This is my very first Fanfiction, actually. Read & Review please. Is it horrible or not? Should I continue? Well then, enough said. Enjoy. . ^_^
Disclaimer: I do not, and never will, own Harry Potter.
Chapter I
"Well, siapa lagi kalau bukan si kutu buku Weasley."
Dengan malas aku mengalihkan perhatianku dari buku yang sedang asik kubaca, tepat pada bagian yang paling menarik. Perasaan sangat menyesal langsung menghinggapi seluruh tubuhku ketika aku mengenali sang empunya suara.
Dia berdiri disana, dengan dagu lancipnya yang ia angkat, mata abu-abunya yang memancarkan keangkuhan sempurna seakan akan bilang hey-aku-adalah-orang-tertampan-se-Hogwarts, dan beberapa helai rambut pirangnya jatuh secara acak di dahinya. Bibirnya menyiratkan seringai licik kebanggaannya.
Mataku melirik ke buku yang ia pegang di tangan kanan nya. Sedikit penasaran dengan judulnya, itu sudah kebiasaan. Tapi cepat-cepat kuurungkan niatku, mengingat itu adalah Malfoy, paling-paling buku itu tak penting.
"Pergilah Malfoy!" aku berusaha menahan amarahku. Menatapnya dengan tatapan terjahat ku yang aku yakin bisa membuat siapa saja menangis. Tapi tidak untuk Malfoy, dia kebal. Benar benar kebal.
Dia mengangkat bahunya tak peduli. Memabalas tatapan ku dengan tatapan mengejek. Dan melangkah untuk duduk di kursi berhadapan denganku.
Aku heran untuk apa sih dia disini. Belajar? Seperti dia pernah menghabiskan waktunya untuk berada di perpustakaan saja.
Menggangguku? Yap kurasa itu adalah alasan yang paling tepat.
"Weasley, aku tak melihat namamu tertulis jelas di ruangan ini. Dan terakhir aku cek, perpustakaan adalah tempat umum. Jadi lanjutkan apa yang kau lakukan tadi, aku disini menikmati waktuku." Alih-alih melihatku ia malah asik berbicara sambil membolak-balik halaman buku nya.
Benarkan! Ia kesini benar-benar untuk menggangguku. Bukan sama sekali untuk belajar!
"Seperti kau pernah belajar saja. Lagipula apa itu?" aku fokus menatap buku yang masih ia main kan. "aku yakin buku itu berjudul 1001 Cara Mengganggu Rose Weasley."
Serius deh. Scorpius Malfoy berkutat asik dengan buku tebal seperti itu adalah hal aneh. Walau aku tak suka mengakuinya, yang paling aneh ialah aku bahkan tak pernah melihatnya belajar, yang ia lakukan hanyalah bermain dengan gerombolan bodohnya dan mengganggu ku. Tapi tetap saja aku heran mengapa dia bisa menduduki peringkat kedua setelah aku tentunya—aku tak akan pernah melupakan pesan Dad untuk mengalah kan nya di segala hal. Sejauh ini aku belum melanggarnya.
"Ha ha. Jangan buat aku tertawa Weasel. Memangnya kau pikir kau orang penting?"
Benar-benar deh orang ini. Kalau kau tanya apa yang paling aku sesalkan di dunia ini, jawabannya hanya satu. Mengenal Scorpius Malfoy.
"Serius deh Malfoy. Pergilah atau—"
Belum selesai aku berbicara aku sudah mendapatinya memajukan posisi duduknya hanya beberapa inci dari ku. Kedua sikutnya ia letakkan di meja untuk menopang berat tubuhnya. Membuatku bergidik ngeri. Tapi entah apa yang membuatku diam, tak bergerak menghindar sedikit pun, menikmati hembusan nafasnya.
"Atau apa? Kau mau mengambil point dari ku. Jangan menyalah gunakan gelar prefek mu itu Weasley." Dia diam sesaat, perasaan tak enak muncul. Ia mengangkat alisnya. Merlin, dia pasti merencanakan sesuatu. " Bagaimana kalau begini saja. Siapa yang paling lama bertahan ialah yang menang."
"Baiklah, tapi jangan lontarkan sepatah katapun kepadaku." Dari pada terus membuang-buang waktuku untuk berargumen dengannya yang tentunya aku tahu tak akan pernah berakhir, lebih baik aku turuti apa kemauannya.
Lagi-lagi ia hanya mengangkat bahunya dan kembali membetulkan posisi duduknya. Menyandarkan punggungnya.
Aku tak percaya selama enam tahun ini aku berhasil memendam amarah ku untuk tidak membunuhnya. Dia masih hidup sampai sekarang, sesungguhnya dia harus berterima kasih kepadaku untuk mengampuni nyawanya.
Karena tentu saja aku tak mau merusak nama baik keluarga Weasley karena salah satu dari anak mereka masuk Azkaban dengan tuduhan membunuh satu-satunya pewaris keluarga Malfoy. Tapi mungkin saja. MUNGKIN aku bilang, dalam fantasi tergila ku, mungkin mereka malah akan memberiku lencana penghargaan atau apapun itu.
Maksudku, siapa sih yang suka Scorpius Malfoy, orang paling sombong, congkak, arogan, sinis, sarkatis, sok pintar, mengganggu, narsis yang pernah ada di muka bumi ini.
Well, tentu saja selain ¾ siswi Hogwarts ini yang tergila-gila setengah mati kepadanya, walaupun mereka tahu bahwa Malfoy sama sekali tak menghiraukan senyuman, tatapan, sorak-sorai, dan juga tawa kecil mengganggu yang mereka perlihatkan setiap ada Malfoy.
Sesungguhnya dia bisa saja memacari siapa saja yang ia inginkan, hanya saja ia entah pura-pura atau tidak dia sama sekali tak peduli. Inilah yang membuatku sedikit menyukai Malfoy, tapi ingat itu sedikit sekali, sangat sangat sedikit. Tertutupi oleh kebencianku yang sangat sangat besar. Sehingga sedikit itu tak ada artinya. Benar-benar tak berarti, sekali lagi ku ingat kan.
Didunia ini, tidak akan mungkin dan tak akan pernah terjadi aku menyukai Scorpius Malfoy. Tak akan pernah. Bahkan walau ia adalah cowok terakhir di muka bumi ini. Memikirkannya saja membuatku ngeri.
Aku mencoba menghiraukannya selama mungkin. Tapi walaupun ia diam, aroma mint tubuhnya masih tercium. Aroma khas Malfoy—yang cewek-cewek bilang sangat menggoda—menyadarkanku akan kehadirannya disini. Aku heran dia mandi dalam cairan parfum mint atau bagai mana.
Setelah sadar bahwa aku kehilangan konsentrasi ku, dan membaca kalimat yang sama berkali-kali. Akhirnya aku mantapkan niatku.
Tak ada gunanya aku melanjutkan permainan konyol ini. Aku tutup bukuku keras-keras. Membuatnya sedikit terlonjak dan menatapku.
"Fine Malfoy. Kau menang. Puas!" Dengan marah aku bangkit dari kursiku, pergi meninggalkan perpustakaan. Segala kutukan berputar-putar di otakku.
Aku yakin, dengan sangat yakin. Aku melihat Malfoy tersenyum bangga penuh kemenangan. Aku ingin sekali merobek bibirnya. Malfoy sialan.
