Sebenarnya lagi malas bikin fic, tapi berhubung idenya udah datang dari kemaren-kemaren. Dan takutnya kalau gak cepet dipublish, ntar keduluan orang, jadi aja aku ketik haha *plaaak* fic ini bukan fic yaoi lho. Tokohnya aja SasufemNaru. Kalau yaoi aku hanya cinta SasuSai dan TobiDei, mereka tidak tergantikan di hatiku! X( *dimasukin ke karung*
Yup, aku bikin fic ini karena request yang udah lamaaaaa banget dari temanku, tapi baru aku bikin. Hiks, maaf ya (TT_TT) this fic special request by Cute Apple. Enjoy it..!
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning : OOC, AU
Genre : Romance/Angst
Pairing : SasufemNaru, slight SasuSaku
.
.
ANSWER
CHAPTER 1 : KAU HANYA ROBOT
Laki-laki itu terdiam di depan makam gadis itu. Makam yang baru saja digali kemudian ditutup seminggu yang lalu. Namun, tidak semudah itu untuk melupakan rasa sakit ditinggal oleh orang yang disayanginya. Laki-laki berambut raven itu mengepalkan tangannya. Dia gemertakan giginya kuat-kuat berusaha menahan rasa yang ada. Sifat dinginnya yang selalu dia jaga dan tunjukkan di depan semua orang bagai gunung es yang berdiri tegak dan kokoh, kini hancur seketika. Air mata dingin itu, mengalir ke pipinya.
Laki-laki dengan rambut raven itu menarik nafas perlahan, dia kembali berjongkok untuk menyentuh gundukan tanah di depannya. Tanah yang di dalamnya terkubur orang yang dulu paling disayanginya. Kini dia harus menyesal, seandainya saja dia tidak menolak ajakan kekasihnya itu untuk pergi ke taman hiburan bersama-sama, maka kekasihnya itu tidak perlu bertemu dengan para penjahat yang akhirnya merenggut nyawanya. Ingin rasanya laki-laki bernama Sasuke Uchiha itu mengutuk dirinya sendiri atas kelalaian terburuk yang pernah dia lakukan dalam hidupnya.
"Gomenasai," ucapnya pelan dengan nada suara getir, tangannya merayap pada nisan putih di depannya, "Sakura," gumamnya, nadanya berubah parau saat menyebut nama kekasihnya yang sudah berpindah alam itu. Kepalanya yang biasanya mengadah dan tidak pernah ada yang bisa meruntuhkan benteng kesombongannya itu, kini tertunduk seolah malu akan perbuatannya.
Lama dia masih terdiam di sana, sementara cuaca semakin berawan. Matahari tertutup awan-awan hitam yang berarak. Menandakan cuaca cerah kini berubah menjadi mendung. Petir-petir yang seolah marah itu, menggelegar menghantam awan satu sama lain. Dunia terlihat seolah marah akan kelalaian Sasuke yang fatal itu. Saling menggelegar, hingga akhirnya tetesan air mulai terjatuh. Sekarang dunia bagaikan menangis, meratapi kepergian gadis yang dikarenakan kelalaian laki-laki rambut raven yang bodoh itu.
Tak peduli meskipun hujan itu datang mengeroyoknya tanpa ampun, Sasuke tetap berdiri di samping gundukan tanah itu. Rambutnya yang biasanya mencuat ke belakang kini terjatuh setelah hujan mengeroyoknya. Tubuhnya yang berdiri tegak diserang hujan itu, tidak berniat untuk bergerak sedikitpun. Lama Sasuke terdiam, hingga dia tidak merasakan bulir-bulir air itu menjatuhinya. Sasuke masih terdiam, tanpa ekspresi dia mendongakkan kepalanya untuk melihat apa yang melindunginya dari hujan ganas itu. Sebuah payung. Sasuke membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang melindunginya itu.
"Sasuke, apa yang kau lakukan di sini? Ayo, kita pulang," ajak laki-laki yang berwajah hampir mirip dengannya, namun rambutnya hitam panjang dan diikat. Ekspresinya menunjukkan betapa dia sangat mengkhawatirkan laki-laki yang beberapa tahun lebih muda di depannya itu.
"Itachi…nii…" ucap Sasuke pelan. Matanya menyipit, pandangannya pun mulai mengabur. Hampir saja dia jatuh, seandainya Itachi tidak cekatan menarik tubuhnya dan menyandarkannya pada dada bidang milik Itachi.
"Sasuke!" seru Itachi, nadanya terdengar antara marah dan cemas, "kita harus pulang!" lanjutnya. Sasuke tidak menjawab, nafasnya mulai memburu dan kepalanya terasa pusing. Sangat pusing.
Itachi menegakkan tubuh adiknya itu dan mencoba menggiring adiknya itu untuk berjalan. Itachi memapah tubuh adiknya kalau-kalau Sasuke akan jatuh lagi. Setelah dengan hati-hati memasukkan adiknya di bangku samping bangku kemudi, Itachi langsung menduduki bangku supirnya. Wajahnya menatap cemas pada wajah adik di sampingnya yang semakin memucat.
"Sasuke, lain kali jangan begini lagi! Berziarah ke makam Sakura itu memang boleh, tapi jangan keterlaluan seperti tadi! Penyakitmu itu bisa tambah parah!" Itachi menasihati adiknya dengan nada yang tegas. Dia tidak tahan melihat adiknya begini terus, itu menyakitkan. Namun, Sasuke yang masih mengatur nafasnya hanya menoleh sedikit dan tersenyum kecil menanggapi kakaknya.
"Tenang saja Itachi-nii," ucap Sasuke pelan, "lagipula jika penyakitku tambah parah, maka aku akan semakin cepat menyusul Sakura di sana,"
"SASUKE!" teriakan Itachi menggema, dia menatap gusar pada adik di sampingnya, "Sekali lagi kau berkata seperti itu, aku akan menghajarmu!" bentak Uchiha sulung tersebut. Sasuke hanya menatap kakaknya sesaat kemudian membuang pandangannya pada jendela di sampingnya. Itachi menghela nafas sesaat lalu mulai mengemudikan mobilnya.
Kedua kakak beradik itu lama terdiam, tidak ada yang mau memulai pembicaraan di antara mereka. Itachi berkali-kali melirik adiknya yang masih sibuk dengan kegiatannya mengamati jalan di luar. Baiklah, entah Sasuke ngambek atau bukan, yang jelas Itachi jadi gusar melihatnya. Setelah menarik nafas panjang, Itachi membuka mulutnya.
"Sasuke," panggil Itachi pelan, Sasuke tidak bergeming sedikit pun, "maaf kalau kau marah, tapi aku ingin kau mengerti," lanjutnya lagi. Sasuke masih tidak bergeming, namun tetap saja kata-kata Itachi masuk ke telinganya.
"Kau tahu, keluarga kita sudah tidak ada. Dan sekarang, satu-satunya yang kupunya hanya kau, adikku satu-satunya," jelas Itachi. Sasuke terdiam mendengar kata-kata kakaknya tersebut, dia mendesah pelan. "Kau mengerti kan Sasuke? Aku tidak mau kehilangan dirimu,"
"Hn, aku mengerti Itachi-nii," jawab Sasuke akhirnya, "sebab sekarang yang kupunya juga hanya tinggal kau, semenjak Sakura pergi," gumamnya dengan nada pelan. Itachi tersenyum kecil dan mengangguk.
"Arigato,"
.
.
.
Di rumah…
"Begitu, jadi kau akan pergi dinas sebulan? Lama sekali," keluh Sasuke yang tengah melihat-lihat jadwal kegiatan yang akan dilakukan kakaknya. Itachi yang sedang membereskan kopernya mengangguk.
"Yeah, kenapa? Kesepian?" tanya Itachi sambil terkekeh. Sasuke hanya mendengus menahan tawa, mendengar anikinya yang satu itu. "Tenang saja, kau tidak akan kesepian," lanjut Itachi lagi, membuat Sasuke menaikkan sebelah alisnya.
"Maksudmu?" tanya Sasuke lagi. Dia menghentikan kegiatan-kegiatannya melihat-lihat jadwal kegiatan Itachi dan menatap kakaknya tersebut.
"Aku sudah menyewa robot gadis untuk menemani dan melayanimu selama aku tidak ada," ujar Itachi. Sasuke menatap kakaknya semakin bingung.
"Robot?"
"Iya robot, akan menimbulkan gosip tidak baik jika aku menyewa gadis sebenarnya untuk menemanimu hanya berdua di apartemen begini, lagipula kau sendiri juga bilang sedang tidak ingin menemui gadis manapun kan?" jelas Itachi panjang lebar. Sasuke terdiam dan membuang mukanya, kembali berkutat dengan file-file milik kakaknya.
"Tidak ada yang bisa menggantikan Sakura," ucap Sasuke sarkastik dengan wajah tanpa ekspresi. Itachi terkekeh pelan.
"Hahaha iya iya, aku tahu," balas Itachi. Saat dia tengah membenarkan dasinya, bel apartemen mereka berbunyi.
TING TONG
"Hn? Siapa?" tanya Sasuke. Itachi hanya menatap pintu apartemen mereka.
"Hm, mungkin robotnya sudah datang, sana sambut Sasuke," perintah Itachi. Sasuke memutar bola matanya bosan, dengan malas dia melangkah mendekati pintu apartemennya.
Sasuke's POV
Dengan malas, aku berjalan menuju pintu apartemenku. Dasar Itachi, kebiasaan. Aku membuka pintunya sambil menggaruk rambut ravenku yang sebenarnya tidak gatal. Begitu terbuka, aku tertegun melihat seorang gadis dan bapak-bapak tua. Namun, bukan bapak tua itu yang menarik perhatianku, melainkan gadis yang berada tepat di depanku. Mata biru langitnya menatapku cerah, lama kemudian dia tersenyum. Rambutnya panjang sepinggang berwarna kuning dan dikuncir kembar, tak lupa kumis seperti kucing di pipinya. Bajunya casual, dengan jaket yang sampai menutupi leher jenjangnya. Sungguh… err lucu?
"Ah, Danzou-sama," cerocos Itachi di belakangku membuatku kaget. Sepertinya dia menyapa bapak tua yang ada di belakang gadis itu, "nah Sasuke, ini robot yang kuberi tahu tadi, namanya Naruto," jelas Itachi.
Robot? Benarkah begitu? Tapi, entah kenapa menurutku dia terlalu sempurna untuk di sebut robot. Kulitnya sedikit coklat bahkan terlihat seperti kulit manusia asli, kudengar pembicaraan Danzo dan Itachi, dia memakai silikon. Dia terus tersenyum menatap ke arahku, seolah sudah tahu akulah tuannya sekarang. Matanya sekilas terlihat berbinar saat Danzo mengatakan bahwa dia akan tinggal bersamaku.
"Saya akan melakukan apa saja, untuk Sasuke-sama," ucapnya di depanku. Dia kembali tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih. Aku membalas senyum canggung.
"Tenang saja Sasuke, Naruto ini robot yang sudah diatur untuk mengurus rumah dan melayani kebutuhan majikannya, dia baru dibuat jadi kau adalah majikan pertamanya," bisik Itachi di telingaku, "dan yang paling penting, dia tidak punya perasaan sama sekali, pokoknya dia sudah diatur hanya untuk mengurus rumah tangga. Jadi kau tidak perlu khawatir dia akan berubah seperti para fangirlmu yang mengerikan itu," lanjutnya lagi.
Tidak punya perasaan, memang wajar saja sih toh dia hanya robot. Kecuali kalau robot spesial, pasti dimodifikasi. Melihat penghasilan Itachi, tidak mungkin dia akan menyewa robot spesial yang mempunyai perasaan seperti itu. Naruto kembali tersenyum padaku. Ah sudahlah, buat apa aku pikirkan?
Beberapa saat kemudian, Danzo pergi meninggalkan kami setelah menerima tanda pembayaran dari Itachi. Naruto tetap berdiri dengan sabar di sampingku yang tengah duduk di sofa memandangi Itachi yang sibuk bolak balik ke sana kemari. Aku mendengus pelan melihat tingkahnya.
"Kenapa tidak minta tolong Naruto saja sih?" tanyaku kesal. Itachi menghentikan langkahnya dan menatap kesal kepadaku.
"Naruto sudah diatur hanya menuruti perintahmu saja! Kecuali kalau kau mau berbaik hati menyuruh Naruto untuk membantuku," jelas Itachi. Aku memutar bola mataku bosan, kemudian aku berbalik memandang Naruto di sampingku.
"Naruto,"
"Iya, Sasuke-sama?" tanyanya, lagi-lagi dengan mata biru berbinar yang entah kenapa selalu membuatku canggung.
"Bisa… tolong bantu Itachi-nii? Tolong turuti kata-katanya sementara dia beres-beres sampai aku menyuruhmu berhenti," perintahku. Naruto tersenyum dan mengangguk.
"Pasti, Sasuke-sama," jawabnya, kemudian dia mulai mengikuti Itachi dengan langkah kecil. Rambut pirangnya yang dikuncir kembar, bergerak mengikuti alur langkahnya.
Aku menghela nafasku perlahan, sesaat mata biru langit yang cerah milik Naruto meningatkanku pada seseorang. Matanya, cerah seakan tak pernah redup persis seperti mata emerald Sakura. Bedanya, Sakura berwarna hijau emerald dan Naruto berwarna biru langit. Keduanya sama-sama mencerahkan. Aku mengambil fotoku dengan Sakura yang dibingkai dan berada di atas tv di depanku. Aku menatapnya sesaat hingga—
"Sasuke-sama," panggil seseorang membuatku tersentak kaget dan spontan menoleh ke belakang. Di sana Naruto tengah menatapku polos, "Itachi-nii akan berangkat sebentar lagi," ucapnya. Aku tersenyum sesaat dan mengangguk lalu menghampiri pintu depan.
Kulihat Itachi tengah bersiap dengan dua koper di sampingnya. Dia tengah melihat jam tangannya saat aku menghampirinya, "Ah Sasuke," ucapnya saat menyadari ada aku di depannya. Itachi menatap mata onyxku dan secara tiba-tiba memelukku.
"Jaga dirimu baik-baik, kalau ada apa-apa segera telpon aku," bisik Itachi di telingaku. Aku hanya mengangguk lemah. "Akan kuusahakan segera terbang kemari apabila ada sesuatu yang gawat," terangnya lagi dan kini dia melepaskan pelukannya padaku.
"Ya," jawabku singkat, padat, dan jelas. Itachi terkekeh melihatku yang hanya mendengus. Dia mengacak-acak rambutku yang kuakui memang
mirip pantat ayam itu.
"Sudah ya Sasuke. Naruto, tolong jaga Sasuke dengan baik," perintah Itachi. Naruto tersenyum dan mengangguk. Aku hanya mendesahkan nafasku pelan.
Itachi berjalan menjauhi pintu apartemen kami, terakhir kulihat dia melambaikan tangan sebelum dia memasuki lift yang kemudian tertutup. Aku menatap Naruto sesaat, kemudian memasuki apartemen ini. Naruto mengikutiku dengan langkah kecil dari belakang dan mengunci pintu apartemen tanpa kuminta sebelumnya.
"Sasuke-sama butuh sesuatu?" tanyanya saat aku duduk kembali di sofaku. Aku terdiam, pandanganku berkutat pada tv di depanku. Kemudian kembali meleset ke atas tv, melihat foto Sakura. Lagi.
"Teh," jawabku singkat, "teh dengan kokoa," ya, aku ingin teh itu. Teh yang hanya bisa dibuat oleh Sakura. Belum—bukan! Tak ada yang bisa menyamai rasa khas yang diciptakan Sakura.
"Akan saya buatkan," jawab Naruto dan segera berlalu. Tch, apa kau bodoh Sasuke? Naruto mana bisa membuatkan teh yang sama persis seperti Sakura.
Memang, aku ingat Sakura pernah bilang awalnya dia melihat di buku resep yang waktu itu iseng dibeli Itachi. Hanya saja, saat orang lain mencoba membuatnya, tidak ada yang bisa menyamai rasa khas milik Sakura. Karena kebanggaan itulah, aku semakin menyayangi gadis berambut pink itu. Ah sudahlah, biar Naruto membuatkan saja tehnya. Tidak apa walau tidak akan sama seperti Sakura, setidaknya aku memang ingin teh hangat sekarang.
"Silahkan Sasuke-sama," gumam Naruto yang tengah memberikan teh buatannya padaku. Aku tersenyum canggung dan menerimanya.
Naruto masih menatapku saat dengan ragu aku menyeruput teh buatannya. Aku tersentak kaget, saat kurasakan rasa teh itu mirip sekali dengan teh buatan Sakura. Aku tertegun sesaat dan sesekali kulirik Naruto yang masih menatapku dengan polos. Kenapa? Kenapa bisa sama? Padahal dia hanya robot. Ya, dia hanya robot.
"Na… Naruto?" panggilku, Naruto berjalan mendekatiku, "bagaimana kau membuat teh ini?" tanyaku ragu. Naruto terlihat mengangguk lalu dia berjalan ke dapur dan kembali lagi membawa buku resep Itachi.
"Saya melihat di buku ini, halaman 12 di tabel 3 dengan judul 'teh kokoa'," jelasnya secara detail. Aku tertegun sesaat dan mengangguk.
"Apa… Kau menambahkan sesuatu di luar resep ini?" tanyaku penasaran. Naruto hanya menggeleng.
"Saya diprogram untuk mematuhi apa yang saya lihat dan saya dengar dengan sepenuh hati, begitu kata master saya," terang Naruto, "dan walau tidak mengerti, saya diperintahkan Danzo-sama untuk selalu memikirkan majikan saat melakukan perintah dari majikan tersebut," jelasnya panjang lebar. Kulihat dari matanya, sepertinya memang benar bahwa dia hanya melakukan perintah yang ada.
Tapi tetap saja, rasa teh buatannya yang sangat mirip dengan Sakura menganggu pikiranku. Aku tak bisa mengalihkan pandangan mata onyxku dengan mata biru langitnya. Sial, pikiranku sudah kemana-mana. Aku tidak bisa berkonsentrasi. Rasa teh yang sama saja membuatku kacau begini.
Apalagi, kalau dia sampai mempunyai semua hal yang sama dimiliki Sakura?
To Be Continued
Akhirnya selesai juga chapter satu ini ==' aku membuatnya terburu-buru soalnya laptop yang kupakai ini mau dibawa ayah, makanya susah hehe.
Yah sudahlah tak ada lagi yang bisa kukatakan, selain semoga suka dengan fic ini. Terutama untuk Cute Apple, semoga angstnya kerasa ya ntar ^^a
Oke, boleh minta review? X3
