Sekuat apapun cinta seseorang, selama apapun mereka berhubungan
mereka pasti akan berpisah juga..
Karena cinta tidak pernah abadi..
Aku sudah memperingatkanmu,
Jangan salahkan aku jika kau sakit pada akhirnya...

.

.

Haru Haru (Day by Day)

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: T

Genre: Romance, Angst, Hurt/Comfort

Writed by: Eun Jin Tsubaki

.

.

.

Terlihat dua orang yang sepertinya sedang berbicara serius di sebuah taman sepi yang berseberangan dengan danau. Seorang gadis berambut indigo panjang sepinggang tengah menatap serius dengan seorang lelaki berambut biru dongker yang menatapnya dengan bingung. Terlihat sang gadis mengambil udara dan menghembuskannya dengan pelan.

"Sa-Sasuke-kun." Akhirnya si gadis angkat bicara. Lelaki yang dipanggil hanya diam menunggu lanjutan gadis cantik didepannya.

"Ki-kita...berhenti sampai disini saja ya?" Ucap si gadis dengan nada penuh keyakinan membuat Sasuke membulatkan matanya kaget.

"A-apa? Hinata, jangan bercanda," ujar Sasuke dengan nada panik sambil menggenggam kedua bahu Hinata. Bagaimana bisa Hinata memutuskan hubungan mereka yang sudah terjalin selama 3 tahun secara sepihak tanpa ada alasan yang jelas.

"A-aku serius Sasuke-kun."

"Tch, aku yakin ada yang salah dengan otakmu!" ucap Sasuke yang mulai kesal.

"Ma-maafkan aku, Sasuke-kun," ucap Hinata dan langsung melenggang pergi meninggalkan Sasuke yang masih menatap kosong tempatnya berdiri tadi. Ia melangkah tanpa memperdulikan teriakan Sasuke menyebut namanya.

Hinata menghentikan langkahnya. Mata keperakannya menatap nanar jalanan di depannya. Sambil memegang tali tas selempangannya, ia bergumam sendiri.

"Hyuuga Hinata, kau melakukan hal yang benar," gumamnya terdengar seperti menyemangati dirinya sendiri.

"Hinata-chan." Tiba tiba sebuah suara yang sangat dikenalnya mengejutkannya. Matanya berpaling pada sosok lelaki manis berambut blonde yang tengah menatapnya ragu. Hinata tersenyum pahit.

"A-aku sudah be-benar kan, Naruto-kun?" tanya Hinata pelan tanpa menatap Naruto.

"Ayo... kita pulang," ucap Naruto seraya mengusap lembut kepala Hinata dan tersenyum.

.

.

Sasuke masih berdiri seperti semula. Matanya menatap nanar arah kepergian mantan kekasihnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Uchiha yang satu ini merasa sangat hancur sekarang. Perasaannya tak karuan. Ini semua sangat tidak masuk di akal. Hinata tiba tiba memutuskannya tanpa alasan yang jelas. Sasuke mencintainya. Sangat. Bahkan ia sudah merencanakan untuk melamar gadis itu bulan depan. Tapi ini? Tidak pernah terlintas dipikirannya kejadian seperti ini akan terjadi.

"ARRRRRGGGGGGHHHHH!" Teriak Sasuke sambil meninjukan kepalan tangannya di pohon sebelahnya.

"Huh, kau fikir aku akan melepaskanmu begitu saja eh?" ucapnya entah pada siapa sambil menyeringai sinis. Ia mengangkat kepalan tangannya yang berdarah dan menatapnya seraya menyeringai lebar.

.

.

.

.

Sasuke sedang berdiri menyender di pintu mobilnya sambil memutar mutar ponselnya. Ya, dia sekarang sudah ada di depan rumah Hinata. Pagi pagi sekali karena ia tahu kebiasaan Hinata yang suka jalan jalan ketika pagi. Katanya, pagi hari jalanan masih sepi dan Hinata suka itu.

Pintu pagar pun terbuka dan tepat sekali Hinata yang membukanya. Hinata kaget melihat Sasuke berdiri di depan rumahnya pagi pagi seperti ini. Ya dia tahu ini sudah biasa tapi, Sasuke ingat kan statusnya yang sekarang?

Sasuke menegakkan badannya dan mendekati Hinata. Hinata melangkah dengan cepat. Ia sedang malas bertemu dengan Sasuke. Tapi Sasuke menahan tangannya membuat Hinata berhenti.

"Berikan alasannya," ucap Sasuke tanpa basa basi. Hinata diam dan berusaha melepaskan genggaman Sasuke.

"Lepaskan!"

"Jawab dulu pertanyaanku!"

Hinata mendongak menatap Sasuke dengan tajam. Mata keperakannya menyiratkan keseriusan di dalamnya. "Aku sudah bosan denganmu, puas?"

Sasuke menatap kaget atas jawaban Hinata tadi. Apakah ini Hinata yang dikenalnya? Hinata yang lembut dan tertutur kata baik. Pegangan Sasuke melonggar pada pergelangan tangan Hinata. Hinata menghempaskan tangan Sasuke dengan kasar.

"Aku mohon jangan temui aku lagi, Sasuke-kun," ucap Hinata tanpa menatap sepasang onyx didepannya. Hinata melenggang pergi meninggalkan Sasuke yang masih membeku ditempatnya.

Sasuke masih terdiam di depan kediaman Hyuuga. Onyxnya menatap kosong. Ia terlalu kaget dengan perkataan Hinata barusan. Sasuke tahu. Tidak ada kebenaran pada ucapan Hinata padanya. Ia tersadar. Tidak. Sasuke tidak akan menyia nyiakan kesempatan lagi. Ia sudah datang kesini dan tidak mau mendapatkan hasil yang sia sia. Sasuke menengok ke arah belakang dan terlihat Hinata yang sedang menyetop taksi lalu memasuki taksi tersebut. Sasuke segera masuk ke dalam mobilnya dan mengikuti taksi tersebut.

.

.

Sasuke kini tengah membuntuti sang mantan kekasih. Setelah Hinata keluar dari taksi, Sasuke keluar dari mobilnya dan mengikuti arah tujuan Hinata. Hinata membawa Sasuke ke tempat yang sangat tidak asing bagi mereka berdua. Danau terpencil di sudut kota yang sangat sepi dengan pepohonan yang rindang. Sasuke langsung bersembunyi dibalik pohon setelah melihat Hinata menghampiri orang yang benar benar sangat dikenalnya. Rambut duren itu...

"Sudah lama?"

Naruto mendongak mendapati gadis berambut indigo yang perlahan duduk di sampingnya di atas rerumputan.

"Entahlah, suasana disini membuatku lupa waktu," ucap Naruto seraya tersenyum memandang ke depan. Hinata hanya membalasnya dengan senyuman manisnya.

Sasuke menggeram pelan. Senyuman itu hanya boleh ditujukan padanya. Senyuman itu miliknya. Sasuke masih bingung dengan semuanya. Mengapa Hinata bisa berhubungan dengan Naruto? Sasuke tahu Naruto adalah sahabatnya dan Hinata. Tetapi rasanya... ah Sasuke tidak tahu itu yang pasti ini sangat aneh.

Sasuke terus memperhatikan mereka. Terlihat dari kejauhan, Hinata terlihat sedang...menangis? Sasuke harap ia salah melihatnya. Untuk apa Hinata menangis? Naruto mengusap punggung Hinata sambil menatap Hinata. Pemandangan yang menyakitkan untuk Sasuke. Ingin sekali rasanya ia datang kesana dan menggantikan Naruto. Hinata akhirnya berdiri diikuti Naruto. Hinata terlihat tengah kalap sekarang. Hinata terlihat sedang membentak Naruto. Demi Kami-sama Sasuke sangat khawatir pada mantan kekasihnya ini. Hinata mengusap kedua pipinya dengan sembarang dan berbalik pergi dari sana. Baru saja Sasuke ingin pergi dari tempat ini dan akan menhampiri Hinata kalau saja Naruto tidak menarik tangan Hinata dan memeluknya dengan erat. Sasuke terkejut melihatnya. Hatinya seperti tertohok benda tajam yang baru diasah. Sahabatnya. Bagaimana bisa sahabatnya berbuat seperti ini padanya. Tangan Sasuke sudah terkepal keras. Sasuke sampai tidak menyadari kalau ada yang ikut mengintip itu semua.

Hinata menjauhkan dirinya dari Naruto. Ia terlihat meraih tangan Naruto sambil sesenggukan. Sasuke sudah tidak tahan melihat semuanya. Ia segera keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri mereka. Tapi terlambat. Hinata sudah berlari duluan menjauhi tempat itu. Sepertinya Hinata tidak menyadari keberadaan Sasuke. Naruto yang sudah selesai memandang punggung Hinata menoleh dengan tidak sengaja mendapati Sasuke yang menghampirinya dengan wajah datar.

BUUGGH

Satu pukulan tepat mengenai rahang Naruto. Naruto menyeka darah di sudut bibirnya dan menatap Sasuke. Sasuke memukul Naruto lagi tanpa ampun. Tidak memberikan kesempatan Naruto membalasnya. Naruto juga terlihat tidak melawan. Ia diam. Sampai akhirnya empat orang pemuda seumuran dengan mereka melerainya. Dua pemuda memegang kedua lengan Sasuke yang baru ingin memukul Naruto lagi, duanya lagi menghampiri Naruto yang tengah babak belur dengan panik.

"Kau! Brengsek! Sahabat macam apa kau hah? Merebut kekasih sahabatnya sendiri. Kau tidak tahu aku mencintainya HAH!" ucap Sasuke dengan berteriak sambil meronta dalam pegangan kedua temannya.

"Hey Sasuke tenang sebentar," ucap Kiba yang sedang memegang lengan Sasuke.

"Aku kira selama ini kau setia padaku. Cih keterlaluan! Kenapa harus Hinata? Banyak wanita di dunia ini tapi kenapa harus Hinata? KENAPA HARUS DIA!"

"Sekarang aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Kau ini hanya pengkhianat yang suka memakan temannya sendiri! Aku tidak percaya, selama dua belas tahun ini aku punya sahabat selicik kau!"

"Kau yang bodoh." Akhirnya Naruto mengeluarkan suaranya. Dia menghempaskan kedua pegangan temannya yang sebenarnya tidak erat dan mulai memukul rahang Sasuke.

"Kau bodoh! Kau tidak tahu apa apa tentang kekasihmu! Kekasihmu menderita saja kau tidak tahu, kekasih macam apa kau hah? Aku merebutnya? Darimu? Cih, jika aku mau aku bisa saja menjadikannya milikku, Teme!" Emosi Naruto mulai terpancing sekarang. Ia mulai memukuli Sasuke. Sasuke juga sama. Mereka berdua saling menyerang. Sampai sampai keempat temannya ini kewalahan melerai mereka.

"Kau sama saja dengan pecundang, Teme! Kau putus dengannya? Kenapa menyalahkanku? Harusnya kau introspeksi dirimu. Apa yang membuat Hinata bosan padamu!" Ucapan panjang lebar Naruto membuat Sasuke menghentikan lengannya yang ingin memukul Naruto lagi. Ia menatap Naruto dengan sengit dan melepaskan kerah Naruto. Sasuke berbalik dan melangkah sambil mengelap darah yang menetes di sudut bibirnya dengan kasar.

"Sasuke!" Panggil Sai tetapi dihiraukan oleh Sasuke.

Naruto memandangnya dengan tajam, sambil memegang sudut bibirnya yang memar. Lalu pandangannya tearah pada keempat orang yang tiba tiba datang melerai mereka.

"Sai, Kiba, Sasori, Kankurou? Kenapa bisa disini?" tanya Naruto dengan nada datar. Raut wajah Kiba yang tadinya serius berubah menjadi konyol.

"Hehe, habisnya kau meninggalkan kami tiba-tiba. Kami penasaran akhirnya kami mengikutimu deh," ucap Kiba seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kami? Bukannya kau ya yang penasaran?" lanjut Sai dengan ekspresi tanpa dosa. Kiba hanya mendengus kesal.

.

.

.

.

BUUKK

Sasuke menggeram marah di kamar mandinya. Mengguyur dirinya sendiri di bawah shower sambil memukul cermin disampingnya. Darah mengucur di punggung tangannya. Ekspresinya mengeras.

BUUKK

"Untuk kebodohanku yang tidak bisa mempertahankanmu."

BUUKK

"Untuk kau yang merebut dia dariku."

BUUKK

"Untuk kalian yang mengkhianatiku."

BUUKK

BUUKK

PRAAANNGG

Cermin itu sudah tidak terbentuk lagi. Retak bahkan sudah hampir hancur. Sasuke menarik tangannya dari cermin itu dan menatapnya dengan marah. Air yang keluar dari shower di atasnya membasahi tangan tersebut. Darah mengalir di lantai dengan menyeramkan. Sedingin dinginnya Uchiha, pasti akan bertingkah gila jika ditinggalkan oleh orang yang benar benar dicintainya. Ia begitu marah, kesal pada sahabat dan mantan kekasihnya. Tetapi ada satu hal, Sasuke tidak bisa membencinya.

..

Naruto tengah melangkahkan kakinya cepat di koridor rumah sakit dengan ekspresi khawatir. Tidak perduli pada orang orang yang ditabraknya, sekarang pikirannya sedang tertuju pada'nya'. Setelah menemukan kamar 'dia', Naruto langsung masuk dan menghampiri ranjang yang ditempati sang pasien.

"Hinata!" Hinata yang tengah makan disuapi oleh Neji menoleh.

"Na-Naruto-kun."

"Bagaimana bisa terjadi? Kau kambuh lagi? Astaga sudah kubilang jangan berpikir yang berat berat," ucap Naruto seraya menatap Hinata dengan khawatir. Keringat mengucur di pelipisnya saking terburu burunya ia kemari. Bibir pucat Hinata mebentuk seulas senyum.

"A-aku tidak a-apa apa Naruto-kun."

"Hinata tadi pingsan di kantorku. Dia sudah tidak apa apa dan jauhkan tanganmu Naruto," ujar Neji dengan dingin sambil menatap tajam Naruto. Naruto yang tidak sadar kalau daritadi kedua tangannya bertenggar di kedua lengan Hinata langsung melepaskannya.

"Hehe gomen Neji, refleks," ucap Naruto seraya menyengir dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hinata hanya terkikik geli melihatnya. Dilihat lihat sepertinya ada yang berbeda dari wajah Naruto. Hinata tersentak.

"Na-Naruto-kun kenapa wajahmu? Kenapa lebam lebam seperti ini? Kau berkelahi?" tanya Hinata bertubi tubi sambil menyentuh pipi Naruto dengan lembut.

"Ah tidak apa apa kok, wajar masalah pria,"

"..."

"..."

"Hinata aku harus pergi sekarang, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau ada apa apa telefon aku segera," ucap Neji setelah hening melanda mereka. Hinata hanya mengangguk dengan lemas.

"..."

"..."

"..."

"..."

"Sasuke-kun kan?"

"Eh, a-apa?" tanya Naruto kaget.

"Sa-Sasuke-kun kan yang melakukan i-ini padamu?" Hinata menunduk. Naruto hanya diam.

"Maafkan aku. Gara gara aku, kau jadi seperti ini," ucap Hinata seraya memandang seprei di bawahnya dengan nanar. Baru saja Naruto ingin membuka mulutnya tetapi Hinata bersuara kembali.

"Gara gara aku persahabatan kalian hancur seperti ini. Maafkan aku." Air mata Hinata tidak bisa dibendung lagi. Naruto duduk di tepi kasur Hinata dan mengelus kepalanya dengan lembut.

"Bukan salahmu. Sudah jangan menangis lagi. Kau sudah sangat sering membuang air matamu itu." Naruto terus mengelus kepala Hinata sampai tiba tiba ia menjauhkan tangannya dari kepala Hinata. Ia menatap telapak tangannya. Helaian rambut yang warnanya hampir menyerupai hitam itu tersangkut dijari jarinya. Merasa kosong, Hinata menoleh ke belakang. Tidak sengaja menatap helaian rambut itu. Hinata tersenyum, senyuman pahit. Matanya menatap nanar.

"Hihi, kenapa bisa rontok seperti itu? Mungkin aku salah membeli shampo," ucap Hinata sambil terkekeh dengan mata yang penuh dengan air mata seakan siap tumpah jika dia berkedip sekali. Naruto menatap sendu gadis yang sangat ia sayangi itu.

.

.

.

Sasuke sedang mengendarai mobilnya entah kemana. Berdiam diri di rumah membuat pria emo ini bosan. Apalagi yang ada di pikirannya selain mantan kekasihnya. Itu membuat Sasuke seperti orang stress. Tetapi ia bingung, kemana ia harus menghilangkan rasa bosannya. Kemanapun tempat yang dituju selalu mengingatkannya kepada Hinata. Entahlah sihir apa yang dipakai gadis itu sehingga membuat Uchiha yang dikenal dingin dan tidak punya perasaan ini menjadi galau berminggu minggu. Entah ada angin apa yang membawa Sasuke ke tempat ini. Tempat yang sangat ingin tidak dia datangi. Tempat yang pernah menjadi saksi hancurnya persahabatan dan hubungannya dengan sang kekasih.

Hinata sedang berjalan jalan santai di sekitar rumahnya. Oh bukan disekitar, karena ini sudah sangat jauh dari rumahnya. Buktinya, dia sekarang malah berada di danau biasa tempatnya merenung. Apa yang dilakukannya? Apa lagi kalau bukan melamun, meratapi nasib mungkin?

"Hinata?"

Merasa ada yang memanggilnya, Hinata menoleh. Lavendernya bertemu dengan sepasang onyx yang sangat ia kenal. Kaget? Tentu saja. Tetapi dia berusaha menunjukkan raut wajah tenang, walaupun itu tidak berhasil. Hinata bangkit dari duduknya dan akan pergi kalau saja tangan kekar di belakangnya tidak menahan lengannya untuk menjauh.

"Ap-

Greb

Tiba tiba Sasuke memeluknya. Erat. Menumpukan kepalanya di pundak sang mantan kekasih. Menghirup dalam dalam aroma khas yang sangat ia rindukan. Hinata kaget dan diam. Tidak menolak, tidak juga membalasnya. Entah mengapa dia juga merindukan sosok pria yang tengah memeluknya ini. Nyaman, sekaligus sakit. Hatinya nyeri.

"Aku tidak bisa," gumam Sasuke pelan. Mendengar itu membuat Hinata semakin merasa sakit. Kenapa harus dia yang sakit? Dia bukan korban. Sosok didepannya lah korban sesungguhnya.

"Lepaskan aku Sasuke-kun-

"Tidak."

"..."

"..."

"Pulanglah, aku sudah ada janji dengan Naruto-kun," Mendengar itu Sasuke langsung melepaskan pelukannya. Meraih bahu Hinata dan menatap tajam lavendernya.

"Kenapa harus dia?"

"Sasu-

"KENAPA HARUS DIA? KENAPA BUKAN AKU? KENAPA DIA YANG KAU PILIH DAN BUKAN AKU?" bentak Sasuke. Hinata memejamkan matanya sejenak lalu membukanya lagi. Memberanikan diri menatap onyx yang tengah berkilat marah.

"Aku sudah bilang, aku bosan denganmu. Aku lelah dengan sikapmu! Kau, kau mudah emosi! Kau berbeda dengannya. Dia, dia lembut. Dia menyayangiku. Aku..."

"Aku apa?"

"Aku menyayanginya!" ucap Hinata tegas. Tidak ada keraguan dalam suaranya. Namun siapa yang tahu isi hatinya yang sebenarnya?

Sasuke mengepalkan tangannya. Tubuhnya bergetar. Matanya masih menatap tajam namun intens.

"Coba kau ulangi lagi,"

"Aku menyayanginya, aku mencintainya! Dan mulai sekarang tolong jangan temui aku lagi karena aku benar benar tidak tahan!" bentak Hinata dengan satu nafas, setelah itu berbalik dan menjauh dari Sasuke.

.

Naruto tengah menengok kanan kiri, mencari gadis berambut indigo yang sangat disayanginya. Sayang? Ya, Naruto menyayanginya, mungkin mencintainya. Tapi apa daya? Walaupun sekarang gadis itu bersamanya tapi hatinya tidak. Ia tahu itu. Dan salah satu yang bisa dia lakukan adalah membahagiakan gadis yang dicintainya itu. Mengorbankan perasaannya. Dia tahu, gadis itu telah mendapatkan banyak kesulitan dan pengorbanan. Dan, dia tahu, sahabatnya akan- oh bahkan sudah membencinya karena hal ini. Tapi Naruto tetap tersenyum didepan keduanya. Dulu. Dan sekarang? Masih namun tidak semanis senyum yang dulu. Cengirannya pun tidak pernah lepas dari wajah manisnya sekarang. Mencari gadisnya ditempat yang telah ditentukan. Menoleh ke sana kemari sambil tetap menggenggam seikat bunga mawar yang harum. Naruto terus mencari dan dia melihatnya. Rambut indigo itu.

"Hinata-cha-

.

.

.

Bruk

Dan hatinya harus sakit lagi karena melihat ini.

.

Hinata berbalik menjauhi Sasuke yang menunduk. Sasuke mengepalkan tangannya. Giginya bergemeletuk marah. Dalam satu sentakan, ia mendongak dan berjalan cepat menghampiri gadis yang sudah meninggalkannya. Menarik lengan yang rapuh dan lembut itu. Hinata terpaksa berhenti.

"Apa la-

Terlambat. Bibir yang mulanya mau mengucapkan sesuatu telah terbungkam oleh bibir lain didepannya. Hinata membulatkan matanya. Sasuke menciumnya. Memagutnya perlahan namun terkesan buru buru. Ini memang bukan pertama kalinya tetapi rasanya berbeda. Tidak selembut dulu. Hinata masih terpaku, tidak membalasnya dan tidak menolaknya. Merasa tidak ada penolakan, Sasuke semakin memiringkan kepalanya dan menekan tengkuk Hinata agar ciuman mereka lebih dalam. Menekan bibir gadis itu ke arahnya. Merasakan manisnya bibir Hinata. Dan ditengah tengah kedua insan tersebut, telah berdiri seorang lelaki yang menatap miris pemandangan di depannya.

"Aku memang tidak pernah bisa menggantikannya, iya kan Hinata-chan?" ucap lelaki itu pelan dan meninggalkan tempat tersebut.

.

.

Hinata membulatkan matanya kaget menyadari keadaannya sekarang. Dia berusaha mendorong dada Sasuke sekuat tenaganya tapi tidak bisa. Sasuke terlalu erat memeluknya. Dia memejamkan matanya. Air mata mengalir di pipi chubbynya. Mengapa dia menangis? Hinata juga tidak tahu, dia hanya merasa amat sakit di dadanya. Menyadari sesuatu menetes di pipinya, Sasuke membuka matanya. Melihat gadis yang sangat dicintainya menangis karenanya itu menyakitkan. Dia melepaskan pagutan itu dan menjauh.

Hinata diam. Tidak bereaksi apa apa. Masih sesenggukan menahan tangisannya. Begitu pula dengan Sasuke. Menatap ke arah manapun asal bukan menatap Hinata. Dia tidak bisa melihat Hinata menangis karena dirinya.

"Sudah puas?" tanya Hinata menatap Sasuke dengan sinis.

"..."

"Setelah ini jangan temui aku lagi. Jangan mencoba muncul lagi dihadapanku. Aku...

"..."

"...membencimu."

DEG

Hinata berbalik meninggalkan Sasuke. Melangkah pelan kemudian berlari menjauh dari tempat itu. Sasuke masih diam. Hatinya tertohok saat mendengar kalimat terakhir tadi. Dan dia menunduk, tak ada yang tahu kalau sekarang Sasuke sedang menangis dalam hatinya.

.

.

.

.

Six months later...

Hinata tengah duduk setengah berbaring di kasur pasien dengan infus yang bertengger di pergelangan tangan bawahnya. Bubur disampingnya sama sekali tidak disentuhnya. Entahlah, mungkin dia bosan dengan makanan tawar tersebut. Dia lebih memilih mengamati keadaan di luar jendela kamar rumah sakit itu.

Sibuk melamun sampai tidak menyadari kalau di ruangan tersebut telah berdiri sosok manusia di pinggir ranjangnya. Sosok itu menatap gadis di depannya dengan sendu. Sebegitu menderitanyakah kau Hinata?

"Buburnya belum dimakan?" Hinata menoleh cepat dan mendapati pria berambut kuning yang menemaninya selama ini. Hinata menggeleng lemah dan tersenyum tipis.

"Makanlah. Aku tidak mau kesehatanmu memburuk lagi." Naruto mengambil mangkuk bubur tersebut bermaksud menyuapi Hinata.

"Tidak Naruto-kun, aku bosan makan bubur terus," jawab Hinata setengah merenggut. Naruto terkekeh dan mengelus kepala yang sudah dilapisi dengan topi kupluk itu. Naruto mengalah, meletakkan mangkuk bubur diatas meja lagi. Sesaat keadaan menjadi hening.

"Hari ini kau-

"Ya a-aku tahu. Ha-hari ini mungkin a-akan jadi hari terakhir-

"Tidak! Kau bicara apa hah? Kau akan sembuh! Aku yakin itu!"

Hinata tersenyum miris. Sembuh? Ya semoga saja. Semoga saja mukjizat datang kepadanya.

...

...

...

Cklek

"HALOOO KAWAAN~~!" Hinata dan Naruto menoleh dengan kaget melihat empat manusia sesama gender berada di depan pintu ruangannya.

BUGH

"Berisik bodoh! Kau mau diusir oleh petugas keamanan disini ya?" ujar Kankurou dan menjitak kepala pemuda bertato segitiga disampingnya. Kiba hanya mendengus kesal.

"Ka-kalian?"

"Hai Hinata-chaaann! Bagaimana kabarmu? Kau tidur nyenyak? Hey Naruto! Apa kau menjaganya dengan baik? " tanya Kiba dengan wajah polos seraya menyengir jenaka. Hinata hanya terkekeh geli melihat teman-temannya.

"Eh Kiba, kau merusuh saja disini. Jangan ganggu Hinata-chan!" ucap Naruto sambil mendorong dorong tubuh Kiba untuk keluar.

"Kami kesini ingin menggantikanmu menjaga Hinata," ucap Sasori sambil tersenyum.

"Ya! Dan jangan menghalangi kami!" Ucap Kankurou sambil mengambil gitar dan duduk di sofa. Semuanya langsung mengambil alat musik masing-masing. Dan menyanyikan lagu untuk Hinata. Sesekali lagu mereka terhenti karena suara Kiba yang susah untuk dibilang bagus. Naruto tersenyum dan keluar dari ruangan tersebut. Mengintip Hinata yang bisa tertawa lepas lagi dari luar. Sudah lama sekali Naruto tidak melihat tawa itu. Dia memutuskan untuk kembali ke kantornya.

Sasori hanya tersenyum saat semuanya bertingkah jenaka. Sesekali terkekeh melihat teman-temannya membully Kiba. Pandangannya terhenti tepat pada wajah Hinata. Sasori melihat ada yang aneh disela sela tawa Hinata. Barulah dia sadar apa yang terjadi. Dia beranjak dan duduk pinggir kasur Hinata, mengelus kepalanya dengan lembut.

"Jangan menangis, ada kami disini. Kami tidak akan meninggalkanmu." Hinata mendongak menatap Sasori, lalu mengalihkan pandangannya lagi terhadap teman-temannya.

"A-aku tidak menangis. Untuk apa aku menangis?" ucapnya sambil terkekeh. Namun lama-lama kekehan itu berubah menjadi isakan memilukan ketika Sasori merangkulnya dengan erat. Kankurou, Kiba dan Sai menghentikan tawa mereka dan menatap ke arah Hinata. Mereka menghampiri Hinata, berusaha menyemangati gadis manis itu.

"Aku hanya takut, takut nantinya Tuhan memisahkan kita teman-teman."

.

.

.

Sasuke POV

"...ke-sama? Sasuke-sama?"

Aku tersentak dari lamunanku dan menemukan sekretarisku yang menatapku sambil memeluk beberapa map. Shit! Sudah enam bulan, namun aku tidak bisa melupakannya. Rambut indigonya, mata lavendernya dan- arrggghhh aku bisa gila kalau seperti ini. Kalian mungkin bertanya mengapa ada sekretaris disini? Ya, aku memutuskan untuk membantu Itachi-nii mengurus perusahaan ayahku. Aku berfikir dengan begitu perlahan namun pasti aku bisa melupakannya. Tetapi sepertinya perkiraanku salah. Sampai sekarang bayang bayangnya masih teringat jelas di otakku.

Aku segera menandatangani berkas berkas yang diberikan oleh sekretarisku, setelah itu ia keluar dari ruanganku. Entah mengapa aku merasa sangat lelah sekarang. Aku telungkupkan kepalaku diatas meja kerjaku. Tiba-tiba terasa getaran di atas mejaku. Aku mendongak dan mengambil ponselku dengan malas. Dari Itachi-nii. Kembali ku telungkupkan kepalaku diatas lipatan kedua tanganku seraya bergumam tidak penting. Pasti yang dibicarakan hanya menggodaku sampai aku benar benar kesal. Berdiam diri seperti ini membuatku lapar. Akhirnya aku bangunkan kepalaku dan segera menyambar jasku lalu keluar dari ruang kerjaku.

Aku masuk dan segera mengstarter mobilku. Rasa pening belum hilang dari kepalaku. Aku mengendarakan mobilku dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba aku menyadari sebuah truk melaju di depanku. Tidak ada waktu, aku banting stir ke kanan.

CKIIIITTT

WHUSSH

DUAAGGHH

Kepalaku membentur stir di depanku. Shit! Apalagi ini? Kepalaku semakin bertambah pening dan semuanya terasa gelap. Yang terakhir aku dengar adalah suara-suara panik orang orang yang berlari menuju mobilku.

.

.

.

To be continued..

.

.

.

BCA (BaCotan Author)

Hallooo minna! Saya kembali setelah menghilang tanpa jejak di situs ini(?) Ada yang merindukan author-chan? muahaha ya ya saya tau gak ada yang kangen sama author-chan *garuk tembok*. Yak dipersingkat saja bacotan author yang kawaii ini *dilempar gayung* fict ini sebenernya mau dijadiin Oneshoot, berhubungan kebanyakan dan author-chan takut readers mual mual karena terlalu panjang, jadilah author bikin twoshoot.

Finally, tolong tinggalkan jejak kalian dengan mengklik kotak dibawah ini yang tulisannya "Review" XD