Hay hay balik lagi ama Shinon. Jadi disini saya gk cuman bikin ff SMA Three Kingdom saja, tapi saya juga bikin ff OTP favorite saya! (walau sebenarnya lebih nge ship Guan Yinping ama Zhang Bao XD).

Di ff kali ini saya sedikit mengikuti alur cerita yang ada di game, jadi mungkin beberapa ada yang tidak sama dengan yang ada di game.

Disini kelihatan banget ya Zhu Ran OOC banget O.O, padahal saya gak ada niatan bikin Zhu Ran jadi psikopat gini tapi malahan keterusan... hehe... (maafkan).

Jadi selamat membaca ^^/

WARNING : OOC, TYPO DSB

Dynasty Warrios milik Koei!


The Rain and Tears

Hujan...

Hujan ini membuatku nyaman...

Hujan ini membuatku lupa akan hal sesuatu...

Hujan ini membuatku lupa dengan diriku sendiri...

Hujan ini membuatku lupa dengan kekacauan yang sedang terjadi saat ini...

Hujan ini membuat semua darah yang berceceran, di hapuskan dan di hanyutkan...

Tetapi...

Kenapa hujan ini membuatku memiliki firasat buruk?

"Barisan musuh mulai terlihat. Serangan utama akan segera mereka luncurkan." Ternyata itu Kakak ketigaku yang sudah kembali dari pengintaiannya.

"Jadi, mereka tetap akan mengambil kastil ini. Aku khawatir akan ada banjir." Kata Kakak pertamaku sambil menopang dagunya.

"Itu sangat aneh, hanya karena Ayah tidak memberikan Jing Province kepada Wu mereka langsung marah. Begitu juga dengan penolakan Ayah tentang pernikahanku dengan anak dari pemimpin Wu itu." Kataku santai. Jujur saja aku tidak ingin menikahi anak dari Tuan Harimau itu, dia bukan tipeku dan... aku tida suka dengan sifatnya itu. Aku sangat berterima kasih kepada Ayahku karena sudah menolak pernikahanku ini.

Tak

Oh tidak, aku reflek. "ah... owwww..." aku segera membuang batu yang tidak sengaja aku patahkan ini.

"pfffttt... ahahahahaha." Bagus sekali Kakak-kakakku menertawaiku. Tapi, hei. Itu bukan salahku! Salahkan tempat duduk yang tua itu sampai-sampai aku mematahkan batu yang seharusnya sebagai ukiran tempat duduk tersebut.

"tenang saja, kita akan menang." Aku menatap Kakak keduaku walau dia tidak menatapku. Mendengar kata menang aku sedikit tidak yakin dengan itu, entah kenapa. Karena hujan ini aku menjadi memiliki firasat buruk. "selama kita bersama, kita pasti bisa."

Aku segera berdiri dan menghampiri Ayah dan Kakak – kakakku, "aku harap kita semua selamat agar kita bisa terus bersama – sama!"

Kakak pertamaku alias Kak Ping mengacak-ngacak rambutku. "tenang saja, aku akan melindungimu yang masih kecil ini."

"Jangan memperlakukanku seperti anak kecil dan jangan mengacak-ngacak rambutku!" kesalku kepada Kakakku ini.

"Tenang saja Yinping, apa pun yang terjadi kami akan melindungimu." Ucap Kak Xing. Aku sangat senang dan nyaman mendengar itu, aku bersyukur memiliki saudara dan Ayah yang sangat perhatian denganku. Aku berharap, aku akan terus bersama dengan mereka semua selamaya... ya, selamanya...

"Ayah, ada apa? Kenapa diam saja? Apa terjadi sesuatu?" aku langsung menatap Ayahku saat Kak Suo bertanya kepada Ayah. Di lihat dari wajahnya dia seperti menyembunyikan sesuatu dan tidak ingin memberitahukan hal itu kepada kami.

"Anak-anakku, kerhormatan kalian akan benar benar sangat di butuhkan. Aku harap, semua kekacauan ini segera berakhir dan aku mengandalkan kekuatan kalian semua." Ujarnya dengan tegas, kami semua mengangguk dan mengambil senjata kami masing-masing. Aku menarik nafas panjang dan kuhembuskan secara perlahan, "aku pasti bisa!"

"Gerbang akan dibuka!"

Aku berlari ke barisan paling depan, disamping Kakak-kakakku. Kulihat dari wajah para prajurit menunjukan ekspresi yang gelisah dan takut. Mereka tahu kalau perang ini akan memakan banyak nyawa dan mereka pasti benar-benar memikirkan keluarga yang menunggu sang Ayah atau anak laki-laki mereka pulang dengan selamat. "jangan takut." Ucap kak Suo kepadaku. "aku tidak takut."

Gerbang pun terbuka...

Sebuah teriakan dan percikan darah... semuanya benar-benar sangat jelas di mataku! Benar-benar sangat kacau! Jadi seperti inikah berperang? Merebutkan sebuah wilayah saja membutuhkan banyak prajurit dan nyawa melayang. "jangan diam saja Yinping!" beruntung Kak Ping menyadarkanku yang sedang asyiknya memperhatikan peperangan ini. "jika kau hanya diam saja, musuh akan lebih mudah membunuhmu!" lanjut Kak Xing.

Benar.

Aku tidak boleh diam saja, aku bukan anak kecil lagi yang terus-terusan menangis dan bergantung kepada Kakak-kakakku. Akan aku tunjukan sebagai putri dari God of War. "Hyaaaaaaat!" kuayunkan Dual-headed Maceku dan menghantam para officer – officer dengan armor warna biru dan merah ini. "menyingkirlah dari jalanku!"

Serangan demi serangan ku luncurkan ke wajah mereka. Mungkin saja aku menikmati perang ini karena ini adalah perang pertamaku.

"Hey nona muda, sepertinya kau tersesat ayo kemarilah aku akan menemanimu dan membuatmu nyaman."

Menjijikan.

Wajah mesumnya itu benar – benar membuatku kesal! Seperti itukah mereka memandang rendah seorang wanita? Menculik wanita dan di perlakukan seperti boneka yang hanya memenuhi hasrat nafsuh mereka.

"Maaf saja, kau berurusan dengan putri God of War!" aku segera menghantam kepala officer itu sampai kepala itu hancur seketika karena senjataku ini yang begitu lumayan besar dan keras.

"D-dia anak Dewa Perang!"

"Mereka berempat adalah anak-anak Dewa Perang! Hiiiiiiyyyyy!"

Ya, takutlah kalian.

"Kerja bagus Yinping, Ayah pasti sangat bangga padamu." Ucap Kak Xing. Kulihat dari kedua senjatanya yang seperti pisau besar tapi sangat lebar dan cocok di pakai terbang itu. Penuh dengan darah. Ya, darah segar. Awalnya aku sedikit jijik tapi aku berusaha untuk terbiasa. Dan ya... Dual Headed-Maceku juga penuh dengan darah.

"Huaaaaa! Banjir!"

Air mulai menghampiriku saat seorang prajurit meneriaki adanya banjir. "ugh... terpaksa kita harus meninggalkan kastil, semuanya! Kita mundur!" teriak Ayah sambil menaiki Red Hare. Aku dan Kakak-kakakku menaiki kuda kami masing-masing terkecuali dengan Kak Ping.

"Ayah pergilah! Aku akan menjaga kastil!"

"Kak Ping-" "Tidak Yinping! Pergilah bersama Ayah! Kau harus menjaganya, Ayah membutuhkanmu!" aku ingin sekali bersama Kak Ping tetapi dia menghentikanku hanya saja. Aku tidak ingin meninggalkan dia sendirian di kastil. "Ini, ambilah ikat kepalaku. Ini adalah janjiku."

"Pergilah, aku janji akan kembali dengan selamat."

"Kita harus cepat Yinping!" Kak Suo menarik tali kendali kudaku dan meninggalkan Kak Ping yang sudah masuk kedalam kastil sendirian dan tertutup.

"Maafkan aku... tetaplah selamat, anakku..." itulah yang di katakan Ayahku walau jarakku tidak terlalu dekat dengannya tetapi aku masih bisa mendengarnya.

Aku, Ayah dan kedua Kakakku terus menunggangi kuda kami, aku terus menghantamkan senjataku ke para prajurit di bawahku. Sampai di tengah perjalanan...

"Guan Yu! Kau pikir kau bisa pergi dengan bebas?! Akan kupastikan kepalamu terpisah dari tubuhmu!"

"Sebuah Ambush!? .. aku harus membereskan ini!"

Aku melompat dari kudaku dan membunuh semua prajurit yang mengahalangiku. Tidak peduli dengan teriakan Kakakku untuk tidak bertindak sendirian. Mungkin saja setelah ini sebuah ocehan akan keluar dari mulut Ayahku dan Kakak – kakakku.

SRET

"Ahk!"

Sial aku lengah!

"Berani sekali seorang gadis kecil bermain di tengah peperangan ini. Aku akan menghukummu agar kau sadar betapa menyeramkannya medan peperangan ini." Laki-laki sipit sialan ini, karenanya tangan kananku sampai tergores olehnya dah mengeluarkan cukup banyak darah.

Dengan tangan kanan yang terluka ini aku tidak bisa menggunakan senjataku, jika saja aku kidal mungkin aku bisa menghancurkan kepala laki – laki sipit ini dengan tangan kiriku. Dan sialnya diriku ini, aku tersandung oleh mayat prajurit yang sudah aku bunuh tadi. "ugh..."

"Hyaaaaaatttt!" aku memejamkan mataku dan menunggu senjatanya yang tajam itu menusuk tubuhku ini... aku tidak ingin mati!

.

.

.

.

.

Aneh...

Aku tidak merasakan rasa sakit apapun...

Apa mungkin aku tidak sadar dan tidak bisa merasakan rasa sakitnya? Atau mungkin...

Aku membuka mataku perlahan dan kulihat ada seorang pria besar di depanku, pandanganku sedikit buram tapi aku berusaha untuk membuat pandanganku lebih baik. Dan pria besar itu adalah. Ayahku.

"Ayah!"

"Berdirilah Yinping!" dia menangkis serangan pria sipit itu, dan mendorong pria itu beserta prajurit parajuritnya yang ada di belakangannya. Hebat.

Aku berusaha bangun tapi sepertinya kakiku terkilir, "Uuuggghhhh... a-aku tidak bisa...!" "Bertahanlah!" sontak, Kak Suo menggendongku dan mendudukiku di kudanya lalu diikuti oleh Kak Suo.

Kami segera kabur dari pasukan Ambush tadi, sedangkan diriku ini terkapar lemah karena darah banyak keluar dari tanganku, dan mungkin aku kehabisan darah. "m-maaf Kak..." ucapku lemah sambil menyandarkan kepalaku ke dada Kak Suo.

"Simpan maafmu untuk nanti saja saat kita sudah pergi dari sini."

"Tuanku!"

"Ada apa?!"

"Aku ingin menyampaikan... b-bahwa Tuan Guan Ping... tewas di kastil!"

A – apa...?

"Dia tewas?!"

"Benar! Dia tewas bersamaan dengan officer Wei Pang De!"

Tidak... ini tidak mungkin...

"Maafkan aku anakku... aku berjanji tidak akan membuat usahamu sia-sia..."

Jantungku seperti berhenti berdetak, nafasku tidak beraturan, tubuhku mati rasa seperti terkena ribuan jarum. Aku tak bisa menahan tangisanku ini. "Kak Ping... hiks hiks..." aku menggenggam ikat kepalanya dengan erat, kau bohong Kak. Kau tidak menepati janjimu!

"Aku tidak akan kehilangan anak-anakku lagi! Semuanya! Kita harus segera kabur dari sini!"

Kabur... ya kita harus kabur dari sini... aku tidak ingin kehilangan orang yang kusayangi cukup dengan Kak Ping aku tidak ingin kehilangan kedua Kakakku ini terutama Ayahku!

"Kita hampir sampai Ayah! Sebaiknya kita lari saja." Kak Xing melompat dari kudanya dan memimpin di depan. Sedangkan Red Hare tetap bersama Ayah walaupun Ayah tidak menungganginya.

"Yinping apa kau bisa lari? Jika tidak aku bisa menggendongmu." Tanya Kak Suo.

Aku menggeleng, "tenang saja Kak selama kakiku masih bisa kugunakan, aku bisa berlari!" jawabku dengan tatapan yang sangat yakin.

"Baiklah, aku akan di sampingmu jadi berhati – hatilah." Kugunakan ikat kepala Kak Ping untuk menutupi luka di tangan kananku ini, walau tubuhku sedikit lemah karena kekurangan banyak darah. Aku harus bertahan! Untuk melindungi Ayah dan kedua Kakakku!


Zhu Ran's POV

Hujan ini tidak berhenti juga, jika saja tidak hujan mungkin aku bisa menggunakan Fire Attack untuk membakar para prajurit – prajurit Shu itu. Tapi karena hujan ini berguna untuk Serangan Banjir jadi apa boleh buat.

"Pasukan Guan Yu telah terlihat!"

"Bersiaplah untuk penyerangan! Kali ini akan aku ambil kepalanya itu!" ternyata tuan Lu Meng bisa menyeramkan juga, aku heran kenapa Lu Xun sangat menghormatinya. Guru dan murid...

"Hey Zhu Ran! Jangan bengong seperti itu kita harus bersiap – siap."

"Ah Lu Xun kau mengagetkanku saja, aku tidak bengong. Ini saja aku sedang mempersiapkan panah-panahku." Akuku sambil mempersiapkan panah. "sangat membosankan tidak ada Fire Attack."

"Mau bagaimana lagi disini hujan, tetapi kita bisa menggunakan hujan untuk Serangan Banjir." Ucapnya sambil mengayunkan kedua pedangnya itu.

"Baiklah, karena Guan Yu di jaga oleh Mi Fang dan Fu Shiren. Kita harus mengalahkan mereka berdua." Aku segera berlari menuju Mi Fang dan Fu Shiren bersama Lu Xun.

"Itu pasukan Wu! Kita harus menjaga tuan Guan Yu apapun yang terjadi!" maaf saja tapi kau harus mati disini.

Aku membidik kaki Mi Fang dan kulepas tali busurku dan tepat sasaran! "Ada kata terakhir Mi Fang?" ku todongkan panahku ke wajah Mi Fang yang terlihat ketakutan itu, "Hi-hiiiiiyyy! Aku mohon jangan bunuh aku! Aku akan lakukan apa saja! Aku akan membantu kalian membunuh Guan Yu...!" berkhianat saat kematian sudah tiba, maaf saja aku tidak sebaik yang kau ki-

"Berhenti Zhu Ran!" tiba – tiba tuan Lu Meng menghentikanku, oh ayolah! Ini adalah kesempatanku untuk menancapkan panahku ke kepala pengecut ini. "jangan bunuh dia, kita bisa gunakan dia untuk mengecoh Guan Yu."

"A-apa? T-tapi 'kan-"

"Itu benar Zhu Ran, kita bisa gunakan Mi Fang dan Fu Shiren untuk mengecoh Guan Yu. Aku sudah memperintahkan Fu Shiren untuk berjaga di gerbang yang ada di Utara." Ucap Lu Xun.

"Cih..." desisku, aku segera menurunkan panahku dan membiarkan Mi Fang berdiri, "kau dengar? Sekarang pergilah dan laksanakan!"

"Ada apa Zhu Ran? Sepertinya belakangan ini kau terlihat emosian apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Lu Xun kepadaku.

"Aku tidak apa – apa hanya ingin membunuh..." jawabku sedikit menyeringai.

"Baiiiiikkklaaaaahh..."

"Ayo kita kembali dan menunggu Guan Yu, lalu kau boleh membunuh sesukamu Zhu Ran." Perintah Tuan Lu Meng.

Aku segera kembali dan menunggu pasukan Guan Yu, aku benar-benar tidak sabar untuk memanah para officer officer itu dan merasakan darah segar yang keluar dari tubuhnya itu, ya walaupun aku menggunakan panah jadi tidak bisa melihat darah segar keluar dari tubuh. Tapi aku punya cara agar darah segar itu keluar.

"Mereka sudah dekat!"

"Baiklah ini dia... dan SEKARANG!" "Guan Yu! Aku tidak akan membiarkanmu pergi, akan kubunuh kau dan kupenggal kepalamu!"

Maaf saja tetapi akulah yang akan memenggal kepalanya. "jadi dia yang di juluki God of War? Heh... boleh juga... jenggot yang sangat panjang." Aku berlari dengan cepat sambil memanah semua officer yang ada di depanku, tidak hanya memanah. Setelah memanah aku tekan panah itu sampai dalam dan kutarik. Kurasakan darahnya yang segar itu keluar.

Monster!

Dia monster!

Ya, teruslah panggil aku monster. Monster yang membunuh teman – teman dan keluargamu, membakar mereka semua dan menikmati teriakan mereka. "Gyahahahaha! Lagi! Lagi! Lagi!"

"D-dia monster... GYAAAAAAAAA!"

Menyenangkan! Menyenangkan sekali! Kenapa rasanya sangat menyenangkan?! Aku suka ini! Baiklah, cukup bersenang – senangnya. Sekarang waktunya mengincar kepala God of War.

"P-perempuan itu sangat kuat...!"

"Padahal dia seorang perempuan dan badannya tidak terlalu besar tapi kenapa dia sekuat itu?!'

"Dia adalah puteri God of War!"

Perempuan? Ternyata God of War memiliki anak perempuan, menarik juga. Jarang – jarang ada seorang perempuan di medan pertempuran ini. Itu berati dia sangat kuat. "Baiklah kita lihat seberapa kuat perempuan itu." Aku membersihkan jalur yang ada di depanku. Berlari dengan cepat sambil tertawa, begitu antusiasnya diriku bertemu dengan perempuan itu.

Dan- "Wow! Hampir saja!" jika aku tidak cepat-cepat menghindar mungkin saja aku sudah tertiban oleh prajurit busuk itu.

"Heeeyaaaat!"

Rambut panjang berwarna hitam, bibirnya yang semerah darah walau tidak teralu mirip, wajahnya yang mungil dan... imut. Jadi seperti ini puteri God of War. Mungkin suatu saat aku akan tertarik dengan perempuan ini. "jadi kau puteri God of War?" kucoba mengajak dia berbicara.

Dengan wajah terkejut dia menjawab, "apa maumu?!"

"Aku hanya penasaran seperti apa puteri God of War, ternyata secantik ini." "kau tahu? Aku disini untuk mengincar kepala Ayahmu." Ucapku sambil menyeringai.

"Jika kau ingin mengincar kepala Ayahku, incar dulu kepalaku!" boleh juga nyalinya itu, "Baik. Jika itu maumu." Aku menggenggam panahku dan berlari kearahnya secepat angin, wajah kami sangat dekat mungkin hanya 5-7 cm. Mata yang sangat indah... tetapi sayang sekali kau harus mati dengan kepala menggelinding. "Matilah..."

Ku ayunkan tanganku untuk menggorok lehernya itu-

DUAAAKK!

A-apa!? Seperti ada yang menendangku! Siapa yang berani menendangku!?

Aku terpental sangat jauh sampai – sampai badanku terbentur batu yang sangat besar, "Aaarrggghhh!" darah mengalir dari kepalaku dan mulutku mengeluarkan cukup banyak darah. "S-sial! Seberapa kuat tendangan orang itu...!?" karena tendangan orang itu, tubuhku seperti sudah hancur dan mati rasa.

"Zhu Ran! Kau baik – baik saja?!"

Aku mengambil posisi duduk, "tenang saja Lu Xun. Ini tidak seberapa, dan sepertinya tulangku ada yang patah."

"sebaiknya kau istirahat saja, pasukan Guan Yu sudah mundur dan sisanya kita serahkan kepada Tuan Lu Meng dan Tuan Xiahou Dun." Lu Xun membantuku berdiri. "Hah... aku ingin kepala dia."


Guan Yinping's POV

"T-terima kasih Kak Suo..." ucapku sambil berlari, "Sama – sama Yinping. Lain kali kau harus lebih berhati – hati."

Aku sangat terkejut saat orang itu benar – benar ingin memenggal kepalaku, gerakannya sangat cepat sampai – sampai aku tidak sempat untuk mengelak. Tetapi dia sangat menyeramkan... kami berlari dan terus berlari. Red Hare terus di sampingku dia tidak pernah meninggalkan Ayah begitu juga dengan anak – anaknya. "Red Hare..."

"BERSIAPLAH UNTUK MATI GUAN YU!"

"Ugh...!"

"AYAH!"

Aku menyaksikan Ayah terkena panah dengan mata kepalaku sendiri, sangat nyata... benar-benar sangat NYATA. Kami bertiga langsung melindungi Ayah, tetapi terlambat! Kita sudah terkepung dengan pasukan Wu dan Wei dan di depan kami berdirilah Lu Meng dan Xiahou Dun.

"Ayah, serahkan ini semua kepadaku!" Kak Suo mendahului Ayah, "Tidak Suo! Kalian bertiga pergilah..."

"TIDAK AYAH! AKU TIDAK AKAN MENINGGALKANMU! KITA HARUS PERGI DARI SINI BERSAMA-SAMA!" aku berteriak sekeras mungkin dan mungkin saja pasukan Wu dan Wei mendengarnya.

"Yinping... kau harus tetap hidup... pergilah bersama Kakak-kakakmu, Xing. Kuserahkan semuanya kepadamu. Sampaikan kepada saudaraku 'maaf'."

"Ya..."

"Tidak Ayah... tidak!" aku ingin mendekati Ayahku tetapi Kak Suo menahanku dan menyeretku untuk kabur.

"PERGILAH ANAK-ANAKKU! TERUSLAH HIDUP!"

"TIDAAAAAKKK! AYAAAAHH!"

Hal terakhir yang kulihat dari Ayahku, dia berdiri mencabut panah dari perutnya. Dan maju menghabisi pasukan Wu dan Wei.

Dan...

Sebuah perkataan yang terakhir yang kudengar adalah...

"Waktumu sudah habis, Guan Yu."

Normal's POV

Di balik kesenangan membunuhnya itu ada kesedihan yang sangat dirasakan oleh Zhu Ran, melihat tangisan seorang perempuan yang lemah lembut itu membuat hatinya terasa sesak. Mungkin dia tidak ingat apa yang telah dia lakukan karena dia merasa tadi bukan dirinya.

"Akhirnya aku membunuh Guan Yu dengan tanganku sendiri." Zhu Ran menatap pria dengan penutup mata di kirinya. "sekarang hanya tinggal anak – anaknya saja, kudengar Master Pang De tewas bersamaan dengan anak pertama Guan Yu."

"Apa kita harus mengejar mereka?" Semua mata tertuju pada Zhu Ran, ada yang terkejut melihat Zhu Ran dan ada juga yang jijik. "kenapa?"

"Kau ini tidak sadar diri Zhu Ran? Kau berlumuran darah seperti itu." Lu Meng memarahi Zhu Ran, "sana bersihkan dirimu dulu! Aku tidak mau di kapal ada bau darah."

Zhu Ran menggaruk kepalanya yang tidak gatal, memang dia melihat dirinya yang begitu memprihatikan karena penuh dengan darah prajurit – prajurit yang telah ia bunuh. Tetapi dia tidak begitu ingat apa yang telah dia lakukan.

.

.

.

Tiga anak God of War terus berlari sambil menahan rasa sakit dan kesedihan mereka, terutama sang anak bungsu Yinping. Dia tidak kuat menahan tangisannya karena harus kehilangan dua orang yang dia cintai.

"Cepatlah Yinping! Mereka semakin dekat!" teriak Guan Suo bersamaan dengan derasnya hujan dan besarnya suara petir, Yinping tidak terlalu jelas apa yang di katakan oleh Kakaknya.

Pikirannya kacau, nafasnya terengah-engah... dia merasa tidak memiliki tujuan hidup.

"Itu mereka!"

"Kyaaaa!" karena jalanan licin membuat Yinping terpeleset. "Yinping!" Guan Suo dan Guan Xing ingin menolong Yinping, tapi karena banyak prajurit Wu dan Wei disekitar mereka, mereka terpaksa harus mengalahkan para prajurit itu. Sementara Yinping berusaha bangun dengan kakinya yang sehabis terkilir.

Beberapa prajurit Wei ingin menyerbu Yinping, tetapi Red Hare segera menseruduk prajurit itu dan melindungi Yinping. "Red Hare!" Yinping pun bangkit dan menunggangi Red Hare. "Aku harus mengalihkan perhatian para prajurit itu agar Kak Xing dan Kak Suo selamat." "Hey orang – orang bodoh! Ayo serang aku!"

"Yinping! Jangan bertindak bodoh!" teriak Guan Xing.

"Maaf Kakak, tetapi aku tidak ingin kehilangan orang yang kusayangi lagi... sekarang, giliranku untuk melindungi kalian semua. Hiyat!" Yinping pun pergi menuju hutan.

Di hutan, Yinping menunggangi Red Hare dengan kecepatan yang luar biasa. Karena ranting-ranting dan batang pohon yang begitu tajam. Wajah, tangan dan kaki Yinping penuh dengan goresan. Terutama dengan baju hijaunya penuh dengan sobekan.

"Panah dia!"

Puluhan panah tertuju kepadanya, banyak panah yang mengenai Red Hare tetapi Red Hare terus berlari dan membawa puteri Tuannya pulang dengan selamat.

"AAAHHKKK!" sayangnya sebuah panah menegenai tangan kanannya, hampir mengenai luka yang ia terima dari officer Wei yang sipit itu. Yinping pun terjatuh dari Red Hare sampai kepalanya terbentur walau tidak terlalu keras. "kepalaku..."

Red Hare berhenti dan mendekati Yinping, "panah ini..." Yinping berusaha mencabut panah yang menancap di tangan kanan, secara perlahan... dan semakin kuat, "AAAAAAAAHHHHKKKK!" teriakan kesakitannya itu membuat para prajurit Wei tertarik. Dan akhirnya panah itu tercabut dari tangannya, dia harus menahan pendaharaan dari tangannya itu karena dia sudah terlalu banyak mengeluarkan darah.

"Aku tidak bisa menunggangimu Red Hare..." Yinping mengelus kepala Red Hare, "Larilah... carilah Kakak-kakakku..." Red Hare berlari kearah lain membuat para prajurit Wei lebih memilih untuk mengejar Red Hare.

Dengan derasnya hujan, Yinping terkapar lemah sambil memeluk tubuhnya. Putus asa dan menangis. Tidak tahu harus berbuat apa. "Ayah... hiks... hiks..."

TERUSLAH HIDUP!

"Benar... aku tidak boleh mati... aku harus tetap hidup..." Yinping pun bangkit walaupun harus terjatuh beberapa kali tapi dia terus berusaha. Berjalan tanpa tujuan, berjalan sendirian, berjalan tanpa ada canda tawa. Terus berjalan dan berjalan sampai hujan berhenti.

"Hujan berhenti..." gumamnya sambil menatap langit, "persetan kau hujan... jika saja tidak hujan mungkin tidak akan ada Serangan Banjir... dan keluargaku akan selamat..."

Yinping melanjutkan jalannya, dia pun melihat ada sesuatu yang bersinar dan mengalir di depannya. Dia mempercepat langkahnya dan benar. Itu adalah laut. Yinping mendekati laut tersebut dan duduk di tepi laut, membersihkan lukanya dengan air laut.

"Ah... benar – benar sakit..." Yinping meringis kesakitan, menahan luka yang dia terima. "ikat kepala Kak Ping..." Yinping melepas ikatan berwarna hijau yang digunakan untuk menutupi lukanya, menatap ikat kepala itu beberapa detik dan meneteskan air mata.

"Hiks... hiks... HUWAAAAAA!" menangis sekuat yang ia bisa agar dunia tahu apa yang dia rasakan saat ini. Tidak peduli dengan sekitarnya, tidak peduli dengan sesuatu yang bisa mendengar suara tangisannya itu dan membuat dirinya terancam.

Yang dia rasakan saat ini adalah.

Kehilangan.