THAW OUT
Cast : Tokugawa Ieyasu, Ishida Mitsunari, Shima Sakon
Rating : T
Genre : Drama, Hurt/Comfort
Song lyric : Sia - Freeze You Out
Disclaimer : all characters belong to CAPCOM
Warning : OOC, typos, don't like don't read!
Istana Okazaki, Mikawa…
Tidak ada yang tahu betapa rindunya Tokugawa Ieyasu akan tanah kelahirannya. Masa kecilnya dihabiskan di istana besar yang menghadap ke laut. Dia belum menyandang nama Tokugawa saat itu. Jika dia mengingat kembali masa kecilnya, dia hanya bisa tertawa geli. Dia tidak menyangka perubahannya hingga dia menjadi dirinya yang sekarang begitu drastis. Dulu, dia hanya samurai kecil. Dia tidak punya gelar apa pun yang dibanggakan, terlebih lagi ketika dia tergabung dengan pasukan Oda. Kekalahannya melawan pasukan Takeda di peperangan Nagashino menuntutnya untuk berubah 180 derajat dari kehidupan sebelumnya.
Dia bukan lagi Matsudaira Takechiyo dengan helm besi dan tombaknya…
Dia adalah Tokugawa Ieyasu yang menjadikan tinjunya sebagai senjata andalan…
Di suatu hari, di tengah kegelisahannya setelah melepaskan diri dari barisan Toyotomi, dia mendapat kunjungan dari panglima perang dan ahli strategi Toyotomi, Takenaka Hanbei. Kunjungan bersifat pribadi itu mengejutkannya. Dia sudah cukup merasa tenang setelah bebas dari tekanan di Toyotomi. Dia telah menentukan jalan hidupnya sendiri, tidak ingin bekerja di bawah pimpinan orang yang tidak sepemikiran dengannya. Kehadiran Hanbei di istananya sedikit mengusik ketenangannya.
"Kau sungguh tidak ingin kembali ke Toyotomi, Ieyasu-kun?" tanya Hanbei di ruang minum teh di Istana Okazaki.
"Saya sudah yakin dengan keputusan saya, Hanbei-donno," tegas Ieyasu. "Saya punya pemikiran sendiri tentang masa depan negeri ini. Maka itu, jangan libatkan saya dengan apa pun yang berhubungan dengan Toyotomi."
"Padahal Hideyoshi telah menaruh harapan sangat besar padamu, Ieyasu-kun. Masa depan Toyotomi ada di tanganmu. Kau dan Hideyoshi mempunyai kekuatan yang seimbang. Aku yakin Toyotomi akan berjaya dengan adanya kau di sisinya."
Ieyasu menggeleng dan berkata, "Saya tidak mau merubah apa yang sudah menjadi keputusan saya. Tidak kurang suatu apa pun, saya sangat berterima kasih atas segala hal yang telah diberikan kepada saya dari Toyotomi. Akan saya ingat sebagai suatu pembelajaran berharga di kemudian hari."
Hanbei tersenyum getir mendengar ini. Besar harapannya membawa Ieyasu kembali ke barisan Toyotomi. Mereka sedang bersiap melakukan invansi ke beberapa wilayah. Jika barisannya ada yang bolong, kemungkinan mereka berhasil akan sangat kecil. Tetapi ini adalah kali ketiganya membujuk Ieyasu. Jawaban yang diterima pun sama. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dia memutuskan untuk tidak meneruskannya.
"Aku akan kembali ke Odawara. Senang bisa bertemu denganmu, Ieyasu-kun. Aku akan menyampaikan kabar ini kepada Hideyoshi dan Mitsunari-kun," kata Hanbei kemudian sebelum dia bersiap untuk pergi. "Bicara soal Mitsunari-kun, kau tidak memikirkan dia?"
"Saya rasa dia baik-baik saja tanpa ada saya di sana," jawab Ieyasu agak segan. "Dia sudah memiliki apa yang kurang dalam hidupnya. Dia tidak membutuhkan saya."
"Oh, mengapa kau bisa mengatakan itu? Apa kau berpamitan dengannya saat kau keluar dari barisan?"
Ieyasu memilih untuk tidak menjawab. Hanbei tidak mendesaknya juga, jadi dia lebih baik diam. Hanbei pulang ke Odawara dengan tangan hampa. Ieyasu pun tidak menyesal dengan apa yang dikatakannya barusan. Siapa pun orang Toyotomi yang berusaha membujuknya kembali ke sana, akan ditampiknya baik-baik.
Siapa pun…
Termasuk Ishida Mitsunari…
You know I've been hurt before
You know the score and I know you want more
You want me to thaw out…
-000-
Bulan purnama bersinar sangat cerah di suatu malam…
Ieyasu duduk di teras istananya, memandang bulan di langit yang bertabur bintang. Rasanya tidak ingin malam ini berlalu begitu cepat berganti dengan pagi. Setelah sepanjang hari dia berkutat dengan urusan pemerintahan, dia sangat menantikan waktu untuk beristirahat.
"Ieyasu-sama!"
Di tengah lamunannya, seorang pengawal istana menghampirinya. Dia mengatakan bahwa seseorang dari Odawara datang untuk menemuinya. Ieyasu tahu, siapa pun yang berasal dari Odawara adalah bagian dari Toyotomi. Siapa lagi sekarang yang akan membujuknya kembali ke sana?
"Hey, Ieyasu! Kau benar-benar seorang pecundang!"
Suara lantang itu sudah dikenal oleh Ieyasu. Tanpa menoleh padanya, Ieyasu berkata, "Apa kabarmu, Sakon? Senang bisa bertemu denganmu lagi. Apa kedatanganmu kemari untuk membantuku menebus dosa-dosaku?"
"Peduli apa aku akan dosa-dosamu? Sekarang bukan saatnya membicarakan tentangmu. Aku datang kemari untuk memberikan kabar buruk padamu," kata Shima Sakon, pengawal pribadi Ishida Mitsunari yang sangat setia. "Namun sebelumnya, aku ingin mencoba melebur kebekuan hatimu supaya bisa menerima baik-baik berita yang kuberikan nanti."
Sakon mencabut 2 pedangnya dan siap melawan Ieyasu. Tanpa diperingatkan pun, Ieyasu juga sudah siap. Keduanya kini berhadapan satu sama lain. Mereka saling melempar pandangan tajam. Sakon yang menyerang lebih dulu dan ditangkis dengan mudah. Ieyasu melihat ada sesuatu yang mengganggu pikiran anak muda itu. Serangannya terkesan tidak serius, tidak bersemangat sebagaimana yang dilakukannya di medan perang.
"Kau tidak terlihat seperti dirimu, Sakon. Apa ada kabut tebal yang menyelimuti otakmu sehingga kau kehilangan semangatmu?" tanya Ieyasu memancingnya.
Pemuda berambut cokelat merah tidak menghiraukan kata-kata Ieyasu. Dia menyerang lagi dengan dua pedangnya. Ieyasu sama sekali tidak gentar menghadapinya hanya dengan mengandalkan dua tinjunya. Dia sudah sering berhadapan dengan musuh yang membawa berbagai macam senjata, bahkan lebih mengerikan dari yang dipunyai Sakon.
"Na, Ieyasu. Semenjak kau memisahkan diri dari Toyotomi, banyak hal buruk terjadi. Hal ini tidak hanya berdampak pada ketimpangan pasukan, tetapi juga jiwa kami!" kata Sakon di sela-sela pertarungannya.
"Ya, aku tahu itu," jawab Ieyasu tenang. "Dan aku sudah tidak lagi peduli dengan apa pun yang terjadi di sana."
"Bahkan ketika Hanbei-sama jatuh sakit, kau juga tidak akan peduli, hah?!"
"Apa kau bilang? Hanbei-donno jatuh sakit?"
Sakon memukul mundur Ieyasu dengan sekali tebasan kuat dari pedangnya. Keduanya berjarak dan mengatur nafas masing-masing yang tersengal. Sakon melanjutkan, "Asal kau tahu. Di saat seperti ini, Mitsunari-sama pun membutuhkanmu. Dia mencarimu, Ieyasu!"
Seperti mendapat hantaman kuat di hatinya, Ieyasu terkejut mendengar kata-kata Sakon barusan. "Mitsunari, katamu?"
"Dia bilang, jika kau berada di sana, kau mungkin bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Tapi di saat genting seperti ini kau tidak ada! Bahkan kau tidak berada di sisinya! Teman macam apa kau itu, Ieyasu?!"
Ieyasu membalas serangan Sakon dengan melayangkan beberapa kali tinjunya dengan kuat. Pemuda bermata cokelat itu tampak kuwalahan menghadapinya. Dia hanya bisa menghindar, tak ada celah sedikit pun untuknya membalas. Ketika dia berhasil menemukan celah, tangannya malah ditahan kuat oleh Ieyasu. Dia mendengar laki-laki itu berkata, "Hentikan, Sakon. Kita sudahi saja pertarungan ini. Suasana hatiku sedang tidak baik. Jadi sekarang kau pulanglah ke Odawara."
"Tidak…aku tidak akan berhenti. Hyah!" kembali mendapatkan tenaganya, Sakon menyerang Ieyasu lagi. Namun emosinya mengacaukan jurus-jurusnya. Ieyasu berhasil menghentikannya lagi. Satu tinju kuat dilayangkan tepat ke perutnya, dia merasa seluruh isi tubuhnya terkoyak sampai ke ujung kepalanya.
"Sudah cukup, Sakon!" bentak Ieyasu. "Sudah cukup, tidak ada lagi pembicaraan di antara kita. Aku tidak mau melawanmu, aku tidak mau menyerangmu."
"Urusanku di sini belum selesai! Aku tidak butuh belas kasihan dari pecundang macam kau, Ieyasu!"
Ketika Sakon hendak menyerang lagi, Ieyasu dengan mudah menahan tangannya. "Kubilang berhenti! Mengapa kau tidak mendengarkan kata-kataku, hah?"
"Aku tidak menerima perintah apa pun kecuali dari Mitsunari-sama!"
"Jika kau mati di tanganku sekarang, kau akan menambah runyam keadaan! Mitsunari akan sangat sedih jika harus melihatmu mati, Sakon!"
"Diam! Diam kau, Ieyasu!" Sakon berhasil memberontak dan lepas dari Ieyasu. Dia bergerak menjauh dan jatuh tersungkur karena kehabisan tenaga. Nafasnya tersengal, kepalanya pusing, tubuhnya sudah sangat lelah menahan sakit. "Di hari itu, aku bersumpah," ucapnya lirih. "Akan selalu mengikuti jalan yang dipilih oleh Mitsunari-sama. Berkat dia, aku keluar dari masa kelamku! Desaku di serang, usahaku menolong semua orang di sana sia-sia sudah! Aku telah kehilangan jati diriku setelah peristiwa mengerikan itu! Lalu aku bertemu dengannya, dengan orang yang telah memberiku cahaya dalam gelapku. Dalam hatiku, aku mengaguminya karena dia rela melakukan apa pun untuk bertahan hidup. Dia mengesampingkan segala kepentingan pribadinya untuk membela seorang pemimpin yang juga telah menolongnya keluar dari kegelapan."
"Sakon…kau…" gumam Ieyasu menanggapinya.
"Tidak boleh ada orang yang menghalangi jalannya. Mitsunari-sama sudah mendapatkan jiwanya kembali. Betapa aku mengaguminya, sehingga aku tidak segan melakukan hal yang sama dengannya. Maka itu aku bersumpah, akan selalu berada di sampingnya! Aku akan melindunginya, menjaganya dari semua yang mengganggu ketenangan hidupnya."
Sejenak Ieyasu terdiam mendengarkan isi hati Sakon. Tidak disangkanya pemuda yang selalu bersemangat dalam peperangan ini mempunyai masa lalu yang kelam. Betapa dia kemudian mengagumi Mitsunari sebagai orang yang telah membantunya keluar dari sana. Tekadnya begitu kuat untuk melindungi Mitsunari dari ancaman apa pun. "Sakon," Ieyasu kemudian membuka suaranya. "Kau bilang ingin melindungi Mitsunari dari semua yang mengganggu ketenangan hidupnya kan? Apa kedatanganmu kemari untuk menyingkirkanku juga? Karena kepergianku dari Toyotomi telah melukai hatinya, itu sama dengan aku telah merusak ketenangan hidupnya. Kau ingin membunuhku, Sakon?"
Entah mengapa kemudian Sakon tertawa lirih. Tawanya bukan karena dia merasa benar atas apa yang dilakukannya. Tetapi karena dia merasa bodoh telah melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak tahu kebenarannya. "Aku tidak tahu," balasnya kemudian. "Aku sungguh tidak tahu. Dan aku tidak peduli jika aku mengetahuinya atau tidak!"
"Sudah cukup, Sakon!" bentak Ieyasu.
Sakon tertawa lagi dan berkata, "Aku hanya mengikuti apa kata hatiku. Aku tidak suka melihat Mitsunari-sama sedih dan kecewa. Aku tahu apa yang menyebabkan dia begitu. Bukan karena keadaan di Toyotomi sedang kacau, tetapi karena kau tidak ada di dekatnya, Ieyasu!"
"Sakon…"
"Aku tidak tahu apakah pilihanku sudah benar. Aku tidak tahu apakah aku sudah melakukan tindakan yang tepat. Jauh-jauh ke Mikawa, hanya untuk melakukan ini. Padahal Mitsunari-sama sedang sedih…"
"Berhenti bicara, sudah cukup, Sakon!"
"Ah, aku baru sadar. Sebenarnya yang pecundang itu…adalah aku!"
Kekuatan yang disimpannya telah habis. Sakon tidak lagi kuat melawan Ieyasu. Ayunan pedangnya tidak sekuat sebelumnya. Ketika Ieyasu hendak melayangkan tinjunya, dia ambruk ke tanah dan tubuhnya langsung ditangkap oleh Ieyasu. Dia tidak lagi sadarkan diri. Ieyasu mendekapnya, merasakan berat tubuhnya yang lelah dan bersimbah keringat.
"Kau…berlebihan, Sobat," gumam Ieyasu. "Mitsunari bisa murka melihatmu begini. Tapi kau telah memberitahuku sesuatu yang penting. Aku mengerti di mana kesalahanku. Ya, aku sudah mengerti sekarang. Aku telah melupakan satu hal yang penting dari Toyotomi."
Laki-laki berambut hitam itu kemudian berdiri memapah Sakon dan masuk ke istana. Dia merebahkan tubuh pemuda itu di sebuah dipan kayu. Selagi Sakon masih pingsan, dia pun ikut melepas lelah di dekatnya. Dipandangi wajah anak muda yang tengah terlelap itu dalam diam. Sejenak dia berpikir bahwa apa yang terjadi di antara mereka malam ini telah mengetuk pintu hatinya yang telah lama ditutup. Sejak dia berpisah dari Toyotomi, meski dia merasa yakin dengan keputusannya, dia merasa ada yang mengganjal dalam hatinya. Ibarat dia sedang menyeret tubuhnya untuk lepas dari belenggu, ada satu rantai yang tetap terikat di kaki atau tangannya, yang mencegahnya pergi dari sana.
"Mengesampingkan kepentingan pribadi, menjaga perasaan masing-masing, itukah kekuatan dari sebuah ikatan yang sesungguhnya? Aku tidak percaya, Sakon. Sungguh tidak percaya bahwa kau sedang berusaha menunjukkan sesuatu yang penting padaku. Bagaimana aku harus berterima kasih padamu?"
You know I got ice cold, I got cold
When you don't go slow, but I know you want more
You need me to thaw out…
-to be continue-
Chapter 2 coming up next!
