tutor

Thomas menahan tawa mati-matian seraya menatap lembaran kertas hasil ulangan di tangannya, "Tak kusangka akan ada hari di mana Minho meminta bantuanku. Kenapa tak minta bantuan Teresa saja?"

Minho mendengus. Semburat merah muda tipis muncul di pipi, "Mau bagaimana lagi? Kau ranking dua di kelas. Ketimbang harus meminta bantuan Nona Muda Teresa Sang Ranking Satu; aku lebih memilih meminta bantuanmu, Anak Bawang." Minho menjawab pertanyaan Thomas dengan lugas.

Thomas tersenyum penuh atensi.

"Baiklah, aku bersedia jadi tutormu. Besok aku akan ke rumahmu, jam sembilan pagi. Ingat itu."

Oh. Ini petaka—atau berkah?

Warn: AU! OOC, gaje, typo(s), dsb. DLDR.

Disclaimer: the maze runner (c) James Dashner

Summary: Punya tutor menggemaskan seperti Thomas? Siapa, sih, yang tahan? Minho yang menggombal saat diajari, dan Thomas yang stress saat mengajarinya./Untuk event the demi-runner.

Dan keesokannya Thomas benar-benar hadir. Bersama setumpuk buku yang bagi Minho sangat menyebalkan.

Minho menghembuskan napas, "Silakan masuk, dan duduklah di sofa itu."

Thomas nyengir.

Setidaknya selancang-lancangnya Minho; ia masih tahu etika menyambut tamu.

Tumpukan buku diletakkan di meja. Thomas melayangkan pandangan pada sang pemuda keturunan Asia Timur, "Jadi, pelajaran apa yang hendak dipelajari terlebih dahulu?"

Sungguh Tutor yang baik.

Minho menatap Thomas sekilas; sebelum akhirnya lebih memilih mengamati eksistensi buku di atas meja, "...pelajaran untuk mendapatkan hatimu." Jawabnya enteng.

Thomas tak kuasa menahan dagunya agar tak merosot ke bawah.

Apa Minho baru saja menggombaliku? Aku salah dengar, bukan? Ah. Pasti salah dengar.

Thomas membatin lugu—berusaha menampik fakta bahwa dirinya baru saja digombali oleh atlet kebanggaan sekolahnya tersebut.

Dehaman Minho memecah keheningan yang sempat melanda, "Terserahmu saja." Si mata sipit berujar.

Thomas ikut berdeham, "Mari mulai dengan pelajaran Kimia." Diraihnya salah satu buku yang sempat terabaikan selama beberapa saat. Jemari lentik menelusuri halaman demi halaman sampai akhirnya berhenti di suatu bab, "Masih ingat reaksi apa yang dipelajari di bab terakhir?" pertanyaan terlontar.

Minho menopang dagu, "Reaksi cinta kita berdua, 'kan?"

Krik.

"Oh. Berhentilah main-main."

"Kau berpikir ini main-main, Bung?"

Rona merah menjalar di pipi Thomas, "K-kalau bukan main-main, lalu apa?" tanya Thomas dengan gugup.

"Mungkin... lawakan?"

Thomas merasa hatinya retak. Sakitnya, tuh, di sini, Bro. Setelah dibuat melayang ke langit ketujuh, dirinya dihempaskan begitu saja—tapi, tunggu, kenapa dia merasa kesal begini? Sudah jelas Minho tidak serius, bukan?

Terbatuk kecil, Thomas berusaha meredam getaran dalam nada suaranya, "Kau ini senang sekali bermain-main denganku." gerutu Thomas.

"Habisnya, kau ini imut dan menggemaskan. Seperti perempuan." Gerutuan dibalas ledekan.

"M-Minho!"

"Ya, Bae?"

"B-berhenti melawak dan mulai belajar!"

Minho menatap Thomas lekat-lekat.

Tangan tersilang di depan dada, alis menukik, pipi menggembung, semburat merah hiasi pipi. Sumpah. Thomas menggemaskan sekali.

Kuatkan dirimu, Minho. Kuatkan dirimu—

Satu kecupan di bibir mengejutkan Thomas.

artinya Minho gagal menguatkan dirinya sendiri.

Waktu belajar malah digunakan untuk modus.

...Thomas sudah lelah, guys.

FIN

A/N: AHAHAHAHAHA—INI APA,YA? SAYA JUGA NGGA TAHU! Ya. Ini... fanfic sumbangan(?) untuk event The Demi-Runner. Maafkan karena... ceritanya seperti ini.

DAN AMPUNI SAYA KARENA KE-OOC-AN KEDUANYA, ASTAGA—/cri/

Special thanks untuk Fluffy Parffy yang sudah membantu pembuatan cerita ini –dengan cara nge-roleplay-in Thomas, ahahaha. Makasih banyak, Bae. Ini untuk hadiah ulang tahunmu juga. Biar dapat paket komplit; benda, fanfic, dan gambar. /dilempar/ Ya, abaikan saja ini.

Akhir kata,

Mind to RnR?