Bangun

By Vira D Ace

Bungou Stray Dogs by Asagiri Kafka and Harukawa Sango

[little note: Dazaifem!Chuuya, an absurd drabble)

DLDR

~o~

Seragam khas anak SMA masih membalut diri, begitu pula dengan tas ransel yang tersampir di punggung. Kelihatan sekali kalau Dazai Osamu langsung berangkat ke tempat itu setelah bel pulang sekolah berbunyi. Tangan kanannya menggenggam erat sebuah buku sketsa ukuran A5, sementara tangan kirinya perlahan mendorong pintu sewarna kayu oak itu dengan hati-hati.

"Aku datang, Chuuya," ucapnya sambil melangkah masuk.

Bau obat-obatan kembali menyergap begitu Dazai memasuki ruangan. Netra kecoklatan miliknya langsung bertemu dengan sosok yang terbaring di ranjang rumah sakit. Sesosok gadis bersurai jingga seumurannya, terbaring dengan mata tertutup dan alat-alat penompang hidup yang namanya malas Dazai hafal. Andaikata alat-alat itu tidak ada, si gadis mungkin terlihat seperti sedang tertidur.

"Langitnya cerah, lho," Dazai mendekati ranjang itu. Ditariknya sebuah kursi, lalu ia duduk di sampingnya. "Kamu nggak ada niatan untuk bangun dan keluar, gitu?"

Yang menjawabnya hanyalah suara alat pengukur detak jantung. Dazai mendesah, lalu menatap si gadis.

"Hari ini kelas seperti biasa," ujarnya, entah pada siapa. "Pak Kunikida ngomel-ngomel gara-gara banyak yang nggak ngerjain tugas, Kajii bikin ulah pas pelajaran kimia lagi, aku kena masalah lagi, haha~

"Oh iya, tadi Atsushi-kun sama Akutagawa-kun juga nanyain kamu. Kata mereka maaf karena belum bisa jengukin lagi."

Si gadis tidak memberi respon—tentu saja. Dazai tersenyum getir.

"Oh iya ..." buku sketsa dalam genggaman diangkat setinggi dada. Dazai membuka lembarannya perlahan dan menunjukannya pada si gadis. "Ini ... kamu, lho."

Dalam lembaran yang ditunjuk Dazai, tampak sesosok gadis berlatarkan pantai yang dilukis dengan pensil.

"Aku membuatnya pakai refrensi foto saat kita sama-sama main ke pantai dulu—iya, aku tahu aku nggak jago menggambar macam anaknya Pak Mori, tapi kata Odasaku gambaranku sudah lumayan," Dazai berujar lagi. "Chuuya boleh nilai sendiri kalau mau. Menendangku seperti biasa kalau ini jelek juga boleh."

Helaan napas kembali terdengar. Pemuda bersurai coklat itu menempelkan dagunya di teralis ranjang.

"Sebentar lagi ulangan kelulusan, lho ..." gumamnya, "katamu kamu mau bersaing buat ngedapetin nilai tertinggi, kan? Katamu juga kamu mau kita lulus sama-sama, kan? Lalu ... katamu kita bakalan masuk universitas yang sama ... berjuang bersama-sama lagi ...

"Bangun, Chuu ..." Dazai menggenggam tangan itu. Rasanya dingin ketika kulitnya bersentuhan dengan tangan mungil itu. Dazai menunduk sembari menggigit bibir bawah. "Bangun, kumohon. Chuuya boleh ngelakuin apapun setelah itu. Mau memukulku, ataupun meneriakuku gara-gara bolos lagi. Apapun itu, tapi tolong bangun, Chuuya ..."

Namun lagi-lagi yang menjawab hanya alat pendeteksi detak jantung. Jawaban dari mulut Nakahara Chuuya itu nyaris mustahil Dazai dengar untuk saat ini. Kemungkinan Chuuya terbangun dari komanya sangat kecil. Tapi dari kemungkinan itu ia terus berharap, berharap suatu saat nanti ia bisa kembali melihat senyum gadis bersurai jingga itu.

-end-

Entah apa yang kubuat ini. entahlah, aku gabut :'v