MUAHAHA…. *datang dengan nista*
Yosh! Apa kabar semua yang ada di sana?
This is my first fic. Tolong dibaca ya…
Hope ya lake it….
Disclaimmie BLEACH © TAITO-SENSEI
WINTER DICIPLIN © Kurochi Agitohana
.
.
.
PROLOG
Desir angin pagi merangsek masuk melalui daun jendela kamarku yang tak tertutup sempurna. Mataku masih berat untuk sekadar membuka satu millimeter saja. Kurapatkan lagi selimut tebal hangatku agar lebih nyaman. Suasana pagi musim dingin selalu membuatku ingin berlama-lama di atas tempat tidur. Memangnya apalagi yang dapat aku lakukan di pagi buta seperti ini? Tapi…
KRIIIIINNGGG…..
Kubiarkan saja jam weker berbentuk kepala kelinci itu berbunyi.
KRIIIIINNGGG…..
Aku semakin meringkuk di dalam selimut.
KRIIIIINNGGG…..
Karena kesal yang bertumpuk, segera saja aku meraih weker itu tanpa bangun dari kasur, hanya menjulurkan tangan dari balik selimut. Hieee… dingin sekali udara di luar. Setelah meraba-raba meja kecil di samping tempat tidurku dengan menjatuhkan beberapa barang yang kuletakkan sembarangan di atasnya, akhirnya kudapatkan benda kecil pemberian nee-sanku itu.
Langsung saja aku menarik tanganku masuk ke dalam selimut untuk melihat jam berapa sekarang.
SRETTT…
"Terlambaaatttttt…..!" tentu saja aku langsung melompat dari atas kasur dan berlari ke kamar mandi. Membersihkan diri secepat mungkin, memakai seragam musim dinginku sekaligus syal yang kulilitkan secara sembarangan dan mantel berwarna ungu pucat, mengambil tas sekolah dan meluncur ke bawah tepatnya dapur dimana nee-sanku sudah mulai berteriak sedari tadi. Sepertinya teriakannya untuk membangunkanku selalu tak mempan. Buktinya aku selalu terlambat bangun.
Setelah sampai di sana aku melihat nee-sanku yang memakai celemek sudah menyiapkan sarapan untukku. Aku juga melihat Byakuya-nii-sama yang duduk di salah satu kursi sambil meminum secangkir teh dan membaca surat kabar pagi. Langsung saja aku menyambar roti panggang di atas piring dan berlari menuju pntu depan diiringi dengan teriakan,
"Aku berangkaaattt…."
"Rukia! Jangan makan sambil berlari…" nee-san berkata hal yang sama tiap pagi. Dan nii-sama,
"Hnn…" juga berkata hal yang sama. Hee… aku benar-benar yakin kalau nii-sama itu selalu hemat bicara.
Setelah sampai di luar dan menutup pintu depan, aku segera berlari menuju Karakura High. Untungnya, Karakura High tak terlalu jauh dari rumah. Hanya butuh lima belas menit jalan kaki santai dan empat menit sprint untuk orang yang berbakat olahraga lari. Sedangkan aku membituhkan waktu tujuh menit untuk sampai. Dan sialnya, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Aku semakin mempercepat lariku. Tak peduli dengan syalku yang berantakan.
Satu tikungan lagi dan aku akan sampai di sekolah. Setelah berbelok dan dengan lega aku melihat gerbang Karakura High yang masih terbuka lebar, lariku makin cepat saja. Tapi…
"Tidaaaaakkkkk…." Aku berteriak histeris sambil memegang kepalaku dengan kedua tanganku sampai-sampai semua orang yang ada di sana melihatku dengan tatapan yang aneh. Ingin tahu apa yang terjadi?
Jalanan di depanku diblokir karena ada perbaikan jalan yang sudah lama rusak.
Bagus sekali…
"Kenapa di saat seperti ini?" aku masih saja berteriak dan,
TENG… TENG… TENG…
"Wuaaaa…." Aku segera berbalik dan mencari jalan lain yang jelas saja membuatku semakin terlambat. Jalanan yang kuambil ini merupakan jalan memutar yang membuatku harus kembali melewati depan rumahku.
SRATT… Siaaallll… bisa-bisanya ada orang yang menyiram air ke arahku….. ah! aku akan benar-benar terlambat. Kami-sama, buatlah Kyouraku-sensei itu datang terlambat seperti biasa.
Aku benar-benar capek. Nafasku mulai tersengal-sengal. Aku memperlambat lariku daripada harus pingsan di tengah jalan hanya karena berlari sekuat tenaga menuju sekolah. Jika hal itu terjadi, mau ditaruh di mana mukaku ini? Pingsan hanya karena terlambat? Aku pasti ditertawai habis-habisan oleh teman-temanku.
Sekarang aku sudah memasuki halaman depan Karakura High. Langsung saja aku menuju gedung tengah kelasku berada. Aku mengutuk tiga hal yang terjadi saat ini.
Pertama, 'kenapa halaman depan Karakura High luas sekali?' Menyebalkan….
Kedua, 'kenapa setiap murid diharuskan untuk mengganti sepatu dengan sepatu khusus sekolah?' hal ini semakin memperlambatku saja. Untungnya loker sepatuku tak terletak di rak yang tinggi.
Ketiga, 'kenapa kelasku harus di lantai tigaaaa?' benar-benar membuatku pegal. Harus mengambil jalan memutar, sekarang harus berlari lagi sampai lantai tiga. Rasa-rasanya aku ingin pingsan saat ini juga.
Akhirnya aku sampai di lantai tiga. Ah! Itu dia! Aku melihat papan penunjuk kelas 1-3 dengan wajah sumringah. Hanya terpaut lima meter lagi dari pintu, aku menjulurkan tanganku untuk meraih gagang pintu. Kudengar samar-samar dari luar kelas, kalau kelas masih ramai. Ini berarti Kyouraku-sensei benar-benar terlambat. Terima kasih Kami-sama.
NGEKKK… BRUKK…
"Aduuuh…. Sakit…" aku jatuh terduduk di lantai setelah seseorang dengan santainya menarik syalku yang memang berantakan.
"Hei…! Apa yang kau-" aku berteriak sambil memutar kepalaku untuk melihat siapa yang benari-beraninya membuatku jatuh dengan tidak elit. Benar-benar tak disangka, ternyata 'dia' yang sudah membuatku menjadi seperti ini. Terang saja aku langsung terdiam.
"Terlambat lagi eh? Kuchiki?" dia berkata dengan arogan sambil melipat kedua tangannya di depan dada bidangnya. Tingginya yang menjulang itu membuatku harus mendongak ke atas untuk melihat ke arahnya.
"Cepat ikut ke ruanganku. Sekarang!" dia berkata penuh penekanan pada tiap suku katanya dilatar belakangi oleh aura gelap yang menguar dan itu membuatku merinding.
Aku benar-benar tak berkutik sekarang. Menurutinya, itu berarti aku masuk ke dalam jurang yang sungguh-sungguh bagai neraka sebagai hukumannya. Melarikan diri, itu berarti aku benar-benar akan mati di tangannya. Aku dilanda dilema. Setelah berpikir cukup, aku mengambil pilihan yang memang sangat sulit untuk dilakukan.
Segera saja aku berdiri. Dan setelah kulihat dia berbalik untuk menuntunku ke ruangannya, aku berbalik berlawanan arah dengannya dan mengambil langkah seribu. Aku mengambil pilihan yang kedua walau resikonya besar. Aku tak peduli!
TAP TAP TAP TAP…. Suara langkah kakiku yang bergerak menjauhinya bergema dan tentu saja langsung disadarinya. Dengan cepat kulihat dia membalikkan kepalanya ke arahku yang akan mencapai belokan dekat tangga.
"Eh? Woi berhenti kau! Jangan lari!"
Hieee… dia mengejarku… Kami-sama, aku dikejar-kejar maniak.
Aku berlari secepat yang aku bisa. Setelah lari-larian tadi pagi, tentu saja tenagaku berkurang drastis. Seseorang tolong aku dari maniak satu ini.
Aku benar-benar kehabisan tenaga kali ini. Lariku semakin lambat. Kutolehkan kepalaku ke belakang berharap dia sudah berhenti mengejarku. Dan hei! Dia benar-benar tak ada! Dasar bodoh! Dia kalah berlari dariku. Lagsung saja aku berhenti dan mengatur nafasku yang memburu sejak tadi.
Kuedarkan pandangan mataku ke arah sekelilingku. Ternyata aku sudah sampai di atap. Di atas sini ternyata salju sudah menumpuk cukup tebal. Dari langit pun kulihat butir-butir salju yang halus itu turun dengan indahnya. Aku suka melihat pemandangan yang seperti ini. Membuatku merasa nyaman dan melupakan hal-hal yang menggangguku.
Ngomong-ngomong dengan hal yang mengganggu, kini aku merasa terganggu. Aura hitam yang kurasakan dari balik punggungku menusuk tajam. Keringat dingin mulai bercucuran dari dahiku. Aku tak mau melihat ke belakang. Pasti orang itu menemukanku sekarang. Kudengar langkah kakinya menuju ke arahku. Walau tertimbun salju, aku masih bisa mendengar bunyi salju yang diinjaknya.
Perlahan-lahan semakin mendekat, aku merinding dan benci suasana mencekam seperti ini. Aku merasakan deru nafas di telinga sebelah kananku. Langsung saja aku memejamkan kedua mataku dan mencengkeram erat-erat syalku yang menjuntai ke depan.
"Kau tak akan bisa lari dariku. Midget!"
Orang itu berbisik lirih dekat sekali dengan telingaku.
TBC
.
.
.
Omake Gaje:
Saat Rukia telah berangkat sekolah, Hisana keluar rumah untuk mengantar Byakuya sambil membawa segelas air putih hangat di tangannya. Setelah Byakuya telah menancap gas mobilnya, Hisana bermaksud kembali ke dalam. Dari arah berlawanan, ia melihat Rukia berlari ke arahnya. Hisana yang hendak melambai ke arah Rukia tak sengaja tersandung dan menumpahkan airnya ke arah Rukia. Rukia yang tak menyadari keberadaan kakaknya sendiri itu tetap saja berlari dan terdengarlah teriakan nista dari mulut Rukia yang sudah sedikit menjauh.
"Siaaaaalll…. Kenapa basah?" Hisana sweatdropped.
End of Omake
.
.
.
Nyahaha… selesai juga. Apa ini bisa disebut prolog ya? Panjang banget sih?
Okay! Please R&R for my first fic.
Hontou ni arigato…. ^^v
