Ansatsu Kyoushitsu © Matsui Yūsei

Mungkin OOC. Banyak kekurangan dalam fanfiksi ini. Kritik dan saran diterima. Selamat membaca~

.

Isogai selalu tersenyum ketika ia terluka. Maehara memahami tanpa satu pun kata yang harus terlempar dari bibirnya.

Kakinya berhenti melangkah dan menunggu waktu ketika Isogai mencoba mengalah dan membuka suara padanya. Tapi hanya hening, ketua kelasnya memilih diam dan tak ingin bercakap kata.

Maehara memijit kening tetapi tak mau menyerah. "Setidaknya berhentilah berpura-pura. Masih banyak orang yang mau jadi tempatmu berkeluh kesah."

Isogai memandang aspal, kemudian matahari sore yang mulai menghilang, lalu berakhir tepat di mata Maehara—akhirnya. Ia mengulas senyum cukup lebar dan berkata, "Tak perlu berbagi hal yang tak patut dibagi. Lagipula—barangkali, banyak orang yang lebih kurang beruntung dariku. Aku masih memiliki anggota keluarga dan mereka adalah harta yang paling berharga."

"Selalu saja begini kalau topiknya sensitif." Maehara mengacak rambutnya kesal. Ia mulai lupa kapan percakapan dengan Isogai terasa sesulit ini. "Akan kuterima semua yang kau berikan. Kita berkawan bukan? Bahkan ikan mas goreng yang kurang garing saja kumakan sampai habis."

Isogai menutup mulutnya, mendadak ingin tertawa.

"Tapi aku paham maksudmu," ucap Maehara. "Meski begitu, banyak hal tak menyenangkan dalam hidupmu, Isogai. Kalau ingin berbagi, bagilah kesedihanmu juga. Teman ada untuk suka dan duka. Ya—aku tak keberatan kalau hanya bergembira, tapi—maksudku ... Aaaa! Kau membuatnya terdengar sulit."

Isogai diam dan berganti memperhatikan hamparan awan keemasan, Maehara mengikuti. Mereka menikung ke kiri setelah melewati tiang listrik yang sedikit miring. Maehara berusaha menyamakan tempo langka Isogai yang kembali cepat.

"Aku sama sekali tak tau bagaimana jalan pikiranmu."

Jeda lagi. Maehara mulai bosan menarik perbincangan.

Isogai mengangkat jemarinya, mendadak. Kepalan tangan menghantam bahu Maehara pelan. Mereka berhenti di depan penjual kue beras. Kawannya menanggapi, "Hei. Memang apa yang membuatku harus bersedih? Semua yang kumiliki saat ini sudah cukup," suara Isogai tak bergemetar walau selusup kesedihan samar telah luput. Maehara melihat sudut bibir kawannya digigit. "Aku baik-baik saja."

Maehara melirik, menyipit, akhirnya tangannya berderak. "Tapi tak harus terlihat semangat setiap saat kalau ingin menunjukkan kau baik-baik saja."

"Bagiku tak masalah kalau selalu terlihat gembira," ucap Isogai. Raut enggan tak terpahat di wajahnya dan ia kembali mengambil langkah. "Karena memang tak ada hal yang dibuat bersedih."

Gelap mulai datang. Maehara menunduk, tangannya semakin mengepal. Isogai diam untuk kesekian kalinya tapi alisnya kembali mengendur.

Maehara berharap Isogai lebih berekspresi selepas ini.

.

Silahkan dibaca dari bawah ke atas.

.

A/N : Fictogemino keduaku, mungkin agak tidak nyambung maafkan (ngebuat percakapannya sinkron sulit). Apakah bisa ditangkap angstnya? Kalau menyembunyikan lara dengan senyuman adalah neraka :']] /angstapanyacoba!

Jadi ingat pas scane Isogai bilang ibunya sakit tapi malah senyum manis. Nggak kebayang hatinya sesakit apa harus nyenyumin hal samacam itu T^T

Terima kasih sudah membaca~

VEE

08-06-16