Chapter-1

Berdiri menatap langit. Menatapnya dengan kosong. Hujan gerimis mulai turun membasahi tubuhnya. Membiarkannya membasahi tubuhnya. Melihat ke sebelah kiri ,dia melihat pohon yang cukup besar.

"Mungkin istirahat sebentar tidak apa-apa." Gumamnya. Melangkah kaki kecil nya ke bawah pohon dengan perlahan.

"Ahh.. " Mendudukan dirinya dan kemudian mulai memejamkan matanya. Suasana seperti inilah yang dia inginkan sejak lama.

"Sudah berapa lama ya?" pertanyaan keluar mulutnya. Pertanyaan yang di tujukan pada dirinya sendiri. Dia lupa, tapi seingatnya mungkin 11 tahun? Ahh dia tak terlalu memikirkannya sekarang yang dia pikirkan adalah Apa yang harus ia lakukan?.

"Naruto!" Anak yang bernama Naruto itu pun membuka matanya kemudian melihat seseorang yang dikenalnya.

"Ada apa Eren?" tanyanya dengan bingung. Ia pertama kali melihatnya seperti ini. Walaupun ia sebenarnya sering melihatnya lebih dari ini sih.

"Kita harus menolongnya!" kemudian anak yang dipanggil Eren itu pun menarik tangannya menyeretnya paksa. Naruto yang tidak siap pun menjatuhkan tempat penyimpan ranting dari punggungnya.

"Oy oy tenanglah sedikit ,ranting kayu ku jadi berserakan!" Oke, datang dengan berteriak kemudian menyeretnya paksa. Ini sudah termasuk kategori penganiayaan menurutnya walaupun sebenarnya sangat jauh.

"Kita tidak punya waktu lagi, kita harus segera pergi!" tidak memperdulikan protes dari temannya itu. Eren terus menyeretnya. Sekitar beberapa menit mereka berlari menyusuri hutan, mereka menemukan sebuah gubuk tua di tengah hutan. Mereka pun bersembunyi di balik pepohonan tidak jauh dari gubuk tua itu

"Jadi ,bisa beri aku alasan agar aku tidak menendang bokong mu?" Naruto melipat tangannya di depan dadanya sembari menunggu temannya yang seenak udelnya menyeretnya ke tengah hutan.

"Kita harus menolongnya!" Untuk kesekian kalinya yang keluar dari mulut temannya ini hanya kita harus menolongnya!

"Kau tahu, aku sudah mulai bosan mendengar kata itu darimu." Naruto mulai tidak sabaran ,dia mulai mengetuk-ngetkan kakinya ke tanah.

"Kita harus menolong seorang gadis di dalam gubuk itu." Kata Eren sembari menunjuk gubuk itu. Naruto pun mengalihkan pandangannya ke arah gubuk itu. Menatapnya datar kemudian melihat lagi pada Eren.

"Tidak." Jawab Naruto pendek. Eren yang mendengarnya pun terkejut tidak percaya dengan apa yang di ucapkan sabahabatnya itu.

"Ke-kenapa?!" Tanyanya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Melihat amarah temannya yang bisa meledak kapan saja itu Naruto sebenarnya berpikir untuk menyelamatkannya. Tetapi jika bersama Eren ia tidak bisa menjamin ia selamat. Jadi dia menyuruhnya untuk menyerah walaupun secara tidak langsung.

"Karena ..." menatap gubuk itu sebentar kemudian mengalihkan pandangan nya pada Eren. "Kau tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya."

Mendengar perkataan Temannya itu ,Eren terdiam. "Kau memang memiliki Tekad, Tekad yang sangat kuat. Tetapi Tekad saja belum cukup." Kemudian dia memegang pundak Eren.

"Kembalilah ,tunggu sampai Polisi Militer datang." Saran Naruto. Tetapi dia tidak melihat Eren akan beranjak dari tempatnya. "Eren ?"

"Aku... aku akan menyelamatkannya. Dengan atau tanpa dirimu." Eren kemudian berlari menuju gubuk itu meninggalkan Naruto yang diam mematung. Tanpa Eren sadari , Naruto tersenyum.

"Dasar bodoh."

.

.

.

.

"...Dingin..." batinnya menggumam. Menatap atap gubuk itu dengan kosong, pandangan nya terus menatap ke arah atap.

"Apakah kita bisa menjualnya ?" tanya seorang paruh baya.

"Menurutmu? Coba kau lihat baik-baik wajahnya. " balas orang kedua di ruangan itu. Orang tadi pun berjalan mendekati seorang gadis yang tergelatak di atas lantai. Dengan kasar dia membalikan tubuhnya.

"Wajahnya lumayan ,tapi dia masih bocah." Kata pria itu setelah melihat wajahnya "Tidak ada yang menanyakan tipe mu ,bodoh. Maksudku perhatikan wajahnya, dia orang Timur. Dulu mereka ada banyak tetapi mereka sekarang sedikit bahkan tidak ada lagi. Dan anak ini keturunan terakhir. Kita bisa menjualnya pada orang dalam. Harganya pasti tinggi." Mendengar itu orang paruh baya tadi kembali memperhatikan wajahnya

"Sepertinya kau benar. Tapi menurutku ayahnya tidak ada Timur-timur nya sama sekali." Katanya setelah memperhatikan wajahnya.

"Itulah maksudku, Ibunyalah yang paling berharga tapi kau malah membunuhnya"

"A-apa boleh buat kan?! I-itu karena ibunya melawan jadi aku terpaksa membunuhnya!"

"Apa Cuma itu alasanmu!?"

Gadis itu tahu hanya mendengar dari percakapan tadi. Orang tuanya dibunuh hanya karena uang. Pikiran melayang mengingat kejadian beberapa jam lalu ketika di depan matanya sendiri orang tuanya di bunuh.

Dunia ini Kejam!

.

.

.

"Permisi ?"

Orang yang di dalam gubuk melihat kearah pintu keluar "Siapa !?" teriak pria paruh baya kaget. Karena dirinya yakin tidak ada seorang pun yang tahu tempat ini.

"Anoo... saya tersesat. Kemudian saya tidak sengaja melihat gubuk paman." Kata Eren gugup. Hanya seorang amatiran yang tidak bisa memanfaatkan momen langka ini. Tentunya dirinya bukan seorang amatiran. Melihat ke belakang untuk memastikan. Tentunya ini tidak bisa dilewatkam begitu saja!

"Ah .. kalau begitu itu sangat berbahaya. Masuklah paman akan-..."

"Mati" sebelum sadar dengan apa yang terjadi pria paruh paya itu pun tergeletak tak bernyawa. Melihat temannya seperti itu sudah menjadi alasannya marah saat ini pria.

"Kau! Anak sialan- kemari kau!" melihat sang anak menutup pintunya dan melarikan diri pria itu pun mengambil sebuah pisau di pinggangnya dan berlari menghampiri Eren.

"Kemari ka-..."

"heeeryaaaaa" Eren berlari dengan sebuah sapu yang ia ikatkan sebuah pisau di bagian ujungnya sebagai senjatanya. Mendorongnya hingga terpelanting ke belakang. Menusuk-nusuknya.

"Mati! Mati! Mati kau Bajingan! Brengsek! Kau tidak pantas Hidup sialan!"

Sedangkan seorang gadis yang tidak jauh dari kejadian tersebut melihatnya ,dengan kosong ia melihat kejadian itu. Harapan kah? Batinnya menggumam. Apa dirinya di selamatkan?

Mengalihkan pandangannya , Eren melihat seorang gadis sedang melihatnya-tidak dia tidak melihatnya pikirnya. Setelah apa yang terjadi disini dia memahami kondisi gadis itu. Dia kemudian menghampirinya, lalu melepaskan ikatan yang mengikat kedua tangannya.

"Semua sudah aman. Tenanglah ,kau Mikasa ... benar? Aku Eren Yeager putra Dr. Yeager. Kau pasti pernah bertemu dengannya kan?"

"Mereka... bertiga"

"huh?" instingnya berteriak merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Kemudian dia membalikan badannya memastikan firasatnya.

"Apa kau yang melakukannya ?" tanpa sempat melawan, Eren sekarang pada posisi terjepit. Pria yang baru datang itu langsung mencekiknya dan membawanya ke sudut ruangan.

"Gahkkk..." Dengan susah payah menghirup udara walaupun sebenarnya ia tahu itu sia-sia. Memberontak pun tidak ada gunanya ,ia hanya seorang anak-anak.

"B-bertarung..."

Mikasa yang mendengar suara Eren pun tersentak. "Jika kau tidak b-bertarung, k-kau akan mati!" Mikasa dengan gemetar berjalan ,dengan gemetaran mulai mengambil pisau yang tadi digunakan Eren untuk membunuh.

"Jika kau kalah ,kau akan mati! Jika kau menang kau akan hidup!" pada saat itu dirinya menyadarinya. Dunia ini kejam! Berulang kali dirinya melihat ini, tetapi dirinya hanya pura-pura tidak menyarinya. Tanpa Mikasa sadari tubuhnya berhenti gemetar. Dia seakan tahu harus melakukan apa. Tanpa ragu dia berlari menuju pria yang sedang mencekik Eren

"Heyaaaahhh...!"

.

.

.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Mikasa pada Eren. "Sepertinya begitu" Ini pertama kalinya Eren merasakannya. Dia pikir dia akan Mati. Dirinya sedikit tidak percaya dengan apa yang terjadi beberapa waktu lalu. Mikasa membunuh orang yang mencekiknya tadi dengan sadis. Walaupun dirinya juga membunuh, bahkan lebih sadis. Dirinya tidak menyangka Mikasa bisa melakukan hal seperti itu mengingat apa yang telah terjadi pada kedua Orang tuanya.

"Kau juga, bagaimana?" tanya Eren. Mikasa hanya menganggukan kepalanya sebagai balasan.

"Sebaiknya kita segera pergi dari sini, disini berbaha-"

"Apa-apaan ini !?" belum sempat Eren menyelesaikan ucapannya, dia di kagetkan dengan Tiga pendatang tak diundang. Dirinya terpojok!

"Siial!" dilihat dari sudut pandang mana pun dirinya tahu, keadaan tidak memihak padanya. Masalahnya ada pada senjata yang mereka bawa "Pedang, bahkan senapan?!"

Oke apa yang harus ia lakuka-

Duakkkkh krakk

Semua yang ada disana tidak menyadari kehadiran seseorang sampai salah satu dari Tiga orang tadi terjatuh. "Apa yan-"

Duakkkh

Cepat! Itulah pikiran semua orang yang melihatnya. Seseorang Anak remaja tanggung yang teridentifikasi bernama Naruto itu tidak memberi waktu lawannya berbicara. Dengan memanfaatkan tubuh korban pertamanya, ia gunakan sebagai loncatan. Dengan cekatan melayangkan tendangannya ke wajah pria kedua yang menjadi korban selanjutnya.

"Na...Naruto?" Eren yang melihat kedatangan Naruto terkejut, dengan mudahnya ia melumpuhkan Dua orang sekaligus yang mungkin akan bertambah menjadi Tiga.

Mengeluarkan pisau kecil yang selalu ia bawa dan ia sembunyikan di pakaian berlengan panjangnya. Dengan datar ia mulai menusuk Pria yang kini berada di bawahnya. Menusuk-nusuknya menghiraukan tatapan terkejut sekitarnya. Sebelum sadar dengan apa yang terjadi, pria yang menjadi korban kesadisan Naruto pun Mati tanpa sempat berteriak.

"Si-Sialan.. kau bocah" melihat korban pertamanya bangkit, dengan cepat Naruto melemparkan pisaunya tepat pada lehernya.

Gakkhhh!

Tanpa memberi jeda, dengan cepat Naruto berada di depannya ,dengan kasar menggorok lehernya. "Mati"

Melihat temannya dengan cepatnya dihabisi, membuat Satu orang yang masih terdiam, belum bisa mencerna apa yang terjadi. Mendengar Teriakan yang tidak bisa dikategorikan teriakan itu, membuatnya tersadar dengan apa yang terjadi.

"K-Kau.. kubunuh kau bocah!" dengan cepat ia mengarahkan senapannya ,tanpa membuang waktu ia langsung menarik pelatuknya.

Dorrr!

"Uhhkk..." Walaupun Naruto sudah menghindar, tetap saja dirinya kalah cepat dengan kecepatan peluru. Pelurunya mengenai tangannya.

"Sepertinya kemampuanku mulai tumpul. Reflek ku tak secepat dulu, aku harus melatihnya lain kali" Naruto sepertinya mulai menyesali jarang melatih tubuhnya. Mungkin nanti ia akan meningkatkan latihannya.

Dorrr!

Tidak membiarkan dirinya tertembak lagi, dengan cepat Naruto menghindarinya dengan meluncur ke sebelah kanan pria itu. Setelah berada tepat belakang pria itu, tanpa jeda ia melemparkan pisaunya dengan cepat melesat mengarah pada kepala pria itu.

Crashhh...

Daerah paling rawan di kepala Manusia ada di belakang. Karena bagian itu tidak ada tulang tengkorak yang melindungi kepala. Tanpa halangan berarti pisau itu menancap di kepala pria itu. Tak ada teriakan. Pria itu langsung ambruk.

.

.

.

"Aku tidak menyangka kau akan datang"

"Aku tidak sebodoh dirimu membiarkan dirimu sendirian ...i-ittai... pelan-pelan baka!"

"Sudah" Eren mengalihkan pandangannya pada Mikasa tanpa memperdulikan protesan Naruto. "Lalu bagaimana dengannya, dari tadi dia seperti itu" Naruto menatap Mikasa. Dia mengerti apa yang ia rasakan karena ia juga pernah merasakannya.

"Untuk sekarang kita biarkan saja, kau juga mengerti kan ?"

"Sepertinya begitu"

.

.

.

Pemandangan di depannya sudah menjadi hal biasa baginya. Pertengkaran antara Ayah dan Anak. Eren dan Ayahnya. Walaupun sudah sering melihatnya ia tetap tidak terbiasa. Semakin lama dia melihat itu, semakin besar pula pertanyaan muncul di benaknya. Begitukah rasanya mempunyai Ayah?

Mengalihkan pandangannya pada Mikasa. "Dia kedinginan" memeluk tubuhnya sendiri itu kedinginan bukan? Melangkah kan kakinya mendekatinya, melepaskan ikatan syal yang tadi Eren gunakan untuk menutup Lukanya lalu mengalungkannya pada Mikasa.

"Hangat ?" tanya Naruto

Agak tersentak dengan apa yang dilakukannya, tetapi sepertinya ia terlihat nyaman, malah mempererat ikatan syal nya.

"Hangat" kata Mikasa.

Mungkin saatnya dirinya pulang. Naruto kemudian melangkahkan kakinya menuju ... ohh dia lupa dimana ia meninggalkan ranting yang ia kumpulkan tadi sebelum datang Eren menyeretnya. Menghela nafas lelah ah mungkin besok ia akan mencarinya. Lagipula ini sudah malam.

"Ayo kita pulang ,ke rumah kita!" ucap Eren mengagetkan Mikasa.

"Pulang..."

.

.

.

Berjalan dengan tenang ,menghiraukan keramaian di sekitarnya. Naruto menyusuri jalan utama Distrik Shiganshina, sesekali tersenyum membalas seseorang yang menawarkan barang dagangannya padanya.

Belok ke kanan melewati gang kecil , oh apa itu Eren? Jarang-jarang dia melihat Eren mau mengumpulkan ranting. Oh dia juga melihat Mikasa.

"Aku tidak heran sekarang" batinnya Sweatdrop.

"Oh Naruto!" mendengar Namanya di panggil ia berjalan menghampiri mereka.

Naruto hanya mengangguk sebagai balasan. Dan Oh ,mungkin bercanda sedikit akan membuat mood nya baik.

"Eren ada apa denganmu hari ini? Apa kau demam atau semacamnya?" Dengan wajah yang Naruto buat sepolos mungkin ia menempelkan tangannya pada dahi Eren.

"Urusai! Apa kau menyindirku?!" dengan kasar Eren menepis tangan Naruto. Jika tahu begini Jadinya, mungkin ia tidak akan memanggil Naruto.

"Hai hai... aku hanya bercanda" ahh dia mood nya membaik.

"Kau mau kemana, Naruto?" tanya Eren. Mengalihkan pandangannya pada Eren. Sebenarnya ia juga tidak tahu mau kemana. Dirinya baru selesai lari keliling distrik.

"Aku... mau pulang" jawab Naruto. Melihat gang kecil didepannya Naruto kemudian mulai melangkahkan kakinya.

"Kalau begitu sampai jumpa" Ucap Naruto. "Ya sampai jumpa" balas Eren. Mengalihkan pandangannya pada Mikasa ,Naruto melihatnya mengangguk. Memandang ke depan, tanpa menoleh Naruto melambaikan tangannya.

Setelah melihat Naruto menjauh dan menghilang karena jarak pandangnya terbatas, Eren mulai melanjutkan kembali perjalanannya.

"Mikasa ?" melihat Mikasa yang masih terdiam, membuatnya terheran-heran. Ada apa gerangan?

"Mikasa ?"

"Ahh.." agak kaget dirinya mendengar Namanya dipanggil. Akhirnya Mikasa tersadar.

"Ayo, kita harus pulang"

"Oy harusnya aku yang mengatakan itu."

.

.

.

"Dengar! Tembok ini adalah buatan Tuhan!" mengabaikan teriakan gila dari seseorang yang ia ketahui seorang penyembah Tembok. Mendengarnya berteriak "Sembahlah tembok!" seolah-olah mengajak dirinya "Jadilah Gila, Gila membahagiakanmu!"

Tentunya dirinya masih waras. Jika ia disuruh menulis apa saja yang 'tidak ingin' dia lakukan, Naruto tidak akan 'memasukkan'nya dalam daftar listnya bahkan jika itu ia masukkan pada bagian paling akhir.

Dan juga itu mengingatkannya satu hal.

"Berapa lama lagi tembok ini bertahan lama?"

oOo

Teng! Teng! Teng!

Mengalihkan pandangannya pada lonceng yang berbunyi.

Pasukan Pengintai.

Pasukan yang dibuat khusus untuk pengembangan Manusia dan penelitian Titan. Dari yang Naruto dengar dari kabar burung, ekspedisi pasukan pengintai kali ini adalah membuat markas pertama Manusia di luar dinding.

Terdengar gila memang, tetapi coba katakan itu pada Manusia Zaman dulu. Mereka membuat Tembok ini dengan mudahnya. Apa selama pembangunan tembok ini mereka tidak diganggu Titan? Disini Naruto berpikir.

Ada sesuatu hal yang tidak kami ketahui.

Dan juga Pasukan khusus ini yang ingin temannya Masuki. Eren Yeager. Dari mana Naruto tahu? Ntahlah dirinya juga asal menebak, tetapi kemungkinan besar itu akan terjadi. Mengingat watak temannya yang satu ini membuatnya geleng-geleng kepala.

Berjalan menuju kerumumunnan orang. "Banyak juga yang melihat" pikir Naruto.

"Dilihat dari ekspresi mereka ,sepertinya seperti yang aku duga" menghela nafas, kemudian Naruto mulai meninggalkan kerumunan.

"Hey kau bocah sialan, apa yang kau lakukan !?" menghentikan langkahnya. Naruto lalu melihat kearah Orang yang berbicara tadi.

"Eren ?" Naruto hanya menatap datar dengan apa yang dia lihat di sebelah kanan nya.

"Tarik kembali kata-katamu tadi kuso-oyaj-... Mikasa !? Apa yang kau lakukan !?"

Ahh sepertinya tebakannya benar. Suatu saat nanti ,Orang yang akan pulang dari luar dinding ini dan disaksikan oleh semua orang, adalah Teman Ceroboh nya ini. Dan tentunya Dirinya akan berada di belakangnya. Karena...

Dia hanyalah bayangan dari Cahaya Harapan semua orang.

oOo

"Kenapa orang kafir? Kenapa kau tidak membalas kami!?"

"Jangan samakan aku dengan kalian, kalian menghajarku seperti ini karena kalian menyadari kebenaranku. Secara tidak langsung kalian mengakui kalian lah yang salah." Ucap anak berambut pirang yang nampaknya sedang di hajar oleh anak sebayanya.

"Berisik, dasar mulut besar-"

Ctap!

"Uh ?" mengalihkan pandangannya, Semuanya melihat ke arah pisau kecil yang menancap di dinding kayu dengan mulusnya. Lemparannya hanya beberapa Centi lagi mengenai sang penghajar. Sedangkan yang menjadi sasaran pelempar hanya berkeringat dingin.

Selain karena dirinya hampir kehilangan nyawa, tetapi yang lebih penting lagi dia tahu siapa pemilik pisau itu.

"ahh... sepertinya meleset. Maaf maaf , sepertinya aku mengganggu kegiatan kalian. Jangan pedulikan aku, aku hanya sedang berlatih melempar pisau. Dan untuk lemparan kedua, aku usahakan tidak akan meleset." Ucap seseorang yang baru saja datang.

Berbeda dengan nada bicaranya yang seperti tidak terjadi apa-apa. Tetapi wajahnya menunjukan hal yang sebaliknya. Menatap dingin dan datar.

"I-itu Naruto..!"

"Lari !"

"Sialan, tunggu aku!"

Menghela nafas lelah. Ntah kenapa banyak kejadian yang tak terduga hari ini. Naruto hanya ingin pulang, tetapi ada saja kejadian yang membuatnya ikut terlibat. Ya walaupun melihat Pasukan pengintai keinginannya sendiri sih.

"Kau tidak apa-apa ,Armin ?" tanya Naruto pada Armin. Mengulurkan tangannya membantunya berdiri.

Armin. Nama anak yang baru saja menjadi korban pengeroyokan itu ,hanya melihat tangan Naruto tanpa ada niat menyambutnya. Dirinya pikir saat ini, benar-benar menyedihkan!

"Aku... bisa berdiri sendiri" Armin mencoba berdiri ,tetapi sepertinya tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Terhuyung kebelakang ,tetapi dengan sigap Naruto menahannya.

"Aku tahu... aku tahu yang kau pikirkan saat ini. Tapi ada kalanya manusia, ada suatu saat dimana mereka memerlukan uluran tangan. Seperti saat ini." Dengan tersenyum kecil Naruto mengulurkan kembali tangannya.

Mendengar perkataan Naruto membuat dirinya terdiam. Benar. Kenapa dirinya menolaknya?

"Arigatou"

oOo

"Jadi saat aku bilang suatu saat umat Manusia harus keluar dari dinding, mereka menghajarku dan memanggilku kafir"

"Brengsek, akan ku hajar mereka nanti!"

"Eren!"

Melihat perdebatan Mikasa dan Eren di depannya dengan datar. Ini sudah menjadi hal biasa baginya. Seorang Kakak menasihati adik nya yang nekat dan ceroboh. Tersenyum kecil melihat mereka, sangat tipis bahkan Naruto sendiri tidak sadar bahwa dirinya tersenyum.

Setelah mendengar penjelasan Armin kenapa dia sampai dihajar oleh Anak-anak lain. Naruto sependapat dengan Armin. Suatu saat , umat Manusia akan menjadi Pemburu ,bukan lagi mangsa. Bangkit dan meraih kebebasan.

"Hoho... kata-kataku keren juga" pikirnya Narsis.

"Kenapa mereka sangat benci dengan kita?! Kita hanya ingin melihat dunia luar." Kata Eren dengan emosi. Naruto sendiri tidak bisa melarangnya. Karena tidak ada yang bisa menghentikan keingintahuan seorang Manusia. Dengan cara apapun.

"Itu karena pemerintah Kerajaan melarang orang untuk keluar dari Dinding. Para Raksasa bisa masuk jika orang-orang keluar." Jelas Armin. Hmm... masuk akal juga pikir Naruto.

"Karena itulah ,aku akan bergabung dengan Pasukan pengintai!"

"Tidak boleh!"

Sementara Armin yang mendengar deklarasi Eren sangat terkejut. Berbeda dengan Naruto yang terlihat seperti tidak peduli, tetapi sebenarnya dirinya juga terkejut.

Walaupun dirinya pernah mengatakan bahwa Eren akan masuk Pasukan khusus itu, tetapi waktu itu dirinya asal pikir saja. Tetapi jika seperti itu...

"Ohh ya Mikasa... kenapa kau memberi tahu Orang tuaku soal ini!?" mengingat kembali kejadian beberapa waktu lalu ketika dirinya dan keluarganya sedang makan siang. Dengan polosnya Mikasa bilang bahwa dirinya akan bergabung dengan Pasukan Pengintai.

"Dari awal memang aku tidak tidak ada niat membantumu."

"Dan lalu, bagaimana reaksi mereka ?"

"Ibuku menentang keras, sedangkan Ayahku... dia hanya bilang... akan memperlihatkan padaku ruangan Rahasia bawah tanahnya. Aku tidak terlalu mengerti maksudnya, tetapi sepertinya Ayah tidak melarangku."

"Begitukah ?" Armin hanya memandang kosong ke depan. Lalu menaikan pandangannya ke arah dinding.

"Kita tidak tahu berapa lama lagi tembok ini melindungi kita" ucap Armin pelan.

"Walaupun tembok ini sudah bertahan selama 100 tahun. Tidak ada jaminan bahwa hari ini... Tembok ini tidak akan tertembus." semakin lama ucapan Armin semakin mengecil.

Kata-kata Armin mengingatkan Naruto kembali pada suatu hal. Sampai kapan? Ahh dirinya mulai-

Deg!

"Perasaan apa ini?" perasaan ini, Naruto pernah merasakannya. Perasaan ketika...

Bbzzztt

"Waaa..." Keempat nya tersentak kaget dengan guncangan juga suara yang pasti terdengar ke seluruh penjuru distrik Shiganshina.

Sementara Naruto, dirinya mulai berkeringat dingin. Perasaannya malah semakin membuatnya gelisah, terlebih dengan guncangan barusan.

"Apa itu ?" tanya Eren. Melihat ke belakang mereka ,terlihat banyak orang yang juga penasaran apa yang terjadi.

"Apa yang terjadi?"

"Ntahlah, terdengar seperti sesuatu yang jatuh"

"Disana !"

Karena mereka juga sama penasarannya. Eren, Mikasa, dan Armin pun mulai berlari menuju asal Suara itu.

"Oy Naruto, ada apa? Ayo kita kesana!" teriakan Eren membuat Naruto tersadar dengan lamunannya. Perasaannya malah semakin tidak mengenakan.

"A-ahh .. ya tunggu."

Tak lama mereka sampai di gerbang keluar di Distrik Shiganshina. Banyak yang berkumpul seperti mereka.

Deg!

Terlihat tangan besar mencengkeram Dinding. Tak lama kemudian terlihat dengan perlahan ,kepala dari pemilik tangan tersebut menunjukkan dirinya.

"Apa ini yang anda maksud? Shinigami-sama?"

T.B.C

Terinspirasi dari fict Drak Yagami-san yang berjudul "Another life Story" , tercipta lah fict abal ini. Hamba sudah meminta izin pada Drak-san tetapi belum ada balasan. Sepertinya Drak-san sudah tidak aktif lagi di fanfiction atau mungkin akun nya ganti. Disatu sisi Hamba kebelet ingin Up fict ini.

Jika Drak-san tidak mengizinkan Hamba, maka hamba akan menghapus nya.

Oke mungkin hanya itu saja.. mohon KriSar nya senpai^^

Bila ada kekurangan hamba minta maaf , hamba ngetik pake HP dan hamba tidak membaca kembali tulisan hamba.

Rifky-F log out.