Disclaimer: all Naruto characters belong to Masashi Kishimoto-Sensei.
Warning : AU and maybe OOC
Genre : Romace and Humor (?) never mean it to be a comedy anyway…
Chara : KibaIno
Weeeeh.. balik-balik, Sukie malah bikin fic baru. 2 fic yang udah ada (Flower Lady ama Time~The Reason~ malah dianggurin *gak sepenuhnya dianggurin koq sebenarnya, lagi in progress :P*). Gomen buat yang udah nunggu 2 fic itu. X(
Jujur, saya gak tahan buat gak bikin fic satu ini. Sebenarnya ide buat fic ini dah ada jauh sebelum fic-fic saya yang lain. Dan sebelum kelupaan akhirnya saya mutusin buat nuangin dulu ni ide dalam bentuk tulisan. Gyahahaha!
Yah, moga-moga minna-san juga suka dengan fic saya yang satu ini.
Nah, tanpa banyak omong lagi, happy reading, all!^^
Note : all story will be taken from Ino's POV
GAME MASTER
.
.
Selamat siang! Namaku Yamanaka Ino. Aku adalah seorang mahasiswi di salah satu universitas terkemuka di Konoha City tempatku tinggal. Aku adalah anak dari keluarga Yamanaka yang mempunyai bisnis kebun bunga terbesar di daerah ini. Ibuku sudah lama meninggal dan saat ini aku tinggal hanya bersama ayah dan Aniki-kakak laki-lakiku.
Saat ini, aku tengah berada di salah satu game center yang ada di kotaku. Bukan tempat yang terlalu besar memang. Tapi kudengar dari kakakku yang juga suka bermain game, tempat ini memiliki koleksi game yang lebih lengkap dibanding game center sejenis yang ada di kota ini. Dan menurutnya, kalau mau mencari seorang gamer veteran dari kota Konoha, game center yang bernama 'Hokage's Game' ini adalah pilihan pertama yang harus kusambangi.
Dengan berbekal sebuah potongan koran, aku berjalan perlahan memasuki tempat yang belum pernah kumasuki seumur-umur itu. Terus terang, aku sempat tersentak melihat keadaannya. Suasananya bising dan ramai. Mesin-mesin game berderet sepanjang ruangan, membentuk lorong-lorong tersendiri. Jalanan untuk melangkah memang masih ada, namun jadi terasa sempit di beberapa tempat akibat massa yang cukup banyak. Massa di game center itu sendiri nyaris cowo semua. Untungnya, tempatnya cukup bersih dan terang. Kalau nggak? Hemmm.. Mungkin aku akan mengurungkan niatku untuk masuk dan langsung ambil langkah seribu!
Baiklah, karena koran di tangan itu hanya satu-satunya petunjukku, aku memegangnya erat-erat. Sambil menengok ke kanan dan kiri, aku berharap orang yang kucari akan berada di tempat itu. Kuabaikan pandangan mata yang melirikku dengan aneh. Toh aku nggak merasa aneh. Memang nggak aneh koq! Iya kan?
Aku memandang ke sebuah kaca besar yang ada di pojokan. Rambut pirangku yang diikat ponytail masih rapi koq. Poni yang kubiarkan menutupi sebelah mataku juga nggak aneh. Apa pakaianku yang menarik perhatian mereka? Baju tanpa lengan dengan model turtle neck berwarna ungu yang dipadu dengan sebuah rok mini beberapa senti di atas lutut. Biasa aja tuh. Atau.. Yah… Kurasa keseksian tubuhku yang membuat mereka melirik-lirik padaku.
Saat aku tengah merapikan rambutku, mendadak aku melihat sosok dua orang yang tengah berjalan mendekat ke arahku. Seorangnya berambut coklat agak jabrik dengan seekor anak anjing berwarna putih 'nangkring' di atas kepalanya. Seorang yang lain berambut hitam dan mengenakan kacamata yang juga berwarna hitam.
Nah, kedua cowo itu itu baru bisa dibilang aneh!
Tapi… Perhatianku lebih tersita pada si cowo berambut coklat yang memiliki tanda semacam tato berwarna merah dengan bentuk segitiga terbalik di kedua pipinya.
Aku memandang potongan koran yang ada di tanganku dan membelalakkan mata biru-ku seketika. Tanpa menunda-nunda lagi, aku langsung membalikkan tubuhku. Dan tepat ketika kedua cowo itu masing-masing akan mengambil tempat duduk di depan suatu game, aku spontan berteriak, "Inuzuka!"
Di luar dugaanku, bukan hanya keduanya yang menengok, tapi nyaris seisi ruangan itu langsung menengok ke arahku. Otomatis aku langsung menutup mulutku dengan satu tangan. Ternyata hasil perbuatanku lebih parah dari yang kuharapkan.
"Itu Inuzuka? Yang menang kejuaraan game itu?"
"AH! Benar!"
Dalam sekejab, keduanya sudah dikerubungi oleh orang-orang yang ada di tempat itu. Dan sialnya, gara-gara itu, aku langsung tersingkir keluaran. Terdorong-dorong, terdesak-desak, sampai akhirnya sosok kedua cowo itu nggak bisa kulihat saking penuhnya orang-orang yang mengerubungi mereka.
"A…" ujarku sedikit geram.
Yang benar saja! Aku duluan yang punya urusan ama dia!
Dengan sekuat tenaga, aku berusaha menerobos kerumunan itu.
Sia-sia.
Dengan tubuhku yang tergolong kecil, aku malah selalu terbawa keluar lagi setiap kali aku mencoba melangkah ke dalam. Akibatnya, bukan hanya aku nggak bisa menyelesaikan urusanku, tapi kertas koran yang tadinya kupakai sebagai petunjuk kini sudah hilang entah ke mana. Tadi sih terjatuh dan mungkin sekarang kertas tersebut sudah hancur terinjak-injak.
Peduli setan. Aku sudah cukup ingat dengan ciri-cirinya!
Tapi yang jelas, aku sama sekali nggak bisa melangkah mendekat gara-gara segerombolan orang menyebalkan yang sepertinya adalah 'fans' dari orang itu. Sungguh, rasanya aku jadi semakin memendam kekesalan pada orang yang sesungguhnya belum kukenal!
Saat aku menyadari bahwa segala upayaku sia-sia dan memutuskan untuk mencari hari lain untuk menemuinya, aku merasa ada seseorang yang menarik tanganku. Tangan itu cukup besar dan menggenggam pergelangan tanganku dengan erat. Tangan itu pula yang menyeretku keluar dari kerumunan itu. Aku tentu saja terperanjat. Tapi tenaga tarikan yang cukup kuat dan keterkejutanku saat itu, membuatku hanya bisa terdiam sambil mengikutinya setengah berlari.
Akhirnya, kami berdua-aku dan si empunya tangan- sampai di tempat yang lebih sepi, di luar game center tersebut. Dia melepaskan tanganku sehingga aku bisa bersangga pada kedua lututku, berusaha mengatur nafasku yang sedikit tersengal.
Lalu pelan-pelan, kuangkat wajahku dan kulihat sosok cowo berambut coklat itu tengah menatapku dengan heran. Seolah hendak menyuarakan keheranan yang sama dengan sang majikan, anak anjing di kepalanya pun menyalak pelan.
"Well…" kata si cowo berambut coklat itu memulai pembicaraan, "Kau ada perlu denganku?"
"Err..." jawabku sambil mengernyitkan dahi, "Inuzuka?"
Cowo itu menggangguk. "Aku Inuzuka," jawabnya sambil memperlihatkan seringainya. "Lalu anak anjing yang lucu ini namanya Akamaru!'
"WOOF!" salak si anak anjing itu tampak bersemangat.
Oke. Aku nggak ada perlu dengan si anak anjing!
"Kau.. Kau cowo yang memenangkan kejuaraan game musim panas kemarin, betul?" tanyaku sambil menyipitkan mataku, berusaha memastikan lebih lanjut kalau memang dia orang yang kucari.
Dia mengangguk, "Yup! Itu aku! Inuzuka Kiba!" ujarnya bersemangat sambil menunjuk dirinya dengan jempol. "Lalu? Kau mau apa? Minta tanda tangan?"
"Tanda tangan?" gumamku pelan dengan dengan amarah yang kembali menguasai diriku. Bahkan kurasa urat-urat kemarahan sudah menyembul di pelipisku. "Siapa juga yang mau tanda tanganmu, hah? Yang mau kuminta adalah pertanggungjawabanmu! PERTANGGUNGJAWABAN!" ujarku lagi dengan setengah berteriak kali ini.
"Hee?" tanyanya dengan wajah yang aneh, setengah tersenyum setengah kebingungan.
"TANGGUNG JAWAB!" ulangku dengan pandangan yang mulai kabur, kurasa, mataku mulai berlinangan air mata saat itu. Yah, mengingat masalah yang tengah menimpaku ini membuatku selalu ingin menangis. Menyebalkan! Aku nggak ingin menangis di depan cowo ini sebenarnya. Tapi air mataku nggak kooperatif! Apa boleh buat!
"Eh.. Ah… Kenapa malah nangis sih? Sebentar, sebentar! Aku masih nggak ngerti nih!" ujarnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghentikan tangisanku. Ia juga terlihat panik saat beberapa orang memandang kami dengan pandangan yang menyelidik dan penuh rasa ingin tahu. Sebenarnya lucu juga melihat cowo itu panik! Biar tahu rasa dia!
"Oi, Akamaru! Gimana neh?"
"Uuuk~?" jawab si anak anjing yang tampak nggak mengerti.
Kuabaikan tanggapan anehnya yang malah mengajak anak anjing untuk berdiskusi. Aku mulai mengumpulkan ketenanganku kembali untuk bisa menyampaikan alasan apa yang membawaku untuk bertemu dengannya.
"Gara-gara kau…" ujarku terputus. Aku menghapus air mataku yang sudah cukup kering, "GARA-GARA KAU PACARKU MEMUTUSKANKU, TAU!"
"Hee?" ujarnya sekali lagi. Kali ini wajahnya terlihat semakin aneh. Ia pun terdiam beberapa saat di tempatnya seolah berusaha mencerna apa yang baru saja kukatakan. Kupasang wajah yang keras meskipun masih ada sisa-sisa air mata di pelupuk mataku.
"Ah! Oh.. Kau.. Cewe kan?" tanyanya sambil memandangku tanpa kedip.
"Pertanyaan bodoh macam apa itu?" jawabku yang lebih berupa pertanyaan balik dengan nada yang setengah membentak.
"Pacarmu.. Cowo kan?" ujarnya lagi dengan mulut yang melengkung ke atas, membentuk sebuah senyuman. Bukan karena senang pastinya. Lebih tepat senyuman itu diartikan sebagai sebuah senyum terpaksa yang dilandasi sedikit kengerian dan kekhawatiran.
Aku pun mengangguk dengan nggak sabar.
"Lalu… Bagaimana mungkin pacarmu memutuskanmu gara-gara aku? Pacarmu.. Bukan biseksual kan?"
Sekali itu, aku yang terbelalak. Oh, pantas saja dia memandangku dengan aneh tadi. Rupanya itu yang dia tangkap dari pernyataanku barusan. Tapi saat ini aku sedang nggak ingin bercanda, maka itu, dengan sedikit kasar, aku menjawab pertanyaannya.
"BUKAN ITU! Dia mutusin aku setelah dia kalah darimu di turnamen musim panas kemarin! Setelah kekalahan itu, kerjanya hanya main game terus menerus, latihan terus menerus! Aku sampai nggak dipedulikan! Saat aku menyuruhnya istirahat terlebih dahulu, ia malah membentakku. Saat aku balas membentaknya, dia malah memutuskanku! Semua gara-gara kau!" ujarku cepat, nyaris tanpa bernafas. Maka itu, selesai mengatakan unek-unekku, aku langsung mengambil nafas dan mengembuskannya secara beraturan. Dan tanpa kurasa, air mataku tadi pun sudah benar-benar berhenti mengalir.
Bisa kulihat, ia tampak mengernyitkan dahinya, "Dia membentakmu saat kau menyuruhnya istirahat?"
Aku mengangguk.
"Wah… Cowo yang kasar! Ya kan Akamaru?" ujarnya sambil menggerakkan tangannya ke atas kepala, mengelus kepala si anak anjing. Si anak anjing terlihat senang dan langsung mengibaskan ekornya. "Bagus dong kalau putus?" tambahnya lagi sambil nyengir.
Merasa dia malah terlihat senang di atas kesedihanku, kumasukkan sebuah tinjuan di perutnya. Aku memang bertubuh lebih kecil darinya, tenagaku-pun nggak seberapa, tapi, tinjuan itu sedikitnya pasti memberikan suatu efek.
"Ouch!" serunya saat tinju itu masuk.
"Dia.. Dia nggak kasar koq! Biasanya dia cuma marah-marah kalau aku membereskan buku panduannya! Hanya kadang-kadang ia memukulku kalau aku nggak sengaja mematikan game-nya sebelum ia men-save-nya. Dia…" aku terdiam dengan tangan di mulutku. Yang benar saja, kenapa aku malah membeberkan kejelekan pacarku? Err.. Mantan pacarku.
Aku melihat ke arah cowo berambut coklat di kecilnya yang berwarna gelap terlihat bingung dengan kontradiksi dalam kata-kataku. Akhirnya, aku buru-buru menambahkan, "Kalau nggak berhubungan ama game.. Dia.. Cowo yang baik…"
Mungkin kata-kataku terdengar lemah hingga ia tertawa kecil saat itu. Aku melotot kembali ke arahnya sehingga ia mati-matian menghentikan tawanya.
"Ah.. Sorry.." ujarnya sambil mengangkat sebelah tangannya, "Aku bukan mentertawaimu lho?"
Tapi tetap saja, ia sedikit terkekeh. Aku semakin menatapnya galak agar ia tahu bahwa aku sedang nggak berniat main-main.
"Lalu kenapa kau ketawa?" tanyaku sinis.
"Yah… Gakpapa," jawabnya sambil mengibaskan tangan. Lalu ia melirik ke dalam game center yang sudah terdengar lebih sepi dibanding sebelumnya. Suara game kembali berbunyi, tanda bahwa setiap orang mulai kembali pada aktivitas awal mereka, "Kau mau masuk lagi.. eh… Namamu?"
"Yamanaka!" ujarku tanpa menyebutkan nama kecilku.
"Yamanaka?" tanyanya dengan wajah yang tampak tertarik.
Aku mengangkat bahu, "Kenapa memang?"
"Kalau begitu… Jangan-jangan kau punya hubungan saudara dengan Deidara?" tanyanya dengan nada yang semakin terdengar bersemangat.
"Dia Aniki-ku!" jawabku sambil menatapnya dengan tatapan menyelidik. "Kau kenal dia?"
Mendadak saja, ia menyeringai dan memperlihatkan taringnya yang sedikit lebih runcing dibanding orang kebanyakan. "Pantas aku merasa pernah melihatmu! Nah, kalau begitu.. Mungkin kau juga mau mencoba main?" tanyanya sambil menarik pergelangan tanganku seenaknya. Lalu ditambahkannya, "Deidara juga jago main! Pasti kau yang Imouto-nya juga jago kan?"
"A.. Aku..."
Jawabanku dipotong oleh perkataannya lagi, "Lagian, bermain game bisa sedikit mengurangi stress lho?"
Tentu ia mengatakan itu sambil nyengir seperti sebelum-sebelumnya. Tapi yang membuatku sebal adalah kata-kata terakhirnya yang seolah ingin menghiburku karena kasihan padaku yang baru dicampakkan ini.
Mungkin itu cuma persepsi negatif-ku semata dan mungkin juga ia tidak bermaksud mengasihaniku seperti itu. Tapi kupikir, seseorang dalam posisiku sekarang sepertinya akan lebih mudah menerima segala sesuatunya dari sudut pandang yang negatif. Jadi, jangan salahkan aku untuk itu.
"HEEHHH! Lepaskan tanganku! Aku nggak suka main!" teriakku sambil berupaya melepaskan genggaman tangannya.
"Tenang~! Akan kupilihkan game yang mudah untukmu! Kau pasti akan menyukainya!" jawabnya dengan pegangan yang kurasa semakin mengerat.
"Jangan memaksaku, Inuzuka! Aku berbeda dengan Aniki! Aku.. Aku benci game!" teriakku yang membuat cowo yang mengaku bernama Kiba ini melepaskan pegangan tangannya padaku. Tapi bukan hanya itu dampak dari teriakanku. Orang-orang dalam game center ini, untuk kedua kalinya, kembali menatap ke arahku. Kali ini, tatapan mereka tampak marah. Dan aku hanya bisa berdiam di tempatku dengan perasaan takut yang mulai melanda. Oke, mulutku, harusnya kau bisa melihat di mana kau berada sekarang!
"Ah, ah! Jangan diambil hati!" ujar Kiba sambil mengangkat sebelah tangannya. Kurasa karisma-nya membuat beberapa orang yang ada di situ langsung mengubah ekspresi marahnya menjadi lebih tenang. Lalu, seolah hendak membuat mereka benar-benar melupakan pernyataanku tadi, ia menambahkan, "Dia ini baru aja diputusin oleh seorang gamer jahat. Makanya dia jadi benci ama game! Nah, sekarang aku baru mau membuatnya mengerti kalau seharusnya yang dia benci itu bukan game-nya!"
"Oh.. Begitu," kata salah seorang yang berwajah paling mengerikan. Sekarang sebuah senyum lembut malah terpampang di wajahnya, "Kalau ada gamer jahat yang sampai membuat seseorang benci game, harusnya orang itu yang dihajar!"
"Iya! Yang salah kan bukan game-nya! Tapi orangnya!" timpal yang lain dengan bersemangat. Tau-tau, mereka sudah asik dengan sesamanya sendiri dan melupakanku yang dari tadi membuat keributan.
Aku menatap keheranan sebelum tatapanku mengarah pada si Kiba yang tengah memandang ke arahku. Ia menyengir dan mengedipkan mata sekilas sebelum menarikku masuk lebih dalam. Kali ini aku hanya bisa pasrah dan membiarkan cowo itu menarikku ke tempat yang ia mau. Yah.. Setidaknya ia udah menolongku dari amukan massa yang tampak mengerikan ini. Kapan-kapan saja aku berterimakasih padanya. Kalau aku ingat itu juga.
"Hemh…" ujarnya sambil menengok ke kanan kiri. "Kayanya… Oh! Ini aja!"
Aku mengerutkan alisku. Lalu ia menunjuk ke sebuah game dengan dua buah pistol tertera di bagian depannya. Aku semakin mengerutkan alisku dan melihatnya dengan pandangan bertanya.
"Nah!" ujarnya sambil mengambil sebuah pistol dan menyerahkannya padaku. "Ayo coba!"
"Aku nggak ngerti mainnya!" ujarku sambil berusaha mengembalikan pistol wireless itu kepadanya. Tapi ia menahannya tetap di tanganku sambil sedikit menggelengkan kepala.
"Gampang koq. Aturannya, tinggal tembak semua musuh yang menghadang! Penilaiannya dilihat dari berapa banyak musuh yang bisa kau jatuhkan dalam waktu 1 menit setiap stage-nya!" ujarnya sambil mengangkat jarinya telunjuknya.
Aku mengerutkan dahiku. Lalu aku mengarahkan pandanganku ke layar yang dengan gambar yang tampak bergerak-gerak.
Ia bertanya, "Siap?" yang kujawab hanya dengan sebuah gerakan bahu yang terangkat.
Ia pun men-set sesuatu hingga kini di layar tertulis, 'Ready', 'Set', 'Fire!'.
Ng, apa sudah pernah kubilang kalau aku nggak pernah bermain game sebelumnya? Kalaupun sudah, akan kutegaskan lagi saja, aku belum pernah bermain game semacam ini satu kalipun! Makanya, saat tanganku terasa bergetar dan wajahku terasa tertembak seperti aslinya, aku langsung melempar pistol itu begitu saja. Pistol itu lantas bergetar-getar di atas lantai dan sekejab kemudian, di layar tertulis, 'Game Over!'
Cowo di sebelahku itu hanya bersiul sebentar sebelum ia membungkuk dan mengambil pistol yang sudah berhenti bergetar itu. Ia kemudian memberikannya kembali padaku sambil berkata, "Tenang aja. Emang game ini ada efek vibrate-nya. Tapi nggak bakal berbahaya buat tubuh koq!"
"Yah…" jawabku sambil ragu-ragu menerima pistol itu lagi.
Ia malah menambahkan, "Lupa bilang. Kalau kau 5 kali ketembak dalam 1 stage, langsung game over. Jadi sebaiknya kau berhati-hati!"
"Ck! Hati-hati gimana?" gumamku sinis. Tapi ia nggak memberikanku waktu untuk berlama-lama mendumel. Ia langsung men-set kembali game itu dan dalam sekejab, permainanku pun dimulai kembali. Sekali lagi, belum sampai stage 2, aku dipaksa menerima kenyataan bahwa aku sudah kalah alias game over!
"Kau.. Bener-bener nggak bisa maen ya?" komentar cowo itu saat melihat penampilanku yang kedua. "Akamaru saja bisa lebih baik darimu!" imbuhnya sambil menggelengkan kepala. Si anak anjing di atas kepalanya hanya bisa menjulurkan lidah sambil menggoyangkan ekornya seolah hendak mengejekku juga, seperti majikannya.
"Mgh! Sekali lagi!" ujarku yang malah terpancing provokasi kedua makhluk berbeda jenis itu. Entah kenapa, aku memang benci sekali jika dibodoh-bodohi. Apalagi sampai dibandingkan dengan seekor anak anjing. Halooo! Seekor anak anjing! Yang benar saja! Aku yang notabene adalah seorang manusia ini dibandingkan dengan seekor anak anjing? Thanks berkat provokasi itu, aku jadi semakin bersemangat untuk memenangkan game ini.
Setelah beberapa kali mencoba, aku melirik ke arahnya dengan pandangan kesal. Ia sendiri sudah bertepuk tangan dengan keras dan tertawa dengan luar biasa senangnya. Sial!
"Baru kali ini aku liat, ada orang yang 7 kali nyoba, dan 7 kali-7 kalinya game over tanpa beranjak sedikit pun dari stage 1!" ujarnya puas.
Ok. Ini memang di luar bidangku. Nggak ada untungnya kalau aku terus-terusan bersikeras untuk memainkan game ini. Yang ada, akan semakin terbuka peluang baginya untuk mengejekku. Itu artinya, semakin besar pula peluang harga diriku semakin terluka!
"Makanya aku bilang.. Aku ben…" karena teringat kejadian yang nyaris membahayakanku tadi, buru-buru aku meralatnya, "Aku nggak bisa maen game!"
"Hemmmh," jawab cowo itu lagi sambil menghentikan tawanya dan mengangguk-angguk puas.
"Sudahlah!" ujarku akhirnya. "Aku rasa aku udah nggak ada urusan di sini! Dan sebaiknya aku nggak lebih lama berada di sini!"
"Ah? Jadi dendammu gimana?" tanya cowo itu dengan polosnya.
"Nggak tau! Kupikir lebih baik aku berusaha agar bisa berbaikan lagi dengannya! Entah gimana caranya, tapi mungkin itu bakalan lebih baik dibanding berurusan denganmu!"
Untuk sesaat, kulihat ia tampak memegang dagunya dengan sebelah tangan. Lalu saat aku memberikannya pandangan bertanya, ia malah nyengir seperti orang dungu. Oh, aku benar-benar ingin menonjok mukanya saat itu!
"Aku ada ide!" ujarnya bersemangat, "Gimana kalau kau sekarang telepon cowomu?"
"Hah? Buat apa?" tanyaku sedikit kasar.
"Bilang padanya, kau menantangnya bertanding game! Kalau kau menang, dia harus mau kembali padamu! Kalau nggak, kau akan berhenti mengejarnya dan melupakannya!" jelasnya sambil menunjuk ke arahku.
Sekali lagi, aku melemparkan pandangan bertanya yang sedikit gusar padanya. Lalu dengan sinisnya, aku menjawab.
"Kau itu… Kau sendiri liat kan kemampuanku bermain game tadi? Aku BODOH soal game! Okey, Aniki-ku boleh seorang pemain game yang cukup canggih, tapi aku sama sekali nggak dapet gen ahli game seperti yang ia dapat! Dan mantan cowoku, kalau kau ingat, dia jadi lawanmu pas final!" ujarku menjelaskan panjang lebar sambil menggerak-gerakkan tanganku. Setelah selesai menjelaskan, aku langsung melipat tanganku di depan dada dan memandangnya dengan pandangan menuntut penjelasan.
"Masih mau maju dengan ide bodohmu, Inuzuka-san?"
"Tenang! Mulai hari ini, kau bisa dapat privat gratis!" adalah jawabannya atas pertanyaanku. Lagi-lagi seringai itu diperlihatkannya. Dan sebuah kata-kata lanjutan yang mengalir dari mulutnya kemudian hanya bisa membuatku terdiam. "Dari seorang Game Master!"
***TBC***
Akhirnya chapter 1 beres juga! Maaf kalu rada-rada aneh. Trus soal gambaran game center-nya, bayangin aja game center yang ada di komik2 yah? Kurang lebih gitu yang mau saya gambarin, tapi karena saya agak lemah buat deskripsi ruang, mungkin jadi kurang jelas dan terkesan sekenanya. X0
Btw, pairing ini kayanya memang gak gitu banyak di Ffn Indo ya? Tapi gakpapa, saya tetep suka pairing ini. Moga-moga makin banyak juga yang suka ama pairing ini. Hihihi!
Ohyah, sejujurnya saya belum nentuin yang jadi mantan pacar Ino yang seorang gamer jahat. Ada yang mau ngasih masukan? :P
Well... as usual, mind to review it?
I'll be waiting.
Thanks before.
regards,
SUKie-Fox :3
