Durarara! Milik Ryougo Narita-sensei

OOC, Gaje.

O.O

Izaya tertegun. Ia tak mengerti bagaimana bisa manusia terkuat di Ikebukuro membuat raut wajah semacan itu. Rasanya ia ingin menertawai dunia, bahkan monster ini bisa bersikap manusiawi.

Jalinan takdir apa yang membawanya dalam keadaan seperti ini? Sekarat dalam pelukan rival terbesar. Rasa malu apalagi yang bisa menandingi keadaan ini? Apakah pada akhirnya malaikat akan tertawa sambil menungguinya depresi atas posisi ini?

Shizuo Heiwajima, Izaya membenci orang ini lebih apapun. Dia membenci monster yang bersikap seolah manusia. Dia membenci Shizuo yang membuatnya berpikir monster sepertinya lebih baik daripada Izaya Orihara.

Izaya tidak mempercayai tuhan. Dia pernah mendeklarasikannya. Lalu sekarang apa? Dia yang berada di ambang kematian harus mempercayai apa?

Izaya bahkan mengabaikan bagaimana Shizuo berteriak panik. Membopongnya menuju jalanan untuk mendapat bantuan. Namun Izaya tahu pasti jantungnya yang telah tertembus tak dapat di sembuhkan lagi.

Bibirnya menyungingkan seringai seperti biasa dengan sekuat tenaga. Dia ingin melihat Shizuo marah seperti sebelumnya. Dia jauh menyukai Shizuo yang melemparinya dengan benda tak lazim ketimbang Shizuo yang bertingkah seolah pahlawan. Mungkin Izaya iri, atau mungkin dia tak ingin pahlawan tempramental ini kehilangan semangatnya kala umurnya benar-benar terpangkas habis.

Matanya berkunang-kunang. Semakin gelap dan menyesakkan. Bahkan Izaya tak lagi mampu merasakan sakit. Hanya ada kebas yang menyesakkan. Hanya ada nyeri di hatinya yang tak bisa hilang.

"Jangan tidur!"

Izaya terkekeh, "ya." namun dengan senang hati mengikuti perintah egois si mantan bartender.

Sejujurnya dia tak mengerti apa yang terjadi. Seingatnya karena sebuah kesalahan informasi dia harus terjebak pertikaian di antara dua Yakuza. Dia ingat betul tidak ada Shizuo Heiwajima di sekitarnya. Namun tahu-tahu orang itu datang. Mengamuk. Merangkulnya. Dan membawanya pergi dengan ekspresi itu.

Izaya mungkin jenius. Izaya mungkin superiror. Namun dia tidak bisa menandingi Shizuo dengan otak simple yang tak dapat selalu dia tebak jalanannya.

"Shizuo," Orihara Izaya hampir menyerah. Dia ingin terseret arus hitam yang membawanya dalam kegelapan. "Jangan melempari orang lain, tidak ada manusia sehebat aku yang bisa menghindarimu sampai mati."

"Kau tidak akan mati," tegasnya. Dia memberhentikan taksi yang lewat, "Hanya kau yang akan kulempari benda-benda, kutu brengsek." yang kemudian memerintahkan sopirnya menuju apartemen Shinra yang memiliki peralatan medis lebih lengkap daripada rumah sakit.

"Berhenti menghisap racun."

"Asal kau tahu, aku tak pernah selesai menghisap itu karena selalu kau ganggu, dan akan selalu begitu."

Izaya terkekeh. Namun harus berhenti ketika darah merembes dari mulutnya. "Jangan-,"

"Berhenti bicara, kau bisa mengatakannya nanti!"

"Itu perintah yang egois, Shizu-chan."

Izaya tidak mengerti. Kepalanya semakin pening. Dan dirinya seperti terombang ambing. Penglihatannya semakin menghilang. Begitupula kesadarannya. Nafasnya tersenggal. Seolah udara tengah menjauhi dirinya. Suaranya tercekat. Sudah saatnya.

"Jangan bertindak bodoh."

Shizuo merapal "Jangan mati." pada Izaya yang telah kehilangan hidupnya. Terus dan terus melakukannya bahkan ketila Shinra datang dan menggelengkan kepala.

Izaya telah pergi. Shizuo telah menyesal. Dia membenci Izaya. Sangat membenci dirinya yang menyerah dan berkata "Aku mencintaimu," di saat-saat terakhirnya.

Shizuo bertanya pada batu nisan yang membisu, "Sampai kapan kau akan terus menyiksa kehidupanku, kutu?"

END

Gomenasai