Harry Potter kepunyaan JK Rowling. Saya cuman pinjem karakternya bentar.

Prologue


"Kau serius akan melakukannya, Alice?"

Tanya Yilmaz terburu-buru, seolah ingin menghentikan rencana gila yang akan diwujudkan temannya ini. Ayolah, mereka sudah berteman selama hampir tiga puluh tahun, dan bagi lelaki berumur awal empat puluh tahunan sepertinya, ini adalah rencana temannya yang paling gila sepanjang dia mengenal wanita berusia empat puluh tahun yang masih tampak seperti gadis remaja yang sangat manis. Rencananya sangat gila, bahkan sangat sangat jauh diatas kata gila— dan dia sebenarnya merasa hampir tidak terima jika namanya diseret-seret. Tentu saja, jika rencana ini ketahuan oleh dewan, matilah mereka. Tidak perduli dengan julukan Alice sebagai penyihir terhebat abad dua puluh empat, dewan tetap akan menghukum mereka—bukan karena dicabutnya jabatan Alice sebagai pimpinan tertinggi auror, atau jabatan Yilmaz sebagai pimpinan tertinggi Ministry of Magic, namun langsung masuk penjara azkaban. Dipenjara seumur hidup, atau langsung dihukum mati.

Alice mengulum senyum, dan menatap mata teman bagai-sehidup-sematinya dalam, berusaha meyakinkan, "Ini sudah lebih dari lima ratus kali kau menanyakannya, Yilmaz." senyumnya semakin mengembang.

Sang laki-laki memasang wajah khawatir, "Aku serius, Alice. Sangat serius. Kita bisa mati—"

Alice menyela sambil tertawa kecil, "Kau tahu jawabanku selalu sama."

"Tapi Alice—" desahnya setengah frustasi. Yilmaz masih berusaha keras menghentikan temannya, "jika gagal, maka—" Yilmaz tidak melanjutkan kalimatnya. Dia terlalu takut membayangkan apa yang akan terjadi.

Pandangan Alice masih fokus pada mesin waktu yang akan dipakainya, "Aku tahu. Karena itu berdoalah untukku." sahut Alice enteng. Wanita cantik itu merapal beberapa mantra pelindung pada mesin waktunya.

Yilmaz menghela nafas pasrah. Berusaha menghentikan niat bulat Alice atau menang adu keras kepala dengannya adalah hal yang mustahil. "Kenapa kau menceritakan ini padaku? Kau kan tahu aku punya keluarga. Dan jika aku tertangkap—"

"Maka jangan tertangkap, stupid." sergah Alice memotong kalimat lawan bicaranya dengan cepat. Dia menoleh ke arah Yilmaz dan memutar bola matanya malas, "Dasar pengecut. Kau sudah menjadi bagian setiap rencana gilaku selama hampir tiga puluh tahun, lalu kali ini apa bedanya dengan rencana yang lain?" tanyanya dengan masam.

Yilmaz mendecak, "Berhenti menanyakan pertanyaaan yang kau sudah tahu jawabannya, Alice. Hentikan kebiasaan burukmu. Kau jelas tahu apa perbedaan ribuan rencana gilamu sebelumnya dengan yang ini." Jarinya mengetuk-ngetuk meja kaca dengan cepat, tanda dia sedang nervous.

Alice menyunggingkan senyum sinis, "Apa bedanya denganmu yang menanyakan pertanyaan yang sama lebih dari lima ratus kali." dia maju tiga langkah ke arahnya dan mengayun-ayunkan tongkat sihirnya, membuat gerakan seperti sedang merapal mantra, "Aku kan sudah beritahu apa yang harus kau lakukan setelah aku pergi. Kau terlalu khawatir." mata wanita itu yang berwarna merah darah menatap tajam, "Kalau kau gagal, aku yang akan menyiksamu di Azkaban, Yilmaz Magnabad." ucapnya mengancam. Sejenak Yilmaz merasa ruangan laboratorium mendadak dingin.

Waktu serasa berhenti beberapa detik.

"Demi Merlin…aku berdoa agar rencana ini berjalan dengan sangat lancar." ucapnya dengan gugup. Yilmaz mengalihkan matanya dari tatapan tajam Alice, sedikit takut. Dari ribuan rencana gila Alice sejak saat mereka berteman di awal tahun pertama Hogwarts, hanya lima diantaranya yang gagal. Dan kelima-limanya sanggup membuat Yilmaz trauma minimal dua bulan karena hukuman yang dia terima. Hukuman paling ringan yang diterima Yilmaz adalah Alice menggunakan sihir Rictumsempra plus Tarrantallegra padanya selama dua jam. Alice benar-benar ahli menyiksa orang tanpa membunuhnya.

Alice tersenyum penuh kemenangan, "Baiklah. Sebentar lagi mesin waktu ini siap." dia kembali berjalan ke arah tabung kaca yang cukup besar untuk memuat seorang manusia di dalamnya, "Aku penasaran Hogwarts jaman dulu itu seperti apa. Suasananya pasti jauh berbeda."

Yilmaz mendengus pelan, sedikit kesal karena dia telah ribuan kali berhasil diancam, "Mungkin lebih menyenangkan dari jaman ini. Sekarang semuanya serba instan, bahkan untuk Hogwarts sekarang." dia menggeleng pelan, "Kadang aku bingung untuk apa mempelajari mantra sihir, disaat teknologi sudah sangat maju begini."

Alice mengangguk pelan, setuju. "Berhasil karena proses belajar yang panjang adalah suatu bentuk kepuasan diri yang mutlak, Yilmaz." dia mendesah pelan, "Rasanya aku ingin melancarkan mantra penghancur pada Malfoy Company & Industries. Well, hanya khusus untuk bagian industri alat-alat sihirnya saja."

Yilmaz tertawa sinis, "Kau bisa melakukannya dengan membunuh keluarga Malfoy nanti."

Alice ikut tertawa, "Si nenek tua Ether yang menyebalkan itu mungkin tidak ada, dan aku bisa menjalani masa kecilku sedikit lebih bebas." Alice berwajah masam saat mengingat masa kecilnya, "Yah, tidak ada hubungannya denganku sekarang. Dia sudah hidup tenang tinggal bersama keluarga Malfoy."

Alis Yilmaz terangkat begitu mendengar nama yang disebut Alice, "Ether?" kini alisnya mengkerut, "Si tua Ether yang sewaktu muda dijuluki wanita tercantik seantero dunia sihir?" mata violetnya mengerjap-ngerjap, "Merlin! Dia nenekmu?" tanyanya dengan nada tidak percaya.

"Tidak, dia hanya saudara jauhku yang sudah jadi nenek-nenek saat aku lahir." Alice berjalan mendekat ke arah Yilmaz, "Dia lahir dari wanita Potter dan lelaki Malfoy, wajar kalau dia memilih marga Malfoy. Namun bukan berarti dia putus hubungan dengan keluarga Potter." wanita itu duduk di sebelah Yilmaz, "Sepertinya dia cukup terpengaruh dengan lingkungan Malfoy, jadi sikapnya menyebalkan begitu."

Yilmaz menautkan alis, "Wow—kelebihan keturunan Potter yang lain adalah anak gadisnya selalu cantik—" laki-laki itu melipat tangannya, "jika dikawin-silangkan dengan keluarga Weasley—" kalimatnya berhenti. Dia mendelik untuk memperhatikan wajah Alice yang senyumnya mengembang. "Hei, secara harafiah bukan berarti kalimat itu ditujukan untukmu."

Alice masih tersenyum, "Terima kasih atas pujiannya. Potter dengan Weasley memang menghasilkan gadis-gadis cantik yang jenius, dan aku salah satunya." kelakuan Alice yang narsis muncul, "Terima kasih untuk nenek moyangku, sang penyihir wanita paling jenius dan salah satu pahlawan dunia sihir abad dua puluhan, Hermione Weasley." jelasnya dengan nada kekanakan.

Mata violet yang menatapnya menyipit, "Aku sangat bersyukur gadis Potter yang lain tidak gila sepertimu." dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Kalau begitu darimana sifat gila dan sadismu itu berasal?"

Alice mengangkat bahu, "Aku tidak tahu." dia memangku dagunya, "Not that I care, anyway."

"I care, karena itu berarti aku tidak perlu selalu jadi korbanmu."

Alice tertawa kecil, dan memilih tidak melanjutkan pembicaraan. Keheningan menggantung selama beberapa saat, dan digunakan keduanya untuk memikirkan tentang rencana gila yang akan dilakukan. Mereka telah mempersiapkan semuanya, seluruh rencananya telah diatur dan dipersiapkan rencana pengganti hingga kemungkinan terburuk.

Dua minggu lalu Yilmaz sedang mengurus dokumen-dokumen penting di ruang kerjanya saat tiba-tiba pintu yang sudah dipasang mantra Colloportus didobrak paksa begitu saja oleh Alice. Wanita ini memang suka memberi surprise untuk partnernya. Dan jika penyihir gila ini mendobrak paksa, berarti ada rencana gila baru yang berada di pikirannya, datang untuk kembali menyeret dirinya ke dalam rencana gilanya. Yilmaz tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurut dan mendengarkan rentetan langkah-langkah dari rencana itu dengan wajah seperti habis dicium dementor.

Dan setelah Yilmaz mendengar rencana gila Alice, hanya tiga kata dan satu nama yang membentuk satu kalimat pendek keluar sebagai responnya.

"You are insane— Alice."

Alice is pure insane, with a little bit of bitterness. Selama ini kata 'insane' dulunya adalah 'crazy', dan sekarang Yilmaz menggantinya. Ketidakwarasan wanita itu memang sudah—bahkan selalu, melewati batas. Sebagian orang-orang (sangat)tidak beruntung yang (tidak sengaja) pernah mencicipi menjadi korban Alice bahkan bilang ketidakwarasannya tidak pernah memiliki batas. Memang begitulah satu dari beragam statement dunia sihir padanya—tepat menggambarkan personaliti dan kemampuan yang dimilikinya.

Mad Doll, Blackhole, Potter's fearful daughter, adalah beberapa julukan yang mewakilinya. Banyak juga julukan-julukan kecil lain, namun kurang populer. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang pendek, dan otaknya yang jenius namun gila tidak menghentikannya menjadi Dewan Auror wanita yang paling dihormati dunia sihir. Dia juga tidak segan untuk langsung membunuh evil wizards dan witches yang menjadi buronan para Auror, itu jika dia sendiri yang sedang turun ke lapangan.

Menjadi orang yang dikenal sebagai salah satu orang terdekat Alice, dampaknya macam-macam. Saat masa sekolah dulu Alice bahkan sudah terkenal ketidakwarasannya, membuat Yilmaz yang selalu bersamanya ikut ditakuti—atau dihormati murid-murid lain, dan alhasil menjadi informan bagi para guru mengenai beragam rencana Alice selanjutnya. Well, soal menjadi informan itu sih, selalu gagal. Alice sudah memantrainya dengan mantra mata-mata, dan tahu kapan dirinya dipanggil oleh para professor untuk diinterogasi. Alice merapal mantra silencio yang sudah dimodifikasi olehnya (tanpa sepengetahuan para professor, tentu) untuk membungkam mulutnya sepanjang sesi interogasi. Yilmaz sangat tersiksa, memang. Coba rasakan sendiri menjadi 'partner' wanita gila itu selama tiga puluh tahun.

Yilmaz menatap Alice yang tampak sedang memikirkan sesuatu sambil menunduk. Memikirkan tiga kata yang mewakili Alice : insane, prodigy, dan—

Yilmaz berhenti sedetik—

darkness.

Bunyi mesin waktu yang cukup keras membuyarkan pikiran mereka. Keduanya menatap mesin waktu yang telah siap dioperasikan. Alice mengalihkan pandangannya ke arah Yilmaz yang juga menatapnya. Wanita itu tersenyum lebar melihat ekspresi partnernya yang berwajah khawatir.

Senyum lebarnya berganti menjadi senyum jahil, "Kau hanya perlu bermain alasan dengan para dewan menyebalkan itu, Yilz. Tidak perlu khawatir." ucapnya berusaha meyakinkan, "Bukankah kita sudah terbiasa 'bermain' dengan mereka?" tambahnya lagi, kini dengan tertawa kecil.

Wajah Yilmaz semakin khawatir, "Mungkin kali ini untuk waktu yang cukup lama, Alice." helaan nafas berat terdengar, "Setidaknya beritahu aku kapan kau akan kembali." lanjutnya dengan nada pasrah. Yah, memang sudah tidak terhitung lagi soal menggunakan nada itu, sih.

Alice tampak berpikir, "Sudah kubilang aku tidak tahu, Yilz." Alice mengetuk-ngetukkan jarinya di pipi, "Mungkin aku bisa kembali besok, padahal sudah setahun di masa lalu, atau aku kembali tahun depan. Semua probabilitas, bahkan yang mustahil sekalipun bisa saja terjadi jika menyangkut soal waktu." kedua alisnya terangkat, "Kau ingat kejadian Dr. Maref?" tanyanya, sambil mengingat kembali kejadian tiga tahun lalu yang sempat membuat seantero dunia sihir heboh.

Alis Yilmaz ikut terangkat menanggapi pertanyaan Alice, "Tentu saja. Dia pergi dengan fisik muda dan saat kembali sudah berwujud kakek-kakek, padahal baru dua bulan sejak kepergiannya."

Alice mengangguk mengiyakan, "Dia bilang sudah puluhan tahun sejak dia pergi ke masa lalu untuk mencari tanaman legendaris yang sudah punah, dan tidak diketahui apa efek dan kegunaannya. Yang kita tahu hanya nama tanamannya saja—" Alice berhenti sejenak, "—aconyte."

"Well, apa kau juga akan mencari asal usul tanaman itu?" dahi Yilmaz mengkerut, "Semuanya berpikir tanaman itu sangat berguna dan memiliki khasiat luar biasa. Seluruh bagiannya bisa digunakan untuk bahan ramuan."

"Aku tidak tertarik." Alice menggeleng cepat, "Tapi seandainya aku tahu dan tanaman itu ada, aku pasti akan menggunakannya." cengir Alice, mulai lagi jahilnya.

Yilmaz memutar bola matanya malas, "Kalau saja ada Professor Delacross, kau pasti langsung mati karena kutukannya begitu tahu rencana sinting ini, Liz. Terkadang aku berharap saat itu aku tidak berhasil menghentikannya." desah Yilmaz dengan nada menyesal.

Alice tertawa sinis, "Hei! Membicarakan orang yang sudah mati itu tidak baik."

"Lucu jika mengingat di tahun keempat dia hampir saja mengutukmu, dan di tahun kelima dia akhirnya mati ditanganmu, dengan mantra kutukan sama yang hampir saja dia selesaikan kalau saja saat itu aku tidak ada." Yilmaz terkekeh pelan.

"Oh, aku ingat saat itu aku tidak bisa menahan hasrat untuk membunuhnya, Yilz. Maklum saja, dia korban pertamaku, sih." balas Alice tersenyum lebar, "Perburuan perdana milikku sendiri, mulai dihitung darinya. Bukankah itu awal yang bagus? Aku selalu ingin melemparkan mantra cruciatus padanya saat mengajar. Dia sangat tahu caranya menyulut emosiku." senyum lebar itu masih menghias wajahnya beberapa saat.

Yilmaz tertawa pelan, "Sampai sekarang pun aku tidak habis pikir bagaimana bisa orang sakit jiwa sepertimu bisa masuk Gryffindor, Liz."

Alice kembali tertawa, "Mungkin topi seleksi itu sudah terlalu tua, atau dia ikut mempertahankan tradisi keluargaku."

Yilmaz ikut tertawa, namun beberapa detik kemudian ekspresinya kembali serius. Bunyi mesin waktu dan lampunya yang berkedip-kedip menyadarkannya pada rencana Alice yang akan dilaksanakan. "Alice, sampai kapan kau terus di sini?" dan pertanyaan itu menghentikan tawa wanita di sebelahnya.

Kini Alice berwajah serius. Sebenarnya dia masih ingin melanjutkan pembicaraan, tapi waktu semakin menipis, "Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan setelah ini." wanita itu berdiri dan beranjak ke arah tabung mesin waktu, "Berdoalah semoga aku tidak kembali dalam kondisi sudah nenek-nenek." jelasnya bercanda, tapi masih dengan nada serius.

Yilmaz ikut berdiri dan berjalan mendekat, "Kau sudah tidak bisa menua, stupid. Kau sudah membawa semuanya?" pria itu berdiri di samping Alice, memperhatikannya menyetel ruang dan zona waktu yang akan dia datangi.

Alice hanya tertawa kecil dan mengangguk, beberapa saat kemudian settingannya selesai dan dia berdiri di depan pintu tabung. Tersenyum menatap partnernya, Yilmaz.

Yilmaz balas tersenyum, tangan kirinya yang bebas terangkat, mengelus lembut kepala sang penyihir terhebat abad dua puluh empat, merasakan kelembutan surai hitam panjang Alice di telapak tangannya. "Kupanjatkan doa untukmu." Yilmaz mengecup dahi wanita itu, tulus. Meskipun sudah ribuan kali Alice mempermainkannya seperti bidak catur, tapi rasa sayang untuk gadis itu tetap ada.

Alice tersenyum hangat, memeluk sebentar tubuh Yilmaz dan melangkah mundur, menekan tombol untuk menutup pintu, samar-samar dia dapat mendengar Yilmaz berbisik,"Take care—"

Yilmaz tersenyum melepas kepergian temannya.

"—Alicia Potter-Weasley."

dan setelah Yilmaz mengucapkan nama lengkapnya, pintu tabung kaca itu tertutup dan asap putih menyelimuti Alice selama beberapa saat.

Alice sudah tidak berada di dalam tabung saat asap itu hilang.

"Kuharap kau tidak berbohong padaku soal tujuanmu, Alicia."

Setelah dia membereskan 'jejak' di laboratorium, Yilmaz pergi meninggalkan ruangan.


Tbc~

Maaf karena saya baru pertama kali buat fic di fandom ini, hanya bermodalkan HPwikia dan film yang sudah agak lupa orz. Maafkan juga karena plot yang nonsense dan gaje orz. Be easy on me karena ini baru pertama kali orz.

Chapter depan udah ketemu sama Marauders. Alice rada-rada syok gitu waktu ketemu sama kakek moyangnya, James = w =).

RnR? :)