Desclaimer : Naruto is not mine
.
.
Scandal of Princess
-Lizy94-
.
.
Main pair : SasuHina
Rate : K, T
Genre : Romance, Drama
Warning : OOC, Typos, EYD kurang tepat, geje, cerita pasaran, dll
.
.
1st Scandal : The Princess
Happy Reading
.
.
Jdarrr~
Suara guntur dan kilat seakan memecah langit menggaung pada malam itu. Seorang gadis kecil berambut indigo kira-kira usianya 5 tahun tampak menangis digendongan seorang pria yang merupakan ayahnya. Gadis itu terdiam karena ketakutan, jemarinya menggenggam keras bagian dada kemeja ayahnnya. Sekeliling matanya sembab.
Suara roda koper beradu dengan lantai marmer mansion yang terlihat redup karena hanya lampu dinding yang menjadi penerangan. Seorang anak lelaki yang kira-kira berusia 7 tahun menarik kopernya dengan langkah tegap. Ia mendekat pada seorang wanita yang berdiri disamping pria yang menggendong gadis kecil. Wanita itu langsung berhambur memeluk anak laki-lakinya, meskipun bukan anak kandungnya ia sangat menyayangi putranya itu. Air mata tak henti keluar dari mata sang ibu. Ia menangis seakan tak rela putranya pergi.
"O-kaasan..." ucap anak itu sambil mengarahkan wajah ibunya supaya menatap wajahnya. "Aku menyayangimu, jangan menangis," ucapnya sambil menghapus aliran airmata di pipi ibunya. Tidak berhenti, airmata sang ibu tetap berlinang. Ibu mana yang rela jika akan dipisahkan dengan anak yang sudah dia asuh dari kecil, bukan, dari lahir.
Sang ibu mengangguk, kemudian mengecup puncak kepala Tuan Mudanya itu.
"Kaasan juga, kau adalah Tuan Muda kami. Jaga kesehatanmu," tuturnya.
Anak laki-laki itu berjalan menuju Ayahnya. Mengerti apa yang dimaksud putranya, Pria berumur 30 tahun itu merendahkan tubuhnya supaya sejajar dengan putranya.
"O-tousan, arigatou gozaimashita," melihat putranya membungkuk padanya membuatnya tersenyum bangga, ia mengelus puncak kepala putranya.
"Tetaplah menjadi anak yang bisa dibanggakan, Tuan Muda," ucapnya dan dijawab anggukan oleh anaknya.
Anak beriris onyx itu menatap gadis kecil yang tak jauh darinya. Sudut bibirnya melukiskan senyum tulus pada gadis beriris lavender itu. Tangannya terulur menyentuh telapak tangan adiknya. Mereka bukanlah saudara kandung tapi ia sangat menyayangi adiknya.
"O-niichan tidak akan pergi lama kan? Apa O-niichan akan sering main kesini?" tanya gadis kecilnya dengan polos. Sang kakak belum menjawab, ia tersenyum lebih lebar sambil menarik adiknya kedalam pelukannya.
"Kita akan bertemu lagi, Hime-chan. Ingat janji kita," ia mengendurkan pelukannya dan menatap iris adiknya tulus. "Jadi, jadilah anak yang baik," ucapnya sambil mengacak-acak rambut gadis berambut pendek itu.
Beberapa laki-laki berjas hitam mendekat kearah mereka, kemudian memberi hormat.
"Sasuke-sama, tuan besar telah menunggu," ucap salah satu dari pria-pria berjas hitam itu.
"Wakatta," jawab anak bernama Sasuke sambil melirik sekilas orang-orang itu.
"Minna, Ittekimasu," ucapnya sambil membungkukkan badannya pada orang-orang di mansion ini.
"Itterasai,"
"Jaa, Hime-chan,"
Sasuke mulai masuk ke mobil hitam jemputannya. Kopernya pun sudah masuk ke bagasi. Tak lama kemudian mesin mobil menyala lalu mobil melaju menerobos hujan deras malam itu.
.
.
10 tahun kemudian, Hyuuga Mansion
Seorang gadis bersurai indigo tengah mematut dirinya di depan cermin berbingkai ukiran kayu yang dicat emas. Ia melihat refleksi dirinya dalam cermin yang terlihat gugup, terlihat ketika paru-parunya kembang kempis mengatur nafas.
Terdengar bunyi pintu besar berdaun dua tanda seseorang membuka pintu kemudian masuk ke kamar yang tidak bisa dibilang kecil untuk seorang remaja biasa. Sang pemilik kamar melihat siapa yang masuk ke kamarnya melalui refleksi cermin di depannya. Seorang pria bertuxedo hitam sedang membungkuk kearahnya, rambut coklat panjangnya sedikit terayun.
"Nona, Tuan Besar telah menanti anda di meja makan," ucap pemuda itu setelah menegakkan tubuhnya lagi.
"A-ah, neji niisan jangan panggil aku begitu kalau tidak ada orang selain kita berdua," ucap gadis bernama lengkap Hyuuga Hinata itu sambil menggembungkan pipinya menghadap pemuda yang tak lain dan tak bukan merupakan sepupunya yang merangkap sebagai pelayan pribadinya.
"Baiklah akan kuulangi lagi. Hinata chan, Hiashi jiisan sudah menunggumu," kata Neji setelah tersenyum melihat ekspresi Hinata.
"Um, aku akan segera kesana," kata gadis yang baru saja akan masuk SMA itu.
"Tapi... bagaimana penampilanku? Apa aku benar-benar terlihat seperti anak SMA?" tanya Hinata sambil berputar di tempat. Neji pun mengamati penampilan sepupunya dari atas sampai bawah.
Rambut indigo yang hanya diberi jepit biru muda. Bagus
Blazer hitam dengan lipitan pita merah berlokasi Konoha Internasional Senior High School. Bagus
Rok lipit kupu-kupu kotak-kotak hitam merah, tidak terlalu tinggi dari atas lutut. bagus
Kaos kaki hitam dan sepatu hitam. Bagus
"Bagus. Tapi ada yang kurang," ucap Neji yang tengah berpose seakan ada sesuatu yang kurang.
"Katakan," kata Hinata, lebih tepatnya perintah. Neji mengisyaratkan lengkungan pada wajahnya. Tahu apa yang dimaksud oleh Neji, Hinata mengukir senyum di wajahnya. Neji merespon dengan mengacungkan jempolnya.
.
Acara sarapan pun selesai. Selama prosesi makan tidak ada satupun yang boleh berbicara, itulah salah satu tata krama di keluarga Hyuuga yang menjunjung tinggi adat istiadat.
"Kau gugup, Hinata?" tanya ayahnya.
"Se-sepertinya begitu. Ayah tahu sendiri ini pertama kalinya aku bersekolah di sekolah umum," jawab Hinata sambil memainkan kedua telunjuknya.
"Kau ingin lebih bersosilisasi dengan masyarakat 'kan? Kuharap itu bisa menambah pengetahuan umum mu, Hinata," Kata ayahnya pengertian.
Seorang wanita paruh baya mendekati Hinata yang sedang mengobrol pada suaminya. Wanita itu memasukkan bekal pada tas Hinata.
"Sudah siap?" tanya ibu pada Hinata.
"Aku siap," ucap Hinata sambil mengangguk.
"Oh ya, Hinata, hari ini ayah tidak bisa mengantarmu. Ada rapat dengan anggota parlemen." kata Hiashi pada putri sematawayangnya. Nampak raut kecewaan di wajah Hinata.
"Jangan bersedih. Kalau Hinata pasti bisa," ucap ibunya yang sepertinya mengerti maksud Hinata, ia mengelus punggung putrinya itu.
Hinata tersenyum pada ibunya dan mengerlingkan manik lavendernya pada sang ayah.
Sebagai anak dari perdana menteri, dia sudah dikenalkan dengan dunia politik. Jadi kurang lebihnya dia mengerti posisi ayahnya.
"Aku mengerti, Ayah." ucap Hinata dengan senyum khas andalannya.
"Oh, jangan lupa Hinata..." ucap Hiashi sambil beranjak dari duduknya.
"Setelah pelajaran selesai langsung pulang, jangan makan sembarang makanan, jangan pulang sendiri karena banyak orang-orang yang mungkin jahat," potong Hinata yang mengikuti ayahnya menuju teras rumah.
"Kemarin ayah telah mengucapkan itu berkali-kali," Hinata menghadapkan dirinya pada Hiashi.
"Sudah saatnya berangkat, sayang," kata Nyonya Hyuuga pada tuan putrinya
"Iya, Bu," kata Hinata.
"Minna, ittekimasu," Hinata masuk ke mobil sambil melambaikan tangan pada orang tuanya.
'Aku akan menepati janjiku,'
.
.
.
Sebuah mobil mewah terparkir di halaman SMU Politik Internasional Konoha. Seseorang keluar dari bagian kemudi mobil kemudian membukakan pintu penumpang. Nampak seorang gadis jelita bersurai indigo keluar dari mobil, iamulai melihat ke sekitarnya. Bangunan sekolah yang bergaya Victoria. Kalian akan merasa bagai di surga jika masuk ke dalamnya karena banyak taman dan kolam air mancur di tengah-tengah halamannya. Tak heran sekolah ini menjadi sekolah bertaraf internasional.
"Hari ini aku ada kuliah pagi, jadi aku tidak bias menemanimu ke kantor kepala sekolah," ujar Neji pada Hinata.
"U-um aku tahu," Hinata mengangguk "Aku akan masuk sendiri," tambah Hinata. Terpancar ketidakyakinan di wajah Neji.
"Aku akan baik-baik saja, sampai nanti," ucap Hinata, mengerti maksud Neji yang menghawatirkannya. Bagaimanapun ini pertama kalinya gadis beriris lavender ini menuntut di luar.
"Baiklah, kalau ada apa-apa kau bias menghubungiku," ujar Neji setelah meyakinkan dirinya sendiri. Ia masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya.
"Hati-hati," ucap Hinata sambil melambaikan tangannya. Mobil tersebut telah melaju menuju jalanan.
Hinata kini mengalihkan pandangannya menuju gedung sekolah barunya. Ia mencoba meyakinkan dirinya agar kebisaan gugupnya ketika bertemu orang asing kambuh.
'Ayo Hime-chan, kau pasti bisa,' katanya dalam hati.
.
.
.
Hinata berjalan menyusuri koridor sekolahnya yang tidak bisa dibilang kecil. Lambau laun gadis 15 tahun ini curiga kalau-kalau dia tersesat. Karena dia merasa berada di tempat aneh sekarang ini. Di sekitar jalan tempatnya berpijak dikelilingi oleh pohon sakura. Iris lavendernya terpaku pada sebuah dahan salah satu pohon, ia melihat ada seseorang yang duduk di dahan itu.
Pepatah mengatakan, malu bertanya sesat di jalan. Dan sekarang ia tersesat, namun ada satu pepatah lagi yang pas dalam kondisi seperti ini, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Dengan ragu, Hinata menyapa pemida yang berada di atas pohon itu.
"Permisi, perkenalkan aku Hinata. Bisakah kau menunjukkan padaku dimana letak kantor kepala sekolah?"Tanya Hinata. Tidak ada respon.
Bruk..
Orang yang ditanyai malah jatuh ke tanah saat ia membetulkan posisi tidurnya. Ternyata pria yang ditanyai Hinata sedang tidur pantas saja tidak merespon pertanyaan Hinata.
Pria itu menggeliat kesakitan karena pantatnya yang menghantam tanah. Hinata yang semula terdiam segera menghampiri laki-laki bergaya rambut aneh itu. Sebenarnya ia ragu, tapi apa boleh buat. Sebagai calon tokoh masyarakat ia harus bisa bersosialisasi dengan orang lain.
"Anda tidak apa-apa?" Tanya Hinata lembut sambil mendekat ke arah pria itu.
"Hn," hanya kata itu yang telontar di mulut pria itu. "Siapa kau?" Tanya laki-laki itu sambil mengarahkan iris merah dengan tiga tanda koma di tengahnya pada Hinata. Hinata merasa mengenali pria ini, ia seperti
"O-niichan," desis Hinata
"Kau bilang apa?" ujar laki-laki itu dingin.
"Ah, gomenasai ne,"Hinata terbangun dari lamunannya. "Aku Hinata Hyuuga, murid baru. Bisakah Anda menunjukkan padaku kemana arah menuju ruang kepala sekolah?" Tanya Hinata sambil menunuduk.
Mata pria itu melebar sesaat. Melihat kepolosan gadis di depannya ia menyeringai. "Apa yang imbalan bagiku kalau aku memberi tahumu dimana tempatnya?" kata pria itu dan berhasil membuat wajah Hinata terangkat kembali "Eh?" "Di dunia ini tidak ada yang gratis," -T.B.C- A/N: Terima kasih sudah membaca. Mohon Kritik dan sarannya lewat review ya. Lizy94