Lai Kuanlin

- Siswa baru, tapi fansnya udah tumpah ruah

- Mungkin karena faktor tubuhnya yang jangkung bak model

- Dan wajah tampannya yang nggak kalah dengan idol di TV

- Punya reputasi buruk, di cap sebagai 'bad boy'

- Rumornya udah sering keluar masuk club malam sejak SMP

- Rokok dan alkohol sudah seperti barang legal untuknya

- Jumlah mantan pacarnya sejak SD mungkin bisa buka sekolah putri baru

- Tapi anehnya, cewek-cewek masih suka ngejar-ngejar dia

- Padahal dia nggak suka dikejar, lebih suka mengejar

- Seperti yang sedang dilakukannya pada cewek manis yang berstatus sebagai kakak kelasnya

Park Jihoon

- Siswi kelas 11 biasa, nggak famous dan dikejar-kejar cowok yang minta jadi pacarnya

- Nggak begitu tinggi

- Nggak begitu kurus

- Chubby, manis dan uyelable

- Anggota PMR

- Lebih mementingkan akademik

- Ramah dan baik ke semua orang

- Deskripsi dari wanita kuat yang mandiri dan punya pendirian kuat

- Belum pernah pacaran

- Bukan karena nggak ada yang naksir, tapi masih belum menemukan apa faedahnya pacaran

- Mungkin juga karena belum nemu yang pas di hati

- Nggak suka jadi pusat perhatian

- Makanya dia agak risih ketika ada adik kelas famous yang tiba-tiba ngintilin dia

.

.

.

Lai Kuanlin dan Park Jihoon. Dua nama yang tidak memiliki korelasi sama satu lain ketika orang-orang menyebutkannya. Dua sosok layaknya kutub utara dan kutub selatan yang terpisah jarak begitu jauh. Jika Kuanlin dan Jihoon adalah yin yang, maka Jihoon adalah bagian putih terangnya sedangkan Kuanlin adalah bagian hitam pekatnya. Park Jihoon umpama musim semi, dimana semua makhluk hidup bersuka cita menyambut matahari yang bersinar hangat dan bersahabat, dan Lai Kuanlin adalah hujan di musim gugur yang terkadang dihiasi kilatan petir, gemuruh guntur yang kadang mengundang badai memporak-porandakan sekitar membuat semua makhluk lebih memilih berlindung di tempat teraman mereka.

Two different people, but fate decide to cross their path.

Pertemuan pertama mereka terjadi sebulan setelah Kuanlin resmi menjadi murid SMA 101. Kuanlin memutuskan masuk club basket, karena peraturan sekolah mewajibkan seluruh siswa untuk mengikuti minimal satu club. Hari itu, Kuanlin mengikuti tes dasar permainan basket sebagai syarat masuk club. Naasnya, Kuanlin mengalami cidera saat tes karena dia mau show off dengan menunjukkan kemampuan dunk nya, tapi sialnya kakinya salah memijak setelah dia melompat tinggi. Akhirnya lututnya lecet dan pergelangan kakinya terkilir. Membuahkan pekikan khawatir dari gerombolan fansnya. Pelatih basketnya menyuruhnya untuk pergi ke UKS, dan disanalah dua orang yang berbeda itu bertemu. Untuk pertama kali...

Park Jihoon, gadis manis yang merupakan anggota PMR sedang melakukan tugas piketnya di UKS ketika seorang siswa yang begitu jangkung terseok-seok memasuki UKS. Jihoon yang tanggap segera menghampiri dan membantu siswa itu dengan memegangi lengannya berniat untuk memberi tumpuan. Meski tidak berguna karena perbedaan tinggi yang signifikan, Jihoon hanya setinggi dada siswa itu. Jihoon mengarahkan Kuanlin untuk duduk diranjang dan menyuruhnya meluruskan kakinya.

Dengan telaten Jihoon membersihkan luka di lutut Kuanlin yang cukup lebar. Dia melakukannya dengan lembut dan tanpa berbicara apapun. Setelah dibersihkan dengan alkohol dan diberi rivanol, dia menutup luka itu dengan kasa yang direkat dengan plester.

"Apa ada luka lain?" suara pertama yang keluar dari bibir merah penuh Jihoon.

Kuanlin yang sedari tadi hanya mengamati bagaimana Jihoon merawat lukanya, tersentak ketika mendengar suara selembut beludru itu, "Pergelangan kaki gue sakit".

Jihoon membuka sepatu basket Kuanlin dan melepas kaos kakinya, memegang pergelangan kaki Kuanlin dengan hati-hati. Lalu gadis itu beranjak menuju rak penyimpanan obat, setelah mendapatkan apa yang dicarinya dia kembali.

"Gue nggak bisa mijit kaki lo, daripada tambah parah. Ini gue kasih krim pereda sakit ntar abis ini lo langsung ke rumah sakit", setelahnya Jihoon melumuri kaki Kuanlin yang terkilir dengan krim itu.

Setelah selesai, Jihoon menuju wastafel untuk cuci tangan. Semuanya dilakukan dalam diam. Tidak ada percakapan sama sekali. Kuanlin yang mengamati gadis itu begitu tenang menjadi heran. Tidak biasanya ada gadis yang tetap tenang setelah melihatnya. Apa mungkin gadis itu pura-pura tenang karena gugup? Tapi sepertinya tidak seperti itu. karena tidak tahan akhirnya Kuanlin bertanya.

"Lo nggak tanya siapa nama gue?"

"Eh iya, sorry. Nama lo siapa?"

"Lo beneran nggak ngenalin gue?" Kuanlin benar-benar kaget karena ada siswa SMA 101 yang nggak kenal dia.

Jihoon memandang Kuanlin dengan mata bulat yang terbuka lebar, membuat Kuanlin tanpa sadar memuji keindahan mata itu dalam hatinya. Alisnya yang cukup tebal itu terangkat tinggi menandakan pemiliknya sedang bingung.

"Emangnya gue harus ngenalin lo?"

"Nggak sih, lupain aja. Lo nggak nanyain kenapa gue bisa dapet luka kayak gini?"

Jihoon menarik napas dalam mendapati siswa jangkung ini memberikan pertanyaan terus padanya, dan sesungguhnya semuanya nggak begitu penting.

"Lo pake seragam olahraga, pake sepatu basket. Dan hari ini Kamis, jadwal club basket latihan. Karena gue belum pernah lihat lo, sepertinya lo siswa baru yang ikut seleksi masuk klub basket. Bener?"

Kuanlin tersenyum mendapat jawaban yang tidak terduga dari cewek di depannya, "nama lo siapa?"

"Park Jihoon, kelas 11-1. Dan lo?"

"Lai Kuanlin".

Jihoon tersenyum ketika akhirnya pemahaman berhasil dicerna otaknya, "Aaah. Gue Cuma pernah denger temen-temen gue heboh ngomongin lo dan gue nggak tahu kalo yang diomongin temen gue bentukannya begini".

Dahi Kuanlin mengernyit mendengar ucapan Jihoon, "apa gue harus tersinggung dengan ucapan lo? Bentukan gue gimana emangnya?"

"Hahaha jangan tersinggung, serius gue nggak tahu. .yah gini, kayaknya gue paham kenapa temen-temen gue heboh banget stalking lo"

"Temen-temen lo stalking gue, dan lo nggak ngenalin gue. Seriously?"

"To be honest, I'm not interested"

Pertemuan pertama sebagai sosok asing untuk satu sama lain. Pertemuan pertama yang meninggalkan begitu banyak tanya dan rasa penasaran pada salah satu pihak.

.

.

.

Keesokan harinya saat istirahat, Kuanlin kembali ke UKS dan kebetulan Jihoon juga sedang ada disana, karena teman sekelasnya ada yang sakit.

"Lo kenapa lagi?" tanya Jihoon yang heran melihat Kuanlin memasuki UKS dengan sedikit terpincang.

"Gantiin kasa gue dong"

Jihoon menghela napas tapi tetap menuruti kemauan Kuanlin, bukan karena dia ada rasa tapi memang karena dia suka menolong. Dia mengambil peralatan yang akan digunakannya lalu duduk dihadapan Kuanlin.

"Kenapa nggak lo rawat di rumah aja sih?" tanya Jihoon sambil perlahan membuka kain kasa yang direkatkannya kemarin.

"Nggak ada yang ngrawat" jawab Kuanlin cuek.

Jihoon mendongak untuk menatap Kuanlin yang raut wajahnya datar, ingin bertanya lebih lanjut tapi kok kesannya dia kepo. Padahal kan mereka nggak deket sama sekali.

"Gue Cuma sama Kakak perempuan gue yang sibuk, jadi gue nggak mau bikin dia khawatir karena hal sepele kayak gini" ucap Kuanlin yang tak diduga Jihoon.

"Gue denger Kak Ong sepupu lo, kenapa nggak minta tolong dia?"

"Yang ada luka gue tambah parah dirawat sama cewek bar-bar macam dia"

Jihoon hanya terkekeh pelan.

"Makanya gue minta lo yang tiap hari gantiin kasa gue. Tiap istirahat gue bakal ke UKS kayak gini"

Jihoon menatap Kuanlin terkejut tapi dia tidak punya alasan untuk menolaknya sih, "Kalo gue ada waktu ya. Btw, lo jadi ke rumah sakit?" tanyanya ketika melihat pergelangan kaki Kuanlin hanya dibebat kain coklat, dia mengenakan slipper saat ini bukan sepatu.

"Udah. Cuma geser dikit nggak parah. Bengkaknya hilang juga udah sembuh"

Karena permintaan Kuanlin untuk merawat lukanya, selama seminggu itu mereka menghabiskan waktu istirahat mereka di UKS. Setelah mengganti kasa luka Kuanlin, mereka akan berbincang dan makan siang di UKS.

Hari ke tujuh Jihoon merawat luka Kuanlin.

"Luka lo udah kering, tinggal pake krim ini supaya nanti nggak ada bekasnya" ucap Jihoon.

Kuanlin menerima krim yang diulurkan Jihoon, "luka gue sembuh tapi kok gue malah sedih"

"Sedih kenapa?" Jihoon heran.

"Karena tiap istirahat gue nggak punya alasan buat ketemu lo lagi"

Jihoon tertawa pelan mendengar ucapan jujur itu, "gue kirain kenapa hahaha. Kita masih satu sekolah, kalo mau ketemu gue ya tinggal cari gue lah kok repot amat"

"Boleh? Kalo gue nyari lo ke kelas?"

"Kenapa nggak boleh?" tanya Jihoon heran menatap Kuanlin dengan kepala yang agak dimiringkan, membuat hati Kuanlin menjerit gemas.

"Meski alasannya gue pengen ketemu karena gue kangen?"

Kedua bola mata hitam Jihoon yang terbalut kelopak mata indah itu membulat kaget karena ucapan Kuanlin, tapi sedetik kemudian raut wajah Jihoon kembali tenang.

"Ya kali lo kangen sama gue", Kuanlin sudah akan protes tapi Jihoon kembali berucap, "kalo ada perlu atau butuh bantuan jangan sungkan cari gue. Oke? Yaudah gue balik ke kelas dulu bentar lagi bel masuk. Jangan lama-lama disini" lalu gadis itu beranjak pergi meninggalkan UKS.

'Sial. Susah banget sih? Baru kali ini ada cewek yang nggak tersipu karena gue gombalin' gerutu Kuanlin dalam hati.

Kuanlin dibikin pusing tujuh keliling memikirkan bagaimana cara mendekati Jihoon. Gadis itu tidak menolak ketika Kuanlin mendekat, justru menerimanya dengan tangan terbuka. Tapi diwaktu yang sama dia tidak membuka hatinya, secara otomatis dia menempatkan Kuanlin sebagai teman atau bahkan hanya sebatas adik kelas, tidak lebih.

Dan sejujurnya Kuanlin tidak pernah mendapat perlakuan seperti ini. Dia tidak pernah harus merasa repot untuk mendekati seorang gadis, justru mereka lah yang datang padanya. Dia tidak pernah harus merasa bingung membuat alasan untuk menemui seorang gadis, mereka lah yang mengarang sejuta alasan untuk bisa bertatap muka dengannya. Baru kali ini dia merasa ingin mengenal seorang gadis lebih jauh. Ingin tahu apa makanan favorit gadis itu? Ingin tahu apa genre musik favorit gadis itu? Ingin tahu apa hal yang disukainya? Ingin tahu apa yang bisa membuatnya tertawa?

Dan sialnya dia merasakan semua ini pada Park Jihoon. Gadis yang susah susah mudah untuk didekati. Gadis yang tidak populer sama sekali. Gadis yang meski diakuinya cukup manis, tapi Hell bahkan ada gadis lain yang lebih cantik, lebih tinggi dan lebih seski yang mengejar-ngejar dirinya. Tapi kenapa justru dia merasakan semua hal ini pada Park Jihoon?

Dan lebih sialnya lagi jiwa kompetitifnya berkobar, dia merasa tertantang untuk bisa menaklukan Park Jihoon.

'Sial, ini pasti akan sangat merepotkan'.

.

.

.

TBC

Jadi, ini semacam side story nya NEVER TEAM, tapi ini nyritain PanWink, gimana mereka awal kenal sampai jadian...semoga kalian suka...ditunggu feedbacknya yaw... Thank you..