Vocaloid © Yamaha, Crypton Future Media

Cracks of the Broken Heart © Jong Aeolia


Suara ngebass itu. Dalam dan lembut. Seperti samudera. Membuatku betah terus mendengar ocehanmu yang random dari satu topik loncat ke topik lain. Termasuk saat kamu mengatakan hal yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Kamu mengatakannya dengan riang dan mantap. Kamu bilang―

"Miku, aku sedang jatuh cinta!"

―begitu lantang bergaung di telingaku. Seolah kamu tidak bisa melihat sekelebat kecewa dalam riak parasku. Kamu nyengir lebar, memamerkan deretan gigi cemerlangmu. Begitu lugu. Layaknya anak SD yang baru diberi es krim kesukaannya. Kamu gembira. Sangat.

Aku meringis dalam hati. Topeng ceria terpasang menutupi isi hati. Aku menggodamu. Mengajakmu bercanda seperti biasa. Menghibur diri sendiri, mungkin. Atau agar kamu juga tidak membahas tentang perasaanmu dan cewek itu lebih lanjut. Kurasa keduanya benar. Tetapi, kamu terus berbicara tentang dia.

"Jadi, sekarang aku harus bagaimana, Miku?" kamu bertanya. Sepasang safirmu berkilau-kilau memandangku.

Aku diam. Termenung sendiri memikirkan kata-kata yang akan kulontarkan. Hatiku bimbang. Aku ingin sekali berkata, kenapa harus orang lain? Tidakkah kamu lihat di sini ada aku?. Sayang sekali lidahku berkhianat. "Nikmati saja."

"Nikmati?" alismu saling bertautan.

"Ya, nikmati. Menikmati gejolak perasaan yang timbul karenanya―ketika dia bergerak, berekspresi, berbicara. Terus saja seperti itu. Berada dalam zona aman. Karena begitu kamu melangkah keluar, kamu akan ingin melangkah semakin jauh."

"Maksudnya?"

Aku menaruh telapak tangan kananku di dada kirinya. "Ini, di dalam sini... ada suatu dorongan aneh. Jika sekali kamu ingin melihatnya, maka begitu keinginanmu terwujud kamu akan meminta yang lain lagi. Kamu ingin bisa berbicara dengan dia, lalu setelahnya apa? Kamu ingin sesuatu yang lebih lagi, lagi dan lagi. Begitu seterusnya sampai pada tahap ingin memonopoli dia untuk kamu seutuhnya. Maka akan lebih baik jika kamu tetap berada dalam zona aman. Menikmati apa yang sedang kamu rasakan. Tanpa ambisi untuk mengejar dia. Kamu mengerti, Kaito?"

Kamu menatapku lamat-lamat. Tanganku masih berada di atas dada kirimu. Di bawah telapak tangan itu aku bisa merasakan dentuman pusat kehidupanmu. Bisa kurasakan sesuatu dalam diriku seperti ada yang meledak-ledak. Entah apa itu dan dimana letaknya.

"Kamu aneh," katamu tiba-tiba lalu tertawa renyah―tawa yang aku suka. "Mana ada orang jatuh cinta yang pasif begitu. Wajar 'kan jika ada rasa ingin memiliki." Tawamu begitu lepas.

Aku menarik tanganku. "Kan kamu yang tanya pendapatku." Sengaja kupalingkan wajah ke arah lain asal tidak menatapmu yang duduk di depanku. Setidaknya memang begitulah caraku mencintaimu. Tak apa kamu katakan aneh sekali pun.

Menikmatinya, eh? Dalam hati aku tersenyum sinis. Patah hati ini juga akan kunikmati, begitu 'kan? Sekarang satu-satunya harapanku adalah agar kamu cepat pulang supaya aku bisa menangis sepuasnya.


Fin


Sudah lama gak menulis, maka inilah hasilnya.. ta-da! Maksa. Pake. Banget. Oh, WB!