"Oh My Ghost"
'
Chapter 1
'
Disclaimer : ©Boboiboy All Elemental & Friends
(Boboiboy hanya milik Monsta/Animonsta Studio)
'
By : Ochandy/Ananda
'
Warning ! Typo(s), GaJe, Aneh, OOC, tidak sesuai EYD dll...
'
Happy Reading...
'
~O.o.O~
"Aku hanya ingin jasadku ditemukan..."
~O.o.O~
Author POV...
Kematian... Sebuah kata yang terdengar amat mengerikan bagi sebagian orang yang belum siap menghadapinya. Kematian pasti akan dihadapi oleh semua makhluk bernyawa ia tidak mengenal tua, muda, miskin, kaya, yang penting hanyalah jika sudah tiba ajalnya maka hal itu tidak bisa ditunda - tunda.
"Ini bukan jasad kak Halilintar... Hiks... Hiks... Kak Halilintar gak mungkin meninggal..." Tangisan pilu menyambut kedatangan sesosok jenazah yang tidak jelas rupanya. Jenazah ini merupakan salah satu korban ledakkan bom di sekitar Taman Kota Pulau Rintis. Wajahnya yang tidak jelas efek luka bakar dari ledakkan dahsyat yang menyerang Pulau Rintis kemarin namun, jasad ini diyakini adalah salah seorang kembaran dari Boboiboy bersaudara. Setelah Tim Forensik Rumah Sakit Rintis melakukan uji DNA beberapa kali, maka dapat dipastikan jasad tersebut adalah Halilintar sang kembaran tertua diantara empat bersaudara itu.
"Ini bukan kak Halilintar... Hiks... Hiks..." Sesosok pria beriris jingga terisak. Matanya mulai sembab karena terlalu lama menangis.
"Kak Gempa... Jawab aku, ini bukan kak Halilintar kan ? Kak Hali masih lari marathon di taman kan ? Dia masih hidup kan ? Jawab aku kak..." Ujarnya menangis sambil mengguncang - guncang tubuh kembarannya sekuat tenaga. Sementara kembaran yang ditanya hanya diam matanya kosong menatap sesosok mayat yang tak utuh di tengah - tengah ruangan. Perlahan buliran kristal bening jatuh membasahi pipinya, rasa - rasanya baru kemarin kakaknya ini pamit pergi lomba marathon tapi kenapa dia pulang dalam keadaan yang sudah tidak dikenali lagi ?
Mulutnya tak mampu menjawab pertanyaan adiknya tadi. Bibirnya terkatup rapat serta air mata mengalir deras membasahi pipinya. Dia menangis dalam diam, jujur saja baru kali ini dia benar - benar menangis, menangis karena ada sesuatu yang hilang dari hidupnya.
"Sudahlah Api... Gempa... Kita harus belajar ikhlas"
"Hwuaaa... Kak Taufan..." Api memeluknya erat, Taufan hanya tersenyum sendu sambil mengusap kepala adik kembarannya ini. Dari raut wajah Taufan terlihat jelas bahwa dia sangat... sangat menyesal. Dia gagal menjadi adik yang baik bagi kakaknya itu. Ketahuilah, pria bernama lengkap Boboiboy Taufan ini pantang absen untuk mengerjai kakak sulungnya itu dan dia tak pernah jera mendapat amukkan dari seorang Halilintar yang terkenal akan 'Temperamentalnya' itu. Sekarang tidak ada lagi orang yang akan dia jahili di pagi hari, tidak akan ada lagi masakan enak saat dirinya sakit, tidak ada lagi orang yang akan menemaninya saat mimpi buruk melanda, karena orang yang selalu ada untuknya telah tiada.
Gempa masih terdiam ditempat, fikirannya masih melayang kemana entah kemana. Siapa orang yang tega berbuat seperti ini ? Siapa orang yang tega menghabisi nyawa banyak orang saat perlombaan itu ? Siapa manusia yang tidak punya hati itu ? Gempa ingin berteriak kala itu juga. Dia menyesal mengizinkan kakaknya itu ikut lomba marathon. Andai saja Gempa tahu akan ada tragedi seperti itu, pasti dia akan mengunci Halilintar di kamar lalu membiarkan kakaknya itu mengamuk padanya di esok hari. Namun, yang namanya takdir hanya Tuhan yang tahu.
"Air dimana ?" Tanya Taufan heran, dimana adik bungsunya itu. Air seolah menghilang dari para pelayat yang berdatangan. "Air, dia mengunci diri di kamar..." Jawab Api yang masih berada dipelukkan Taufan. Ya, adik bungsunya yang satu itu paling pendiam, dia hanya mau berbicara dengan Halilintar seorang, karena menurut Air kakaknya itu yang mengerti dirinya.
"Gempa ayo ke kamar..." Taufan menepuk pundak adiknya itu memberi isyarat agar mereka pergi. Gempa menoleh sekejap lalu berjalan gontai tanpa mengucapkan sepatah kata. Para pelayat hanya menatap iba keempat saudara itu sambil mendo'akan semoga Halilintar tenang di alam sana.
~O.o.O~
Seorang gadis berjalan riang sambil membawa sebuah piala besar di tangannya. Matanya berbinar - binar ketika dirinya dinobatkan sebagai pemenang Oliampiade Sains Nasional Tingkat SMP. Dia terus berlari - lari kecil menuju rumah namun ada sesuatu yang mencuri perhatiannya.
"Bukannya disini ada taman ya ? Kok malah begini ?" Pikirnya heran, gadis berhijab ini mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru. Dia kebingungan mendapati tempat yang baru seminggu tidak dilihatnya ini berubah drastis. Berantakkan, tanah bertebaran dimana - mana, spanduk - spanduk tidak terletak ditempat yang semestinya, kebun bunga di tengah taman lenyap entah kemana.
"Apa yang terjadi selama aku mengikuti Olimpiade itu ?"
Matanya menerawang mencari seseorang yang mungkin dapat ditanya. Ekor matanya terhenti ketika melihat sesosok pria berseragam tengah memotret gambar pemandangan yang 'Rusak'.
"Permisi pak..."
"Oh iya, ada apa dek ?" Tanya pria itu lembut sambil menghentikan aktivitasnya.
"Maaf kalau mengganggu, nama saya Yaya saya ingin tahu apa yang sudah terjadi pak ? Kenapa tamannya berantakkan seperti ini ? Apa ada penggusuran ?" Tanya gadis ini.
"Bukan penggusuran dek, tapi ada ledakkan bom dahsyat yang terjadi" Ucap pria itu.
"Astagfirullah... Lalu berapa banyak korbannya pak ?"
"Berhubungan sedang diadakannya lomba lari marathon dan pengunjung taman yang ramai, korban meninggal sekitar 80 orang, serta sisanya luka - luka 100 orang dek..."
"Innalillahi wainnailaihi roji'un... Apa bapak tahu siapa saja korban dari tragedi ini ?"
"Kalau itu saya kurang tahu dek... Cuma kalau saya dengar kabar salah satu korbannya adalah cucu Tok Aba, pemilik kedai coklat itu loh... Siapa itu namanya cucunya yang kembar, Boy... ? Biboy ?" Pria dewasa ini berfikir keras mengingat nama korban itu. Mendadak perasaan Yaya tidak enak.
"Maksud bapak, Boboiboy ?" Terka gadis ini.
"Iya dek Boboiboy, katanya salah seorang dari mereka meninggal"
"A... Apa ?!" Tubuh Yaya lemas seketika. Boboiboy ? Astaga, mereka semua teman baikku, apa jadinya saudaranya yang lain. Batin gadis ini berkecamuk.
"Terimakasih pak informasinya, saya pamit dulu... Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam..."
~O.o.O~
Yaya bergegas berlari menuju rumah temannya itu. Beragam pertanyaan dikepalanya mulai membuatnya pusing. Siapa yang meninggal ? Boboiboy yang mana ? Halilintar kah ? Gempa kah ? Taufan kah ? Api kah ? Atau malah Air ? Padahal umur mereka masih muda. Ya Tuhan... Siapa yang meninggal ?
Gadis berhijab ini terhenti karena kehabissan oksigen. Rasanya dia sudah tak sanggup lagi berlari melewati taman yang cukup luas ini. Gadis ini menghela nafas panjang sambil membenarkan jilbabnya yang agak berantakkan. Diaturnya nafas perlahan sebelum memulai larian kecilnya lagi.
"I.. Itu.. ?" Matanya terbelalak melihat sebuah topi yang dikenalinya. Topi berwarna hitam dengan corak garis merah yang melengkung, dan sebuah lambang petir merah di depannya. Gadis ini memperlambat lariannya, dia memicingkan matanya untuk memastikan benda yang terletak dibawah bangku taman yang berjarak 15 meter darinya.
Betapa terkejutnya Yaya ketika dia meluruskan pandangannya. Sesosok pria berambut acak - acakkan tengah memandang langit sambil menopang dagu. Pria dengan jaket lengan panjang berwarna hitam dengan garis - garis merah menyambar sebagai motifnya. Wajahnya ditutupi oleh poni, sesekali angin berhembus menyibakkan poninya itu.
"Halilintar ?" Gumam Yaya.
Merasa namanya dipanggil pria ini menoleh ke sumber suara.
Yaya terdiam melihat pria itu, dia kusut sekali, wajahnya muram menatap gadis yang memanggilnya sendu, iris merah saga itu seolah kehilangan sinarnya. Wajahnya pucat datar tanpa ekspresi.
"Halilintar... Kau tidak apa - apa ?" Tanya gadis berhijab ini sedih melihat keadaan kembaran Boboiboy yang satu ini.
Hening... Tak ada jawaban. Pria ini menatap Yaya lekat - lekat sebelum akhirnya kembali memandang langit.
"Mungkin Halilintar masih shock, lebih baik aku meninggalkannya sendiri dulu" Pikir Yaya terseyum miris sejurus kemudian dia kembali berlari - lari kecil menuju rumah kelima saudara kembar.
~O.o.O~
Yaya POV...
Rasanya kakiku sudah kram berlari. Tanganku pegal membawa sebuah piala besar hasil jerih payahku. Oke, tadi aku sudah memastikan bahwa Halilintar selamat dari tragedi maut itu, kesimpullannya korban ledakkan bom itu bisa jadi antara Taufan, Gempa, Api, atau Air.
Akhirnya aku sampai juga di rumah mereka. Sebuah bendera hitam kecil bertiang kayu, tanda berduka terletak di depan rumah yang lumayan luas ini. Beberapa pelayat nampak berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Ku lihat Fang, Gopal, dan Ying tengah menangis sesegukkan di teras. Mereka bertiga terlalu larut dalam kesedihan hingga tak menyadari kehadiranku.
Ku melangkah masuk ke dalam rumah tersebut. Lantunan Al - Quran Surah Yasin menggema dari dalam. Sesosok mayat ditutupi kain panjang terbujur di tengah ruangan. Siapa yang meninggal ?
"Yaya !" Taufan yang datang entah dari mana memelukku erat. Isakkan kecil terdengar pelan dari pria yang amat ceria ini. "Ekhem... Taufan..." Dehemku.
"Egh... Umh... Maaf Yaya a.. aku.." Ucapnya tergagap sambil melepaskan pelukkannya. "Iya tidak apa, aku tahu kau sedang berduka..." Kataku sambil menepuk pundaknya pelan.
"Siapa yang meninggal Taufan ?" Tanyaku sambil memperhatikan mayat yang tertutupi kain itu.
"Kak Halilintar meninggal Yaya..."
DEG...
DEG...
Aku tidak salah dengar ? Halilintar yang meninggal ?
"K.. Kau bercanda Taufan ?" Tanpa disadari air mataku menetes. Bagaimana mungkin itu Halilintar ? Tadi aku melihatnya di taman.
"Aku tidak bercanda Yaya... Hiks... Hiks..." Taufan menangis sambil menutupi wajahnya.
"Lantas... Jika yang terbujur kaku disini Halilintar, siapa orang yang ku lihat di taman tadi ?"
Bersambung...
Gimana ? Ancurkan :'v ?
Terimakasih buat yang berkenan membaca fic GaJe ini *pundung
Bahasanya masih berantakkan, ancur, typo, dll...
Fic ini jauh dari kata SEMPURNA...
Jika ada yang berkenan mau nge - review saya terima dengan senang hati... Pakai bahasa yang sopan yak :3 biar ne gak syedih *nangis pake air mata buaya (?)
Ane mohon maaf kalau ada kesalahan, harap maklum ane ini masih NewBie *minta belas kasihan / plaak...
Reviewnya ane tunggu...
See you next chapter...
