Sebuah rasa penyesalan menyesakkan dada Alfred malam itu. Ayahnya telah melarang untuk keluar rumah saat bulan purnama tiba, namun pemuda itu tak mau tahu dan tak mau mendengar. Malam semakin larut, tak akan ada yang mungkin menolongnya saat ini. Terjebak dengan seorang lelaki bertubuh tinggi dan besar, menindih dengan ukuran badan yang tak sama dengan Alfred, membuatnya harus rela dijamahi, dinikmati, dan dilahap habis.
"S-sakit, a-ahh! H-Hentikan," pinta Alfred dengan suara yang terdengar sensual di telinga, "A-aku ingin pulang."
"Sebentar lagi juga selesai, bersabarlah," ujar lelaki bertubuh besar itu dengan terus mendorong masuk kejantanannya masuk penuh gairah.
Keringat mengucur deras dari pelipis Alfred, membuat tubuhnya basah dan terasa panas. Menggeliat. Alfred menggeliat saat bibir lelaki itu menyentuh tonjolan kecil di dadanya. Menjilat, menghisap, menggigit sampai meninggalkan bekas kemerahan di sana. Ini buruk. Alfred tak sanggup lagi bertahan.
Papa, Dad, tolong aku.
Disclaimer: Hidekaz Himaruya – Hetalia: Axis Powers
Genre: Supernatural/Romance
Pair(s): RusAme, Slight FrUk – FACE Family
Reevelin Foster Braginski (Alaska) © Velika/Adelfia Kirkland
Warning: M-Preg, Alternative Universe, Human Names Used, Typo(s), Out of Characters, Bloody Scene(s), etc.
For Al Dee Haywill
Brownsville, Texas.
"Kudengar 'dia' memakan korban lagi dan korbannya itu..." sebuah lirikan sembunyi-sembunyi tertuju pada Matthew, "Putra sulung dari keluarga Bonnefoy."
"Maksudmu Alfred. Alfred Bonnefoy yang terkenal berisik itu?"
"Iya, untungnya dia ditemukan masih hidup, baru kali ini korbannya dibiarkan hidup."
"Aku pun ta-..."
Matthew menggebrak meja, berdiri, dan menatap dua orang yang terus membicarakan kakaknya. Biasanya Matthew diam dan tak mau terlihat mencolok –lebih tepatnya sering terlupakan– tapi kali ini ia akan serius. Ini menyangkut keluarganya.
"Aku tidak tahu masalah kalian apa, tapi bisakah kalian berhenti membicarakan tentang kakakku?" iris violet-nya menatap tajam pada dua orang itu, "Memuakan, aku harap lelaki itu menjadikan kalian sebagai boneka dan menusukan pipa besinya ke leher kalian."
– Deg!
Tanpa memperdulikan reaksi mereka, Matthew mengambil tasnya dan bergegas meninggalkan ruang kelas untuk pulang. Kesal rasanya jika harus mendengarkan gunjingan orang-orang mengenai kakaknya. Memangnya kenapa kalau kakaknya selamat dari korban penyerangan pembuat boneka gila itu, apakah itu sesuatu yang aneh?
Sudah beberapa bulan belakangan ini kotanya mengalami sesuatu yang dibilang ganjil. Setiap bulan bulan sabit dan bulan purnama muncul, ada saja orang yang akan dinyatakan hilang dan dua hari kemudian ditemukan dalam keadaan tewas dengan salah satu bagian tubuh yang hilang –lebih tepatnya dipotong atau diambil. Banyak orang beranggapan bahwa semua keganjilan itu ulah si pembuat boneka dari Rusia yang tinggal di dekat Pemakaman Wintersville. Sejak kedatangannya ke kota ini setahun lalu, berbagai keanehan pun terjadi. Mulai dari hilangnya beberapa anak gadis yang masih perawan, serigala hitam yang sering berjalan berkeliling kota, hingga yang terakhir beberapa warga kota yang hilang dan ditemukan dalam keadaan tak utuh. Walau dibilang mencurigakan, sayangnya tak ada satu pun bukti yang menunjukan bahwa dialah dalang di balik semua kejadian ganjil itu. Ini sulit.
Lelaki Rusia yang bernama Ivan Braginski itu memang tak suka keluar dari rumahnya. Keluar pun hanya untuk ke toko kain membeli beberapa gulung kain dan kadang ke swalayan untuk membeli kebutuhan bulanan. Perawakan yang tinggi besar, rambut berwarna terang, dan syal yang panjang menjuntai memberikan kesan khas pada dirinya. Walau tak banyak bicara setidaknya ia tipe yang senang tersenyum. Namun tak ada yang tahu arti di balik senyum manisnya. Apakah itu senyum yang tulus dari hatinya ataukah hanya sekadar formalitas, semuanya abu-abu.
Sudahlah, lagipula yang penting kakaknya selamat dan tak ada satu pun dari tubuhnya yang hilang. Setidaknya... sebelum ia tahu apa yang sebenarnya 'hilang' nanti.
"Papa Francis, Dad, Matthew pulang," ujarnya memberi salam.
Francis melongokan kepala sedikit dari dapur, tersenyum melihat putranya yang baru saja pulang. "Mattieu selamat datang, honhon."
"Dad mana? Kok tidak kelihatan."
"Oh, Arthur sedang di kamar Alfred. Sepertinya ia demam dan kondisinya menurun sejak, yah, kau tahulah."
Matthew terdiam sejenak. "Umm, begitu."
"Sebenarnya aku masih bingung kenapa kau membiarkan anak itu hidup dan malah menitipkan 'sesuatu' padanya," tanya seorang seorang lelaki berwajah Asia yang duduk di hadapan Ivan. Iris dark-brown lelaki itu hanya memandang lurus pada boneka kelinci kecil yang Ivan pegang. "Itu akan menimbulkan kehebohan nanti."
"Tak apa, aku tahu resikonya. Setidaknya Gilbert tidak akan mengira kalau aku menitipkannya pada pemuda itu."
"Ivan, dia itu laki-laki."
"Kiku, aku sudah memikirkan ini berulang kali dan aku yakin ini akan berhasil, da." Ivan bangkit dari duduknya, berjalan keluar jendela yang terbuka. "Ini yang terakhir untukku dan Gilbert, kalau dia masih kukuh juga, aku tak punya pilihan untuk membunuhnya."
"... kalau kau tidak bisa membunuhnya?"
Sebuah senyum tipis terbentuk di bibir Ivan. "Lindungi pemuda itu dan bayinya, buat kontrak yang baru dengannya, dan kalianlah yang harus membunuh Gilbert. Buku Perjanjian itu tak boleh jatuh ke tangan pewaris terakhir dari keluarga Beilschmidt."
Kiku mengangguk. "Aku mengerti.
Bonnefoy's House.
11.45 PM
Panas.
Tubuh Alfred terasa panas.
Keringat terus keluar dan hawa panas terasa membakar sekujur tubuhnya. Napasnya mulai tak teratur, tenggorokannya pun terasa sangat sakit hingga berteriak pun rasanya tak mungkin. Ia berusaha untuk bangun dari atas ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Tanpa disangka sesosok bayangan hitam sudah duduk di ambang jendela kamar Alfred.
"Kau terlihat kacau, mungkin kutukannya sedang bekerja pada tubuhmu." Bayangan hitam itu bergerak mendekat dan menampilkan sosok sesungguhnya. "Tak apa, sebentar lagi juga sudah tak terasa panas."
"K-kau! B-berengsek!"
Alfred mengepalkan tangannya dan berniat untuk meninju wajah lelaki itu, namun tenaga kalau kuat dan tinjunya pun tertahan. Sial.
"Ssshh, kau akan baik-baik saja. Tidak perlu semarah itu, aku akan bertanggungjawab."
.
.
Alfred hanya bisa tertunduk dan masih belum bisa percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ivan Braginski, lelaki yang kini ada di sebelah ranjangnya, orang yang telah menggaulinya pada waktu bulan purnama bulan lalu, adalah orang yang membuat Alfred harus berurusan dengan masalah baru.
"Kenapa harus aku, Ivan? Kenapa?!"
"Maaf, tapi saat itu hanya kau ada di dekatku. Aku juga tak tahu, tapi aku mohon kau mau menerimanya, da."
"Aku tidak mau! Aku ingin kehidupan normalku kembali, lagipula siapa itu Gilbert Beilschmidt, Buku Perjanjian, Konflik Lama Dua Keluarga, dan kau bilang aku mengandung bayimu!? Itu konyol!"
Sebuah ciuman berhasil mengunci bibir Alfred dan membuatnya berhenti bicara. Kedua tangan Ivan meremas lembut pundak Alfred membiarkan pemuda itu untuk rileks. Setelah dirasa cukup tenang, Ivan melepaskan ciumannya, menatap iris biru langit Alfred dengan mantap.
"Hhh, begini akan kujelaskan dari awal. Kumohon mengertilah, Al."
"Jangan seenaknya menyingkat namaku!"
"Da, da, da... Alfred."
Ivan membenarkan posisi duduknya dan mulai bercerita mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Raut wajahnya terlihat serius dan tak menunjukan sedikit pun ada kebohongan. Alfred awalnya masih tak mau tahu dan tak mau peduli, tapi kata-kata yang keluar dari mulut Ivan membuat perhatiannya tertuju pada lelaki bersyal panjang itu. Alfred pun perlahan mulai mendengarkan penjelasan Ivan tanpa keraguan.
Konflik dimulai ketika keluarga Braginski dan Beilschmidt berebut hak milik Buku Perjanjian. Buku itu dulu dimiliki oleh keluarga Kirkland namun karena salah seorang putrinya menikah dengan keluarga Braginski, buku itu pun berpindah tangan. Di lain pihak Gilbert Beilschmidt yang menaruh hati pada putri keluarga Kirkland menyimpan dendam karena lamarannya ditolak. Sejak saat itu Gilbert bersumpah untuk membunuh putri dari keluarga Kirkland dan itu sungguh terjadi. Gilbert berhasil membunuh Irine –putri keluarga Kirkland– dengan membelah kepalanya menjadi dua, mengeluarkan jantungnya, dan membakarnya agar tak bisa dihidupkan kembali.
"Kau bilang Kirkland?" Alfred menaikan sebelah alisnya, "Kau yakin tak salah dengan marga itu?"
"Tidak, memangnya kau tahu sesuatu tentang keluarga Kirkland?"
Kalau tidak salah marga Dad sebelum menikah dengan Papa itu Kirkland. Dua tahun kemudian mereka mengadopsiku dan Matthew, tapi setahuku Dad terlihat seperti orang biasa tak terlihat istimewa. Ini aneh.
"Alfred?" Ivan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Alfred, "Hey, Al, kau baik-baik saja?"
"I-iya... la-lanjutkan ceritamu."
Ivan berdehem lalu melanjutkan kembali ceritanya. Alasan mengapa Buku Perjanjian itu diperebutkan karena buku itu berisi rahasia tentang alam semesta juga mantera-mantera sihir yang kuat. Walau begitu, hanya beberapa orang saja yang bisa membukanya dan tak sembarang orang bisa membacanya.
"Di keluargaku, hanya aku dan Kak Yekaterina yang bisa membacanya, yah walau tidak semua bagian kami baca."
Alfred sedikit memiringkan kepalanya, "Kenapa?"
"Buku itu tak seperti buku pada umumnya yang menggunakan huruf untuk bisa dibaca, melainkan gambar. Gambar-gambar itu pun hanya bisa dilihat jika kita tahu cara melihatnya dengan menyebutkan mantera yang tepat." Ivan menghela napas panjang. "Ilmu sihirku saja masih di bawah rata-rata, jadi... ya begitulah."
"Lalu buku itu sekarang ada di mana?"
Ivan menunjuk pada perut Alfred dengan telunjuknya dan itu sempat membuat Alfred bingung. Apa maksudnya?
"Aku tidak mengerti, Ivan."
"Kau ingat saat kita tidur bersama dan saat itulah aku memberikan kutukan padamu. Walau kau ini laki-laki saat ini kau sedang mengandung anakku, kau akan mengalami kehamilan normal pada umumnya, dan melahirkan pada usia kandungan yang kesembilan."
"T-tapi bagaimana cara keluarnya dan apa hubungannya dengan buku itu?"
"Cara keluarnya?" Ivan tersenyum tipis, "Tentu saja dengan membedah perutmu dan mengeluarkan bayinya. Itu mudah. Lalu hubungannya dengan buku itu... aku yang merubahnya menjadi sebuah janin dengan ritual yang tak kau perlu tahu caranya."
Membedah?
Dia akan membedah perut Alfred dengan nada suara yang begitu santai. Seakan Alfred hanya sebagai objek untuk menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya bukan urusannya. Ini gila. Laki-laki ini gila. Alfred belum siap untuk mati dan ia harus melakukan sesuatu sebelum hal gila lainnya terjadi.
–o0o0o–
Lima bulan kemudian..
Arthur membalikan cangkir tehnya lalu menuangkan teh dalam poci ke dalamnya. Aroma bunga kamomil tercium dari teh dalam cangkirnya. Menikmati teh di sore hari memang sudah menjadi kebiasaannya sejak lama, selain memang kebiasaannya dalam keluarganya. Arthur mulai menyesap tehnya, namun kedamaiannya di sore hari harus terganggu saat Alfred memanggilnya dari belakang.
"Dad," panggil Alfred, "Aku butuh bantuanmu."
"Gah! Ada apa, sih?! Kau tahu kan aku paling tidak suka saat ada orang yang mengganggu waktu pribadiku!"
"Maaf, tapi..."
.
.
Arthur hanya bisa memijat keningnya dan tak tahu harus berkata apa. Pantas saja beberapa bulan terakhir ini nafsu makan Alfred sangat besar di banding biasanya, perutnya pun semakin membuncit. Arthur kira itu hanyalah timbunan lemak dan berulang kali menyuruh putranya untuk berdiet. Sayangnya itu bukan timbunan lemak, melainkan berisi sesuatu yang hidup. Saat Arthur menyentuhnya pun, dari dalam perut Alfred seperti memberi respon dengan sebuah tendangan lembut. Ini tak masuk akal.
"Maaf, aku baru menceritakannya sekarang, Dad. Aku tahu aku salah, kalau saja aku waktu itu mendengarkan omonganmu ini pasti tidak akan terjadi."
"Hhh, ceritakan kenapa hal ini bisa terjadi." Arthur masih tertunduk memegangi kepalanya. "... aku masih tak percaya ini."
Alfred mengingat-ingat kembali saat ia keluar rumah untuk pergi ke sebuah karnaval di tengah kota. Padahal Arthur sudah memperingatkan agar jangan pergi, tapi Alfred tetap ngotot pergi. Alfred melangkahkan kakinya dengan mantap sambil bersenandung kecil tanpa ia ketahui bahwa ada seseorang mengikutinya dari belakang. Lelaki beriris rubi itu sejak awal sudah mengincar Alfred dan terus memperhatikan dari kejauhan.
– Wush!
– Grep!
"Akh!"
Suara Alfred tertahan saat seorang lelaki menariknya dari belakang dan membungkam mulutnya. Ia mendorong Alfred sampai jatuh tersungkur ke tanah, menindih tubuhnya, menatap Alfred dengan tatapan tajam dan menusuk. Iris rubi sewarna darah terlihat gelap dan membuat Alfred bergedik ngeri melihatnya.
Alfred tak mampu berpikir jernih saat lelaki misterius itu menjilat bibirnya sendiri memperlihatkan dua taring yang seperti ingin memangsanya saat itu juga. Lelaki itu memakai setelan serba hitam dengan jubah yang senada, rambut platina terlihat kontras dengan iris rubinya.
"Tak usah takut, aku hanya menginginkan rambutmu saja." Lelaki itu merendahkan tubuhnya, mencium rambut Alfred dengan agak sensual. "Rambut yang indah."
Lelaki itu melirik agak ke bawah, melihat tubuh Alfred sampai perut. Lagi, ia menjilat bibirnya sendiri lalu dengan cepat ia merobek kaos Alfred dan membiarkan dada polos Alfred terlihat sempurna. Menggoda. Tubuh Alfred begetar saat dadanya disentuh oleh lelaki itu. Rasanya ingin melawan pun sulit, lelaki itu menindih tubuhnya.
"You who must obey me, I call you by your name... summon, my black marrionette, Kiku Honda."
–Dzigh!
Sebuah tinjuan maut berhasil merobohkan lelaki beriris rubi itu. Alfred mengalihkan pandangannya pada seorang lelaki berwajah Asia yang menolongnya –mungkin. Lelaki berwajah Asia itu tak menampakan sedikit pun ekspresi saat membantu Alfred untuk berdiri.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya dan Alfred pun hanya mengangguk. "Tak usah takut, aku tidak akan berbuat jahat padamu."
"K-kau siapa?" tanya Alfred.
Sebuah bayangan tinggi besar berdiri di belakang lelaki berwajah Asia itu. "Dia Kiku Honda, bonekaku. Kau akan aman, da... lalu namaku Ivan. Ivan Braginski."
"Sialan kau! Kenapa kau selalu mengganggu, Ivan!" lelaki beriris rubi itu berteriak sambil mengelap sisi bibirnya yang mengeluarkan darah. "Akan kubunuh kau! Kubunuh!"
"Teruslah bermimpi Gilbert."
Ivan mengangkat kedua tangannya dan dari jari-jarinya keluar seperti benang putih yang terhubung dengan tubuh Kiku. Kiku mengambil kuda-kuda, memegang gagang katana-nya lalu membuka sarungnya. Berlari cepat ke arah Gilbert mengincar leher lelaki itu. Mendapat serangan yang tiba-tiba seperti itu, Gilbert menarik pedangnya menahan katana Kiku yang hampir menebas lehernya. Sementara itu jari-jari Ivan masih lincah menggerakan, menarik, mengulur benang yang mengendalikan tubuh Kiku. Alfred yang melihat pertarungan mereka bertiga masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.
Siapa orang-orang ini? Lalu apakah ada hubungannya dengan pelaku yang menyerang warga kota dan membunuh mereka dengan cara yang mengenaskan?
Kiku memutar tubuhnya, mengacungkan kembali katana-nya berusaha menyerang lawannya. Gilbert mundur beberapa langkah, menancapkan pedangnya ke tanah. Ia menggigit sedikit telunjuknya, membiarkan darah menetes sambil terus melafalkan mantera. Melihat hal itu Ivan tak mau tinggal diam, ia mulai melafalkan mantera, memutus beberapa benang lalu melepas syalnya. Ia menggigit sedikit telunjuk, menuliskan sesuatu di atas syalnya. Syal itu kemudian berubah menjadi potongan-potongan kecil yang lama kelamaan berubah menjadi serangga-serangga hitam. Serangga-serangga itu terbang ke arah Gilbert mengepung seluruh tubuhnya dan menghilang.
Hening.
"... dia berhasil lolos," ujar Ivan sambil berusaha mengatur nafasnya. "Lagi-lagi aku gagal."
"Setidaknya korbannya kali ini berhasil selamat." Kiku melihat ke arah Alfred tanpa ekspresi."
.
.
"Jadi setelah itu kau tidur dengannya dan dia mengutukmu sampai... ah, sialan! Kenapa bisa jadi begini sih?!" teriak Arthur frustasi.
"Dad tahu sesuatu tentang ini, kan? Dad itu sebenarnya bagian dari keluarga Kirkland, kan?"
Arthur terdiam sejenak, menghela napas panjang. "Alfie, aku tak tahu harus memulai dari mana dan ini... aku tak tahu akan terjadi."
"Dad, sebenarnya apa yang terjadi, lalu Dad kenal dengan orang bernama Ivan Braginki itu, kan?"
"Hhh, ya aku tahu tentang anak dari keluarga Braginski itu. Rasanya baru kemarin Irine meninggal dan seperti yang Ivan ceritakan padamu, semua ini terjadi karena sebuah buku. Buku yang seharusnya Kak Ian musnahkan."
"Kenapa harus dimusnahkan?"
"Karena buku itu selalu mengundang kesialan bagi siapapun yang memilikinya. Sejak dulu selalu saja ada masalah, sejak nenek buyut dari keluarga kami bercerai dengan orang dari keluarga Beilschmidt, buku itu selalu jadi rebutan."
"Jadi itu alasan mengapa lamaran dari keluarga Beilschmidt ditolak dan memilih lamaran dari keluarga Braginski?"
"Itu salah satu faktornya. Kemudian untuk mencegah konflik ini semakin berkepanjangan, keluarga kami dan Braginski sepakat untuk membantai habis semua keluarga Beilschmidt sampai ke akar-akarnya, tanpa disangka ada satu yang berhasil lolos."
"Dia... Gilbert Beilschmidt?" tebak Alfred.
Arthur mengangguk. "Lalu, kenapa tak kalian bunuh saja? Dia hanya sendiri, Dad."
"Itu yang terus membuat kami bingung. Padahal jantungnya sudah diambil tapi dia tetap bisa muncul lagi dan lagi."
"Mungkin aku tahu apa sebabnya ia tak mudah untuk dibunuh," suara yang sangat Alfred kenal. "Aku baru saja menyadari hal itu, da."
"Ivan..."
Pemuda Rusia itu melempar senyum mautnya dan membuat wajah Alfred bersemu merah. Seperti biasa ia selalu datang dari balkon kamar Alfred.
"Kau masih belum berubah, Braginski." Arthur melipat kedua tangannya di dada. "Lihat hasil perbuatanmu."
"Maaf, aku tidak tahu kalau dia itu putra angkatmu dan lagi anggap saja ini kebetulan. Baiklah, langsung saja pada intinya. Aku datang hanya untuk melihat keadaan Al seperti biasa dan setelah aku tahu kau ada di sini, sepertinya memang lebih kita bekerja sama, da."
Arthur mengalihkan pandangannya, berpikir apakah baik untuknya terlibat mengingat saat ini ia sudah berkeluarga dan ditambah kondisi Alfred yang seperti ini. Terlalu banyak rahasia yang ia sembunyikan dari keluarganya. Arthur merasa sangsi.
"Hhh, aku merasa tak yakin," Arthur kembali menghela napas panjang, "Tapi..."
[Bersambung...]
[A/N]
Wah, maaf baru sempet publish sekarang mana dibuat bersambung lagi, tenang ini cuma dua chapter kok. Saya usahain update cepet deh, soalnya gak enak terlalu lama ngengantung janji. Terus entah kenapa saya gak bisa nikmatin cerita ini, ada yang ganjel gimana gitu. Tapi semoga gak buat Alpret kecewa, yoo~. Kalau ada yang mau kritikin sih monggo, saya terbuka ajah. Eh, ini yang terakhir deh –ini A/N malah jadi isinya gak jelas gini– Alpret cepet update juga, yoo~.. saya nunggu, loh.
Kuroneko Lind
