KimTammy17
.
.
.
.
Cinta Sang Pembunuh
.
.
.
.
Cast:
Oh Sehun
Luhan
Kim Jongin
Other
.
.
.
.
Genre:
Hurt/Angst
Tragedy
Romance
.
.
.
.
1988, suatu perubahan besar-besaran menghantam Korea. Berpusat pada Seoul sebagai ibu kota, globasilasi membawa banyak perubahan. Hingga hukum pun menjadi fleksibel. Salah satunya yaitu klinik aborsi kini dilegalkan.
Bukan main pro dan contra yang terjadi di Seoul saat itu tapi tidak satu orangpun bisa menghapuskan salah satu hukum akan dilegalkannya sebuah klinik, mereka beralasan adanya klinik aborsi membuat manusia semakin tidak berperikemanusiaan.
Tapi tidak bagi Oh Sehun, salah satu dokter termuda, 19 tahun, profesional dalam bidang kandungan. Ia mengajukan surat izin untuk membuka praktik aborsi atas lisensi kedokteran yang ia dapatkan.
Setelah mengurus beberapa hal dan beberapa perjanjian, 1990, Oh Sehun resmi membuka klinik aborsi di daerah pinggiran Seoul yang cukup memakan waktu dari ibu kota.
Pada awalnya Oh Sehun yang dibantu oleh rekannya, Park Chanyeol dan Kim Jongdae melaksanakan aborsi sesuai dengan kode etik kedokteran. Tidak akan melakukan aborsi dengan masa kehamilan tidak lebih dari 20 minggu.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1994, untuk semua pratek aborsi dihapuskan dan menjadi illegal. Oh Sehun memandang sebelah mata terhadap hukum yang kini berubah kembali, praktek aborsinya yang sudah berjalan hingga 4 tahun tersebut masih diopreasikan namun dengan cara tertutup. Izin yang ia dapatkan kini ditarik dan Sehun memberikannya ke rumah sakit kembali namun tanpa ada yang mengetahui bahwa ia dan rekannya masih membuka praktik aborsi tersebut.
Tak ada alokasi dana yang cukup untuk praktik aborsinya membuat Sehun memakai alat-alat kedokteran yang sudah tidak layak pakai untuk proses aborsi tersebut.
Sehun menjadi pembunuh darah dingin, ia akan menyuntikkan bius yang tidak sesuai aturan hingga sang pasien harus mati lemas dan kehabisan darah saat Sehun mulai melepas satu persatu bagian tubuh jabang bayi yang akan diaborsinya. Sehun tak peduli jika janin dalam kandungan itu sudah lebih dari 20 minggu. Bahkan ketika mendapati salah satu bayi yang selamat, Sehun akan memberikan pijatan lembut pada bagian dada yang membuat tangisan bayi makin keras dan detik berikutnya Sehun akan menekan dada bayi tersebut tepat di bagian arteri jantung hingga tangisan bayi tersebut sekejap hilang dan tergantikan oleh suara retakan tulang rusuk yang masih muda dalam genggaman tangan Sehun.
Ruangan 5m x 5m tersebut menjadi saksi bisu ratusan kematian akan wanita yang akan melakukan aborsi, potongan tubuh bayi dan bahkan di lemari pendingin tersebut terdapat potongan tubuh bayi yang sengaja dibekukan, saluran air yang tersumbat karena rekannya melakukan aborsi di kamar mandi sangking banyaknya pasien yang ingin melakukan aborsi di kliniknya. Benar-benar busuk dan berantakan.
.
.
.
.
Tak ada yang menyangka awal tahun 2015 ini menjadi awal terburuk bagi kehidupan Luhan, gadis cantik berusia 27 tahun ini harus mendekam di salah satu bilik kamar kumuh tanpa ventilasi yang cukup hingga membuat ruangan ini pengap.
Ia diculik oleh segerombolan lelaki berotot minggu lalu dan kini Luhan menjadi pelampiasan budak nafsu oleh mereka setelah bos besar mereka memperawani dirinya terlebih dahulu.
Sebenarnya mereka melakukannya bukan tanpa alasan, memiliki alasan kuat untuk melakukan hal tersebut. Ayah Luhan kalah berjudi dan sudah mempertaruhkan semua kekayaan miliknya hingga tak ada satu barang berhargapun yang dimilikinya, Ayah Luhan menjadikan Luhan sebagai harta terakhir untuk judinya. Namun naas, keberuntungan tak ada di pundaknya hingga Luhan kini berakhir di kamar pengap itu.
Ia tak sendirian, banyak perempuan yang tak jauh-jauh dari umurnya juga disekap di beberapa kamar seperti dirinya, dijadikan budak nafsu.
Setiap malam lelaki besar dengan otot yang bergambar seram itu akan muncul dari balik pintu dan melaksanakan kehendaknya tanpa mempedulikan tangisan ringkih Luhan. Wanita itu benar-benar putus asa.
Satu bulan tepat ia sudah berada di atas ranjang dan benar-benar menjadi busuk, pikirnya. Ia hanya diberi makanan sisa, dan terkadang seorang perempuan akan datang mendandainya, memakaikan baju mahal untuknya dan menghidangkan Luhan kepada pria tua kaya raya untuk melampiaskan nafsunya. Ya dengan kata lain, Luhan dijajakan kepada beberapa pria-pria tua hanya untuk meraup sesuatu berharga di kantung mereka.
Luhan tidak berontak, ia merasa tak ada semangat hidup semenjak hari pertama ia menjadi boneka di sana. Ayah Luhan menjualnya sedangkan Ibunya kini hidup dengan pria kaya dan rela meninggalkannya miskin.
Hingga saat itu Luhan ambruk lemas, dengan bantuan salah satu dokter yang bagi Luhan adalah dokter gadungan -berhubung penculik Luhan sangatlah pelit memberikan uang mereka- ia dinyatakan sedang mengandung dua bulan. Sial, habislah dirinya saat ini.
Siapa yang akan menjadi ayah dari bayi yang dikandungnya saat ini? Dilihat dari banyaknya benih yang masuk ke rahimnya. Ah ia ingin muntah rasanya.
Luhan terperanjat saat bos dari pria besar berotot menyeramkan itu datang. Luhan tahu siapa dia, Kim Jongin. Lelaki dengan kulit gelap maskulin, beberapa anak rambut yang jatuh mengenai kening seksi dan rahang tegas yang membuat siapa saja akan jatuh pesona hanya dalam hitungan detik. Luhan juga merasakan pesona itu, tapi siapa juga yang akan jatuh pesona dengan lelaki yang memperawaninya dan membuang dirinya ke bodyguardnya. Tidak untuk Luhan. Terima kasih.
Lelaki itu menarik kursi kayu dan terduduk di depan meja rias dengan menyilangkan kakinya. Menunjukkan secara tersirat siapa bos disini. Mata coklatnya menatap Luhan yang terduduk di ranjang merah besar.
"Hamil eh?" Jongin membuka pembicaraan, memecah suasana canggung antara mereka.
Luhan memasang ekspresi datar sama seperti pertama kali ini datang ke rumah besar Jongin. Wanita itu sudah putus asa di saat pertama kali mereka bertemu yang membuat Jongin bahagia karena tak perlu repot-repot memaksa kehendaknya. Luhan menerimanya dengan datar dan tanpa suara.
"Bodoh! Kenapa tak pakai pengaman?!" teriak Jongin tiba-tiba yang membuat Luhan terjengkat kecil memandang Jongin. Lelaki ini begitu cepat berubah mood.
"Itu mengapa aku membuangmu ke bodyguardku karena kau terlalu bodoh." Lanjutnya setelah menghembuskan nafas beratnya.
Jongin frustasi, ia meraup cukup keuntuangan dari Luhan yang melayani beberapa kolega bisnisnya. Dan sekarang Luhan mengandung yang bernotabene keuntungannya sedikit berkurang. Ia tak ingin rugi secuilpun. Bagaimanapun Luhan harus kembali seksi seperti biasa dan menghasilkan keuntungan kembali.
"Gugurkan.." gumam Jongin dalam pelan dengan kepala yang masih berpikir bagaimana membuat Luhan kembali seperti dulu. Menghasilkan uang.
Mata Luhan membulat, gugurkan?
"Bangsat kau!" Luhan berdiri dan menuju Jongin yang masih terduduk di kursi kayu itu, memberikan sebuah pukulan kuat bagi Luhan tepat di kepala emas Jongin.
Pukulan itu cukup kuat bagi Luhan namun rasanya seperti elusan kasih sayang ibunya kala ia kecil. Jongin berdiri cepat dan memandang wanita pendek dadanya dengan senyum mengejek di wajahnya.
"Kau yang melakukannya! Maka kau ayahnya, bajingan!" teriak Luhan dengan derai air mata. Sungguh lelaki di depannya ini terlalu bodoh untuk berfikir sedemikian rupa. Ia yang memperawaninya maka benih itu pasti dari Jongin.
Jongin berdecih, "Aku? Lalu pria-pria yang tidur denganmu tidak ikut andil menjadi ayah, hm? Ia mendekatkan wajah rupawannya ke arah Luhan. Mengirimkan sugesti bahwa ia harus takut dan tunduk pada seorang Jongin. Bos besar seantero Seoul.
Luhan kalap dengan perkataan Jongin barusan.
"Tenang, aku memiliki kenalan dokter yang ahli dalam urusan seperti ini." Dipandangnya tubuh Luhan dari atas hingga ujung kaki, menimbulkan rasa risih pada diri Luhan, "Ia dapat memastikan kau akan kembali menghasilkan uang dan lunasi hutang ayah kolotmu itu."
Setelah selesai dengan urusannya dengan Luhan, Jongin pergi dari kamar pengap itu dengan meninggalkan rasa benci Luhan kepada Jongin. Ya, daftar orang yang ia benci semakin bertambah kini, Jongin masuk dalam daftarnya.
.
.
.
.
Bos besar itu tidak main-main dengan ucapnnya. Luhan diantar oleh dua lelaki besar berotot seram ke sebuah klinik yang memakan waktu hingga 6 jam dengan mobil trooper yang membuat semakin seram dua orang yang pernah ia layani beberapa waktu lalu.
Perkataan Jongin kembali teriang, dua lelaki ini juga harus andil untuk menjadi seorang ayah pada janin yang ia kandung.
Bisa-bisanya ia meminta pertanggung jawaban dari bos besar seperti Jongin. Tanpa sadar ia tertawa sinis yang dihadiahi tatapan tajam dari kaca kecil yang dapat memandang Luhan terduduk di bangku belakang mobil. Ia gila. Luhan kurang waras untuk melihat keadaan.
Ban berdecit saat mobil itu berhenti di depan bangunan yang sepert tak terawat dengan coretan cat tertulisan tak senonoh, rolling door kusam dan berkarat, terdapat pintu kayu di sampingnya dengan engsel yang tak jauh berkarat seperti rolling door tadi.
Ada papan besi yang berkarat dengan tulisan yang hampir hilang. Mata rusa Luhan dapat melihat beberapa kata di sana.
Klinik?
Astaga, klinik macam apa ini?
Dan... iwh bau busuk yang menggangu indra penciumannya. Astaga, ia baru saja sadar banyak lalat yang beterbangan di sekelilingnya.
Bangunan seperti ini hampir sama persis seperti bagian depan bangunan ia disekap. Kotor, bobrok, dan busuk. Sepertinya kata-kata tersebut cukup pas untuk menggambarkan bangunan di depannya saat ini.
Dengan kasar pintu itu dipukul, mungkin jika orang tahu akan sopan santun, pintu itu akan diketuk, bukan dipukul hingga dapat Luhan lihat engsel pintu itu sedikit terlepas. Astaga, orang-orang ini. Luhan menghembuskan nafas mengejek.
Tak lama pintu itu terbuka menampilkan lelaki jangkung dengan jas putih khas dokter disertai masker yang menutupi wajahnya.
Dokter?
Di tempat sekumuh ini?
Luhan berdoa agar di dalam ruangan itu berbanding berbalik daripada di luar sini.
Dua bodyguard Jongin yang sempat memukul-mukul pintu itu memberi kode untuk Luhan agar mengikutinya. Luhan mulai melangkah menuju pintu itu dan astaga Luhan benar-benar beruntung kali ini. Doanya terkabulkan.
Ia menginjakkan kakinya di atas lantai yang benar-benar besih tanpa cacat, wangi obat-obatan menusuk hidungnya. Setidaknya ini lebih baik daripada mencium bau busuk di luar sana. Dua orang bodyguard itu terdiri di samping kiri dan kanan kursi yang disediakan untuk luhan yang berhadapan langsung dengan dokter berambut hitam tanpa menyentuh keningnya. Push up hair kalau disebut-sebut. Mata elangnya menatap Luhan yang masih berdiri di ambang pintu dan salah satu tangannya terulur menunjuk kursi di depannya yang terhalang meja kerjanya. Dokter itu mempersilahkan Luhan duduk.
"Bisakah kalian keluar sebentar? Ini bersangkutan dengan pasien." Tanpa memandang dua lelaki sangar di sebelah kiri dan kanan Luhan, dokter itu menyuruh orang-orang itu pergi. Seolah tak peduli bagaimana kejamnya mereka. Namun seperti kerbau yang dicocok hidungnya, dua lelaki sangar itu sempat membungkuk dalam dan meninggalkan Luhan.
Membungkuk? Hell! Lelaki ini disegani juga oleh dua makhluk bodoh itu rupanya.
Tanda sadar Luhan berdecih sinis membuat tatapan dokter itu berpindah dari kertasnya dan memandang Luhan.
"Tertawa?" tanyanya dengan suara berat.
Luhan tersenyum kecut, "Dihormati oleh dua keledai bodoh itu? Sepertinya kau sedikit memiliki derajat." sahut Luhan ketus.
Mata dokter itu menyipit, jika masker itu tidak menutup wajahnya sudah dipastikan lelaki itu tengah tersenyum mengejek pada Luhan.
"Wajahmu memang manis, tapi sayang mulutmu pedas." Sahut sang dokter yang membuat Luhan semakin jengah. Sejak ia putus asa, hidupnya dikelilingi dengan makhluk-makhluk menyebalkan.
"Baru kali ini Jongin membawa pelacurnya kesini. Sepertinya kau sedikit memiliki derajat." Sang dokter sedikit menirukan Luhan pada kalimat terakhirnya.
Luhan tertawa keras. Tawa mengejek dengan rasa direndahkan. Ia seorang pelacur kali ini. "Ya, dulu aku seorang dengan derajat tinggi, tidak dengan kalian makhluk bejat!" bentak Luhan disela tawanya yang tak kunjung berhenti. "Tapi satu hal, aku bukanlah pelacur seperti katamu barusan." Lanjut Luhan dengan berdesis pelan. Wajahnya mengancam, tidak membuat aksen cantiknya luntur sedikitpun.
Dokter itu kini tertawa geli. Dengan sekali hentakan, ia membuka masker yang sedaritadi menutupi wajahnya. Kali ini Luhan yang dibuat tercengang.
Wajahnya, ya tuhan. Baru kali ini ia melihat wajah tampan melebihi Jongin! Luhan orang yang pintar, ia sering membaca buku tentang mitologi kuno. Dewa tertampan? Ia pernah melihat lukisan dan patung dewa tersebut. Tampan apanya? Luhan yakin jika makhluk di depannya ini berdiri di samping lukisan maupun patung dewa tertampan tersebut, sang dewa akan iri. Dokter ini benar-benar tampan dalam arti sebenanya. Lidah Luhan kelu untuk mendeskripsikannya.
Sang dokter masih tertawa geli, menampilkan mata sipit separuh bulan dengan gigi bertaring. Vampir tertampan sekalipun akan kalah. Senyumnya semakin melipat gandakan ketampanannya. Luhan merasa pusing akan pesonanya hanya dengan melihat ia tersenyum.
Sebuah dehaman kuat menghancurkan pikiran Luhan, dokter itu menghapuskan tawanya dengan cara elegan.
"Maafkan atas ketidak sopananku. Namaku Oh Sehun, dokter kandungan yang akan mengaborsi janin di sana." Jemarinya tepat menunjuk ke arah perut datar Luhan. Seakan tak berdosa mengatakan aborsi janin. Tak ada rasa kemanusiaannya sedikitpun.
Sehun berdeham kembali, "Apapun statusmu dengan Kim Jongin, kau tak akan jauh-jauh dari sebutan pelacur." Jemari Sehun sibuk dengan menuliskan sesuatu di atas kertas yang sedaritadi ia genggam. Luhan sudah naik darah, tapi bibirnya nyeri untuk mengatakan sesuatu untuk merespon perkataan Sehun.
"Tampan sih, tapi sayang mulutmu pedas."
Jemari Sehun terhenti mendadak saat mendengar perkataan Luhan barusan. Ia benar-benar menembak Sehun tepat seperti dirinya barusan. Luhan mengutip perkataannya. Sama sepertinya barusan, Sehun juga mengutip perkataan Luhan.
Astaga, dari 25 tahun yang lalu semenjak klinik ini dibuka, kebanyakan wanita yang datang kemari dengan wajah ketakutan, putus asa, dan selebihnya menangis dengan janin tak berdosa di perutnya. Berbanding berbanding terbalik dengan Luhan. Gad- wanita lebih tepatnya, dengan wajah cantik bermata bayi rusa, datang dengan wajah mengejek kepada semua lelaki yang ia pandang. Membalas semua perkataan Oh Sehun dengan mulut pedas. Ia memang sering melontarkan kalimat pedas hanya untuk menyinggung pasien-pasien agar mereka memasang ekspresi tidak selain wajah muram dan lain-lain. Tetapi mereka berujung menangis dan melontarkan kekesalan pada lelaki yang membuat mereka hamil. Sehun mual dengan mereka. Terlalu bertele-tele. Tetapi Luhan sedikit.. berbeda?
"Kau baik?" suara Luhan membuyarkan lamunan Sehun. Ia masih terdiam dengan menggenggam bolpointnya. Luhan tersenyum manis padanya, "Apa perkataanku barusan sedikit mengganggumu? Jika benar, aku merasakannya tadi. Sekarang kita impas."
Tuh kan, benar. Luhan memang berbeda dari kebanyakan. Sehun mulai tertarik dengan wanita di depannya kali ini.
Sehun hanya mengerdikkan bahu dan menyunggingkan senyum kecut dan mulai melanjutkan tulisannya yang tertunda.
"Kau yang meminta Jongin untuk membantumu menggugurkan bayi itu atau Jongin sendiri yang merekomendasikannya?"
"Pilihan kedua." Tanpa jeda Luhan langsung menyahut perkataan Sehun. Lekaki itu menaikkan wajahnya memandang Luhan.
"Kau tak penasaran dengan Jongin?" alisnya bertaut, penasaran dengan respon apa yang akan diberikan Luhan atas Jongin. Tetapi Luhan hanya memasang wajah datar. Sulit sekali wanita ini untuk ditebak. Menunduk dan mulai menulis kembali, Sehun mulai membuka cerita.
"Jongin memiliki bisnis yang besar di salah satu perusahaan elektronik. Di zaman maju seperti ini, elektronik menjadi salah satu hal yang vital. Jongin termasuk orang yang ambisius, termasuk bagaimana mencapai bukit-bukit uang dan kesuksesan. Dan kau.." jemari kokohnya menunjuk tepat ke arah Luhan yang sepertinya kaget. "Kau salah satu bukit uangnya. Jongin tak ingin kehilangan satupun pundinya." Bisik Sehun sedikit memajukan wajahnya. Sungguh dramatis.
"K-kenapa harus aku?" tanya Luhan kaku.
Sehun mengangkat bahu. "Biar aku tebak sebentar..." Sehun menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. Kertas yang sedaritadi ia tatap kini tak menarik lagi bagi Oh Sehun. Ia ingin menatap Luhan lebih dan lebih. "Kau pasti memiliki hutang dengan si Jongin?" tebaknya langsung.
"Ayahku, bukan aku." Desis Luhan tak terima.
Sehun tak peduli. Ia sedikit bangga dengan tebakannya.
"Tolong isi perjanjian di kertas itu." perintah Sehun dengan sopan.
Luhan menarik kertas yang sempat Sehun sibuk dengan salah satunya. Terdapat beberapa tulisan yang sudah diketik sebelumnya dan beberapa sudah ada tanda tangan dari Sehun dan apa yang Luhan lihat, itu adalah sebuah perjanjian.
Alis Luhan bertaut dan kini memandang dengan ekspresi serius. Begitu cantik di mata Sehun. Luhan tak peduli dengan apa yang berisi dari perjanjian tersebut. Jika ia selamat dari poses aborsi tersebut maka ia akan kembali menjadi bukit uang Jongin dan jika ia mati saat proses tersebut, ia tidak perlu repot-repot kembali ke sana.
Ia lebih suka opsi terakhir. Menggiurkan.
Masa bodoh, ia langsung menandatangani semuanya. Entah itu selamat atau tidak, semuanya tidak berakhir indah.
Sehun tersenyum tipis, bisa-bisanya Luhan terlihat kolot. Wanita itu sangat putus asa dalam dirinya namun ego membuatnya menjadi seperti ular berbisa. Mematikan di setiap ucapanya.
Dokter itu mengehembuskan nafas beratnya, entah kenapa Luhan terasa nyaman hanya dengan mendengar deru nafas dokter tersebut.
"Sayang sekali proses aborsi ini harus ditunda selama satu bulan ke depan. Aku harus mengurus beberapa obat-obatan dan persiapan. Sampai jumpa bulan depan."
Belum sempat ia bertanya selebihnya, dua keledai bodoh itu datang dengan membuka pintu kasar dan menyeret Luhan keluar. Sungguh, Sehun benar-benar tenang hanya dengan memandang Luhan yang kini tengah memandang bingung Sehun. Ia kira hari ini ia harus merasakan sakit bagaimana rasanya aborsi. Luhan sendiri tak pernah membayangkan bagaimana rasanya aborsi, tetapi aborsi adalah hal yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya.
Dan kalimat Sehun terulang kembali saat tubuhnya terhempas di bagian jok belakang mobil besar itu. Bulan depan?
Ia harus kembali ke tempat itu bulan depan dan melakukan sebuah aborsi?
.
.
.
.
Sehun seperti kehilangan otaknya saat ini atau bisa dibilang ia benar-benar keledai dungu tanpa otak. Pesona Luhan kemarin membuat bayangan wajah Luhan menghantuinya. Belum pernah ia seperti ini terhadap pasiennya.
Umurnya bisa dibilang tak muda lagi, tiga tahun ke depan ia sudah kepala lima. Selama masa hidupnya ia tak pernah tertarik dengan perempuan. Ia masih normal, sungguh. Terkadang ia ikut dengan Jongin menghabiskan malam di club dan berakhir di atas ranjang bersama gadis yang ia tak kenali. Tapi sampai sekarang, tak ada satupun wanita yang dapat menggoyahkan hati Oh Sehun kecuali satu orang... Luhan.
Ia dan Jongin bisa dibilang akrab sejak kecil. Sejak ke sekolah dasar hingga menengah atas dirinya dengan Jongin selalu bersama, satu kelas, dan bahkan beberapa kali mereka satu bangku. Mereka berdua memiliki perbedaan kontras. Jongin hitam seksi dengan senyum mautnya, sedangkan Sehun sosok kalem pucat yang hampir menyerupai dewa vampir. Mereka sempat terpisah saat kuliah. Sehun mengambil jurusan kedokteran dan Jongin mengambil manajemen bisnis. Mereka sukses dalam karir mereka, namun Sehun tidak sesukses Jongin. Tentu saja, semenjak izin klinik Sehun ditarik, ia tak sekaya dulu. Pemasukan dari pasien hampir 75% untuk obat-obatan dan sisanya untuk dirinya dan gaji rekannya. Ia hanya mendapatkan beberapa.
Persahabatan merekan terus berlanjut hingga sekarang. Jongin lebih dulu menikah dengan Kyungsoo, wanita Harvard yang sempat Jongin bicarakan sebelumnya. Sedangkan Sehun belum pernah tertarik dengan satu wanita pun. Terkadang Jongin berbaik hati melakukan blind date untuk Sehun. Tapi hasil akhirnya semua sama. Sehun bahkan tak tersenyum kepada wanita yang sudah Jongin pilihkan selama kencan.
Tapi sekarang dengan Luhan. Sehun bahkan tertawa keras di hadapannya. Ia bingung terhadap dirinya sendiri. Hingga kini ia memutuskan menemui Jongin dan mengutarakannya.
Ia terduduk di ruang kerja Jongin sembari menunggu sahabatnya yang sedang rapat beberapa jam lalu. Hanya menunggu hitungan menit lelaki itu akan kembali.
Pintu besar itu terbuka menampilkan sosok Jongin diekori oleh sekretaris mudanya memasuki ruang kerjanya. Mendapati Sehun sudah terduduk di sofa ruang kerjanya, Jongin memberikan isyarat untuk sekretarisnya meninggalkan mereka berdua. Jika Sehun sudah mendatangainya, ada sesuatu serius untuk dikatakan.
Jongin terduduk di balik meja besarnya. Seperti naluri, ia akan menunjukkan siapa bosnya walau dengan sahabatnya sendiri. Sehun sudah hafal bagaimana tindak tanduk sahabat satu-satunya ini.
"Kau kesini atas nama Luhan atau ingin blind date lainnya?" Jongin bertanya bermaksud bergurau namun Sehun menjawabnya dengan serius.
"Luhan. Aku ingin Luhan." Sahut Sehun cepat.
Jongin mengernyitkan keningnya. Sehun menginginkan Luhan atau terjadi sesuatu dengan Luhan, bukit uangnya.
"Aku ingin menjadi Luhan milikku. Berapapun harganya akan aku gantikan. Tetapi setelah sebulan ke depan. Aku ingin menyiapkan obat-obatan dan peralatan medis terbaik untuk proses aborsi Luhan." Bagai tak bernafas, Sehun mengutarakan maksudnya pada Jongin tanpa memberikan Jongin jeda untuk menyela.
Ada rasa tersinggung untuk Jongin saat Sehun mengincar salah satu bukit uangnya. Bagaimana bisa ia menginginkan Luhan jadi miliknya saat Luhan sudah pernah Jongin lecehkan, belum lagi dua bulan ini Luhan sudah digilir oleh banyak lelaki. Jongin sempat membayangkan bagaimana jika Sehun akan bahagia dengan wanita polos, pintar, dan baik harti sama seperti istrinya, Kyungsoo. Jongin bisa merasakan bagaimana rasa senangnya seorang Sehun memperoleh wanita seperti bayangan Jongin.
Tapi sepertinya tidak. Sehun menginginkan salah satu bukit uangnya. Tak masalah jika ia akan kehilangan bukit uangnya untuk sahabatnya ini. Tapi tak akan sebanding jika Sehun hanya menginginkannya untuk sementara. Harus ada pengorbandan dan kerja keras jika menginginkan sesuatu bukan?
Ada senyum jahat yang tak kentara di antara bibirnya yang terkatup rapat. Otaknya berfikir keras akan sesuatu.
"Baiklah.." satu kata dari Jongin sukses membuat Sehun menghembuskan nafas lega. Beban di bahunya tiba-tiba menguap begitu saja. Ia merasa ringan hanya mendengar kata barusan.
"Terima kasih Jongin." Sahut Sehun dengan senyum yang terlihat di wajahnya. Jongin terkecenung, selama hidupnya ia bisa menghitung berapa kali ia menemukan Sehun tersneyum. Salah satunya ini, Sehun ternyum atas nama Luhan secara tersirat.
"Oh ya, katamu barusan obat dan peralatan medis yang memadai? Bukankah itu mahal?" tanya Jongin. Ia bukan ahli dalam bidang kesehatan seperti Sehun tapi kalau elektronik, Jongin rajanya.
Sehun mengangguk, ada guratan serius di keningnya.
"Itu sangat mahal, apa uangmu cukup? Awalnya aku akan membayarmu atas proses aborsi Luhan, tetapi kau malah meminta Luhan. Jadi kalau aku tak memberikan dana, sepertinya tidak masalah. Luhan adalah uang dan kau sudah memiliknya."
Sehun tidak bodoh akan Jongin. Pantas saja Jongin kaya raya hanya dengan memberikan skak mate pada lawannya yang tak bisa berkutik. Sama seperti Sehun sekarang. Otaknya terus berputar. Ia sudah membuat rencana atas ini sebelumnya.
"Ya, sangat mahal. Tapi aku sudah memiliki beberapa kenalan di rumah sakit yang akan meminjamkan alat dan memberiku beberapa obat untuk Luhan. Aku meminta waktu kepada kau dan Luhan untuk satu bulan ke depan. Aku akan membantunya untuk proses tersebut. Kau tak perlu memberiku sepeser uangpun. Aku akan melakukannya demi Luhan."
Ya demi Luhan.
.
.
.
.
TBC?
Note: Yooohoooo 'O')/author balik dengan judul baru. Aneh ya judulnya? Hellah, ini liburan tapi aku cuma ngadep laptop terus ngetik ini itu, dan hasilnya jadi begini. Wkwkwkwk oh ya bantuan dong, kira-kira ini jalan ceritanya jadi kayak gimana? Butuh ide nih eaaaakkkkhhhhh
Review, please?
A Good Reader Will Be Leave Their Sign.
