Haii, aku up cerita ini karna aku lagi gabisa tidur malam ini. Mohon maaf untuk typo yang bertebaran.
semoga suka..
Live with darkness
Warning!
Angst, male pregnant, mature content.
happy reading!
-
Kaki kurusnya melangkah memasuki gedung agensi tempatnya bernaung. Terhitung sudah enam bulan dirinya menjalani training sebelum debutnya tiba. Sabtu depan. Dirinya akan di debutkan sebagai salah satu artis yang bernaung di bawah lebel SM Entertainment. Orang-orang memanggilnya dengan sebutan Bee.
"Bee, manager Kang memanggilmu." teman seperjuangannya itu melongokkan kepalanya kedalam ruang latihan menari. Dimana dirinya berada.
"Aku akan segera kesana, terimakasih." segera dia bereskan perlengkapan yang dia bawa. Menggendong ranselnya dan membawa tubuhnya untuk menemui managernya.
Dia membuka pintu ruangan dimana managernya berada setelah sebelumnya mengetuk pintu.
Disana ternyata tidak hanya terdapat managernya. Seorang pria berperawakan tinggi duduk di depan sang manager.
Dirinya berdiri di samping pria yang tengah terduduk itu. Membungkukkan tubuhnya sebagai ucapan salam kepada managernya.
"Bee, dia adalah Richard Park. Dia yang akan menggantikan Loco untuk berkolaborasi denganmu."
Dirinya langsung melihat ke arah lelaki itu. Melempar senyum lalu saling memperkenalkan diri.
Kemudian dia terduduk di samping lelaki itu setelah managernya mempersilahkan.
"Kau sudah dengar bukan rapper Loco tidak bisa melanjutkan kolaborasinya denganmu karna scandal yang di alaminya? Karna itu Richard akan menggantikannya untuk berkolaborasi denganmu."
"Aku mengerti." Dia menyetujui. Karna mau tidak mau itulah tanggung jawab yang harus di embannya.
Setelah itu mereka berdua berjalan memasuki ruang rekaman. Memulai semua persiapan dari awal.
Semuanya berjalan dengan lancar. Meskipun rekaman itu harus di ulang beberapa kali untuk menyesuaikan suaranya dengan Richard.
Sebenarnya dia tidak begitu menyukai Richard. Perangainya begitu dingin dan tidak banyak bicara membuat dirinya selalu dalam kecanggungan.
Terlebih beberapa kali dia mendapati Richard yang menatap dirinya seolah menguliti. Namun dia selalu menyangkalnya. dalam pikirnya, mungkin dia hanya salah lihat.
Dua hari kemudian teaser music videonya sudah di unggah ke media sosial milik agensi. Banyak komentar memuji yang ditujukan padanya maupun Richard. Memiliki suara yang indah dan rupa yang menawan. Teaser itu telah di tonton satu juta kali hanya dalam sepuluh menit. Dia bangga bukan main.
Setelah pengunggahan teaser itu, dia dan Richard mendapatkan banyak penawaran untuk tampil perdana mereka di atas panggung. Di depan khalayak banyak.
Namun, managernya telah menandatangani dari jauh hari bahwa mereka akan debut di studio televisi yang memang telah memiliki kontrak dengan agensi.
Tiga hari sebelum debut, Jadwalnya sangat sibuk. Hingga membuatnya pulang larut malam daripada biasanya. Dirinya kini tidak lagi tinggal di sebuah apartement kecil miliknya, melainkan di sebuah dorm yang telah di sediakan agensi.
Pukul 23.30. Dirinya baru berjalan keluar dari ruangan si manager setelah sebelumnya di adakan briefing kecil untuk persiapan debutnya dan Richard. Suasana sudah sangat sepi. Mungkin hanya ada si manager dan Richard yang masih terlibat pembicaraan di lantai empat sana.
Hanya perasaannya saja atau bagaimana, tapi dia merasakan seseorang seperti tengah mengikutinya. Namun dia tidak menemukan siapapun disana saat menolehkan kepalanya.
Dirinya pun kembali melangkahkan kakinya untuk segera keluar dari gedung agensi menuju dormnya.
Belum sempat tangannya mendorong pintu keluar, seseorang menbekap mulutnya dari belakang dan menyeretnya ke dalam toilet di lantai dasar itu.
Dirinya langsung terhempas kedalam salah satu bilik toilet saat orang itu mendorong kasar tubuhnya.
Dia membelalakan matanya saat retinanya menangkap bahwa pelakunya tak lain adalah Richard.
Perasaan takutnya besar bukan main. Terlebih saat melihat seringaian Richard di bibirnya bersamaan dengan lengan atasnya yang di cengkram kuat oleh Richard. Memaksanya untuk berdiri.
Belum sempat dirinya memberontak dan berteriak, Bibir Richard membungkam bibirnya dengan kasar. Melumatnya penuh nafsu, dan menggigitnya kuat hingga berdarah.
Dia masih berusaha meronta dalam cengkraman Richard.
"Hmmph. TOLOOONGmmph."
Dia berusaha melepaskan dirinya. Berusaha berteriak meminta tolong, berharap ada seseorang yang mendengarnya.
Namun usahanya sia-sia. Richard tidak membiarkannya lepas. Terlebih saat Richard menghentikan ciumannya, menggantikan bibirnya dengan cepat menggunakan sapu tangan untuk menyumpal mulutnya. Meredam suaranya.
Membalikan tubuhnya menghadap tembok setelahnya. Dia bisa merasakan ikatan tali pada kedua tangannya di belakang sana. Dan Richard yang menghimpit tubuhnya.
"HMMMMMP!" teriakannya teredam oleh sapu tangan di mulutnya.
Tubuhnya digerakan dengan kepayahan mencoba untuk melepaskan diri. Usahanya tetap sia-sia.
Pertahanannya hancur. Dirinya menangis hebat saat merasakan tangan Richard melepas paksa celana yang di kenakannya. Berikut dengan dalamannya.
Suara resleting celana yang di turunkan semakin membuat dadanya bergemuruh. Terlebih saat Richard menarik kebelakang pinggulnya dan menghentak satu-satunya lubang di sana dengan sesuatu yang besar dan keras dalam sekali hentak.
Tubuhnya menegang. Kepalanya mendongak. Matanya membelalak lebar dengan pupil yang mengecil. Tangannya yang terikat saling mencakar satu sama lain. Jari kakinya menekuk dengan keras.
Sakitnya luar biasa. Dia bahkan bisa merasakan sesuatu mengalir di kakinya.
Dan rasanya dirinya ingin mati saja saat Richard kembali menghentak kasar dirinya. mengeluar masukkan kejantananya dengan cepat. Mengabaikan dirinya yang bernafas dengan kewalahan. Air mata membuat pandangannya memburam. Tubuhnya mati rasa.
Bahkan kini Richard mengoyak pakaiannya. Merobek paksa bagian depan kemejanya hingga beberapa kancing terpental.
Memelintir kasar puting dadanya. Menggigit tengkuk dan leher sampingnya serta kedua pundaknya.
Dia bisa merasakan Richard semakin cepat menggerakan kejantanannya. Dirinya bahkan tidak sanggup untuk berteriak lagi. Tenaganya habis. Dan sesuatu dengan deras menyembur di dalam sana. Memenuhi perut bawahnya dengan sesuatu yang panas.
Dirinya langsung jatuh terduduk saat Richard melepaskan tautan tubuhnya.
Dia pikir semuanya telah berakhir. Tapi tidak ketika Richard membalik tubuhnya untuk saling berhadapan. Membuka lebar kedua kakinya dan kembali menghujam dirinya.
Dia tidak sanggup lagi. Tubuhnya kebas. Bahkan ketika Richard melepas sapu tangan di mulutnya, dia tidak sanggup mengeluarkan suaranya. Matanya terpejam. Dan dia hilang dalam kesadarannya saat Richard kembali mencium kasar bibirnya.
-
Dia tersadar dari tidurnya saat silau matahari mengusik dari balik jendela. Dia membuka kedua matanya perlahan dan pening langsung mendera kepalanya. Tubuhnya remuk dirasa
Seseorang langsung menghampiri mengetahui dirinya telah tersadar. Managernya.
"Jangan terlalu di paksakan. Rilekskan dirimu, Bee." si manager kembali membenarkan selimut di tubuhnya.
"Aku dimana?"
"Kau di rumah sakit, Bee"
Dirinya langsung termenung. Bayangan-bayangan samar mulai memasuki ingatannya. Matanya bergerak gelisah. Tubuhnya bergetar. Sebelum akhirnya dia berteriak hiasteris saat mampu mengingat semua kejadian yang menimpanya. Tangannya mencakar kasar seluruh bagian tubuhnya.
Si manager kewalahan di buatnya. Memencet tombol darurat di samping ranjang dengan terburu-buru.
Tepat setelah pintu ruangan terbuka yang menampakan dokter dan beberapa suster, Dia langsung jatuh tak sadarkan diri kembali.
Tiga jam setelahnya. Dia yang sudah tersadar dan kembali tenang, diam-diam mendengarkan penjelasan dokter dengan si manager, yang baru saja memeriksa keadaannya.
"Pasien terguncang dengan apa yang di alaminya. Tolong terus awasi pasien. Jangan biarkan pasien terlalu lelah berpikir. Pasien harus di rawat disini beberapa hari agar kesehatannya terkontrol."
"Baik dok, terimakasih." Si manager membungkuk. Dan dokter itu keluar dari ruangan setelahnya.
"Tak apa Bee, aku disini. Ah, aku harus menghubungi kelurgamu. bolehkah?"
"Aku hanya memiliki satu adik perempuan sebagai keluargaku. Apa aku harus memberitahunya yang sangat mengkhawatirkanku walau hanya aku bercerita tentang kelingkingku yang terkilir saat latihan menari?" Air matanya kembali mengalir. Si manager hanya diam mendengarkan.
"Bagaimana dengan karirku?" Tanyanya membuyarkan lamunan si manager.
"Debutmu di tunda dua bulan kedepan sampai keadaanmu benar-benar membaik." Jawab si manager.
"Cih, Aku bahkan habis di perkosa. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya begitu saja! hks."
Dia mengelap kasar air mata di wajahnya. Manager lagi-lagi hanya terdiam.
"Bagaimana dengan si keparat itu?" Dadanya sakit buakan main mengingat wajah bajingan itu.
"Richard melarikan diri malam itu. Aku menemukannya yang sedang menggaulimu saat ku dengar suara dari arah toilet saat aku akan kembali ke rumah. Dia memukulku saat itu juga dan langsung melarikan diri sebelum aku sempat menghentikannya. Lalu aku langsung membawamu ke rumah sakit. Polisi sedang mencarinya saat ini."
"Biarkan aku sendiri. Aku ingin istirahat." dia memiringkan tubuhnya menghadap jendela.
Si managerpun keluar untuk meninggalkannya yang mulai menangis dengan pilu lagi.
-
Ini hari keempat dirinya berada di rumah sakit. Tubuhnya sudah bisa di dudukan.
Selesai jam makan siang, managernya datang membawa berita perkembangan mengenai Richard.
"Polisi sudah menemukan Richard dan menahannya di kantor. Pagi tadi dia sudah dimintai keterangan. Dia mengakui semuanya. Richard mengalami gangguan seksual berlebih. Dia tidak bisa mengontrol hasratnya saat gairah sudah di puncaknya. Dia menginginkan tubuhmu dari pertama kali kalian bertemu. Hukum akan menindaklanjuti hal ini. Tapi mereka memintamu memberikan saksi untuk memutuskan hukuman yang akan di timpakan kepada Richard."
Dirinya terhenyak mendengar jawaban managernya. Fakta bahwa semua perasaan yang di abaikannya selama ini memang benar.
Dia juga gelisah memikirkan apakah dirinya sanggup untuk bertemu muka dengan Richard lagi. Membayangkan wajahnya saja dia merasakan ketakutan yang berlebih.
-
Di minggu kedua setelah dia keluar dari rumah sakit, sidang itu di adakan.
Dia duduk di kursi saksi. Richard disana. Duduk di kursi terdakwa tepat di hadapannya. Menatap dirinya dengan datar tanpa ada rasa bersalah.
Manager mengelus pundaknya dengan lembut mencoba untuk menenangkannya.
Setelah hakim memulai, hingga tiba gilirannya memberi saksi. Dia menceritakan semuanya tanpa terlewati. Tubuhnya gemetar hebat. Tangannya terkepal erat. Wajahnya merah menahan emosi dan di banjiri air mata.
"ENYAH KAU DARI HIDUPKU KEPARAT! MEMBUSUKLAH KAU DI PENJARA." teriaknya saat keputusan hakim dengan telak menahan Richard selama 20 tahun penjara.
Tubuhnya bisa saja jatuh ke lantai karna terlalu lemas jika saja managernya tidak menahan lengannya dari belakang.
-
Satu minggu setelah sidang. Dia di istirahatkan oleh agensi untuk menenangkan dirinya. Dia yang tidak berani bertemu muka dengan adik perempuannya, memilih menetap di apartementnya dulu dengan syarat managernya masih mengawasi.
Tidak ada kegiatan yang bisa dia lakukan. Bahkan dirinya di larang keluar untuk menghindari hal hal yang tak di inginkan.
Vakumnya dia dari agensi dan di tundanya tanggal debutnya dengan Richard bukan lagi rahasia di antara para artis, training, dan staf agensi. Namun dengan penjelasan yang berbeda beda. Agensi sendiri mengkonfirmasi mereka mengalami kecelakaan yang mengharuskan mereka istirahat penuh sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
Sebulan telah berlalu. Minggu depan dirinya sudah di perbolehkan untuk kembali ke agensi. Namun kesehatan dirinya kembali menurun.
Pagi ini, managernya seperti biasa mengantarkan sarapan untuknya. Dan untuk kesekian kalinya si mananger mendapati dirinya yang berjongkok di depan kloset mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Tubuhnya melemas. Berat badannya terus menurun. Ini sudah seminggu terhitung dirinya selalu mengalami muntah-muntah di setiap paginya. Tapi selalu menolak ajakan si manager untuk ke rumah sakit.
Managernya pun menyerah. Kesabarannya habis. Menarik paksa si keras kepala untuk masuk ke dalam mobilnya dan membawanya ke rumah sakit.
-
"Ini mungkin masih dibilang tabu, namun beberapa pria di dunia ini mengalami kasus yang sama seperti pasien."
Dokter itu berbicara dengan si manager mengenai keadaannya. Sedang dirinya yang masih lemas hanya mendengarkan sembari berbaring di ranjang pemeriksaan.
"Saya sudah memeriksa hasilnya dan mengulang sebanyak tiga kali. Tapi ini memang terjadi padanya. Pasien tengah mengandung sekarang. Usianya memasuki minggu ke empat."
Si manager mematung. Dia membeku. Bahkan mereka masih pada posisi yang sama setelah dokter pamit untuk keluar dari ruangan.
"Bee," Manager menatap khawatir padanya.
Benar. Setelahnya dia berteriak kencang sembari mencengkram dan memukul-mukul perutnya.
"TIDAAAK! INI TIDAK MUNGKIN! HIKS. AKU LELAKI. TIDAK MUNGKIN MENGANDUNG! HIKS." Suaranya pecah bersama tangisan.
Si manager kewalahan menenangkannya. Berusaha sebisa mungkin menahan kepalan tangannya yang terus memukul perutnya.
"KELUARKAN BENDA MENJIJIKAN INI DARI PERUTKU! KELUARKAAAN! AAARGH" tangan yang tadinya tak berhenti memukul perutnya kini beralih mencengkramnya saat sakit yang teramat di rasakannya.
Dia jatuh pingsan saat si Manager berlari keluar untuk memanggil dokter.
-
Dua minggu setelahnya, Dia di hengkangkan dari agensi. Managernya masih berada di sisinya. Agensi masih membiayai penuh hidupnya sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Langkah kaki si manager terdengar memasuki kamarnya. Menatap prihatin dirinya di atas ranjang. Kedua tangannya terikat di kepala ranjang. Percobaan berkali kali untuk menggurkan kandungannya lah yang membuatnya terikat seperti itu.
Keadaannya terus berlanjut hingga bulan ke empat masa kehamilan.
Dia sudah melai menerima janin di perutnya. Tapi dia seolah kehilangan hidupnya. Pandangannya kosong menatap keluar jendela. Perutnya yang sudah terlihat membuncit tak pernah di sentuhnya.
Si manager tak bisa memaksa. Dia hanya perlu mengawasi. Dan memastikan nutrisi untuknya.
Berlanjut hingga bulan ke lima, enam, sampai sembilan. Keadaannya masih sama. Kosong tanpa kehidupan.
Perutnya sudah berada pada batas lingkar maksimum. Tinggal menunggu hari saja bayi itu akan terlahir ke dunia.
Hingga pada tengah malam, dia terbangun merasakan perutnya yang sakit luar biasa. sesuatu seolah mencabik dari dalam. Lolongan teriakan menggema ke seluruh ruangan. Si manager lari tergopoh menuju kamarnya. Matanya terbelalak melihatnya yang terduduk di atas ranjang. Mencengkram kuat perut bawahnya. Darah merembas banyak dari tubuh bagian bawahnya. Mungkinkah ini waktunya?
Tanpa menunggu, si manager langsung membopong tubuhnya ke dalam mobil. Membawanya ke rumah sakit.
Si manager menunggu di luar, sedang dirinya sekarat di dalam. Dirinya mengalami pendarahan. Bayinya tidak menemukan jalan keluar. Dan akhirnya mereka menjalankan operasi untuk mengeluarkan bayinya.
-
"...Dia sudah berusaha sebaik mungkin selama ini."
Tuan Kang mengusap lembut tangan wanita muda di hadannya.
"Dia menyembunyikannya dariku. Dia begitu menderita tapi dia masih memikirkanku untuk tidak mengkhawatirkannya. Kenapa dia harus menanggung semuanya sendirian?"
"Dia hanya terlalu menyayangimu, Yerim-ah."
Wanita muda itu masih menangis histeris mendengar semua yang di ceritakan Tuan Kang. Pria tua yang 17 tahun lalu menjabat sebagai manager kakaknya. Tidak pernah adanya kabar mengenai kakaknya membuat Yerim tak kuasa menahan kesedihannya saat mengetahui kebenarannya.
Tuan Kang memang datang kepada Yerim. Dan menceritakan semua yang di alami kakaknya selama ini. Dia tidak bisa untuk terus menyembunyikan kenyataan yang menimpa kakaknya itu kepada Yerim.
Dia dalah saksi dari kisah hidup kakak wanita itu. Di tambah beberapa lembar tulisan tangan yang tersembunyi di balik bantal kamar kakaknya dulu. Tuan Kang yakin itu adalah kisah hidupnya yang ia tuangkan ke dalam sebuah tulisan.
"Paman!" Suara seseorang mengintrupsi mereka.
"Jackson-ah kemarilah. Beri salam padanya. Dia...Bibimu."
"Oh, hallo. Aku Byun Jackson. Senang bertemu denganmu." Anak remaja itu membungkuk ragu. Bagaimanapun wanita di hadapannya tengah menangis.
"Diaaa..."
Ucapan Yerim terhenti oleh pernyataan Tuan Kang.
"Benar. Dia putranya. Bulan depan usianya tepat 17 tahun."
Yerim langsung memeluk erat Tubuh remaja itu. Mengabaikan tatapan bingung darinya.
-
Saat ini Tuan Kang membawa mereka ke sebuah pemakaman di daerah seoul. Langkah mereka terhenti di sebuah nisan dengan nama seseorang di sana.
Yerim langsung jatuh terduduk di samping batu nisan itu. Dia memeluknya erat dengan tangisan keras.
"Oppaaa. hks". Ratapnya penuh kerinduan.
Tuan Kang membiarkan apa yang di lakukan Yerim. Dia merangkul bahu Jackson untuk menguatkan remaja itu.
Jika saja mereka bisa melihatnya, Sosok yang di rindukannya itu berdiri di sebrang mereka. Tersenyum manis dengan tetesan air mata bak berlian.
-
"Bayinya selamat tapi nyawanya tidak tertolong. Dia seperti sudah memiliki firasat akan hal itu. Aku membaca di lembaran terakhir bukunya. Tertulis dia sangat berterimakasih padaku. Dia memintaku untuk merawat anaknya. Dia juga menuliskan bahwa dia sangat menyayangimu."
"Richard masih di penjara hingga saat ini. Pria bernama lengkap Park Chanyeol itu, terakhir ku tahu keadaannya dia di larikan ke rumah sakit karna penyakit liver yang di deritanya."
Perkataan Tuan Park masih teringat jelas di kepala Yerim. Bagaimana bisa keluarga satu satunya itu mengalami hal yang begitu buruk seperti itu.
Yerim ingat. Dulu dialah yang menyarankan kakaknya itu untuk menjadi penyanyi. Kakanya memiliki suara yang indah.
Yerim merasa bersalah akan itu. Yerim menyesal. Andai dulu dia tidak mengatakan hal seperti itu kepada kakaknya. Andai dia masih bersama kakaknya di desa kelahirannya walau serba kekurangan. Semuanya tidak akan terjadi seperti ini.
Air mata masih setia mengaliri pipi Yerim. Ingatan-ingatan indah bersama kakaknya terngiang.
Tekanan yang di rasakannya membuat Yerim mengambil silet di laci meja nakas. Mendudukan dirinya bersandar pada ranjang. Mengiris perlahan pergelangan tangannya. Mengabaikan rasa perih yang menyiksa. Darah merembas banyak dari luka itu.
Yerim menulis dengan darahnya di lantai putih kamarnya.
Byun Baekhyun dan Byun Yerim tidak akan terpisahkan. Aku menyayangi oppa seperti oppa menyayangiku.
Di ambang kesadarannya Yerim melihat sosok Baekhyun berdiri di depannya. Tersenyum dan mengulurkan tangannya yang kemudian diterima Yerim dengan baik.
"Oppa.." Bisik Yerim di akhir nafasnya.
~
END
