BEAUTIFUL
...
Title : Beautiful
Pairing : Hwang Minhyun & Kim Jaehwan
Tag : Romance! Angst! Minhwan drabble! Alternative Universe! Just wanna make an angst Minhwan fanfic
Summary : Jaehwan just regret about everything
...
Reader-nim, adakah yang nangis gara-gara denger lagunya Wanna One yang baru? Masa aku nangis dan terciptalah fanfic ini.
Tolong sempatkan waktu untu nulis review ya..
...
Beautiful
...
Chapter 1
...
"Jaehwan-ah, lihat ini!" Sungwoon, seorang pemuda mungil mendekati temannya yang sedang duduk dengan segelas kopi di hadapannya.
"Apa hyung? Kenapa bersemangat sekali?" tanya pemuda yang lebih tinggi dengan pipi chubby dan rambut ash brown yang dipanggil Jaehwan.
"Ada audisi untuk menjadi penyanyi musical. Suaramu sangat cocok untuk audisi ini," jawab Sungwoon bersemangat sambil menunjukan sebuah kertas informasi audisi. "Kau harus mencobanya. Ini kesempatan bagus," tambahnya.
"Apa aku bisa lolos, hyung. Aku tidak yakin," jawab Jaehwan tidak bersemangat. Seolah pemuda itu tidak memiliki kepercayaan diri untuk mengikuti audisi tersebut.
"Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Bukankah kau sedang membutuhkan uang untuk membayar uang kuliahmu dan juga membayar sewa rumah?" kata Sungwoon mencoba memberikan motivasi untuk Jaehwan.
"Hyung yakin aku bisa lolos? Bagaimana jika aku gagal?" tanya Jaehwan masih belum memiliki kepercayaan diri.
"Yang terpenting adalah daftar dulu. Urusan menang atau kalah, kita pikirkan nanti," jawab Sungwoon masih bersemangat. Pemuda mungil itu sudah lama berteman dengan Jaehwan. Dia tahu betul kesulitan-kesulitan yang dihadapi Jaehwan selama ini. Terutama masalah uang.
Jaehwan adalah pemuda yang sebatang kara. Orang tuanya tinggal di desa dengan kondisi keungan yang sulit. Jaehwan yang ingin terus bersekolah pergi ke Seoul untuk melanjutkan pendidikannya. Sayangnya, dia harus membiayai sekolah dan biaya hidupnya sendiri di Seoul. Karena itu, dia bekerja paruh waktu, busking, dan melakukan pekerjaan apapun untuk bisa mendapatkan uang agar dia bisa membiayai hidupnya.
Namun, semua itu tidak cukup. Kehidupan di Seoul sangat mahal. Gajinya dari bekerja paruh waktu dan mengajarkan menyanyi pada beberapa anak hanya cukup untuk membayar uang kuliahnya. Sedangkan hasil dia busking tidak selalu cukup untuk biaya hidupnya sehari-hari. Karena itu, Jaehwan sering mengalami kesulitan dalam keuangan.
Audisi menjadi penyanyi musical ini sangat menjanjikan bagi Jaehwan. Jika dia lolos, maka dia bisa menjadi anggota club musical itu. Club musical ini memiliki reputasi yang baik. Mereka sering tampil di mana-mana. Sehingga, Jaehwan bisa mendapatkan gaji yang lebih baik daripada sekedar bekerja sebagai pekerja paruh waktu. Selain itu, menyanyi adalah kesukaannya. Mendapatkan gaji dari apa yang disukainya adalah sebuah keberuntungan.
"Baiklah. Aku akan mencoba mendaftarkan diri. Tapi aku tidak akan berharap banyak. Kau tahu kan hyung jika ini bukan pertama kalinya aku ikut audisi?" kata Jaehwan akhirnya menyetujui saran sahabatnya itu.
"Itu baru temanku. Baiklah. Nanti sebelum pergi bekerja daftarkan dirimu," ucap Sungwoon yang dibalas anggukan oleh Jaehwan.
...
Sebelum pergi ke tempat kerjanya, Jaehwan memenuhi janjinya pada Sungwoon untuk mendaftarkan diri untuk audisi musical. Dengan sedikit ragu Jaehwan menuliskan namanya pada formulir pendaftaran yang diberikan panitia audisi padanya. Dia tidak berharap akan bisa lolos, tetapi dia juga punya harapan untuk kehidupannya yang lebih baik.
"Kapan jadwal untuk audisi ini dilakukan?" tanya Jaehwan pada panitia audisi.
"Waktu dan tempat untuk audisi akan kami kirimkan ke email masing-masing peserta dan bisa juga dilihat di alamat web kami," jawab panitia tersebut.
"Baik. Terima kasih," kata Jaehwan.
"Semoga beruntung," balas panitia tersebut sambil tersenyum memberikan dukungan untuk setiap peserta audisi.
...
"Jaehwan-ah!" seru dua pemuda dengan baju putih dan celana hitam yang menunjukan bahwa mereka adalah pelayan di kafe tempat Jaehwan bekerja.
"Apa kalian tidak bisa menyapaku dengan lembut?" protes Jaehwan saat baru saja masuk ke kafe dan disamut teriakan dua temannya itu.
"Ada kabar bagus untukmu," kata pemuda yang badannya lebih besar dari yang lainnya, Daniel pemuda yang seusia dengan Jaehwan.
"Kabar gembira? Apa?" tanya Jaehwan menjadi penasaran.
"Kau ingat Minhyun? Pemuda yang sering ke sini hanya untuk menyelesaikan tugasnya? Orang yang kau sukai itu?" ucap Seongwoo, teman Jaehwan lainnya yang bertubuh kurus.
"Aku tidak pernah mengatakan aku menyukainya," protes Jaehwan. "Memang ada pa dengannya?" tanya Jaehwan yang tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang mulai penasaran dengan berita yang akan disampaikan kedua temannya itu.
"Tadi dia menanyakanmu, saat memesan minumannya," jawab Daniel.
"Benarkah?" tanya Jaehwan bersemangat.
"Sayangnya, saat kami mengatakan kau belum datang dia juga pergi," kini Seongwoo yang menjawab pertanyaan Jaehwan.
"Begitu ya," ucap Jaehwan lemah.
"Aku rasa dia juga suka padamu. Buktinya dia bahkan mencarimua saat kau tidak ada," kata Seongwoo sambil merangkul bahu Jaehwan memberikan semangat.
"Aku tidak ingin berharap banyak, hyung,"
"Itu berarti kau mengakui kau menyukai Minhyun kan?" goda Daniel pada temannya itu.
"Diam kau Kang Daniel!" seru Jaehwan yang kini mukanya memerah karena malu.
...
"Jaehwan-ah," sapa Sungwoon yang berkunjung ke kafe tempat Jaehwan bekerja.
"Hai, hyung," balas Jaehwan. "Kamu minum apa?" tanya Jaehwan kemudian.
"Vanila latte saja," jawab Sungwoon. "Bagaimana dengan audisinya? Kau sudah mendaftarkan diri kan?" tanya Sungwoon.
"Iya. Aku sudah mendaftarkan diri kemarin. Hanya tinggal menunggu pengumuman tentang tempat dan waktu audisi saja," jawab Jaehwan.
"Baguslah. Jangan melewatan kesempatan baik ini. Kau mengerti," nasihat Sungwoon.
"Baik, hyung. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku," ucap Jaehwan tulus.
Jaehwan sangat beruntung memiliki Sungwoon yang selama ini ada disampingnya dan membantunya. Sungwoon juga yang membantu Jaehwan mendapatakan pekerjaannya. Pemuda mungil itu juga yang mencarikan kontrakan dengan uang sewa murah bagi Jaehwan. Jika bukan Sungwoon, Jaehwan tidak akan tahu apa yang akan terjadi padanya hidup sendiri di Seoul.
"Ini minumanmu, hyung," kata Jaehwan sambil menyerahkan minuman pesanan Sungwoon.
"Terima kasih," ucap Sungwoon menerima minumannya.
"Hyung tidak duduk dulu?" tanya Jaehwan saat Sungwoon akan beranjak pergi.
"Aku ke sini hanya untuk menanyakan tentang audisi itu padamu. Aku sudah mendapat jawabannya," jawab sungwoon.
"Kau sangat memperhatikanku. Aku sayang padamu hyung," ucap Jaehwan sambil mendekati Sungwoon dan memeluk pemuda yang lebih tua 2 tahun darinya itu.
"Jangan memelukku seerat ini. Aku takut seseorang akan menghabisiku setelah ini," goda Sungwoon sambil menunjuk ke arah Minhyun yang sejak tadi mengamati keduanya dari tempat duduknya.
"Hyung,!" rengek Jaehwan sambil melepaskan pelukannya.
"Beranikan dirimu dan jangan seperti orang bodoh. Kalian itu sama-sama menyukai. Kenapa tidak ada dari kalian yang mau bertindak," ucap Sungwoon. "Dekati dia, aku yakin dia tidak akan menolakmu," nasihat Sungwoon sambil menepuk pundak Jaehwan memberikan semangat pada pemuda manis itu. Jaehwan hanya mengangguk mengiyakan nasihat Sungwoon. Pemuda yang lebih tua itu kemudian meninggalkan kafe setelah mengatakan apa yang ingin dikatakannya pada Jaehwan.
"Kau sangat akrab dengannya, apa dia pacarmu?" tanya Minhyun yang sudah ada dibelakang Jaehwan tanpa pemuda manis itu ketahui.
Jaehwan terkejut mendengat suara lembut Minhyun yang tiba-tiba. "Iya... Ah, bukan maksudku dia bukan pacarku," jawab Jaehwan gagap karena terlalu terkejut dengan pertanyaan Minhyun. "Dia senior ku di kampus dan juga teman baikku," tambah Jaehwan.
"Benarkah?" tanya Minhyun mencoba mencari kejujuran di mata Jaehwan. Pemuda yang lebih muda itu mengangguk. "Kata Seongwoo kau libur di hari sabtu, apa itu benar?" tanya Minhyun lagi. Jaehwan lagi-lagi menjawab Minhyun hanya dengan anggukan. Suara pemuda manis itu seolah hilang karena terlalu terkejut dengan tindakan Minhyun yang tiba-tiba. "Kalau begitu, bisa kita bertemu di taman kota? Aku akan menunggumu di sana. Jam 7 malam. Aku akan menunggumu hingga kau datang," tambah Minhyun dengan memberikan Jaehwan senyumnya yang menawan. Lagi-lagi Jaehwan hanya mengangguk. Minhyun kemudian pergi meninggalkan Jaehwan yang masih membeku.
...
Sabtu sore ini adalah hari yang sibuk bagi Seongwoo dan Daniel. Bukan karena pekerjaan, tetapi karena mengurusi temannya yang akan berkencan. Ya. Jaehwan, temuda manis yang akan berkencan dengan Hwang Minhyun pelanggan setia di kafe tempat mereka bekerja. Akhirnya setelah hampir 4 bulan keduanya hanya saling curi-curi pandang kini Minhyun memulai melangkah maju untuk mengajak Jaehwan berkencan.
"Cobalah pakai baju ini, ini bagus untukmu," kata Daniel sambil menunjukan beberapa bajunya.
"Daniel, baju itu akan kebesaran untukku," keluh Jaehwan.
"Bagaimana kalau yang ini?" kini Seongwoo yang menunjukan koleksi baju-bajunya.
"Hyung, bajumu tidak akan muat aku pakai. Kau itu terlalu kurus," lagi Jaehwan hanya mengeluh.
"Ini saja bagaimana?" saran Daniel lagi dengan menunjukan pakainnya yang sedikit lebih kecil.
"Bisakah kalian membiarkanku memakai bajuku sendiri?" keluh Jaehwan untuk kesekian kalinya.
"Jaehwan-ah, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Ini adalah kencan pertamamu dengan Minhyun," ucap Daniel mencoba membela diri.
"Aku tahu kalian ingin yang terbaik untukku. Tapi bukankah lebih baik jika Minhyun hyung melihat diriku apa adanya? Aku ingin dia menerimaku seperti apa diriku," kata Jaehwan memberikan pengertian kepada kedua temannya.
Kedua teman Jaehwan terdiam. Pemuda chubby itu benar. Apa artinya jika Minhyun akhirnya mencintainya tapi bukan karena seperti apa dirinya. Dia ingin Minhyun mencintainya karena kekurangan atau kelebihannya sendiri, karena dirinya yang sebenarnya. Bukan karena apa yang ingin ditunjukan padanya dan menjadi orang lain.
"Baiklah. Pakailah pakaian yang menurutmu nyaman. Kami hanya akan membantumu merapikan pakaianmu saja," kata Daniel akhirnya.
...
Seorang pemuda tampan tengah duduk di sebuah bangku di taman kota. Udara yang dingin mmebuatnya mengepalkan tangannya dengan erat. Namun, dinginnya malam itu tidak membuat pemuda tampan itu beranjak dari tempatnya. Dia masih menunggu seseorang. Seseorang yang selama beberapa bulan ini selalu memenuhi pikirannya. Seseorang yang beberapa bulan ini dengan pasti mengisi ruang di hatinya. Seseorang yang membuatnya datang ke kafe hanya untuk melihatnya tersenyum.
"Maafkan aku, apa kau menungguku lama?" tanya Jaehwan sambil mengatur napas karena berlari.
Pemuda tampan tadi, Minhyun, tersenyum melihat Jaehwan yang kini ada dihadapannya. "Hari ini aku hanya menunggumu sekitar 15 menit, tidak sebanding dengan lamany aku menunggu untuk mengajakmu berkencan," jawab Minhyun.
Jaehwan tersentak. Pemuda manis itu terkejut dengan pengakuan Minhyun yang tiba-tiba. "Apa selama itu?" tanya Jaehwan polos.
"hmm," jawab Minhyun sambil mengangguk. "Aku butuh waktu 4 bulan untuk akhirnya berani mengajakmu berkencan," tambah Minhyun.
"Jadi selama ini,..."
"Aku ke kafe hanya agar bisa melihatmu. Itu benar," potong Minhyun.
"Hyung,..."
"Ah, aku akhirnya bisa mendengarmu memanggilku dengan panggilan hyung," lagi Minhyun memotong ucapan Jaehwan.
"Kau menyukainya?" tanya Jaehwan yang dibalas anggukan oleh Minhyun. "Kalu begitu aku akan memanggilmu hyung mulai sekarang," tambahnya.
"Itu lebih baik,"
Kedua pemuda yang sedang dimabuk cinta itu akhirnya berkeliling taman kota. Ini pertama kalinya mereka berkencan. Namun, tidak terlihat rasa canggung sama sekali. Minhyun tanpa ragu menggenggam erat tangan Jaehwan sambil berjalan-jalan di taman itu. Jaehwan sendiri tidak merasa canggung dengan skinship yang dilakukan Minhyun. Seolah hal itu sudah biasa mereka lakukan. Padahal ini adalah kali pertama untuk mereka.
Saat malam semakin larut, beberapa pengunjung mulai meninggalkan taman itu. Kini tinggal beberapa pasangan saja yang ada di sana, termasuk Jaehwan dan Minhyun yang kini duduk di ayunan yang ada di taman itu. "Aku tidak menyangka hari ini akan tiba," ucap Minhyun tiba-tiba. Jaehwan menoleh pada pemuda yang lebih tua itu. Pemuda bersuara merdu itu memberikan tatapan bingung pada Minhyun. "Saat aku datang ke kafe selalu ada pertanyaan di kepalaku. Beranikah aku untuk menyapamu? Haruskah aku mendekatimu? Apakah kau akan menerima ajakanku? Dan banyak lagi," tambahnya seolah menjawab pertanyaan yang sersirat dari tatapan Jaehwan.
"Lalu?" tanya Jaehwan menanggapi pengakuan Minhyun.
"Entahlah. Saat itu aku hanya berpikir jika aku tidak mengatakan perasaanku padamu mungkin aku bisa saja kehilangan dirimu," jawab Minhyun yang tidak mampu menatap Jaehwan. Dia mengatakan semua itu dengan menatap langit malam yang gelap.
"Aku ada di sini sekarang, hyung. Bersamamu, berdua denganmu, disisimu," ucap Jaehwan yang kini sudah beranjak dari ayunan dan berdiri di depan Minhyun. Pemuda manis itu meraih tangan Minhyun dan memainkannya.
"Kau benar," balas Minhyun dan berdiri. Dia menatap Jaehwan lembut. "Aku bersyukur aku mengatakan bahwa aku mencintaimu Kim Jaehwan. I do love you," kata Minhyun mengungkapkan perasaannya yang selama ini terpendam.
"I love you too, Minhyun hyung," balas Jaehwan dengan suara manisnya.
Minhyun menatap Jaehwan dengan tatapan lembut dan senyuman manis. Tatapan lembut Minhyun seolah memberikan sihir pada Jaehwan membuat pemuda manis itu tidak mampu memalingkan wajahnya. Dia terpaku dengan kelembutan dan cinta tulus Minhyun yang terlukis dalam tatapan matanya. Bahkan Jaehwan baru menutup matanya bersamaan dengan menutupnya mata Minhyun dan juga menipisnya jarak keduanya. Hingga yang dapat Jaehwan rasakan hanyalah bibir lembut Minhyun yang kini menari di atas bibirnya. Jaehwan yang telah terkena mantra pun tak mampu menolak ciuman lembut Minhyun. pemuda manis itu membalas ciuman pemuda yang sangat ia cintai itu dengan sama lembutnya.
Kelembutan ciuman itu menunjukan betapa keduanya saling mencintai bukan karena nafsu tapi karena rasa kasih sayang yang ada dalam hati keduanya. Kelembutan yang menggambarkan bagaimana mereka mencoba untuk mengungkapkan rasa cinta mereka yang selama ini hanya bisa mereka pendam. Kelembutan yang melukiskan ketulusan cinta keduanya.
...
"Jaehwan-ah, bagaimana?" tanya Daniel antusias. Dia dan Seongwoo sangat penasaran dengan kencan temannya itu.
"Apa?" balas Jaehwan pura-pura tidak mengerti dengan apa yang dimaksud temannya itu.
"Ayolah ceritakan pada kami bagaimana kencanmu dan Minhyun. Apa berjalan dengan lancar atau tidak," kini Seongwoo yang mencoba merayu Jaehwan agar menceritakan kencannya bersama Minhyun.
"Hai, semuanya," sapa Minhyun yang kini sudah memasuki kafe sebelum Jaehwan sempat menjawab Seongwoo. "Hai, Jaehwanie," tambah Minhyun sambil mendekati Jaehwan dan memberikan kecupan di kepala Jaehwan. Perlakuan Minhyun membuat Jaehwan tersipu malu karena kekasihnya itu melakukannya di depan kedua temannya yang kini sedang membelalakan matanya terkejut.
"Kau tidak perlu menjelaskan apapun padaku," kata Seongwoo sambil berlalu masih dengan tatapan terkejut.
"Padaku juga," Daniel pun sama dengan Seongwoo. Pemuda berbadan besar itu mengikuti Seongwoo meninggalkan sepasang kekasih itu.
"Kenapa mereka?" tanya Minhyun yang bingung dengan tingkah Seongwoo dan Daniel.
"Kau yang membuat mereka seperti itu, hyung," jawab Jaehwan masih dengan wajah yang tersipu dan memerah karena malu. "Kenapa kau mencium kepalaku di depan mereka?" tambah Jaehwan.
"Aku hanya mencium kepalamu saja," jawab Minhyun. "Apa salahnya? Apa aku harus menciummu tepat di bibir?" goda Minhyun dengan nada santai.
"Hyung,..." rengek Jaehwan yang semakin tersipu dengan wajah yang semakin memerah karena godaan kekasihnya itu. sedangkan Minhyun hanya tertawa lembut melihat tingkah kekasihnya itu. "Lebih baik hyung duduk saja di tempat biasa, aku akan membuatkan pesananmu," suruh Jaehwan pada Minhyun agar tidak digoda oleh pemuda yang lebih tua darinya itu.
Minhyun tersenyum dan menatap Jaehwan lembut. "Baiklah, hyung akan duduk ditempat biasa dan menunggumu selesai bekerja," kata Minhyun sambil membelai rambut Jaehwan. Pemuda tampan itu kemudian duduk di tempat biasa dia memperhatikan Jaehwan selama ini. Tempat dimana dia bisa melihat Jaehwan dengan jelas saat bekerja.
Seperti itulah kisah dua pemuda yang saling memendam perasaan itu. Dua pemuda yang membutuhkan waktu beberapa bulan hanya untuk saling melangkah untuk semakin dekat dengan hati masing-masing. Dua pemuda yang akhirnya menyatakan perasaan yang terpendam dengan kelembutan dan ketulusan. Dua pemuda yang saling jatuh cinta karena hati mereka yang telah menentukan pilihannya masing-masing.
...
Chapter 1 End
