Disclaimer: They belong to themselves and God.
Warning: (maybe) OOC, HanChul, HanSicaChul friendship, Heechul's POV.
Aku tidak tahu kalau aku akan bertemu denganmu lagi dalam keadaan seperti ini.
Semua bergerak lambat ketika kau muncul dengan senyuman khasmu. Menyapaku yang masih diam terpaku. Aku mengerjapkan mata, terkejut dengan apa yang kulihat.
Benarkah?
Benarkah yang kulihat itu dirimu?
Sekali lagi, kau sapa aku. "Chullie-ah?"
Aku terdiam menatapmu yang mulai mendekat. Kau pun terlihat sama terkesiapnya denganku. Perlahan kau memegang kedua bahuku, menyentuhnya pelan.
"Chullie-ah, kita bertemu lagi," ucapmu sambil tersenyum.
.
.
.
When You Come Back
A fict by kaorinin
.
.
.
"Perhatikan anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru dari China. Hankyung-ssi, silakan perkenalkan dirimu." suara Sungmin Seonsaengnim memecah konsentrasiku yang sedang mengerjakan tugas dari Leeteuk Seonsaengnim. Aku pun memerhatikan ke depan. Tampak seorang laki-laki berambut hitam sedang memperkenalkan diri.
"Namaku sebenarnya Tan Hangeng, tapi itu adalah nama China-ku. Kalau di sini, kalian boleh memanggilku Hankyung. Aku mohon bantuannya." murid baru itu membungkuk di depan kelas. Senyumnya yang manis tidak pernah hilang dari wajahnya.
Leeteuk Seonsaengnim mempersilakan Hankyung duduk. Ia duduk di bangku nomor dua di pojok kanan. Bersebelahan dengan Siwon. Siwon yang ramah pun mempersilakannya duduk, setelah sebelumnya ia berjabatan tangan dengan Hankyung.
Sesaat suasana kelas menjadi ramai dengan hiruk pikuk dari beberapa anak perempuan yang memang centil di kelas.
"Omona! Kau lihat? Dia benar-benar tampan!"
Aku hanya menghela napas tidak peduli. Sudah biasa melihat kelakuan mereka.
"Ya, silakan kerjakan kembali tugas kalian." suara Leeteuk Soensaengnim yang lembut mampu meredakan kericuhan yang terjadi di kelas. Kami semua pun kembali sibuk dengan tugas kami masing-masing.
.
.
.
"Heechul-ah!" Siwon berjalan mendekat ke arahku. Aku yang sebelumnya sedang mengunyah roti buru-buru menoleh.
"Ada apa?" tanyaku.
"Tidak, hanya saja Hankyung-ssi belum terlalu hapal daerah sini. Ia ingin ada seseorang yang menemaninya pulang nanti. Rumahmu di dekat sini kan?"
Aku mengangguk, "Tapi kenapa mesti aku? Rumahmu juga dekat sini kan?"
Siwon tersenyum misterius, "Aish. Aku tidak bisa mengantarnya sekarang. Aku ada urusan penting nanti. Kau mau kan menemaninya pulang? Lihatlah muka polosnya! Aku takut kalau nanti ia ditipu oleh preman." raut mukanya berubah khawatir.
Aku mengunyah pelan rotiku. Kutatap orang di depanku ini. Berani sekali dia minta tolong untuk suatu hal yang sebenarnya bukan urusanku?
"Kalau aku tidak mau, bagaimana?" tanyaku ketus.
"Aku yang akan menemaninya!" Jessica Jung, adik kelas sekaligus sahabat dekatku kini sudah berada di sebelah, ikut mengobrol.
"Eh, kau serius? Memangnya kau kenal dia?" tanya Siwon. Jessica memamerkan cengirannya.
"Baru mau kenalan," tukasnya sambil tersenyum. "Oppa! Ayo kenalkan aku padanya!" rengeknya manja. Dia menggelayutkan tangannya di tanganku.
Aku kembali mengunyah roti, "Tidak mau."
Jessica pun merengut, "Ah, kau pelit sekali, Oppa! Kau kan sekelas dengannya." dia menarik-narik tanganku.
Aku dan Jessica memang bersahabat karib. Ia sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Banyak yang membuat rumor aku berpacaran dengannya. Tapi itu tidak benar. Aku dan Jessica murni bersahabat karena ia adalah sahabatku dari kecil.
Sekali lagi aku menggeleng. Membuatnya semakin kesal. Aku hanya memasang tampang tidak peduli.
"Baiklah, bagaimana kalau aku yang mengenalkannya padamu, Sica-ah?" Siwon menawarkan bantuan.
Mata Jessica membulat, "Jinjja? Ah, aku senang sekali Siwon Oppa!" Jessica berdiri, melepaskan tangannya dari tanganku.
Dan tanpa diminta, dia sudah berlari menarik Siwon ke dalam kelas menemui Hankyung. Kini terlihat mereka bertiga sedang mengobrol. Kulihat Hankyung yang tersenyum menerima kebaikan hati Jessica.
Aku hanya menatap mereka jengkel dari jauh.
.
.
.
"Jadi, Jessica-ssi sangat benci dengan buah melon?" suara tawa Hankyung mewarnai perjalanan kami pulang ke rumah.
Apa? Kami?
Ya, kami. Aku, Jessica, dan Hankyung berjalan pulang bersama. Setiap hari aku selalu pulang bersama Jessica—karena rumah kami dekat. Maka kalau Jessica bersedia mengantarkan Hankyung pulang, itu artinya aku juga ikut mengantarkannya pulang.
Menyebalkan.
Kulirik mereka berdua yang tengah mengobrol gembira. Tawa Hankyung yang lepas sesekali keluar jika Jessica sedang melucu. Ia manis juga kalau sedang tertawa.
Tunggu! Kenapa aku jadi memerhatikan anak baru itu?
Aku menggeleng keras-keras. Ah, rasanya ingin cepat-cepat pulang. Sudah ingin berbaring di kasur. Hari ini pelajaran olahraga melelahkan sekali.
"Kenapa Heechul-ssi diam saja?" aku mendengar namaku disebut oleh Hankyung.
"Ia memang seperti itu. Selalu ketus dengan orang yang baru dikenal. Kalau kau sudah dekat dengannya, kau akan tahu kalau ia sangat cerewet dan menyebalkan. Juga—"
Aku memukul kepala Jessica sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya.
"Oppa! Kenapa kau memukulku? Sakit!" teriaknya.
"Kalau kau tidak dipukul, kau tidak akan diam," jawabku.
Jessica merengut, Hankyung terlihat menyembunyikan tawanya.
"Kenapa kau tertawa?" tanyaku kasar.
Hankyung buru-buru mengubah ekspresinya. Ia tergagap ketika menjawab pertanyaanku, "Ti.. tidak. Aku hanya.. melihat kalian berdua, terlihat sangat akrab." lagi-lagi ia memamerkan senyumnya.
Aku mendengus kesal.
Jessica menarik tangan Hankyung, "Sudahlah, Hankyung Oppa. Mungkin hari ini ia sedang PMS."
Mataku membelalak, "YA! SICA-AH! Kau benar-benar—"
Ingin rasanya aku melempar tas kepada Jessica. Tapi melihat mereka yang sudah berlari menjauh, kuurungkan niatku.
Aku hanya ingin cepat-cepat pulang.
.
.
.
Namaku Kim Heechul. Aku adalah putra tunggal keluarga Kim. Umurku baru 15 tahun, berada di tahun pertama di salah satu SMA negeri. Sejak kecil bersahabat dengan Jessica Jung—yang notabenenya adalah tetangga sebelah rumahku juga adik kelasku di sekolah. Kami sangat sering bertengkar. Saking seringnya bertengkar, sampai-sampai kami tidak pernah melewatkan satu hari pun untuk bertengkar. Dengan bertengkar, kami jadi lebih mudah mengenal karakter masing-masing.
Sifatku sangat unik—aku tidak mau menyebutnya aneh. Aku tidak pernah bisa menghilangkan kebiasaanku untuk berkomentar pedas terhadap sesuatu yang tidak kusuka. Aku tidak bisa langsung dekat dengan seseorang yang belum kukenal, berbeda dengan Jessica. Kadang aku bisa tertawa bahagia, seperti berada dalam mood terbaikku. Kadang aku bisa menekuk wajah seharian, membentak orang-orang yang tidak bersalah, dan berkomentar pedas terhadap apapun.
Aku memiliki kemampuan untuk mengubah mood-ku dengan cepat. Jika kau melihatku tersenyum senang hari ini, berhati-hatilah. Karena mungkin saja sebentar lagi kau akan menjadi sasaran omelanku.
'BRAK!'
Pintu kamarku terbuka. Jessica pun masuk dan langsung berbaring di atas kasurku. Aku yang sedang mendengarkan musik tidak heran melihat kelakuannya. Ia memang sering datang ke rumahku dan seenaknya saja tidur di atas kasurku.
Aku pun mengencangkan volume iPod-ku. Kalau ia sudah datang, biasanya ia akan curhat. Dan kalau melihat raut wajahnya yang senang, sepertinya aku tahu permasalahannya kali ini.
"Hankyung Oppa itu tampan ya?" tuh kan, aku sudah menebak. Curhatannya malam ini pasti tidak jauh dari anak baru itu.
"Dia kelihatannya juga baik. Ah, kalau sedang tersenyum ia begitu manis."
Sial! Aku masih saja mendengar suaranya. Apa aku harus memaksimalkan volume iPod-ku?
"Kau tahu tidak? Tadi ketika Hankyung Oppa tersenyum padaku. Rasanya… dunia berubah menjadi lebih indah." Jessica mulai berangan-angan. Tubuhnya berguling ke sana kemari sambil memeluk bantal. Tanganku pun beralih memaksimalkan volume iPod.
'BUK!'
Sebuah bantal sukses mendarat tepat di atas kepalaku. Aku yang sudah mengetahui ini kebiasaan Jessica—karena ia juga mengetahui kebiasaanku memaksimalkan volume iPod—langsung mendelik ke arahnya.
"Aish! Bisakah kau tidak usah melempar bantal?"
"Dan bisakah kau mendengarkan perkataanku?"
"Aku mendengarmu!"
"Tidak!—" ia melempar satu bantal lagi. "—kau begitu menyebalkan!"
"Kau lebih menyebalkan!" aku membalas melemparinya dengan bantal.
Sesaat kami sibuk adu perang bantal. Dan pada akhirnya, ketika kami mulai kelelahan, kami tertawa bersama.
Sungguh konyol.
"Jadi, kau menyukainya?" tanyaku sambil melempar bantal yang langsung ditangkapnya dengan mudah.
Jessica memeluk bantal itu, membenamkan wajahnya. "Entahlah…" ujarnya tak yakin.
"Jelas-jelas aku lebih tampan darinya," ucapku bangga.
Jessica mendengus pelan, "Kau itu cantik, bukannya tampan. Aku saja kalah cantik darimu." ledeknya.
Aku tertawa pelan. "Aku itu cantik sekaligus tampan."
Jessica kembali melempar bantalnya padaku. "Dia cocok tidak menjadi pacarku?"
Aku diam sejenak. Hankyung? Dengan Jessica?
"Tidak."
Jessica merengut kesal, tapi ia tidak terlalu memikirkan jawabanku tadi. Ia kembali berbaring dan memeluk bantal.
Aku memang sudah terbiasa membuat Jessica kesal. Tapi entah mengapa, jawaban 'tidak' tadi itu spontan terucap. Aku sedang tidak berusaha membuatnya kesal. Jawaban itu begitu saja terpikirkan olehku—entah mengapa.
"Dia itu orang yang baik, Oppa."
.
.
.
"Kalian berdua sedang mengerjakan apa?" tanya Jessica. Ia duduk di depanku dan Hankyung.
Ya, pagi ini aku dan Hankyung pergi duluan ke sekolah. Karena terlalu sibuk bertanding play station dengan Kyuhyun tadi malam, kami jadi lupa membuat PR. Dan kami tidak mau disuruh berlari keliling lapangan sebanyak dua puluh kali. Itu sangat melelahkan.
"Tugas dari Sungmin Seonsaengnim, kau belum masuk kelas Sica-ah?" tanya Hankyung tanpa memalingkan wajahnya dari buku PR. Jessica memang baru berada di tingkat ketiga SMP. Sekolahnya satu gedung dan kelas Jessica berada di lantai bawah.
"Belum. Aish, pasti kalian berdua tidur larut lagi."
"Kami tidak tidur larut—tidak sengaja tidur larut maksudnya. Kyu mengajak kami bermain PS sampai malam. Dan kami lupa kalau ada tugas dari Sungmin Seonsaengnim." Lagi, Hankyung yang menjawab. "sudah sana masuk, nanti kau telat masuk karena terlalu sibuk melihat kami berdua mengerjakan PR," ujar Hankyung tersenyum.
Jessica menghela napas. Ia pun segera pergi entah ke mana—mungkin kembali ke kelas seperti yang disarankan Hankyung. Aku terlalu sibuk dengan tugas yang sedang kusalin. Aku harus menyelesaikannya sebelum bel berbunyi.
"Haaa! Aku sudah selesai!" Hankyung tiba-tiba berteriak.
"Aish, sial! Cepat sekali kau menulis. Aku masih satu nomor lagi!" teriakku panik.
Hankyung hanya tertawa. Dalam situasi begini, aku yang menyukai tawanya, mengutuknya dalam-dalam.
Tanganku kupaksa menulis lebih cepat. Kulirik jam tanganku, waktu yang tersisa tidak banyak. Aku harus segera menyelesaikannya!
"Hwaiting, Heechul-ah!" sindirnya sambil menepuk-nepuk bahuku.
Grr! Aku kesal sekali padanya. Sedikit lagi, kalau sudah selesai nanti, aku akan memukulnya.
YAK! Selesai! Buru-buru kupukul kepalanya, "Lain kali jangan membuatku tegang seperti tadi!" teriakku. Hankyung terlihat kesakitan setelah kupukul.
Aku tersenyum puas. Rasakan kau!
Dan bel pun berbunyi sebelum Hankyung sempat membalas pukulanku. Ia menatapku kesal, berbisik, "Tunggu pembalasan dariku!"
Aku hanya menjulurkan lidahku seperti anak kecil. Ia pun tertawa.
Sudah empat bulan semenjak hari pertama Hankyung pindah ke sini. Aku, Hankyung, dan Jessica kini menjadi sahabat dekat. Rumah kami yang berdekatan—rumah Hankyung tak jauh dari rumahku dan Jessica—memudahkan komunikasi. Setiap sore, kami sering pergi ke taman bertiga. Entah untuk bermain basket, atau sekadar berjalan-jalan. Kami tidak terpisahkan semenjak itu.
Aku yang biasanya membutuhkan waktu lama untuk dekat dengan seseorang, tidak mengalami kesulitan dengan Hankyung. Rasanya dengan Hankyung berbeda. Dia mampu mengerti semua yang kurasakan tanpa harus mendengarnya dari mulutku. Kalau aku sedang kesal, Hankyung tidak akan bertanya mengapa aku kesal. Dia akan membiarkanku menenangkan diri, dan menungguku bercerita. Jessica dan Hankyung adalah dua orang yang paling mengerti sifatku.
Dalam empat bulan ini, kami menjadi dekat. Dia banyak bercerita tentang keluarganya di China. Ya, dia tinggal sendiri di sini. Aku dan Jessica sering berkunjung ke rumahnya. Minggu pagi, biasanya kami akan jogging bersama. Dan selesai jogging, aku dan Jessica pasti akan ke rumah Hankyung. Hankyung akan memasakkan nasi goreng beijing untuk kami semua.
Dalam empat bulan ini, semuanya terasa berbeda. Meski aku masih sering mengomel dan menyindir dengan pedas, tapi suasana hatiku tidak seburuk dulu. Aku jadi lebih periang—itu yang Siwon katakan padaku. Dan aku juga jadi lebih sering tersenyum.
Tampaknya, Hankyung sudah membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna.
.
.
.
To be Continued.
A/N: Okey, pertama-tama mau ngucapin makasih buat yang udah R&R Wookie's Birthday Project. Gamsahamnidaaaa chingudeul! XD
Ini baru prolog. Pertamanya mau bikin oneshot aja. Tapi pas ngetik, kok lama-lama makin banyak, dan diputuskanlah untuk membuat multi-chapter. Muahaha.
Fict ini dibuat untuk memenuhi request dari aikyuppa dan hee hyunai. Juga dipersembahkan untuk HanChul shipper di manapun anda berada! #plak XDDD
At least, saya bukan SuperAuthor (?). Review berupa saran, kritik, concrit, dan lainnya sangat sangat sangat dibutuhkan. Gamsahamnida!
