BITTERSWEET MEMORY
Disclaimer: Masashi Kishimoto.
Inspired by: Sebuah Cinta Sekolah Rakyat, kumpulan cerita sastra pendek karya Toti Tjitrawasita.
Full summary: Hinata yang sakit hati karena pernikahan Naruto dan Sakura akhirnya mencoba untuk menuruti saran Tenten dengan pergi ke sebuah klub malam dan mencari seorang laki-laki untuk menemaninya sementara. Ia kemudian bertemu dengan Sasuke yang kemudian pada malam itu, mengambil keperawanannya. Hinata yang awalnya hanya ingin menyimpan kenangan manis itu sebagai memori dan berjanji untuk tak membiarkan dirinya tidur bersama lelaki lagi, tanpa sadar setuju untuk bertemu kembali dengan Sasuke.
Genres: Romance, hurt/comfort, angst, drama, family, friendship.
Warnings: maybe OOC (out of character), AU, OOC (out of control/maksa (?)), drama, nge-freak, typo, banyak deskripsi, roller coaster plot, incest, multi & a few crack pair, alur cerita yang agak lambat, dll.
Rating: M (NC-17) untuk alcohol; clubbing; lime-lemon, implisit-eksplisit, oral, consensual, dan nonconsensual ehem-sex-ehem -/-
Pairings: SasuHina, NejiHina, NejiTen, NaruHina, NaruSaku, SasuSaku, SasuIno, ShikaIno.
Don't say I don't warn you ;)
Don't like, don't read...
Mind to RnR?
Chapter One:
LUSTING OVER YOU
Unknown Hotel
Minggu, 16 Oktober 2011. Pukul 07.43
Hinata tak dapat mengatakan bahwa ia sepenuhnya menyesal telah mengikuti saran Tenten. Karena ia juga berterima kasih padanya, yang telah berhasil membuatnya melupakan Naruto. Oh, sungguh ia ingin membuang seluruh ingatannya tentang lelaki yang dulu mencuri hatinya itu. Bahkan kalau bisa dikatakan, mungkin sekarang Naruto masih memiliki hatinya.
Tapi penyesalan yang tadinya nyaris hilang kian menyiksa ketika ia mendapati dirinya terbangun di ranjang yang sama—dalam keadaan telanjang—bersama dengan seorang lelaki tak dikenal.
Bukan. Bukan lelaki tak dikenal. Lebih tepatnya, lelaki yang ia lupa pernah kenal.
Uchiha Sasuke.
"Nggh…" Mendengar desahan pelan di sebelahnya itu membuat Hinata merinding. Ia memutar kepalanya dan mendapati Sasuke masih tertidur lelap dengan selimut tebal yang menutupi hampir setengah dari tubuhnya yang indah dan kekar itu.
Hinata tahu ia bukan jenis gadis yang mudah jatuh hati hanya dengan melihat sebagian tubuh lelaki. Namun ia tidak tahu kenapa matanya tak juga melepaskan pandangannya dari Sasuke.
Ia suka melihat bibir tipisnya yang sedikit terbuka seperti itu. Ia menyukai suara dengkuran-dengkuran tersembunyi di antara tidur lelaki itu. Dan entah kenapa, Sasuke yang tertidur terlihat lebih rapuh dan manis di matanya.
Sungguh berbeda ketika lelaki itu menatapnya penuh nafsu sewaktu ia merangkak ke atas tubuhnya, mencengkeram kedua tangannya di sisi tempat tidur, dan tanpa peringatan melumat bibir ranum Hinata dengan kasar.
Tiba-tiba beberapa ingatan tentang kejadian semalam mulai menyerang pikiran Hinata hingga membuatnya nyaris muntah saking jijiknya.
"Kau yakin?" tanya suara itu meminta pertimbangan.
"… Aku… yakin." Jawab Hinata ragu.
Meski Sasuke merasakan jelas adanya keraguan dalam diri Hinata, ia tahu ia sudah tidak dapat kembali. Ia hanya bisa menyerah pada nafsu birahinya. Karena ia ingin menikmati Hinata sekarang dan saat itu juga.
Lalu dalam hitungan detik, rasa sakit luar biasa menjalar dari kewanitaannya Hinata.
Tes…
Tanpa sadar, setetes air mata jatuh membasahi pipi Hinata. Ia tak bisa membayangkan kenapa ia setuju untuk menyerahkan kesuciannya pada Sasuke malam itu. Dan setetes air mata itulah yang mewakili penyesalan, kegundahan, dan kehilangannya. Dan itu jugalah yang membuatnya berpikir ulang…
Apakah semua ini sepadan hanya untuk melupakan Naruto?
"Hyuuga?" Mendengar marganya dipanggil, Hinata pun menoleh. Entah sejak kapan Sasuke telah terbangun. "A-ada apa?" Tanya Sasuke ragu, sesaat setelah melihat tangis di wajah Hinata.
Hinata hanya menggeleng dan membuang muka. Ia tidak sanggup menatap lelaki itu lebih lama. Itu hanya akan membuatnya lebih sakit dari yang seharusnya.
Tidak perlu menjadi orang pintar untuk mengetahui apa yang ada di dalam pikiran Hinata. Jadi Sasuke hanya terdiam dan menunggu Hinata dengan tenang.
Setelah beberapa menit membiarkan Hinata menangis dalam diam, Sasuke pun buka mulut. "Apa kau menyesalinya?" tanyanya pelan namun tanpa basa-basi. "Tentang semalam?"
Awalnya Hinata tidak menjawab sama sekali. Setelah itu ia baru menggelengkan kepalanya.
Terdengar helaan nafas panjang dari Sasuke. Tangannya yang besar itu kemudian menyentuh pipi Hinata dengan pelan dan membelainya dengan lembut. Perlahan menyusuri rambutnya dan mengaitkannya ke belakang telinga Hinata. Lalu dengan pelan, ia mengarahkan wajah Hinata padanya.
"Lalu kenapa kau menangis?" Tanyanya datar.
Mendengar itu, Hinata menjadi bisu. Kenapa kau menangis? Bukannya kau tidak menyesal? Bukannya kau bahagia dapat melupakan Naruto?
Bukannya malah berhenti, air mata Hinata malah semakin deras membanjiri kedua pipinya. Ia hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan tangisnya yang kian parah itu.
Bingung dengan apa yang harus dilakukannya, Sasuke kemudian turun dari ranjang dan memunguti pakaiannya yang tersebar di lantai. Hinata yang berusaha untuk tidak melihat Sasuke tanpa busana itu, hanya dapat menggigit bibir bawahnya sambil mengalihkan pandangan ke sudut lain.
Setelah beberapa menit, Sasuke kini sudah berpakaian lengkap. Ia kemudian menyerahkan pakaian Hinata padanya dan berjalan mendekati sudut ruangan.
"Cepat ganti bajumu. Aku tidak akan mengintip." Ucapnya dingin. "Kalau ingin membersihkan dirimu, sebaiknya kau lakukan di rumahmu saja setelah pulang."
Tanpa berusaha untuk melawan, Hinata pun melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya itu dan segera berdiri. Sesaat setelah berdiri, tiba-tiba rasa sakit menyerang di bagian bawah perutnya. Hinata yang tak kuasa menahan berat tubuhnya dengan rasa sakit itu kemudian terjatuh kembali ke atas kasur.
"Akh-" Hinata menahan jeritannya karena tidak ingin Sasuke berbalik dan melihat dirinya tanpa busana—meski itu sudah terjadi semalam. Ia kemudian melihat ke sumber rasa sakitnya dan menyadari adanya bercak-bercak merah di sekitar selangkangannya.
Darah…
Ia kemudian memutar kepalanya dan menyadari adanya noda merah serupa di seperai ranjang. Hal itu membuatnya teringat lagi bahwa ia telah kehilangan salah satu hartanya yang paling berharga…
"Lama sekali." Sahut Sasuke dingin.
Hinata lalu mencoba untuk berdiri lagi dan segera memakai pakaiannya. Ia kemudian berusaha untuk berjalan dengan normal menuju meja rias. Diambilnya tas tangan dan jaketnya, lalu ia berjalan ke arah pintu.
"Ka-kalau begitu… aku duluan ya, Uchiha-san." Ucap Hinata tergesa-gesa. Ia tidak mau terlibat lebih jauh dengan lelaki Uchiha itu. Jadi ia memutuskan untuk pergi terlebih dahulu.
Namun tepat sebelum meninggalkan ruangan, Sasuke dengan sigap menarik lengan Hinata.
Kedua kaki Hinata pun terhenti.
"Hyuuga, maukah kau bertemu denganku lagi?" Tanya Sasuke. Kedua matanya menatap Hinata dengan tajam. "Besok malam… di klub yang kemarin."
Hinata tidak dapat mengatakan apa-apa. Sudah cukup ia terlibat dengan masalah percintaan. Dan setelah kehilangan keperawanannya, ia tak mau dengan mudahnya jatuh ke dalam perangkap laki-laki, apalagi jatuh cinta dengan mereka.
Namun sesuatu tentang Sasuke telah membuatnya berpikir ulang. Kedua mata hitamnya itu terasa menghipnotis. Bukan, bahkan semua tentangnya terasa menghipnotis. Hinata ingin menjawab tidak. Namun ia tidak bisa. Seakan bibir dan hatinya telah bekerja sama untuk mengatakan iya.
"Aku… akan kupikirkan lagi…" jawab Hinata pelan sambil melepaskan lengannya dari Sasuke. Ia kemudian segera menggenggam tas tangannya dengan erat dan berjalan keluar ruangan.
Sasuke yang ditinggal sendirian pun hanya bisa terdiam. Ia kemudian menutup pintu kamar hotel dan berjalan menuju ranjang. Bahkan dari jauh sekalipun, dapat terlihat dengan jelas sebuah noda merah di tengah seperai itu.
"… Tuhan, apa yang telah kulakukan?" keluh Sasuke sambil memijat keningnya.
Desahan-desahan Hinata yang berdengung di telinganya malah membuatnya jadi semakin hilang kendali. Semakin lama, ritme nya jadi semakin tak menentu. Ia mendorong tubuhnya lagi, lagi, dan lagi. Semakin dalam menuju inti.
"Aahhh…" desahan panjang pun keluar dari bibir Hinata.
Sasuke kemudian menggigit leher Hinata dengan pelan dan meninggalkan tanda kemerahan di sana. Kemudian tangannya yang bebas itu bergerak menuju dada Hinata dan meremasnya pelan.
Desahan lainnya terlantun dari bibir Hinata. Bagi Sasuke, itu adalah bunyi terindah yang pernah ia dengar. Namun kata selanjutnyalah yang membuatnya sadar bahwa itu semua bukanlah fantasi. Melainkan kenyataan yang memuakkan.
"Na-naruto-kun…"
Entah fakta bahwa nama yang disebut bukanlah namanya, ataukah karena orang yang disebut itu adalah lelaki yang merebut Sakura—ia tidak tahu. Namun mendengar nama Naruto yang disebut, amarah Sasuke kini mulai memuncak.
Ia lalu meremas dada Hinata dengan kasar hingga menimbulkan erangan kuat terlontar dari bibir Hinata. Ia kemudian mengunci kedua tangan Hinata di atas kepalanya dan melumat bibirnya dengan sangat kasar tanpa ampun.
"Mmph, he-hentikan...!" Hinata yang berusaha untuk berbicara di antara ciuman itu malah memberikan kesempatan untuk Sasuke agar ia bisa mendorong lidahnya masuk ke dalam rongga mulut Hinata yang hangat. Setelah itu, kata-kata apapun yang terucap dari bibir Hinata tampaknya tak terdengar, atau mungkin Sasuke sengaja tak mau mendengar.
Ciuman itu kemudian menjadi semakin liar dan liar. Tubuh Sasuke terus mendorong ke bawah dan menindih tubuh mungil Hinata. Peluh mereka pun saling bersatu padu, sebagai tanda hilangnya jarak antara keduanya.
Entah sudah beberapa puluh menit amarahnya telah mengendalikan dirinya hingga Sasuke akhirnya melepaskan benih-benihnya di dalam Hinata dan mulai tersadar.
Ia kemudian menyandarkan kepalanya di antara leher Hinata dan berdiam diri sejenak untuk menyegarkan kembali pikirannya.
Namun saat terasa sesuatu membasahi keningnya, Sasuke segera menarik kepalanya dan melihat air mata telah menggenangi pipi Hinata. Wajah Hinata sungguh kacau; rambutnya yang lembut dan rapi kini menjadi berantakan, bibirnya yang halus sekarang menjadi pucat karena terlalu sering digigiti. Dan terlebih lagi, ekspresi Hinata yang menatapnya seperti itu... telah sukses menyayat hati Sasuke.
Rasanya sungguh menyakitkan…
Ia tahu ia telah melakukan sebuah kesalahan malam itu.
Tapi ia tidak sepenuhnya menyesal. Karena ia memang menikmati waktu yang ia habiskan bersama Hinata. Ia menginginkan wanita itu dan ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan. Lagipula, ia tidak malu untuk mengajak Hinata bertemu dengannya lagi besok malam (mungkin dalam cara yang lebih baik dan benar).
Tapi… ia tidak tahu apakah ia sanggup berhenti menyakiti gadis itu. Ia tidak tahu apakah ia sanggup menahan nafsunya. Ia tidak tahu apakah semua yang ia lakukan ini patut diterima oleh seorang gadis seperti Hinata.
Dan yang paling penting, apakah menyakiti gadis itu sepadan hanya untuk melupakan Sakura?
Ia tidak tahu. Dan tak ada seorang pun yang tahu.
.
.
To be continued…
A/N (read at your own risks):
Yep, Ego's first lemon. Or lime? Terinspirasi dari kumpulan cerpen berjudul Sebuah Cinta Sekolah Rakyat karya Toti Tjitrawasita. Meskipun isinya gak ada yang dewasa, tapi temanya bukan untuk anak-anak. Pokoknya Ego merekomendasikan deh.
Fic ini masih belum sempurna dan mungkin gak akan sempurna (di dunia ini tidak ada yang sempurna). But tell me what you think about it, okay? :) Review please!
