HI, MINGYU

Disclaimer : Belong to God and theirselves :D This story is mine. Not for commercial.

Author : Lee Rae Ra

Genre : General, Semi-Romance

Rate : T

Length : Chaptered

Cast : Kim Mingyu & Jeon Wonwoo

.

.

.

SUMMARY : Mingyu berhasil berkenalan dengan Wonwoo setelah dua tahun hanya menjadi stalker, dan sekarang saatnya ia melakukan pendekatan kepada pemuda itu. Mingyu akan membuat Wonwoo mengenalnya sebagaimana ia mengenal Wonwoo. Hi, Wonwoo's Sequel.

.

.

.

HI, MINGYU

.

Mingyu tersenyum kecil memikirkan rencananya yang ia anggap sangat sempurna. Ia menarik nafas sekali lagi, kemudian melangkahkan kaki panjangnya mendekati Wonwoo.

"Hyung!"

Sebuah suara mengagetkan Mingyu. Ia menoleh dan melihat adik Wonwoo, Seungkwan sedang mendekat ke arah Wonwoo. Mingyu buru-buru membalikkan badannya untuk pergi, namun terlambat.

"Mingyu hyung?! SEDANG APA KAU DISANA?!" jerit Seungkwan keras, seakan ia sedang menggunakan speaker.

Mingyu pun terpaksa kembali membalikkan badannya. Dilihatnya Wonwoo yang sedang menatapnya heran. Kaki Mingyu lemas.

Seungkwan mendekati Mingyu dan menariknya mendekati Wonwoo yang menatap mereka berdua dengan heran.

"Hyung kenalkan ini hyungku Wonwoo. Eh pasti hyung sudah tahu ya. Kan Jiho suka Wonwoo hyung, jadi pasti hyung tahu banyak tentang Wonwoo hyung. Lagipula kalian berdua kan satu sekolah." Celoteh Seungkwan polos.

"Mati aku." Desis Mingyu dalam hati.

: Hi, Mingyu :

Wonwoo terus memandangi Mingyu dengan heran begitu Seungkwan selesai menyampaikan pidato pendeknya. Sementara Mingyu yang ditatap pun salah tingkah karena Demi Tuhan, betapa selama ini sangat menginginkan manik mata itu untuk menatapnya dan sekarang sepasang mata tajam itu sedang menatapnya secara langsung.

Seungkwan yang melihat kedua orang itu hanya diam pun menjadi gemas, ia merasa diabaikan. Sudah ngomong panjang-panjang tapi diabaikan itu sakit, tahu!

"Aduh, kenapa diam saja sih? Bisu ya? Pita suaranya rusak? Tenggorokannya kering?" sindir Seungkwan.

Mingyu terus diam dan menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia terlalu gugup untuk berbicara. Sedangkan Wonwoo hanya tersenyum kecil lalu membuka suaranya.

"Hi, Mingyu." Sapanya.

Kaki Mingyu lemas. Wonwoo. Jeon Wonwoo bicara. Jeon Wonwoo bicara padanya. Jeon Wonwoo bicara padanya face to face. Ia berpegangan erat pada pundak Seungkwan agar tidak jatuh. Sementara Seungkwan menatapnya heran. Ia memperhatikan wajah Mingyu yang agak pucat, lalu pandangan matanya mengobservasi seluruh tubuh Mingyu dari kepala sampai kaki sampai ia menemukan penyebabnya.

"Hyung?" tanyanya pada Mingyu. "Kesemutan?" tanyanya lagi.

Mingyu buru-buru menggelengkan kepalanya dan menatap Wonwoo. "Hi, Wonwoo." Balas Mingyu dengan suara mencicit layaknya suara tikus.

"Aku sering melihatmu kok, aku juga tahu namamu Kim Mingyu kan? Kelas 2F?" tanya Wonwoo.

Rasanya Mingyu sedang melayang di atas awan. Jeon Wonwoo tahu eksistensi dirinya bahkan tahu kelasnya? Rasanya tidak sia-sia ia menyukai Wonwoo selama dua tahun kalau ternyata Wonwoo tahu bahwa ia ada.

"Eh.. Ya.. Kok tahu?" tanya Mingyu gugup.

Wonwoo tersenyum, membuat Mingyu diabetes karena sungguh, senyum Wonwoo itu sangat-sangat manis dan mengandung kadar gula yang tinggi.

"Kau kan sekelas dengan Seokmin. Lagipula, tinggi badanmu yang super itu membuatmu mudah dikenali, tahu." Jelas Wonwoo.

"Tinggi badan tinggi badan." Sindir Seungkwan.

Wonwoo tertawa. Ia meletakkan gitarnya, lalu berjalan mendekati Seungkwan dan mengacak-acak rambutnya.

"Kau lama sekali." Katanya. "Terlambat lima menit dari jam janjian kita." Lanjutnya.

Seungkwan mendengus. "Hanya lima menit saja dibilang lama. Maaf hyung, tadi Jiho menyuruhku menemaninya beli eskrim. Jiho itu adiknya si tiang dekil ini." Kata Seungkwan sambil melirik Mingyu sinis, seakan salah Mingyulah Seungkwan bisa terlambat menemui Wonwoo.

Mingyu berdecak kesal. "Apa kau bilang? Tiang dekil? Dasar kimbab bundar." Gerutu Mingyu.

Seungkwan menjulurkan lidahnya, mengejek Mingyu. "Ngomong-ngomong, hyung sedang apa disini?" tanya Seungkwan.

Mingyu kembali menggaruk rambutnya. Kalau saja yang bertanya adalah Wonwoo, ia pasti menjawabnya dengan skenario yang telah ia siapkan tadi. Tapi sayangnya, yang bertanya adalah Seungkwan jadi mau tak mau ia harus memutar otak untuk memikirkan jawaban yang lain. Mingyu melirik ke sekitar dan melihat logo Starbucks yang terpampang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Oh, aku mau ke Starbucks. Tadi Ibuku berpesan agar aku membelikannya Frappuccino." Jawab Mingyu asal.

Mata Seungkwan berbinar begitu mendengar jawaban Mingyu. Ia menepukkan kedua tangannya dengan gembira, membuat Mingyu menatapnya heran.

"Wah! Kebetulan sekali! Aku dan Wonwoo hyung juga mau ke Starbucks! Ayo kita sama-sama saja, ramai-ramai lebih asyik!" seru Seungkwan senang.

"Lalu kenapa kalian bertemu disini? Kenapa tidak langsung bertemu di Starbucks? Kan dekat." Mingyu menunjuk ke arah Starbucks dengan dagunya.

Seungkwan mendekapkan tangannya di depan dada. "Sebenarnya sih rencananya begitu. Tapi tadi hyung kirim Line kalau dia jadinya menunggu di taman ini." Jelas Seungkwan.

"Sudah sudah, sekarang kita pergi ke Starbucks bersama saja." Kata Wonwoo menyudahi pembicaraan antara Mingyu dan Seungkwan.

"Mati aku, mana aku punya uang.. Sudah akhir bulan dan uang bulananku hampir habis." Ratap Mingyu dalam hati.

Setelah Wonwoo memasukkan gitarnya ke dalam tas gitar, ketiga orang pemuda itu pun berjalan menuju Starbucks yang tidak terlalu jauh. Pemandangan yang sungguh lucu. Seungkwan yang pendek berada di tengah diapit oleh dua orang tiang, Mingyu dan Wonwoo.

: Hi, Mingyu :

Mingyu terus-terusan memandang Wonwoo dengan tatapan tak percaya. Mimpi apa ia semalam sampai ia bisa nongkrong dengan Wonwoo, satu meja pula. Dua tahun ia hanya bisa mengamati Mingyu dari jauh, dan hanya satu hari saja dia bisa nongkrong dengan Wonwoo. Keajaiban ini berkat makhluk ajaibbernama Jeon Seungkwan tersebut. Lain kali Mingyu akan mentraktir Seungkwan karena ialah malaikatnya, tak hanya hari ini saja namun juga malaikatnya selama dua tahun ini.

"Mingyu, kenapa diam saja?" tanya Wonwoo membuyarkan lamunan Mingyu.

Mingyu tersenyum kikuk. Ia menyesap Americanonya sedikit, baru membalas pertanyaan Wonwoo.

"Ah, tidak."

Hanya dua kata itu saja yang keluar dari mulut Mingyu. Ia terlalu gugup untuk berbicara dengan Wonwoo. Ia masih tidak percaya hal ini terjadi.

"Ck, paling Mingyu hyung meratapi betapa mahalnya Americano itu. Dia pasti hanya diberi uang untuk membeli Frappuccino saja dan dia harus beli Americano itu dengan uang sakunya yang sudah menipis." Ejek Seungkwan.

Merasa sindiran Seungkwan kali ini tepat sasaran, Mingyu menjitak kepala Seungkwan, menyebabkan pemuda yang memiiki nama panggilan Boo tersebut mengaduh keras.

"Aduh! Hyung ini sudah dekil, penyiksa juga ya rupanya!" seru Seungkwan kesal.

"Enak saja bilang aku tidak punya uang! Buktinya tadi aku masih bisa membayar minumanku." balas Mingyu tidak terima. "Ngomong-ngomong, aku tidak dekil ya!" lanjutnya.

"Hitam begitu ngaku-ngaku tidak dekil! Jiho saja kulitnya putih mulus, begitu juga orangtuamu. Adikmu juga putih! Jangan-jangan kau ini anak angkat ya!" mulut Seungkwan kembali bersuara.

"Enak saja mulutmu mengeong!"

"Mengeong apanya memang aku ini kucing?!"

"Kucing tidak ada yang seberisik kau!"

"YAA DEKIL HYUNG!" seru Seungkwan kesal, membuat beberapa pengunjung Starbucks menoleh ke arah mereka.

Wonwoo yang pusing mendengar pertengkaran dua insan manusia tersebut memajukan kedua tangannya ke depan berkali-kali seperti wasit sepakbola, membuat Mingyu dan Seungkwan terperangah.

"Hyung ini kenapa sih?" tanya Seungkwan.

"Seungkwan, diam bisa tidak? Jangan ganggu Mingyu terus. Hyung pusing mendengar suaramu." Kata Wonwoo tegas.

Mingyu melongo. Barusan tadi, Wonwoo membelanya di depan Seungkwan? Wonwoo memarahi Seungkwan karena Seungkwan terus menganggu Mingyu? Di mata Mingyu kini Wonwoo bagaikan malaikat yang turun dari surga.

"Sakit, tidak?" tanya Mingyu.

Wonwoo dan Seungkwan menatapnya heran. Mereka tidak tahu Mingyu bertanya pada siapa, dan pertanyaannya juga tidak nyambung dengan pembicaraan mereka. Wonwoo dan Seungkwan bertatapan sejenak sebelum akhirnya mereka mendengar Mingyu bersuara.

"Sakit, tidak?" ulang Mingyu. "Jatuh dari surga."

Seungkwan terang-terangan melongo mendengar pertanyaan Mingyu. Sedangkan Wonwoo mengangkat satu alisnya tak mengerti.

Seungkwan yang kadang-bodoh-tapi-sebenarnya-tidak ini pun memperhatikan Mingyu. Kalau ia perhatikan, daritadi Mingyu selalu memandangi Wonwoo. Mingyu pun terlihat gugup sedari tadi. Seungkwan pun teringat akan Jiho yang selama ini getol menanyainya tentang Wonwoo. Seungkwan mengira Jiho yang menyukai Wonwoo, tapi sepertinya selama ini ia sudah salah sangka. Sepertinya bukan Jiho yang menyukai Wonwoo, melainkan kakak laki-laki Jiho yang sekarang sedang memandangi Wonwoo tak berkedip.

Seungkwan tersenyum jahil. Bodohnya ia baru menyadarinya sekarang. Seharusnya ia tahu bahwa Jiho sering membicarakan mengenai Sehun, anak kelas sebelas. Seharusnya ia tahu kalau orang yang Jiho sukai itu Sehun, bukannya Wonwoo. Namun sayangnya Jiho yang selalu bertanya mengenai Wonwoo membuat Seungkwan berpikiran bahwa Jiho menyukai Wonwoo.

"Kacang mahal.. Kacang mahal.." sindir Seungkwan yang melihat pertanyaan Mingyu tidak dijawab oleh Wonwoo.

Ingin rasanya Mingyu membekap mulut anak kelas tiga SMP itu agar mulutnya berhenti berkicau. Dalam hati ia membatalkan rencananya untuk mentraktir mantan malaikat penolongnya itu.

"Jadi kita satu sekolah tapi kenapa kita tidak pernah berbicara ya?" tanya Wonwoo, mengubah topik pembicaraan. "Seingatku, kita cukup sering bertemu di sekolah. Kenapa kita tidak pernah berkenalan ya." Wonwoo tertawa kecil.

"Yah, setiap kita bertemu pasti kau selalu sibuk. Ada saja yang sedang kau lakukan." Jawab Mingyu.

"Iyakah?"

Mingyu mengangguk. Sementara ia berjuang mengontrol detak jantungnya dan berdegup tak karuan. Ia bahagia, sangat bahagia bisa berbincang dengan Wonwoo. Ini adalah awal dari proses pendekatannya dengan Wonwoo dan Mingyu tidak boleh mengacaukannya.

Baru saja Mingyu akan membuka suara, Seungkwan lebih dulu menyelanya.

"Hyung, Umma baru saja mengirimiku pesan bahwa kita disuruh cepat pulang karena Bibi sudah mau sampai. Ayo hyung!" Seungkwan berdiri seraya menyambar gelas minumannya.

Wonwoo mengangguk dan memasang tas ranselnya ke punggung dan meraih tas gitarnya. "Kami mau pulang, kau mau ikut pulang bersama?" tawar Wonwoo.

Mingyu menggeleng. "Arah rumah kita berbeda." Jawab Mingyu.

"Memangnya kau tahu rumahku?" tanya Wonwoo.

"Apa sih yang dia tidak tahu tentang kau, hyung?" celetuk Seungkwan jahil. "Sudah hyung ayo pulang." Seungkwan menarik-narik kemeja seragam Wonwoo.

"Kami pulang duluan ya." Kata Wonwoo pada Mingyu. "Sampai bertemu besok di sekolah." Lanjutnya.

Mingyu mengangguk dan mengamati kedua kakak beradik itu pergi menjauh. Ia melihat Seungkwan menoleh ke arahnya, tertawa kemudian menjulurkan lidah.

"Dasar imbisil." Gerutunya sambil menyedot habis Americano miliknya. "Ah, uangku." Ratapnya kemudian.

: Hi, Mingyu :

Pagi harinya, Mingyu yang sudah selesai mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke sekolah pun membuka laci meja belajarnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak pensil. Mingyu menghela nafas panjang sebelum ia membuka kotak tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Gara-gara Americano." Katanya kesal sambil memasukkan uang tersebut ke dalam saku kemeja seragamnya. "Tapi kan gara-gara Americano aku jadi bisa nongkrong sama Wonwoo.. Hehehe.." Mingyu terkekeh sendiri.

"Mingyuuuu! Cepat turun dan sarapan nanti terlambaat!"

Terdengar suara Ibunya memanggilnya dari bawah. Buru-buru Mingyu mengambil tas ranselnya lalu turun ke ruang makan di lantai bawah. Sesampainya di ruang makan, dilihatnya seluruh anggota keluarganya sudah duduk manis di meja makan kecuali Ibunya yang masih sibuk di dapur yang berada tepat di sebelah ruang makan.

"Selamat pagi semua." Sapa Mingyu.

"Pagi hyung."

Mingyu mengelus sayang rambut anak lelaki yang baru saja membalas sapaannya tersebut. Anak lelaki tersebut adalah adik bungsunya – Chan – yang baru berumur tujuh tahun.

"Mingyu, cepat duduk dan makan." Nyonya Kim muncul dari dapur dan menaruh nampan berisi teko dan cangkir di atas meja.

Mingyu buru-buru duduk dan mengisi piringnya dengan nasi dan beberapa lauk. Keluarga Kim pun berdoa untuk mengawali sarapan mereka pagi itu.

"Oppa, mau lihat apa yang Seungkwan kirim padaku kemarin malam?" tanya Jiho, ia menaikkan satu alisnya.

"Apa?" balas Mingyu cuek sambil mengunyah makanannya.

Jiho mengambil ponselnya dan membuka sebuah gambar, kemudian ia menunjukkan gambar tersebut pada kakaknya.

"Ada yang sudah berhasil kenalan nih. Sama-sama, ya." Sindir Jiho.

Mingyu yang tidak mengetahui maksud dari perkataan adiknya itu hanya diam saja sambil malas-malasan melirik ke arah ponsel Jiho. Kemudian mata Mingyu membulat begitu melihat foto yang ada di layar ponsel Jiho. Fotonya dan Wonwoo saat di Starbucks kemarin. Pasti Seungkwan yang mengambilnya.

"Sepertinya ada seorang pesuruh yang selalu disuruh-suruh untuk bertanya pada Seungkwan tentang oppa tampan berwajah emo itu." Sindir Jiho lagi.

Mingyu merebut ponsel Jiho dari sang empunya ponsel, kemudian buru-buru mengirimkan foto tersebut ke ponselnya melalui Line.

"Kirim-kirim pula." Sekali lagi Jiho mengeluarkan suara ketusnya.

Mingyu memandang adik perempuannya itu dengan tatapan kesal. Tak heran adiknya itu bisa bersahabat dengan Seungkwan. Mulut keduanya sama-sama berisik dan pedas! Mingyu mengerucutkan bibirnya lalu mengembalikan ponsel putih itu kepada Jiho.

"Kemarin aku mau pinjam uang buat beli novel saja Oppa tidak mau beri. Tapi kenapa Oppa malah jajan di Starbucks?" tanya Jiho. "Padahal kalau dihitung-hitung, jasaku selama hampir dua tahun ini tidak sebanding dengan jumlah uang yang akan kupinjam darimu." Kembali Jiho menyindir. "Oh ya, harga minumanmu itu juga sepertinya lebih mahal daripada uang yang mau kupinjam."

"Jiho, mulutmu itu kalau sudah mengomeli Oppa-mu, sampai berbusa! Habiskan dulu makananmu. Jangan berisik di meja makan." Tegur Tuan Kim.

Mingyu tertawa kecil melihat Jiho yang cemberut karena ditegur oleh Ayahnya. Mingyu melirik jam tangannya, lalu buru-buru menghabiskan sarapannya. Sebentar lagi ia harus berangkat. Bukan Mingyu sudah terlambat, tapi ia tidak mau terlambat untuk menantikan kedatangan Wonwoo di sekolah.

: Hi, Wonwoo :

Seperti biasa, setelah turun dari halte bus, Mingyu akan bersembunyi di balik tembok pagar sekolah untuk menunggu Wonwoo datang. Ia melirik jam tangannya, kemudian sebuah mobil hitam melintas di depannya.

Mingyu buru-buru keluar dari tempat persembunyiannya dan berpura-pura berjalan santai. Ia sengaja berjalan pelan-pelan agar Wonwoo melihatnya. Ia juga bersiul-siul agar Wonwoo mendengar siulannya lalu menoleh mencari sumber suara.

"Strategi yang bagus." Kata Mingyu dalam hati, merasa bangga akan kecerdikannya.

"Eh, Mingyu!"

Gotcha!

Begitu mendengar sebuah suara memanggilnya, sontak senyum lebar langsung terukir di wajah Mingyu. Strateginya berhasil. Ia menolehkan kepalanya ke arah Wonwoo, namun pemuda itu rupanya tidak sedang melihat ke arahnya. Wonwoo malah sudah tidak kelihatan, yang artinya Wonwoo sudah memasuki gedung sekolah. Lalu siapa yang memanggilnya tadi?

"Mingyu, aku disini bukan disana." Kata sebuah suara.

Mingyu mendengus kesal, lalu menoleh dengan sebal. Dilihatnya Soonyoung atau yang biasa dipanggil Hoshi berdiri di samping kirinya sambil mengernyitkan dahi.

"Ah, sial!" seru Mingyu kesal, lalu buru-buru berjalan meninggalkan Hoshi.

"Eh, kenapa? Ya! Ya! Kim Minggyu!" panggil Hoshi yang mengejarnya dari belakang.

Mingyu memandang Hosho dengan judes. "Kenapa panggil-panggil? Kukira tadi itu.." Mingyu menghentikan kalimatnya.

Hoshi menatapnya curiga, kemudian seringai jahil muncul di wajahnya. Ia menaik-turunkan kedua alisnya sambil mencolek-colek Mingyu.

"Ehem.. ehem.." Hoshi berdeham menggoda Mingyu.

Mingyu buru-buru menepis tangan Seokmin yang mencoleknya kemudian menjitak kepala Hoshi.

"YA! AKU INI MINGYU BUKAN WOOZI!" seru Mingyu kencang.

Hoshi tertawa dan berusaha merangkul pundak Mingyu, tapi ia langsung sadar bahwa Mingyu terlalu tinggi dan ia tidak akan bisa merangkul pundaknya.

"Kau mengira yang memanggilmu itu pasti seseorang yang kau sukai kan?" tanya Hoshi.

Mingyu menjitak kepala Hoshi, membuat si empunya kepala mengaduh kesakitan.

"Sembarangan kalau ngomong."

Hoshi merengut kesal. Tapi sedetik kemudian, cengiran langsung terukir di wajahnya, membuat Mingyu ngeri karena cengiran Hoshi yang dianggapnya terlalu lebar.

"Gyu, mau ikut Orion tidak?" tanya Hoshi tiba-tiba.

"Hah?"

Hoshi tidak menjawab karena mereka berdua sudah sampai kelas. Hoshi menyuruh Mingyu untuk duduk di bangkunya lalu ia sendiri duduk di bangkunya yang tepat berada di sebelah kiri bangku Mingyu. Hoshi duduk menghadap Mingyu dengan pandangan serius.

"Kau mau ikut klub dance? Orion? Bukan anggota tetap, tapi hanya additional." tanya Hoshi lagi.

Mingyu menaikkan satu alisnya. "Sejak kapan aku bisa dance?" Mingyu balik bertanya pada Hoshi.

"Aku hanya sedang berusaha mencari anggota untuk showcase Orion dua bulan lagi. Aku ketua showcasenya. Kami kekurangan anggota. Sebenarnya, anggota kami cukup tapi kami butuh additional dancer untuk tiga penampilan." Jelas Hoshi.

"Memangnya kalian butuh berapa additional?" tanya Mingyu.

"Sekitar lima belas orang lagi."

Mingyu melongo. "Heol.. Showcase kalian dua bulan lagi dan masih butuh lima belas dancer?" tanya Mingyu tidak percaya. "Kalian harus dapat lima belas orang itu sesegera mungkin! Memangnya latihan tidak butuh waktu? Kan susah kalau kalian sudah latihan, tahu-tahu ada orang baru."

"Maka dari itu, kami belum latihan sama sekali. Kami sudah mulai mempersiapkan properti, mencari sponsor, mengumpulkan dana dan lain-lain. Tapi untuk latihan, kami belum mulai." Jelas Hoshi.

"Susah juga ya cari orang.." gumam Mingyu.

Hoshi menghela nafas panjang. "Makanya aku bertanya padamu. Kau mau tidak jadi additional? Tapi ya audisi dulu."

"Sudah butuh banyak orang, masih ada audisi pula. Bagaimana kalau kalian masih kekurangan orang?" tanya Mingyu.

"Kan tetap saja aku dan anggota lain harus melihat bagaimana kemampuan orang yang akan menjadi additional. Kalau ternyata tidak bisa dance, kan bisa kacau. Bagaimana, kau mau?" tanya Hoshi lagi.

Mingyu mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu. Aku lumayan sibuk." Jawab Mingyu. "Sibuk memperhatikan Wonwoo." Lanjutnya dalam hati.

Hoshi baru saja akan membuka mulutnya untuk membalas pernyataan Mingyu, namun terhenti ketika dilihatnya seorang pemuda berwajah imut malu-malu mengintip dari pintu kelasnya.

"Minghao! Mencariku?" teriak Hoshi.

Raut wajah pemuda yang dipanggil Minghao itu berubah menjadi lega begitu mengetahui siapa pemilik suara itu.

"Sini." Hoshi membuat gestur tangan menyuruh Minghao mendekat.

Malu-malu Minghao mendekat. Ia berjalan cepat-cepat melintasi kelas untuk menuju Hoshi. Ia tidak terlalu nyaman berada di kelas ini karena ini adalah kelas senior, sedangkan ia masih duduk di kelas satu. Apalagi anak-anak kelas 2F menatapnya dengan aneh seakan ia adalah alien.

"Ada apa mencariku, Hao?" tanya Hoshi.

"Itu hyung, aku sudah dapat dua orang yang mau jadi additional." Kata Minghao cepat, mengutarakan maksudnya datang mencari Mingyu.

"Oh ya? Siapa?" tanya Hoshi antusias.

"Vernon, dia anak kelasku. Yang dari Amerika itu. Aku beberapa kali melihatnya ngedance dan dia bagus. Pasti dia lolos audisi. Lalu ang satunya sunbae, kelas dua." Jawab Minghao.

"Siapa? Anak kelas berapa?" tanya Hoshi lagi.

"Jeon Wonwoo, kelas 2B."

Mata Mingyu membulat begitu mendengar nama pujaan hatinya disebut. Ia langsung duduk tegak dan menatap Minghao tajam. Yang ditatap mengkeret, ngeri ditatap sebegitu tajamnya oleh senior. Sementara Hoshi sendiri menatap Mingyu dengan pandangan heran.

"Jeon Wonwoo?" ulang Mingyu.

Minghao mengangguk pelan. "Iya, Jeon Wonwoo sunbae."

"Jeon Wonwoo yang itu kan?" tanya Mingyu.

Minghao mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Mingyu. "Iya, Jeon Wonwoo sunbae. Yang mukanya agak emo-emo itu. Yang matanya kecil tajam itu." Katanya berusaha mendeskripsikan Wonwoo.

"Memangnya dia bisa dance?" tanya Mingyu penasaran.

Minghao mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu, sunbae. Wonwoo sunbae hanya bilang pada Vernon bahwa ia tertarik mengikuti audisi additional dancer, lalu Vernon bilang padaku." Jelas Minghao.

Mingyu ganti menatap Hoshi. Kali ini, sorot matanya penuh permohonan.

"Hoshi, aku mau audisi untuk additional dancer!"

: Hi, Mingyu :

Sepanjang hari ini, Mingyu terus menari-nari. Saat pelajaran pun ia terus menggoyangkan tubuhnya. Saat Hoshi menyuruhnya berhenti karena matanya iritasi melihat gerakan Mingyu yang tidak karuan, Mingyu malah semakin menjadi-jadi. Mingyu terus-terusan berkata bahwa ia sedang latihan untuk audisi.

"Aku jadi menyesal memintamu untuk audisi tadi." Kata Hoshi saat bel pulang berbunyi. "Ternyata kau segila ini kalau menari." Tambahnya.

Mingyu tak menjawab, ia hanya bersiul-siul sambil membereskan tasnya.

"Kenapa tiba-tiba kau mau ikut? Saat kuminta saja kau menolak." Tanya Hoshi. "Atau jangan-jangan kau menyukai Minghao?" tembak Hoshi langsung.

Sekali lagi Mingyu menjitak kepala Hoshi. "Jangan sembarangan!"

Hoshi mengusap kepalanya yang kali ini dijitak dengan cukup keras oleh Mingyu, sebelum akhirnya ia dan Mingyu berjalan keluar kelas.

"Atau kau menyukai Jeon Wonwoo?" tanya Hoshi lagi.

Mendengar nama pujaan hatinya disebutkan, Mingyu kembali menjitak kepala Hoshi, namun dibarengi dengan menutup mulut pemuda itu dengan tangannya, membuat Hoshi meronta-ronta dan menginjak kaki Mingyu.

"Jangan keras-keras!" seru Mingyu setelah ia melepaskan tangannya dari mulut Hoshi.

Menyadari maksud Mingyu, Hoshi pun tertawa. "Oh, jadi benar ya kau menyukai Wonwoo." Katanya enteng.

Muka Mingyu berubah menjadi merah padam karena malu. "Awas kalau kau bilang pada orang lain." Ancamnya pada Hoshi.

Hoshi menggelengkan kepalanya dan tertawa. "Aku hanya tidak menyangka saja seorang Kim Mingyu menyukai Jeon Wonwoo."

"Sudah kubilang jangan keras-keras! Sudah diam saja kau!" tukas Mingyu kesal.

"Pantas saja begitu Minghao menyebutkan namanya, raut kau langsung berubah. Nada suaramu pun langsung bersemangat menanyakan dia. Rupanya karena kau menyukainya. Jadi tadi pagi, kau mengira yang memanggilmu itu dia ya?" tanya Hoshi penasaran.

Karena Mingyu merasakan mukanya yang memerah karena malu, Mingyu tidak menjawab pertanyaan Hoshi, malah ia mempercepat langkahnya meninggalkan Hoshi, membuat Hoshi harus berlari-lari demi mengejar langkah kaki panjang Mingyu.

"MINGYU AWAS!"

Itulah suara terakhir yang didengar Mingyu sebelum ia merasakan sebuah benda menghantam kepalanya keras. Mingyu terhuyung-huyung sebentar, merasakan kunang-kunang memenuhi matanya, kepalanya terasa berat dan pandangannya mulai mengabur. Kemudian ia langsung jatuh telentang di atas halaman depan sekolah yang merangkap sebagai lapangan basket.

Samar-samar Mingyu bisa mendengar suara langkah kaki mendekat sebelum akhirnya kunang-kunang di matanya dan rasa pusing di kepalanya semakin menjadi, dan ia bisa melihat wajah yang tepat berada di atasnya. Wajah yang terakhir ia lihat sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.

Jeon Wonwoo.

.

.

.

To Be Continued.

.

.

.

A/N : Hello semua! Ini adalah sequel dari vignette Hi, Wonwoo yang kupost akhir tahun lalu. Yang belum baca Hi, Wonwoo buruan baca ya!

Di review pada demo suruh bikin sequel, jadinya ya gini hiks :" Aku nulis fic ini pas lagi magang saking gabutnya aku cuma duduk di depan laptop nulis fanfic xD

Aku baru nyadar di fic terakhirku aku bilang aku bakal balik setahun lagi, yang harusnya pertengahan 2014, tapi nyatanya aku baru balik akhir 2015 :'D

Buat yang nanyain YunJae, sesegera mungkin aku bakal bikin fic YunJae lagi. Muter otak duluuu buat nyari ide.

So, keep it or delete it?