Boboiboy © Animonsta Studio, Malaysia
Boi & Fani (OC) by me
WARNING! Fangxfem!Boboiboy pairing, contain OOC and OC. Don't like, don't read
Akhirnya sempat menulis fic di mana saya bisa memperkenalkan OC saya yang menjadi anak dari Fang dan Boboiboy ^^ Kalau anda susah membayangkan keduanya, bisa dilihat di cover fanfic ini ^^
Ah, ngomong-ngomong saya membuat FangxBoboiboy community di sini. Jadi bagi yang merasa telah menulis fic FangBoy (bukan BoyFang), mohon maaf sebesarnya kalau saya tidak ijin terlebih dahulu memasukkan fic anda semua ke community. Kalau saya menemukan fic FangBoy lagi, mohon ijinnya agar boleh dimasukkan ke community. ^^
Tak diduga ternyata ada juga penggemar FangBoy di sini! Malah sudah muncul banyak fic-nya tanpa saya sadari! Maklum sudah jarang bermain kemari karena jadwal ketat...
Saya ucapkan terima kasih pada teman-teman yang sudah setia membaca fanfic saya meski masih hiatus... ^^
Semoga ada waktu di mana saya sempat kembali menulis agar tidak hiatus lama-lama...
Selamat membaca ^^ Semoga yang satu ini bisa menghibur juga ^^
Petals of Love
Suara tangisan seorang anak perempuan terdengar dari halaman rumah yang megah. Tirai putih nyaris mendominasi semua jendela. Nampak dari salah satu daun jendela yang terbuka, seorang wanita berambut hitam pendek lembut tersisir angin begitu ia menyentuh pagar pembatas beranda jendela. Ada kepanikan kecil nampak di wajahnya, sedikit terburu ia menuruni tangga dari lantai dua dan berlari dengan hati-hati menuju halaman yang dipenuhi bunga. Menemui anak perempuan berusia tiga tahun yang mengenakan gaun krem sambil menggendong boneka dinosaurus gemuk yang menonjolkan dua gigi tongos di mulutnya yang tersenyum. Anak perempuan tersebut menangis sambil terduduk di tengah halaman memeluk erat boneka kesayangannya.
"Fani...! Sayang, ada apa...?" sang bunda memeluk lembut anak perempuannya tersayang, mengelus lembut rambut hitam pendek sang anak. Kedua wajah ibu dan anak yang saling memandang jelas memperlihatkan kemiripan keduanya. Gaun putih yang dikenakan sang bunda membuat dirinya bagai bunga putih yang telah mekar sempurna, menaungi bunga kecil di pelukannya.
Sang anak masih menangis di pelukan sang bunda, enggan melepas pelukan erat tangan-tangan mungil dari leher ibunya tersayang. Tapi di antara tangisan Fani terdengar keluhan akan kakinya yang sakit. Dengan segera sang bunda tahu anaknya baru saja jatuh dan melukai lututnya yang sedikit berdarah.
"Ooh, Fani baru jatuh, ya...? Nggak apa-apa, sayang... Cuma sedikit, kok... Yuk, dicuci dulu... Anak mama pinter, ayo cuci sama mama, yah...?" bujukan lembut ibunda Fani membuatnya mulai berhenti menangis meski air mata masih mengalir kecil di pipi tembemnya. Tangan kanan Fani berusaha menghapus air mata sementara tangan satunya lagi terus memeluk bonekanya. Sang bunda tersenyum sambil mengecup pipi anak tersayangnya. Perlahan ia mengangkat tubuh kecil Fani dalam pelukan dan membawanya masuk ke rumah.
Dari dalam rumah, sebuah robot kuning bundar tampak panik terbang dengan terburu-buru menuju kedua ibu-anak yang baru memasuki ruang santai. Celemek yang nyaris menutupi setengah tubuh robot tersebut tampak basah kuyup "Ada apa? Tadi aku dengar suara tangisan! Fani? Boboiboy! apa Fani tak apa-apa?!"
Boboiboy tersenyum lembut sambil menurunkan Fani, membuatnya duduk di sofa. Ia berjalan meninggalkan Fani menuju lemari dekat rak penuh buku-buku sambil memandangi robot kuning tadi "Tak ada apa-apa, Ochobot... Fani hanya terjatuh... Aku tadi sedang menyusun pakaian di lemari, tak sadar Fani pergi sendirian ke halaman..." tangan Boboiboy mengambil kotak P3K dari lemari. Wajah Boboiboy nampak menyadari sesuatu, "Oh...! Astaga...! Mama baru sadar... Fani sudah bisa turun tangga sendiri... Fani hebat sudah berani turun tangga tak dibantu mama, ya...?"
Fani mengangguk kecil dengan matanya yang masih basah. Tapi melihat senyuman bundanya ia memasang senyuman kecil dengan bangga tanpa melepaskan bonekanya. Ochobot menghela napas lega.
Boboiboy duduk di sebelah anak perempuannya sambil membuka kotak P3K dan menuang sedikit antiseptik di sebuah kapas. Ia mengajak Fani mengobrol agar ia tak merasa kesakitan ketika lukanya dibersihkan "Tuh, Ochobot sampai khawatir sama Fani... Cuma luka kecil kok, sayang... Ochobot lagi cuci piring, yah? Jadi basah kuyup begitu... kaget denger Fani nangis..." Fani menyembunyikan wajahnya malu-malu memandangi Ochobot. Kini terdengar suara kecil dari bibir mungil yang bersembunyi di balik boneka dinosaurus, "Maaf, Ochobot..."
Ochobot tertawa kecil. Memang ia terkejut mendengar tangisan Fani yang tiba-tiba sampai ia tersiram air dari kran ketika mencuci piring. Untung ia robot canggih dengan teknologi yang telah maju sehingga tak rusak meski kena air. Boboiboy tertawa kecil sambil membersihkan luka di lutut Fani.
Tak lama terdengar suara langkah yang cepat dari pintu depan. Sapaan terdengar begitu menggema karena suara semangat seorang bocah laki-laki berambut spike biru gelap yang muncul tiba-tiba dan langsung melempar tas sekolahnya di sofa.
"Mamaaaa!"
Boboiboy serta merta merenggangkan kedua tangannya menyambut anak laki-laki berusia delapan tahun yang langsung menjatuhkan diri dalam pelukan ibunda tersayangnya. Tak kuasa kedua ibu anak itu tak melepas tawa. Boboiboy mencium pipi anak laki-lakinya yang penuh dengan semangat meski baru pulang sekolah.
"Boi bau keringat, nih...! Tuh, Fani... kakak bau keringat..." goda Boboiboy membuat Boi nyengir lebar. Fani cekikikan melupakan rasa sakit di lututnya. Sementara Ochobot menghela napas mengambil tas ransel Boi di sofa yang berantakan mengeluarkan isinya ketika dilempar anak sulung dari Boboiboy tersebut.
Sebelum Boi melanjutkan keinginannya memeluk adik perempuannya, ibu dari kedua anak tersebut mengangkat tubuh Boi dan memutarnya untuk menuju kamar agar ia berganti baju dan cuci tangan-kaki terlebih dahulu "Eits... cuci-cuci dulu, sayang... Nanti makan siang bareng Fani dan mama..."
"Boi mau peluk Fani duluuu..." rajuk Boi membuat Boboiboy kembali tertawa kecil.
"Peluknya kalo Boi udah bersih dulu, yah..."
Akhirnya Boi menuruti mamanya dan membawa tas ransel yang isinya sudah dimasukkan kembali oleh Ochobot setelah berceceran tadi. Ochobot kembali menggeleng kepala melihat betapa semangat anak laki-laki berjaket hoodie oranye yang berlari menuju kamarnya di lantai dua. Nampak keringatpun membasahi kaos abu kebiruan di balik jaketnya. Tak heran melihat keringat sebanyak itu mengalir hingga membasahi bajunya, Ochobot yakin ia menebak dengan tepat bahwasannya Boi berlari dari sekolah hingga ke rumah.
Boboiboy membuka tudung saji di atas meja yang melindungi santapan siang. Fani mengikuti bundanya sambil memegangi ujung rok gaun Boboiboy. Perlahan Boboiboy menggendong Fani dan membuatnya duduk di bangku sampingnya. Beberapa bantal empuk di bangku membuat tubuh sang anak dapat meraih sendok di dekat piringnya. Boneka dinosaurus kesayangannya setia duduk di bawah lantai bersandar di samping kaki kursi.
Kembali terdengar derap langkah menuju ruang makan. Boi telah berganti baju dengan kaos oranye terang dan celana hitam selutut. Wajahnya nampak segar bugar setelah cuci muka.
Bukannya duduk di samping ibunda, ia menuju adik tersayangnya terlebih dahulu dan memeluk erat penuh sayang "Faniiiii!" Fani tertawa geli dipeluk erat abangnya. Dengan tangan kecilnya ia membalas pelukan Boi tak kalah erat. Boboiboy geli melihat kedua anaknya saling menempelkan pipi dengan senyuman lebar di wajah mereka.
Ketiganya kini menyantap masakan yang dibuat penuh kasih dari sang ibu. Ochobot mengisi gelas Boi yang telah habis. Jelas terlihat ia kehausan sejak pulang sekolah tadi.
"Mama mau belanja nanti sore... ada yang mau ikut...?" Boi buru-buru mengangkat tangan diikuti adiknya.
"Ikut! Ikut!"
"Fani juga ikut...!"
"Kalau begitu... Boi kerjain PR dulu, lalu istirahat, yah... Fani juga bobo siang, ya?" Kedua anak tersebut mengangguk antusias.
Lepas makan siang, Boboiboy mencuci piring dibantu Ochobot. Keduanya mengobrol di dapur hingga selesai membersihkan meja makan dan dapur. Boboiboy melanjutkan memilah pakaian berwarna dengan warna putih agar dapat dicuci terpisah. Namun Ochobot menawarkan dirinya yang akan lanjut mencuci baju dengan mesin cuci nanti agar Boboiboy bisa istirahat sebelum pergi belanja bersama anak-anak sore nanti.
Begitu Boboiboy berjalan menaiki tangga hingga lantai dua, ia mendapati pintu kamar Boi terbuka sedikit, membuatnya memutuskan untuk mengintip. Tampak Fani tertidur pulas di samping abangnya yang sedang mengerjakan PR di atas tempat tidur. Tangan sang anak perempuan tak pernah terlepas dari boneka dino kesayangannya. Sebenarnya ibu dari kedua anak tersebut ingin masuk dan menggendong Fani, memindahkannya ke kamar anak itu sendiri di sebelah kamar Boi, namun Boboiboy mengurungkan niatnya begitu melihat Boi yang telah selesai mengerjakan PR justru tidur bersama di sampingnya.
Perlahan Boboiboy masuk dan menyelimuti keduanya. Boi yang masih sedikit terbangun melihat bundanya tengah tersenyum padanya "Mama... Boi sudah kerjakan PR... sudah selesai..."
"Anak pintar... Mama sayang Boi..." ciuman di kening menjadi pengantar tidur penuh damai sang bocah laki-laki.
Boboiboy membaringkan tubuhnya perlahan agar tak membangunkan kedua anaknya di atas tempat tidur Boi yang lumayan luas. Tangannya lembut mengelus rambut Fani dan Boi bergantian. Ia memandangi kedua anak yang tengah tertidur pulas bagai malaikat kecil di pelukannya.
Rasanya bagai baru kemarin ia menjadi seorang anak perempuan dengan segala perubahannya. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini Boboiboy menemukan dirinya seorang ibu dari dua anak yang ceria dan begitu menyayangi dirinya. Semua orang yang mengenal dua anak itu akan mengakui betapa miripnya Fani dengan sang ibunda, dan betapa mirip Boi dengan ayahnya. Dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Di jemari lentik Boboiboy melingkar sebuah cincin pernikahan yang begitu ia jaga. Sudah bertahun-tahun cincin itu tersemat indah di jemarinya. Bahkan tanpa ada keinginan memanjangkan rambut, Boboiboy ingin menjaga rasa nostalgia sang suami pada dirinya. Betapa suaminya mencintai dirinya, dan Boboiboy tahu itu.
Mata sang nyonya memberat dan akhirnya turut tertidur bersama kedua buah hatinya.
Tepat sore itu, Ochobot membangunkan Boboiboy dan membantunya bersiap untuk belanja. Segala dompet, tas belanja dan catatan belanja telah disiapkan oleh sang robot yang setia membantu sahabatnya sejak kecil itu.
"Boboiboy, bagaimana kalau aku ikut...? Jadi kau bisa belanja dengan tenang sementara aku menjaga Boi dan Fani..." Boboiboy menggeleng kecil sambil mengelus robot bundar tersebut "Terima kasih, Ochobot... tapi kau istirahat dan jaga rumah saja, ya... Kau sudah banyak sekali bekerja hari ini..."
"Eh, harusnya kan memang begitu...! Aku ini babysitter anak-anak, apalagi aku ini robot... Mana ada aku lelah...?" Ochobot membusungkan dirinya. Tapi Boboiboy tetap memintanya untuk beristirahat di rumah. Ochobot tak pernah bisa menolak permintaan sahabatnya apalagi dengan senyuman hangat di wajah Boboiboy.
"Kau sudah membagi dua catatan belanjanya...?"
"Sudah, nyonya... seperti biasa..." goda Ochobot membuat Boboiboy terkekeh kecil. Begitu Boi dan Fani bangun, mereka bersiap naik taksi yang telah siap menuju supermarket.
Tentu saja dalam taksi, Boi dan Fani tak bisa menahan perasaan girang mereka. Terutama begitu mereka sampai di supermarket. Fani tak elak terus memeluk boneka kesayangannya sambil digandeng Boi. Diapit kedua buah hatinya, Boboiboy memberikan sebuah catatan belanja pada Boi sambil berlutut di dekat pintu masuk supermarket, "Boi, ini catatan belanjanya... Tolong carikan yang ada di catatan ini bersama Fani, yah... Kalau butuh bantuan, minta tolong pegawai toko sambil mengucapkan apa...?"
"Ucapkan 'tolong'...!" seru Boi dan Fani bersamaan. Boboiboy mengambilkan keranjang belanja yang disediakan supermarket untuk anak-anaknya. Boi dan Fani membawa keranjang tersebut bersama-sama. Tentu saja ditemani Dino kesayangan Fani yang duduk manis dalam keranjang.
Kedua anak tersebut sungguh menyukai saat-saat di mana ibu mereka memberi keparcayaan untuk mencari barang yang akan mereka beli di supermarket. Keduanya merasa mereka bisa melakukan apapun sendirian dengan mandiri. Ada rasa bangga dalam diri keduanya ketika mereka berhasil menemukan barang yang harus mereka temukan dalam catatan. Seperti sedang bermain game sekaligus belajar bertanggung jawab. Boi tentu harus menjaga adiknya baik-baik, dan Fani belajar untuk menghormati orang yang lebih tua ketika ia meminta tolong untuk diambilkan barang yang tak bisa ia raih.
Para pegawai supermarket sudah hapal pada kedua anak yang rajin sekali mengikuti ibunya ke supermarket hanya untuk membantu mencarikan barang belanja berdua saja, sementara sang ibunda belanja barang-barang yang masih sukar kedua anak itu bawa seperti daging, telur, sayur-mayur, dan beberapa barang yang berat untuk dibawa Boi dan Fani.
Setelah menyelesaikan misi mereka, Boi dan Fani menghampiri ibu mereka di tempat yang mereka janjikan menjadi tempat pertemuan jika sudah selesai. Di dekat booth yang menjual kue-kue. Jika Boboiboy belum selesai belanja, maka kedua anak itu melihat-lihat kue-kue manis yang ada di etalase. Akhirnya Boboiboy menghampiri kedua anak yang asyik menempelkan wajah mereka pada kaca etalase.
"Mama! Mama! Beli kue boleh nggak?" Boboiboy melihat kue-kue yang dilihat anak-anaknya. Tentu saja sebagai penghargaan atas bantuan mereka, Boboiboy selalu membelikan sesuatu untuk keduanya. Boi dan Fani memekik girang begitu ibu mereka mengangguk.
"Mama... kakak sama Fani mau yang itu..."
Boboiboy membungkuk melihat apa yang ditunjuk Fani dalam etalase. Donat yang menjadi kegemaran Boi karena ayahnya juga menyukainya.
"Belikan untuk papa juga, ya, ma...?" bujuk Fani pelan, berharap agar bisa dibelikan lebih. Boboiboy tak kuasa menahan senyum dan mencium pipi kedua anaknya. Akhirnya ia menegakkan tubuhnya dan berbicara pada penjual yang berdiri di balik etalase "Donat lobak merahnya sepuluh..."
Boi dan Fani terbelalak girang mendengar jumlah yang disebutkan ibu mereka "Sepuluh!"
Boi mulai menghitung dengan jari "Berarti, masing-masing papa, mama, Boi, Fani, dan Ochobot dapat dua ya, ma?!" Boboiboy kembali mengangguk dengan senyum geli melihat Fani yang berusaha menghitung jari mengikuti abangnya.
Di kasir, Fani berusaha mengintip belanjaan-belanjaan yang discan. Bunyi 'pip' begitu menarik perhatian telinganya. Berbisik kecil ia mengikuti suara tersebut sambil memainkan boneka dalam pelukannya. Setelah membayar, Boboiboy mengambil trolley agar mudah membawa belanjaan hingga ke luar supermarket. Begitu mendapatkan taksi, sang supir membantu Boboiboy memasukkan belanjaan dalam bagasi. Boi turut membantu sementara Fani ingin terus membawa kotak berisi donat dengan hati-hati sambil membawa bonekanya. Dalam taksi, Fani dan Boi terus cekikikan menghirup wangi donat dalam kotak. Betapa bahagia keduanya mengetahui jumlah donat yang begitu banyak dalam kotak tersebut.
Sesampainya di rumah, supir taksi kembali membantu Boboiboy membawakan belanjaan dibantu Boi dan Ochobot yang menyambut mereka. Setelah membayar taksi dengan uang tip tambahan, Boboiboy mengucapkan terimakasih ditemani Fani di sampingnya yang terus menemani sang bunda, dibalas dengan senyuman ramah sang supir.
"Mama, Fani mau gandeng mama..." tangan mungil Fani begitu hangat menggenggam tangan ibunya hingga mereka masuk ke rumah.
Malam datang berkunjung menggantikan sore.
Tepat sebelum jam makan malam, sebuah mobil parkir dalam garasi rumah yang ditinggali Boboiboy dan kedua anaknya. Ochobot yang mendengar suara mesin mobil berhenti langsung membukakan pintu untuk seorang penghuni rumah yang lain, yang baru saja datang dari kerja.
"Selamat datang, Fang... Boboiboy baru saja selesai masak dan menemani anak-anak di ruang baca..."
"Oke, terima kasih, Ochobot..." Fang memasuki rumah sambil merenggangkan dasi yang melingkar di kerah kemejanya. Sambil menaikir tangga menuju lantai dua, ia melepas jas hitam yang dikenakannya. Begitu sampai di depan pintu ruang baca, ia mendapati istri tercintanya tengah duduk di atas karpet dengan Fani di pangkuan tak lepas dari bonekanya dan Boi yang bersandar pada lengan ibundanya sambil memeluk "... kelinci kecil melompat-lompat menuju rumah tupai, temannya..."
Fang tersenyum mendengar suara lembut Boboiboy yang tengah mendongengkan anak-anaknya dengan buku cerita di tangan. Perlahan sang pria memasuki ruangan dan duduk di karpet bergabung dengan keluarganya. Boi menyadari kedatangan Fang langsung menyambar memeluk ayahnya "Papa! Papa pulang!"
Boboiboy meletakkan buku di samping kakinya dan membantu Fani berdiri untuk memeluk papanya. Fang memeluk dan menciumi kedua anaknya dalam pelukan. Bahkan sengaja membuat bunyi-bunyi lucu ketika mencium pipi Boi dan perut Fani membuat kedua anaknya tertawa lepas.
"Selamat datang, sayang..." Boboiboy mencium kecil bibir Fang dan disambut sebuah pelukan oleh suaminya.
"Makan malam! Makan malam! Ayo, papa! Aku sudah lapar!" Boi menarik-narik tangan ayahnya dan Fani membantu mendorong punggung Fang yang sama sekali tak terasa ada tenaga dorongan sama sekali dari tangannya yang kecil itu. Begitu Fang berdiri, ia membiarkan tubuhnya agak turun ke belakang dan membuat kedua anaknya panik menyangga punggung lebar ayah mereka "Aduh, papa lemas... udah nggak kuat... papa laper banget..."
"Ah! Papa! Jangan pingsan dulu! Nanti kalo udah makan papa kuat lagi!"
"Papa beraaat...!"
Namun akhirnya Fang pura-pura terjatuh dengan perlahan hingga terbaring di karpet "Aduh, papa nggak kuat..."
"Papa! Papa bangun!" Boi dan Fani menarik-narik tangan Fang sekuat tenaga. Dan akhirnya Fang kembali memeluk dan menggendong keduanya hingga keluar ruang baca diikuti Boboiboy yang tertawa sambil menggelengkan kepala melihat ulah usil suaminya menggoda anak-anak mereka.
Fang menurunkan kedua anaknya di dekat tangga. Boi langsung menuruni tangga dengan cepat dan duduk di bangku meja makan. Sementara Fani perlahan menuruni tangga dengan hati-hati. Fang yang sudah siap akan membantunya dihentikan Boboiboy agar membiarkan Fani belajar sendiri. Begitu sampai di lantai bawah, Fang langsung memeluk dan menciumi anak bungsunya "Fani pintar! Siapa yang ngajarin? Mama?"
"Fani belajar sendiri loh, pa..." puji Boboiboy sambil menyendokkan nasi pada piring Fang dan anak-anaknya terlebih dahulu.
Fani tersenyum bangga sambil duduk di bangkunya dibantu sang ayah. Kini keluarga tersebut menikmati makan malam dengan hangat ditemani Ochobot yang turut duduk di bangku antara Boi dan Fani. Boi dan Fani tak sabar untuk membuka kotak berisi donat kesukaan ayah mereka hingga selesai makan nanti. Tentu saja begitu membuka kotak tersebut, Boi dan Fani tak kuasa menahan tawa membagi masing-masing dua untuk tiap orang serta Ochobot.
"Ini Boi dan Fani yang beliin untuk papa..." Boboiboy menempelkan dahinya pada bahu Fang.
"Tapi uangnya punya mama... jadi mama yang beliin buat papa..." sambung Fani pelan diiyakan oleh abangnya. Fang tak kuasa menahan senyum "Terima kasih, ya... Papa suka sekali..."
Boi dan Fani tersenyum membalas ayah mereka dengan mulut masih mengunyah donat.
Fang berganti pakaian dengan kaos santai dan celana training lalu kembali menuju ruang lantai bawah mendapati Fani dan Boi sedang duduk kalem di meja makan. Fani asyik mencoret-coret sebuah kertas dengan krayon berwarna dan Boi membaca-baca pelajaran untuk besok. Sedangkan ibu mereka tengah menyeduh teh panas untuk Fang yang akhirnya bergabung dengan keluarganya.
Boboiboy menyambut Fang yang baru duduk dan menerima secangkir teh dengan ciuman sayang di dahi sambil memijit bahu suaminya "Papa besok mau bekal apa...?"
"Hmm, bekal dari lauk sarapan aja..."
"Nggak bosen...? Biar mama masakkin yang lain yah...?"
Fang langsung merangkul Boboiboy yang kini duduk di sampingnya dan mencium pipi yang selalu disukainya sejak kecil dahulu "Nggak, ma... nggak bakal bosen kalo mama yang masak..."
Rasanya baru kemarin Fang suka sekali menggoda Boboiboy dengan mencubit pipi chubby gadis pujaannya itu. Membuatnya ngambek sampai menggembungkan pipi, justru membuat Fang semakin gemas.
Rasanya baru kemarin mereka bergandengan tangan dan berjanji untuk bertemu di suatu tempat sambil mengobrol.
Rasanya baru kemarin keduanya saling menelepon dan berbincang melepas rindu.
Rasanya baru kemarin... Fang dan Boboiboy mulai sadar bahwa mereka saling mencintai satu sama lain.
Kini ada dua anak yang begitu mirip dengan keduanya di kedua sisi mereka. Dua anak yang memanggil Fang dan Boboiboy dengan 'papa' dan 'mama'.
Fang tak bisa lupa bagaimana bahagianya ia ketika mendapati istrinya sedang berbaring tertidur pulas sambil mengusap perutnya yang tengah mengandung anak pertama mereka, ketika Boi lahir, ketika Fani lahir, ketika ia melihat istrinya menggendong anak mereka dalam pelukannya, ketika Boboiboy tersenyum menyambutnya setelah pulang kantor, ketika mendengar nyanyian lembut dari sang istri yang menenangkan jiwa, ketika mendengar suara tawa anak-anaknya...
Fani menaruh krayonnya dan membawa kertas gambar di tangan menuruni bangku dengan hati-hati menuju kedua orang tuanya "Papa, mama... Fani gambar Dino..." tangan mungil Fani menyodorkan kertas dengan gambar seekor dinosaurus oranye berwajah lucu dengan gigi tongos di mulutnya yang tersenyum persis dengan boneka kesayangan Fani.
"Wah, mirip...! Fani pintar..." puji Fang sambil memangku anaknya.
Jam telah menunjukkan pukul setengah sembilan. Boi yang masih membaca kini mulai menguap dan mengusap matanya. Fani turut menguap menunjukkan ia telah mengantuk.
"Udah malem... ayo, cuci-cuci... Lalu bobo..." Boboiboy menggendong Fani yang sudah tak sanggup lagi berjalan tanpa mengantuk. Sementara Fang membereskan krayon dan alat gambar Fani, menemani Boi yang juga membereskan buku-bukunya di meja makan.
"Boi udah susun buku untuk besok?"
"Udah, pa..."
Dengan bantuan ayahnya, Boi membawa buku menuju kamarnya. Fang menaruh beberapa buku Boi di meja belajar sementara anaknya menyikat gigi bersama sang adik ditemani ibunda mereka. Di kamar Fani, Fang menaruh alat gambar di atas meja kecil dekat rak boneka.
Boboiboy memasuki kamar Fani dan mengambil daster mungil berwarna kuning muda dari lemari dan membantu anaknya berganti baju. Begitu sang putri kecil berbaring di tempat tidurnya yang empuk, Fang dan Boboiboy mengapitnya di kedua sisi bantal Fani sambil mencium pipi putri mereka.
"Selamat tidur, sayang..."
"We always love you, dear..."
Ciuman selamat tidur membawa sang putri kecil perlahan menuju dunia mimpinya yang indah. Biasanya ada alunan lagu nina bobok lembut dari sang ibunda. Namun hari yang melelahkan itu membuat Fani langsung tertidur pulas.
Perlahan Fang mematikan lampu di meja dekat tempat tidur Fani. Setelah menutup pintu dengan pelan, kini keduanya menyapa Boi yang sudah berbaring di tempat tidurnya dengan piyama "Met malem, pa, ma..."
Fang mencium kening Boi sambil mengusap-usap rambut anaknya yang benar-benar bagai jiplakan dirinya sendiri "Malem, jagoan..."
"Selamat malam... Papa Mama sayang Boi..." Boi menguap lebar begitu ibundanya mencium kening dan mengeratkan selimut hingga ke lehernya.
Di kamar, Boboiboy berganti daster setelah menyikat gigi dan mencuci kaki. Fang langsung ambruk di tempat tidur setelah menyikat giginya. Di sebelah meja nampak kalender mini berdiri. Fang menyadari ada warna merah pada tanggalan.
"Ma... kau ada rencana hari Jumat sampai Minggu nanti...?"
Boboiboy menoleh pada suaminya setelah menyisir rambut "Tidak... Papa ada rencana?" begitu meletakkan sisir, Boboiboy perlahan menjatuhkan diri pada dada bidang Fang yang akhirnya memeluk dan mengelus punggung istrinya.
"Jumat ini' kan tanggal merah... Mau mengunjungi Atok di Pulau Rintis...?"
Boboiboy melihat tanggal merah yang dimaksud Fang. Ia tersenyum senang dan memeluk mesra leher suaminya, memberikan ciuman terdalam penuh sayang "Tentu saja aku mau... Aku rindu Atok dan teman-teman...! Anak-anak juga pasti senang bertemu buyut mereka..."
Fang kembali memasang senyuman tanpa melepas pelukannya "Aku penasaran apa ada yang berubah setelah kita lama tak berkunjung ke sana... sejak lebaran tahun lalu..."
Boboiboy tertawa kecil "Kau penasaran pada rumah hantu tempat tinggalmu dulu itu...?" ledekan Boboiboy membuat Fang gemas dan menggelitiki pinggang istrinya hingga kegelian. Keduanya tertawa-tawa.
Kini Boboiboy terbaring di bantalnya dengan Fang di atas sambil terus memeluk tubuhnya yang ramping "Meski tempat itu sudah berubah... aku tak akan lupa pertemuan pertama kita..., Boboiboy..."
"Aku sangat suka mendengar suaramu memanggil namaku..., Fang..."
Ciuman yang dalam kembali menjadi pengantar tidur pasangan suami istri tersebut.
Bintang-bintang menghiasi langit malam yang gelap mendampingi bulan yang bersinar lembut, menaungi kota yang tengah tertidur dengan sebuah keluarga pada sebuah rumah yang hidup penuh kehangatan dan kasih sayang.
Angin berhembus lembut melantunkan nyanyian malam yang sunyi... membawa para jiwa yang tenang menuju dunia impian mereka masing-masing.
tbc
