Title
Ya, Aku Mencintainya (Ye, Naneun Geureul Sarang/예, 나는 그를 사랑)
Writer
Fou Kanalikuli
Summary
Meskipun kini aku telah sukses, tetap saja latar belakangku tak akan berubah. Akulah Lee Sungmin, gadis pulau miskin yang tak pantas bersanding dengan putra seorang duta besar –Min
Gadis itu sangat manis. Pertemuan kami yang buruk itu membawa kami pada kisah cinta yang penuh perjuangan –Kyu
Aku tidak tahu kenapa dia begitu berkeras hati. Dia bahkan membohongi perasaannya sendiri. Memangnya kenapa jika marga kami sama? –Hae
Di Korea, dua orang dengan marga sama, tidak boleh menikah. Tapi, itu bukanlah satu- satunya alasan kenapa aku menolak Lee Donghae –Eun
Genre
romance, family, hurt/comfort
Rating
T (teen) / PG-13 (parental guide, over 13 years old)
Characters
Lee Sungmin (27)
Cho Kyuhyun (25)
Lee Donghae (17)
Lee Eunhye (Eunhyuk) (16)
Length
Multi chapters (ch. 1 : 1098 words)
Disclaimer
This is a real person fanfiction. Characters in this story are not mine, and in reality, I don't personally know them. The plot is pure from my imagination and not realy happened in reality as in reality, Lee Sungmin is male, not female. I will make no financial gain as I publish this fiction. Thankyou for understanding.
Warning
genderswitch, newbie writer, boring –sure, little bit out of character, alternative universe
Musim panas tahun 2003, Pulau Ulleung: Bertahan Hidup..
Musim panas tahun ini tak ubahnya tahun- tahun sebelumnya. Matahari bersinar terik, cuaca panas dan lembab, dan orang- orang berbondong ke pantai. Dan pantai di tepi barat Pulau Ulleung adalah salah satu tujuan wisata paling ideal di Korea, setidaknya begitulah menurut Sungmin.
Bersama adiknya yang masih berusia tujuh tahun, dia bersepeda menyusuri jalan setapak yang akan mengantarkan mereka sampai di sebuah pelabuhan nelayan. Di sana, mereka akan bermain bola pantai bersama anak- anak nelayan lainnya sembari menunggu Paman Lee pulang.
"Nuna, Heenim Nuna telah datang," kata Donghae –adiknya sambil menunjuk seorang gadis berbikini merah jambu yang sedang melambungkan bola.
Pandangan Sungmin mengikuti kemana telunjuk Donghae mengarah, lalu tersenyum. "Yak! Heenim-ah!" panggilnya sambil melambaikan tangan. Heenim pun menoleh dan balik melambai ketika menangkap siluet Sungmin.
"Minnie-ya! Cepat kemari! Kami kekurangan pemain!" teriaknya.
Sungmin pun mengangguk. Dia segera berlari mendekati tepi pantai dan bergabung bersama teman- teman lainnya sementara adiknya, Donghae, duduk di tepi dermaga sambil menatap jauh ke tengah laut.
"Ayah, apa hari ini ayah akan pulang?" tanya anak itu sambil menatap laut lepas.
"Ini.. sudah lebih dari satu minggu, Ayah. Apa ayah tidak merindukan aku, Sungmin Nuna, dan ibu?" tanya Donghae pelan dengan mata yang telah berkaca- kaca.
! #$%^&*()
Dan sore itu, ketika matahari sudah akan terbenam, Sungmin ikut duduk di tepi dermaga. Permainan volinya sudah berakhir beberapa menit yang lalu dan akan dilanjutkan besok sore di waktu yang sama.
"Aku melihat kapal!" serunya. Dari arah barat daya, gadis itu memang melihat siluet sebuah kapal. Dan dia sangat yakin itu adalah kapal Paman Lee.
"Mana?" tanya Donghae antusias.
Sungmin menunjuk siluet kapal itu dan membuat rona bahagia muncul di wajah manis Donghae.
"Yay! Ayah pulang!" seru Donghae senang. Dia bangkit berdiri dan mulai menari- nari abstrak, mengikuti suara hatinya. Sementara itu, kakaknya hanya bisa tersenyum senang. Dalam bayangan mereka, terhidang sepotong salmon lezat dengan saus kimchi di atasnya.
Perlahan, siluet kapal itu semakin besar dan semakin nyata. Sebuah kapal yang lebih besar dari kapal Paman Lee muncul, membuat kedua anak itu mendesah kecewa. Itu bukan kapal milik Paman Lee.
Beberapa orang langsung berlari menuju dermaga untuk membantu menurunkan muatan ikan- ikan segar yang ditangkap di Laut Timur berhari- hari yang lalu. Namun, seorang dari kapal itu turun dan terlihat mengatakan sesuatu pada mereka. Sungmin tidak terlalu paham dengan apa yang dikatakan orang itu karena tempatnya berdiri sekarang cukup jauh dengan tempat kapal itu berlabuh. Karena penasaran, gadis itu pun mendekat dan tertegun ketika melihat beberapa mayat yang dipapah keluar dari kapal. Bau busuk seketika menyeruak, hampir membuat Sungmin memuntahkan makan siangnya tadi.
"Kakek, ada apa ini?" tanya Sungmin pada seorang kakek yang berada di dekatnya.
"Beberapa orang ditemukan mengapung di laut. Tapi wajah mereka sudah tak bisa dikenali," kata kakek itu.
Sungmin tertegun. Siapa orang- orang ini?
"Dia ayahku!" Pekikan Donghae menyadarkan Sungmin. Dia segera mendekati Donghae yang berada di dekat salah satu mayat. Bola mata Donghae yang biasanya jernih dan selalu memancarkan kebahagiaan, kini berwarna merah dan berselimutkan air mata duka.
"Yak! Apa maksudmu, Anak Kecil?" seorang laki- laki meneriakinya.
"Dia ayah," kata Donghae lagi. "Dia memiliki gelang yang sama dengan milikku!" Donghae semakin mendekati mayat itu, lalu memegang lengan kanannya tanpa jijik, seolah mayat itu masih dalam keadaan baik- baik saja.
Di lengan yang bahkan sudah membusuk dan berair itu.. sebuah gelang berwarna hitam dan berbandul simbol yin dan yang melingkar dengan erat.
Dan gelang yang sama juga melekat di lengan Donghae.
! #$%^&*()
Paman Lee telah dibawa pulang ke rumahnya. Bibi Im yang melihat orang- orang berbondong datang dan membawa jasad suaminya sangat terkejut. Dia tak pernah berpikir kalau suaminya akan pergi secepat ini, dalam keadaan yang begitu tak manusiawi. Dia mulai sering menangis tanpa sebab, lalu tertawa sendiri. Dia tak pernah lagi mengurusi Sungmin dan Donghae, hingga Sungmin terpaksa tidak masuk sekolah untuk bekerja dan merawat Donghae dan Bibi Im itu sendiri.
Hingga suatu hari ketika hujan turun dengan derasnya, Sungmin menemukan Bibi Im sudah tak bernyawa lagi di kamarnya. Tubuhnya terkapar di lantai dengan busa keluar dari mulutnya. Sebuah mangkuk kecil tergeletak di dekat tangannya dan sebuah bungkus racun yang sudah kosong berada di atas meja. Bibi Im telah bunuh diri.
Donghae yang baru menyelesaikan makan malamnya muncul di belakang Sungmin dengan mulut penuh dengan cumi mentah yang bahkan masih bergerak- gerak. Anak itu tertegun melihat ibunya yang sudah terbujur kaku. Matanya mulai memerah dan berair. Pegangan tangannya pada baju Sungmin pun bertambah erat.
"Nuna.." panggilnya lirih.
Sungmin terdiam. Dengan punggung tangannya, gadis itu menyeka air mata yang telah turun. "Kau.. harus kuat, Lee Donghae. Aku.. aku akan menjagamu," kata Sungmin, lalu beringsut memeluk tubuh Donghae yang bergetar. Donghae menangis dengan gumaman- gumaman kecil memanggil ayah dan ibunya.
"Aku akan memberitahu polisi," kata Sungmin sembari berdiri. Rasanya, hatinya sakit ketika mendengar tangisan Donghae.
Dia berjalan keluar kamar Bibi Im, membuat pegangan Donghae pada bajunya terlepas. Anak yang bahkan belum masuk sekolah dasar itu terjatuh ke lantai. Dengan segala kesadaran yang masih tersisa, Donghae menatap jasad ibunya, sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
! #$%^&*()
Meskipun kejadian- kejadian buruk silih berganti datang, Sungmin tahu kalau hidupnya masih berjalan. Mulai sekarang, dia harus menghidupi dirinya sendiri dan sang adik yang sudah menjadi tanggungannya.
Bersama beberapa orang tetangga, pagi- pagi Sungmin pergi ke pesisir untuk menangkap abalon. Abalon di pesisir barat Pulau Ulleung memang terkenal memiliki daging yang tebal dan rasa yang lezat. Karena itulah harganya pun lebih mahal dari tempat- tempat lain.
"Sunkyu-ssi, kudengar wanita bernama Taeyeon itu sudah pulang. Memangnya benar, ya?" Seorang bibi bernama Sooyoung bertanya pada bibi yang berada di dekatnya.
"Ah, benar. Bahkan aku melihat sendiri dirinya keluar dari mobil. Ah, dia sangat kaya sekarang. Padahal, dulunya dia sangat miskin," jawab Bibi Sunkyu berapi- api.
Sungmin yang berada di dekat mereka pun ikut mendengarkan pembicaan ini hingga timbul sebuah pertanyaan dalam benaknya.
"Bibi, siapakah Taeyeon yang bibi maksud?" tanya Sungmin.
"Ah, itu, pemilik resort yang terletak di dekat rumahmu. Kau tak tahu, Lee Sungmin?" tanya Bibi Sunkyu.
Sungmin menggeleng. Dia memang mengetahui jika di dekat rumahnya, terdapat resort yang sangat besar. Tapi dia tak tahu siapa pemiliknya.
"Yak, menurutmu, bagaimana dia bisa kaya, Sunkyu-ssi?" tanya Bibi Suyoung.
Bibi Sunkyu menggeleng. "Aku pun tidak tahu, Suyoung-ssi. Mungkin saja dia menjalankan usaha di Seoul, dan berhasil."
Dan Sungmin terus memikirkan kata miskin yang baru diucapkan Bibi Sunkyu. Tiba- tiba, sebuah ide muncul di otaknya. Dengan beberapa abalon yang sudah berada di ember miliknya, Sungmin berlari menuju tanggul.
"Yak! Sungmin, mau kemana kau?" tanya Bibi Sunkyu.
Sungmin menoleh. "Aku akan pergi sebentar, Bi! Terimakasih sudah mengajakku!" Dan Sungmin pun berlari sepanjang jalan menuju rumahnya dengan sebuah senyum dan air mata penuh pengharapan.
BERSAMBUNG –ala sinetron
Hola, halo?*tes suara* Gimana pendapatnya, chingu? Jelek, ya? Boring, ya? Duh, hal yang tidak saya harapkan, tapi ya begitulah kenyataan. Kadang emang ironis, ya? Hehe… Di chap 1, Kyuhyun tercinta emang belum kelihatan. Tapi besok, deh, langsung liputan dari Apgujeong-dong, Gangnam-gu. Ngomong- ngomong, prefer mana, nih, ada bahasa Korea yang diselipin, atau full Indonesia dan sesuai EYD? *walaupun kenyataannya belum sesuai EYD* Dulu aku pernah baca, loh, di sebuah fanfic, ada yang prefer berbahasa Korea biar bisa buat referensi *walau kadang malah membingungkan karena tanpa keterangan*. Aku sih lumayan tahu, lah, walaupun masih sering buka kamus dan tanya sana sini. Aku juga, insyaallah, bakal observasi mana yang pas. Jadi? Kalian yang mengatur, OK?
Regards,
Fou
