuhyun, pantaskah kau mengatas namakan cinta atas aksimu?"
YOU CAN BASH AUTHOR OR THIS STORY!
BUT FOR CAST, I CANT TOLERIR THAT!
NO COPAST! NO PLAGIARISM!
DON'T LIKE! DON'T READ!
Happy reading ^^
Kyuhyun. (27 tahun)
Sungmin (7 tahun)
.
.
.
Author Pov.
Cinta…
Kata penuh makna tanpa arti itu…
Tak ada yang benar-benar mengerti, tapi setiap orang memiliki jawaban yang berbeda untuk menggambarkannya.
Termasuk anak itu…
Anak yang bahkan belum melihat bagaimana dunia bisa menerimanya.
Anak yang bergelut dalam ketulusan, kini dihadapkan beribu tanda tanya.
Cinta…
Bagaimana kau mendiskripsikannya?
Bagaimana dia mendiskripsikannya?
Bagaimana mereka mendiskripsikannya?
Bagaimana kami mendiskripsikannya?
Dan…
Bagaimana Tuhan mendiskripsikannya?
.
.
.
9/March/1999. Haeundae.
Twinkle, twinkle little stars…
How I wonder what you are…
Up above the world so high…
Like a diamond in the sky…
Twinkle, twinkle little stars…
How I wonder what you are…
Setiap baris lirik yang dihafal terlantun rapi juga lembut menguar, membaur dikeluarkan dari bibir pulm tipis. Setiap pijakkan langkah yang dilakukan terlihat jelas, menuntunnya kearah yang diinginkan. Gumaman-gumaman kecil terus berlanjut hingga kedua maniknya membesar. Manik yang terlihat lebih indah dari secercah cahaya pagi. Berbinar, menyuarakan kebahagian tak terhingga.
Anak kecil itu bernama Lee Sungmin. Anak kecil dengan seribu ketulusan murni diwajahnya. Berjalan pelan menuju fragmen cerita, hingga potongan-potongan kecil memberikan petunjuk untuk akhir yang dijalani.
Ia tersenyum kecil ketika siluet seseorang melintas. Tapakkan yang awalnya lamat, kini dipercepat. Tak ada yang tahu untuk apa, kikisan jarak makin terpampang jelas. Tangannya merentang merengkuh udara, hingga tubuh kecilnya terengkuh dalam pelukkan kasih sayang seorang Ibu.
"Aigoo, Sungmin-ah." Wanita berusia 30 tahun keatas itu memekik gembira saat anak yang sejak tadi dicari, kini ditemukan dengan senyum mengembang sebagai awal. Sungmin, sang anak terkikik kecil merasakan pelukkan sang ibu yang makin mengerat, menghangatkan tubuh dari udara musim semi. Dengan gerakkan cepat, tubuh mungil itu terangkat naik. Mendekap tubuh sang ibu.
"Eomma, aku lapar." Kalimat singkat itu mengembangkan senyum Park Jung Soo, sang ibu. Ia mengangguk, mengecup cepat pipi bulat sang anak sebagai jawaban.
"Cha! Apa yang kau mau?" Mendengar pertanyaan itu, dengan cepat Sungmin memekik kata daging. Air muka Jung Soo tak diperhatikan. Namun cukup menjadi penanda bahwa raut wajah itu menandakan jika ia tak sanggup mengabulkan permintaan sang anak.
.
.
.
9/March/1999. Seoul.
Alunan nada terus berputar, tak berniat berhenti bahkan ketika seseorang mulai menyapa sketsa bisu hitam. Terlalu pelan hingga keterlelapan segera menyeruak, masuk dengan mudah menganggu sistem tubuhnya. Hampir saja bayangan imajinasi terkumpul menjadi objek yang harus terus diperhatikan, namun sebuah tepukkan pelan pada pundak lebarnya, menghentikan.
"Suamiku…" Sayup-sayup panggilan nama itu terdengar seperti sebuah bisikkan. Laki-laki itu menggeliat, mengerjapkan matanya lalu menatap intens sang istri. Senyuman manis sedikit terkembang, sebuah kecupan singkat memulai percakapan diantara mereka.
"Kenapa tidak bilang jika sudah datang?" Suara lembut memenuhi ruangan. Kyuhyun, laki-laki itu menggeleng, ia punya alasan untuk melakukannya. Tak ingin membiarkan tidur lelap sang istri terusik akibat kedatangannya menjadi alasan konyol pencover fakta bahwa ia ingin menarik diri dari lingkungan rumah tangga yang makin terasa menjenuhkan.
"Aku tidak ingin mengganggu tidurmu." Ia berujar, wajah stoicnya tertarik keatas hingga kesan ramah dengan mudah ditampilkan. Matanya mengedar, mencari sesosok yang tumbuh dari benihnya terdahulu. Benih yang beberapa tahun ini tumbuh menjadi batita kecil tak berdosa. Sang istri mengkerutkan kening, namun sedetik kemudian ia seperti tersadar dari ilusi yang diciptakan pria dihadapannya.
"Alasan konyol apa itu? Tidur diruang tamu seperti ini malah makin mengganggu tidurku." Sarkasme itu terdengar lembut hingga nyaris terbalut oleh renggekkan rendah. Tawa renyah dikeluarkan Kyuhyun, kekonyolan singkat menyapa, hingga perutnya terasa terkocok. Bukan sebuah komedi luar biasa yang dikeluarkan pelawak nasional Korea, ini terasa begitu spesial akibat sang istri yang tak pernah merajuk, kini malah mengeluarkan sifat kekanak-kanaknnya.
Tubuh tegapnya berdiri tegak, menapak lantai marmer dingin. Pelukkan juga dekapan hangat dibiarkan berlalu begitu saja, tujuannya saat ini adalah menyapa sang buah hati yang mungkin masih terlelap dikamar mewah itu.
.
.
.
9/March/1999. Haeundae.
"Barang kami sudah dikemas, lusa aku akan datang kerumah kalian." Interaksi secara tak langsung itu terkuar indah dengan senyuman tulus yang terkembang sempurna. Telpon umum yang digenggam semakin menguat. Perasaan bahagia itu tak main-main, terlandaskan akibat rasa rindu terhadap sanak saudara yang sudah lama ditinggalkan. Juga bayang-bayang rasa nyaman tinggal dirumah mewah dengan pekerjaan sederhana makin membuat hatinya berdegup kencang.
"…"
"Anni…, eonni yang harusnya berterimakasih padamu. Perekonomian keluarga kami memang sedang sangat buruk. Kau benar-benar membantuku." Senyum syukur itu tak muluk-muluk, tuntutan kehidupan tak pernah main-main tersirat dimatanya. Genggamannya pada bocah disampingnya makin mengerat. Sang bocah, memiringkan wajah tanda tak paham dengan obrolan dewasa yang kini menyapa inderanya.
"Baiklah, sampai jumpa lusa. Kami berangkat dengan kereta sekitar jam 7 pagi, mungkin jam 8 malam sudah tiba di Seoul. Ucapkan rasa terimakasihku pada Cho Kyuhyun." Ia menutup obrolan dengan ucapan 'terimakasih' terselubung. Tangan mulusnya meletakkan telpon umum kembali pada tempatnya. Dan dengan sigap mensejajarkan tingginya, lalu merengkuh bocah dibawahnya erat.
"Kita makan daging Sungmin-ah!" Sang ibu berteriak bahagia. Sungmin tersenyum, memamerkan gigi-gigi susunya. Ia tak tahu apa yang terjadi, otaknya hanya memproses satu hal. Ia ingin bahagia…
"Daging sapi boleh?" Suara tenor itu langsung dihadiahi anggukan singkat oleh sang ibu.
.
.
.
11/March/1999. Seoul.
Siluet wajahnya terlalu sempurna memantul dengan kaca memamerkan refleksi indah bagi sang penerima. Simpul dasi rapi dibuat jemari lentiknya, menambah kesempurnaan yang tak akan pernah membuatnya puas.
"Kau sudah tampan…" Candaan dari belakang tubuh membuatnya tersentak. Surai kecoklatan yang sudah tertata rapi, kini harus melawan, menabrak arah angin hingga membuatnya sedikit berantakkan. Senyuman singkat mencuat, sebuah kecupan didapatkan sebagai awal pagi dingin.
"Saudaraku bilang, mereka akan sampai Seoul hari ini." Kyuhyun hanya menggidikkan bahu seolah tak peduli dengan wanita yang berada didepannya. Song Ji Ahn, nama wanita itu mendengus kesal. Matanya tersorot lurus terlampir memperhatinkan gestur tubuh sang suami.
"Hei!" Ia memekik, kakinya menghentak menabrak lantai. Ia benar-benar kesal dengan sikap acuh yang Kyuhyun tunjukkan. Kyuhyun menghela nafas sebagai respon, interaksi tak berlebihan dilakukan.
"Baguslah…, itu bagus untukmu. Itu berarti saat aku pergi, kalian tidak hanya berdua dirumah sebesar ini." Kyuhyun menjawab final. Ia melangkahkan kakinya pergi setelah sebelumnya mengecup pelan kening sang istri dan meraih tas kerjanya.
.
.
.
11/March/1999. Train.
Sungmin dengan mata bulatnya menatap segala sketsa yang disuguhkan. Ia tak pernah merasa bosan. Ini kali pertama dirinya menapakki lantai kereta api. Dan ini kali pertama baginya untuk melihat bayang-bayang kota Seoul. Roti keju yang digenggamnya tak pernah habis, bocah ini terlalu sibuk dengan pikiran mengasyikkan namun sederhana.
"Sungmin-ah, kau senang?" Suara lembut itu memaksanya mendongak. Senyumannya memudar, pertanyaan yang sempat terlupakan kini kembali terlintas dalam benaknya.
"Ini menyenangkan, benar-benar menyenangkan! Tapi kenapa appa tidak ikut?" Tangannya bergerak antusias sebagai definisi sederhana. Namun ada yang menjanggal, antusiasme itu perlahan memudar dengan bibir bergetar. Sang ayah…, Lee Young Woon. Tidak ikut bersama mereka.
"Appa harus bekerja didesa. Jika dia ikut, maka tidak akan ada yang menjaga rumah. Lagipula sebulan sekali kita akan menjenguk appa. Atau kau mau appa yang datang ke Seoul? Kita main ketempat terindah disana." Park Jung Soo berusaha menahan nada bicara. Perasaan sedih terpisah dari suami, menjadi beban baru. Namun demi hidup yang lebih baik dari sebelumnya, ia akan melakukannya. Lagipula baginya ini bukan sebuah perpisahan. Beberapa tahun lagi, ia akan menjemput sang suami menempuh hidup yang lebih baik.
.
.
.
11/March/1999. Seoul.
Semakin gelap, Seoul sudah sangat gelap. Namun cahaya dari bulan masih berniat menjadi penerang kekelaman yang terjadi. Kepulan awan yang menghitam, juga angin musim dingin yang tidak benar-benar hilang membuat dekapannya pada mantel kecilnya mengerat. Onyx lugu pada seseorang yang duduk disamping sana membuatnya sedikit berjengit takut.
Wajahnya stoic, dengan peraduan kulit putih pucat yang sempurna mendirikan bulu kuduk Sungmin. Sapuan asap rokok pada udara sekitar semakin menambahkan kesan buruk Sungmin pada sosok didepan sana. Perlahan ia mendekat kearah sang ibu, menggenggam tangan Jung Soo erat mencari kehangatan absurd.
"Sungmin-ah…, kau suka kue?" Sebelum menjawab pertanyaan Ji Ahn, tatapan Sungmin sekilas mengedar teralih pada sang ibu, meminta persetujuan. Jung Soo mengangguk, membiarkan sang anak berhenti bersikap canggung.
"Ne." Jawabnya. Tangan-tangan kecilnya masuk kedalam toples meraih kue keju kering yang sejak tadi menggoda batinnya. Senyuman singkat terkembang dari sosok dingin itu, mulut yang bergerak maju mundur akibat kegiatan mengunyahnya membuatnya terlihat amat menggemaskan.
"Makannya hati-hati. Ahjumma masih punya banyak kue, semuanya untukmu." Ji Ahn berujar riang, gendongannya pada batita kecil bernama Kibum itu mengerat.
"Mulai besok kau mau menemani Kibum mainkan?" Anggukkan mantap didapatkan, didalam benak Sungmin, ini sangat menyenangkan. Dengan menjadi teman bermain Kibum-anak itu- maka kue-kue ini, juga teman baru didapatkannya. Kembali Kyuhyun mengulas senyum simpul memperhatikan gestur polos yang ditampilkan, anak yang diketahuinya bernama lengkap Lee Sungmin.
"Kyuhyun-ah, sekali lagi terimakasih." Jung Soo berucap. Matanya berbinar, mimic wajahnya benar-benar tulus. Cho Kyuhyun lagi-lagi tersenyum. Perlahan jemarinya menyulut rokok pada dasar asbak hingga sebercik api itu mati. Tangannya masuk kedalam saku celana, meraih sesuatu.
Sungmin mendongak lemah, ketika kepalan tangan terbuka menampilkan sebungkus permen berwarna kuning dengan orname keju sebagai hiasan.
"Permen keju, dari Jepang." Cho Kyuhyun mengeluarkan kalimat pertamanya. Dua wanita yang ada disana kontan membuka mulut, ini baru pertama kali sosok dingin yang terkenal tak terlalu menyukai anak-anak bisa bersikap sedikit ramah.
Sungmin mengkerutkan kening, air mukanya terlihat amat masam. Namun sedetik kemudian, tangan kecilnya dengan cepat meraih bungkusan itu, lalu membungkukkan tubuh menggumamkan kata terimakasih.
.
.
.
20/April/1999/Seoul.
Gundukkan pasir yang menggunung sesekali menghambat langkah Sungmin untuk berlari. Tangannya yang menggenggam tumpukkan permen juga makanan bayi semakin membuat beban ditubuhnya bertambah. Namun bocah manis ini sama sekali tak berniat berhenti melangkah, senyuman dengan wajah berbinar terkembang ketika batita kecil melintas tak jauh dari tempatnya berada. Merangkak diatas rerumputan hijau yang tertata rapi ditaman belakang kediaman keluarga Cho.
"Kibum-ah! Jangan jauh-jauh mainnya!" Sungmin akhirnya memilih mendudukkan tubuh setelah dirasa Kibum tak akan lagi bermain ditempat yang berbahaya. Tubuhnya kini terfokus pada 2 kegiatan, indera penglihatan yang terus memperhatikan setiap gerak-gerik batita berusia 2 tahun didepan sana sementara kedua tangannya mulai memilah-milah makanan yang dibawanya tadi.
Sudut mata Sungmin sesekali melirik kebawah untuk mencari kue keju kesukannya. Jemarinya bergerak-gerak tak beraturan. Lama ia terus terfokus pada 2 kegiatan hingga akhirnya ia jengah dan sontak memfokuskan kedua matanya untuk mencari kue keju kesukannya.
"Kibum-ah…" Ia bergumam singkat, menelisik setiap bungkusan itu. Tak memperhatikan bocah kecil yang terlihat kebingungan dengan kedatangan sang ayah yang perlahan mengendap-ngendap ke belakang tubuh Sungmin. Langkah Kyuhyun semakin terdengar mendekat, menyisih jarak antara dirinya dengan Sungmin.
"Kibum-ah, ayo main ke-" Kedua maniknya melebar sempurna. Sosok Kyuhyun yang datang tiba-tiba menyerahkan sebungkus permen keju hampir membuatnya terpekik. Namun dengan sigap Sungmin berusaha menahan rasa keterkejutannya. Jemarinya perlahan meraih bungkusan yang Kyuhyun berikan padanya.
Sebercik rasa canggung dan tak tenang menghingggapi saat tubuh Kyuhyun terduduk dibelakang tubuh Sungmin. Keringat dingin menetes, manik Sungmin bergerak-gerak resah. Ia memang menatap Kibum yang terus bermain diatas gundukkan pasir. Namun pikirannya kini terfokus pada suara-suara lembut yang berkumandang dibelakang tubuhnya.
Genggaman Sungmin pada bungkusan permen keju itu terlepas, sosok dibelakang tubuhnya tiba-tiba dengan sangat gesit meraih kedua tangan kecilnya. Membawa kedua tangan mungil itu kebelakang dan meletakkannya diatas selangkangan Kyuhyun.
"Ahjussi?" Sungmin kebingungan. Jemarinya seperti dipaksa meremas sesuatu. Sungmin masih mencoba untuk tak berpkiran buruk saat desahan-desahan itu lolos berbarengan dengan intensitas remasan tangan Kyuhyun pada tangan Sungmin yang juga meremas gundukkan yang terletak diantara selangkangan Kyuhyun.
"Ahjussi…" Kedua obsidian itu memerah. Sungmin mulai takut dengan kegiatan yang dilakukannya. Semuanya terasa memudar, kepalanya berat. Denyutan pada urat dahinya membuat kedua manik indah itu mengabur. Semuanya terasa pening.
"Ahjussi…" Sungmin berucap semakin kencang. Mengucapkan panggilan itu pada sesosok didepannya. Kyuhyun yang awalnya mulai menikmati setiap aksi yang telah terjadi kini membuka mata. Memperlihatkan wajah stoic itu dengan mudah pada bocah kecil didepannya.
"Kau cantik Sungmin-ah…"
.
.
.
TBC?
.
.
.
Mind to Review?
.
.
.
Author note:
Kya! Kkkk~ annyeong! Kami muncul lagi #deep bow. Kkkk~ sesuai janji kami, ff yang mengisahkan tentang cerita pedo sudah kami munculkan! Kkk xD. Apa alurnya terlalu cepat? Huahhh kami benar-benar minta maaf untuk itu! Karna mungkin ff ini tidak akan sepanjang fic kami yang lain *bow.
Kami juga minta maaf untuk kesalahan kata, banyaknya typo, diksi yang berantakan, segala kesalahan, juga perbedaan umur antara Sungmin dengan Kyuhyun yang sedikit ekstrim. Karna jujur, menurut kami perbedaan umur 20 tahun baru bisa dikategorikan pedo.
Kkkk~ kami juga mau berterimkasih pada reader sekalian yang sudah meriview dan membaca ff kami sebelumnya. #deep bow. Jeongmal khamsahamnida! ^0^
Jadi apa ff ini pantas untuk dilanjutkan?
Jika 'iya' tolong tinggalkan review~ xD
